Anda di halaman 1dari 7

Patogenesis, Gejala Klinis, dan Tatalaksana Rheumatoid Arthritis

Vioini Gracia Prokhorus


102017145
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat-11510
vioini.2017fk145@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit radang pada sendi yang disebabkan oleh adanya
reaksi autoimun dalam tubuh. Salah satu ciri khas dari penyakit ini adalah gejalanya yang
menyerang sendi secara simetris. Saat dilakukan penelitian ternyata lebh banyak perempuan
yang menderita penyakit ini. Maka diduga ada keterlibatan hormon seks pada RA. Patogenesis
dari RA sendiri sangat kompleks dan membentuk suatu siklus reaksi autoimun yang terus
menerus sehingga menyebabkan inflamasi. Penyakit ini bersifat kronik fluktuatif, sehingga
kerusakan sendi dan deformitas pada sendi dapat terjadi secara progresif. Untuk menangani
penyakit RA dapat diberikan obat anti-inflamasi non-steroid pada kasus RA akut. Namun jika
sudah kronis, harus diberikan disease modifying anti-rheumatic drugs (DMARD).

Kata kunci: artritis, rematik, artritis rematik, autoimun, DMARD

Abstract

Rheumatoid arthritis (RA) is an inflammatory disease of the joint caused by an autoimmune


reaction in the body. One characteristic of this disease is that the symptoms attack the joint
symmetrically. When the study was conducted it turned out that there were more women who
suffered from this disease. So it is suspected that there was involvement of sex hormones in RA.
The pathogenesis of RA itself is very complex and forms a continuous cycle of autoimmune
reactions that cause inflammation. This disease is chronic fluctuating, so joint damage and
deformity in the joints can occur progressively. To treat RA disease can be given non-steroidal
anti-inflammatory drugs in cases of acute RA. But if it's chronic, you should be given a disease
modifying anti-rheumatic drug (DMARD).

Keywords: arthritis, rheumatic, rheumatoid arthritis, autoimmune, DMARD

Pendahuluan
Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun yang menyerang persendian dan
ditandai dengan adanya inflamasi. Dari seluruh populasi di dunia, penyakit rheumatoid arthritis
ini memiliki prevalensi yang cukup stabil yaitu antara 0,5%-1%. Jika dilihat dari jenis kelamin,
penderita rheumatoid arthritis lebih banyak perempuan dari pada laki-laki. Oleh karena itu,
timbul dugaan bahwa ada keterlibatan hormon seks dalam pathogenesis dari rheumatoid arthritis.
Hormon seks laki-laki yaitu androgen bersifat imunosupresif dan sehingga dapat menekan
respon humoral maupun selular. Sedangkan hormon seks pada perempuan yaitu estrogen dan
progesteron menstimulasi respon humoral dan selular dari tubuh ketika adanya auto-antigen.
Sehingga penyakit rheumatoid arthritis lebih banyak ditemukan pada perempuan.1,2
Tempat persendian yang sering terkena adalah sendi-sendi kecil, biasanya pada pergelangan
tangan dan tangan. Jika kondisi penyakit semakin memburuk, maka penyakit juga dapat
menyerang sendi-sendi yang lebih besar seperti misalnya sendi gelang bahu atau art.
Glenohumeral, sendir siku, sendi lutut, dan lain-lain.1,3
Pada tangan atau yang disebut sebagai regio manus, terdapat art. metacarpophalangeal
(MCP), art. proximalinterphalangeal. (PIP), dan art. distalinterphalangeal di mana inflamasi
sering terjadi. Pada regio manus persarafan yang terpenting adalah n. medianus, yang

1 1
mempersarafi 3 jari pada sisi ventral, n. ulnaris yang mempersarafi 1 jari pada sisi ventral dan
2 2

