1
Ia bergegas mati, meski istrinya minta untuk
lima menit saja menundanya. Anaknya yang kecil
minta dibuatkan susu. Lelaki itu sudah tak sabar.
Nanti saja kalau sudah pulang dari kematian,
katanya. Biarkan anak itu menangis, nanti akan
diam kalau capai. Katakan saja, nanti dioleh-olehi
cincin Sulaiman dari surga. Dia akan diam. Dan
istrinya menurut saja perkataan suaminya itu.
Benar juga, anak itu diam karena janji oleh-oleh
itu. Cincin Sulaiman memang menjadi impiannya.
Dongeng yang selalu ia dengar dari emak-nya,
membuat keinginan untuk memiliki cincin itu
membumbung tinggi. Membumbung tinggi, seperti
bapak dan emaknya yang kini sudah melesat ke
angkasa menuju ke kematian.
Mereka berdua hampir saja tersesat. Jalan-
jalan sudah berubah halus dan lebar. Di kiri kanan,
Anak-Anak Pekat - Antologi Cerpen - Suhariyadi 1
gedung-gedung bertingkat berdiri. Tak ada tanah
lapang dan kosong lagi. Sepuluh tahun lalu,
terakhir dia pergi ke kematian, gedung-gedung itu
belum ada. Hanya gubug kardus nampak di sana;
carut marut. Jalannya masih sempit dan ber-
lubang. Tanah-tanah masih banyak tak bertuan.
Kota kematian itu kini sudah maju pesat. Kalau
dulu haya gerobak yang berlalu lalang, kini
kendaraan bermesin. Mewah lagi. Melihat semua
itu, lelaki dan istrinya hampir mengambil jalan
menuju ke neraka. Kalau tidak membaca papan
arah yang berdiri di pertigaan tadi, mereka sudah
tersesat ke kampung neraka.
“Hampir saja kita tersesat,” ujar lelaki itu
sambil garuk-garuk kepalanya yang plontos.
“Ya, Pak, aku juga tidak mengenali lagi kota
ini,” jawab istrinya tak kalah sengitnya.
“Untungnya kita sampai juga di kampung
surga ini.”
“Kita cari toko Sulaiman, Pak. Kita beli dulu
cicin untuk si Kecil. Mumpung masih ingat.” Kata
istrinya mengingatkan janji lelaki itu pada anaknya.
“Kalau masih menjual. Barang itu diproduksi
secara terbatas. Bahkan belinya juga harus me-
nunjukkan identitas diri. Kita kan tidak punya itu.”
“Kau kan mempunyai orang dalam. Kita
sogok dia agar menjualnya pada kita.”
*****
*****
Bukankah Kau harus membuka hatimu dahulu
sebelum menyadari ke-ada-anmu.
***
*****
***
***
*****
***
*****
*****
AYAH. Apakah mama menyimpan perasa-
annya itu dalam-dalam? Apakah mama menyisakan
perasaan itu hanya untuk dirinya sendiri? Apakah
ia menyembunyikannya di balik semangat hidupnya
yang luar biasa itu? Berpuluh pertanyaan tumpat
Suamimu
Jaqcues
*****
Bik Inah duduk di depanku dengan perasaan
tak menentu. Wajah lugunya membersitkan
perasaan itu. Teramat mudah menangkap bahasa
wajahnya. Ia teramat lugu, teramat terbuka untuk
*****
***
Catatan:
Gambang : salah satu jenis alat musik
(gamelan) Jawa
Macapat : Jenis tembang atau lagu
Jawa lama yang terdiri atas
10 jenis, seperti: Dhan-
dhanggula, Sinom, Kinanti,
Pucung, Asmaradhana,
Gambuh, dan sebagainya.
simbah buyut masih sugeng : (terj.) Ayah
kakek masih hidup
***
****
***
*****
*****
“Sudah selesai, Anak-Anak?” Kata seorang
guru di balik kaca mata minusnya. Rambutnya
yang telah memutih mengkilatkan cahaya.
“Sudahhhhhh....!!!” Jawab murid-murid
serempak. Mereka berlarian ke meja guru sambil
membawa lembaran kertas.
“Jangan rebutan. Yang sudah mengumpul-
kan pekerjaannya, kembali ke bangku masing-
masing.
Tak lama mereka telah duduk sambil me-
nunggu apalagi yang akan diperintahkan gurunya
itu. Semua mata tertuju pada lelaki tua yang sudah
berdiri dengan senyum melihat betapa murid-
muridnya rajin dan tertib.
“Lho, Antok belum selesai mengerjakan?”
Tanya sang guru saat dilihatnya seorang murid
masih asyik mengerjakan.
“Belum, pak!” Jawab teman sebangkunya.
“Apa yang kamu tulis sehingga begitu lama
mengerjakannya?” Tanya sang guru sambil meng-
hampiri Antok. Sedang yang ditanya diam tak
menjawab. “Kamu menulis apa, Antok?” Tanya sang
guru lebih keras.
*****
***
Suhariyadi
Penerbit
Sanggar Sastra UNIROW Tuban
2011
Cover
Chamim “Genthong Miring Art” Sluke, Rembang
Penerbit
Cetakan I 2011
1
KOTA KEMATIAN
10
MALAIKATKU
41
SEORANG ANAK
YANG BEGITU MENCINTAI
ORANG YANG TAK PERNAH IA JUMPAI.
57
OIDYPUS COMPLEX
66
SEPASANG PILIHAN
81
HARIMAU LAPAR DAN KELINCI MAINAN LELAKI
101
DILEMA
Anak-Anak Pekat - Antologi Cerpen - Suhariyadi 202
136
MALAM INI TERBUAT
DARI TANAH KERING KUBURAN
149
POTONGAN KAKI PEREMPUAN
DI SUDUT-SUDUT KOTA
155
ANAK-ANAK PEKAT