1
dorsal, dan n. radialis yang mempersarafi 3 jari pada bagian dorsal.4
2

Gambar 1. Anatomi regio manus.4

Anamnesis
Tujuan dari anamnesis adalah untuk mengetahui keluhan dari pasien dan segala informasi
yang berkaitan dengan penyakit yang diderita pasien. Anamnesis sangat penting untuk dilakukan
dalam menentukan diagnosis. Hasil anamnesis dari skenario yang telah dibeikan adalah pasien
berjenis kelamin perempuan berumur 21 tahun mengeluh bahwa ada nyeri pada jari-jari tangan
dan pergelangan tangah kanan kiri sejak 4 bulan terakhir. Nyerinya terus menerus dan kaku di
pagi hari, lebih dari 1 jam lamanya. Terdapat juga pembengkakan pada MCP 2-4 dan PIP 2-4.
Setelah itu, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga harus juga ditanyakan.
Ternyata ibunya mengalami nyeri sendi pada tangannya.1,5

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah melihat keadaan umum pasien. Di sini pasien
tampak sakit sedang dan kesadaran compos mentis. Tanda-tanda vital dari pasiren yaitu tekanan
darah 110/80 mmHg, denyut nadi 84x/menit, pernafasan yaitu 18x/menit, dan suhu 36,9°C yang
berarti ada kenaikan sedikit. Ini berarti ada tanda inflamasi.
Setelah pemeriksaan tanda-tanda vital, dilakukan pemeriksaan secara inspeksi, perabaan
atau palpasi, kemudian gerakan. Dari inspeksi dapat dilihat adanya pembengkakan pada MCP 2-
4 dan PIP 2-4. Kemudian hasil dari palpasi terdapat pembangkakan dan nyeri tekan. Pada saar
digerakkan, jari-jari tangan kaku dan nyeri. Pada pemeriksaan fisik juga harus dilihat apakah ada
kelainan seperti swan neck deformity, ataupun Boutonniere deformity.1

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat diajukan adalah pemeriksaan rheumatoid factor (RF) di
mana pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada faktor rheumatik yang
dikeluarkan oleh sel plasma untuk menginduksi makrofag. Namun pemeriksaan ini tidak spesifik
untuk rheumatoid arthritis. Tes ini dilakukan pada penyakit autoimun lainnya seperti Sjorgen’s
syndrome dan lain-lain. Maka hasil tes RF yang positif harus diimbangi dengan gejala klinis
yang sesuai.1,3
Pemeriksaan selanjutnya adalah Anti-cyclic Citrullinated Peptide (Anti-CCP). Tes ini
bersifat komplementer terhadap tes RF. Spesifitasnya terhadap RA lebih tingi daripada tes RF.
Namun harus diselaraskan lagi dengan gejala klinis yang sesuai.1
Radiologi dari bagian sendi yang terkena juga dapat diambil dengan foto polos AP-Lateral
dan MRI. Foto polos digunakan untuk melihat apakah ada kerusakan pada tulang dan degenerasi
dari sendi atau tulang. Ini biasanya hanya dapat dilihat ketika penyakit sudah lama diderita.
Sedangkan MRI dilakukan untuk melihat adanya soft-tissue swelling. Namun pemeriksaan
radiologi ini tidak terlalu berguna untuk mendiagnosis. Pada penyakit RA biasanya laju endapan
darah dan c-reactive protein meningkat, sehingga harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap.1,3

Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding


Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, dapat didiagnosis
bahwa pasien menderita penyakit rheumatoid arthritis. Diagnosis banding dari rheumatoid
arthritis dapat berupa penyakit Systemic Lupus Erythematous (SLE). Namun diagnosis banding
ini dapat disingkirkan dengan melihat apakah ada eritema pada kulit di tempat-tempat tertentu
yang khas dengan SLE. Jika tidak ada, maka lebih besar kemungkinannya untuk seorang pasien
menderita penyakit RA. Selain SLE, diagnosis banding lainnya adalah arthritis gout. Namun
penyakit ini jarang muncul bersamaan dengan RA dan gejala klinisnya juga terlihat berbeda.
Gout biasanya hanya menyerang satu sendi atau monoarthritis, tetapi RA bersifat poliarthritis.
Diagnosis banding juga dapat disingkirkan dengan mengambil cairan sendi yang menderita
arthritis. Hasilnya cukup jauh berbeda. Aspirasi cairan sendi arthritis gout hasilnya berwarna
putih susu karena adanya kristal asam urat. Sedangkan pada RA hasil aspirasi cairan sendinya
berwarna kuning keruh karena disebabkan oleh inflamasi.1,6

Patogenesis Rheumatoid Arthritis


Awal mula dari penyakit rheumatoid arthritis ini terjadi karena adanya antigen yang
dikenal asing oleh T-helper. Antigen ini dinamakan autoantigen yang direpresentasikan oleh
APC. Penyebab dari terbentuknya autoantigen dapat berupa faktor genetic dan faktor
lingkungan. Autoantigen ini tidak dapat dikenali sistem imun pada tubuh sebagai “self” sehingga
terjadi respon imun humoral dan selular. Sel T dan B yang ada pada cairan sinovial
mengeluarkan zat yang dapat menginduksi aktivitas dari makrofag. Sel T akan mengeluarkan
sitokin yaitu interferon gamma dan interleukin-17 dan sel B akan mengeluarkan faktor
rheumatoid dalam cairan sinovial. Zat-zat yang dikeluarkan oleh sel T dan B ini mengaktivasi
makrofag yang dapat mengeluarkan lebih banyak lagi sitokin sehingga terjadi reaksi yang
berulang. Reaksi autoimun ini menyebabkan proliferasi sel sinovial dan membentuk banyak
pannus. Sel sinovial yang aktif berproliferasi mengeluarkan protease yang dapat merusak
kartilago sendi dan menyebabkan inflamasi.3,6
Gambar 2. Patogenesis Rheumatoid Arthritis.6
Gejala Klinis Rheumatoid Arthritis
Penyakit rheumatoid arthritis merupakan penyakit yang bersifat kronik fluktuatif. Seperti
yang sudah dijelaskan pada paragraph sebelumnya bahwa penyebabnya ialah reaksi autoimun.
Sifatnya yang kronik fluktuatif dapat menyebabkan deformitas sendi yang progresif. Gejala yang
khas dari rheumatoid arthritis adalah terjadi pada banyak sendi yang artinya poliartritis (lebih
dari 4 sendi) dan simetris, selalu terjadi pada tangan kanan dan kiri secara bersamaan. Gejala
klinis lainnya meliputi demam, malaise, dan lemas karena penyakit bersifat sistemik. Penyakit
RA lebih menyerang sendi-sendi yang kecil sepeti MCP, PIP, ataupun MTP. Terdapat juga
tanda-tana inflamasi seperti kalor, rubor, dolor, dan fungsio-laesa. Setelah istirahat yang cukuo
lama akan menimbulkan kekakuan pada sendi, maka itu dapat menimbulkan kekauan sendi
setiap pagi selama lebih dari satu jam. Selain dari gejala yang timbul pada sendi, gejala juga
dapat timbul di luar dari sendi seperti pada organ-organ lainnya. Untuk gejala yang non-artikular
akan dijelaskan lebih lanjut pada pembahasan berikutnya.1,3

Tatalaksana
Tatalaksana yang dilakukan pada penyakit ini mempunyai tujuan utama yaitu
menghilangkan peradangan dan nyeri sehingga pasien dapat beraktivitas seperti biasanya. Pada
kasus RA akut, yang diberikan adalah golongan obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS).
Contoh dari obatnya adalah piroxicam yang diberikan 20mg/hari dan meloxicam 15mg/hari. Jika
keadaan tidak membaik pengobatan dengan OAINS, maka harus ditindak lanjuti dengan
memberikan obat disease modifying anti-rheumatic drug (DMRAD). Pada golongan ini ada
terdapat banyak contoh obat, tetapi yang paling sering dipakai adalah klorokum fosfat,
sulfasalazine, leflunomide, dan methotrexate. Dari hasil penelitian, dituliskan bahwa pasien
bereaksi paling baik dengan methotrexate, oleh karena itu sangat direkomendasikan untuk
memakai obat ini. Namun untuk mengurangi efek samping dapat juga diberikan dengan
kombinasi. Methotrexate diberikan sebanyak 7,5mg/hari.3,6
Untuk tindakan non-farmakologis, pasien perlu mengistirahatka sendi dan melakukan
bedrest sampai radang sembuh. Penyembuhan juga dapat dibantu dengan mengkompres. Setelah
itu, pasien juga dianjurkan untuk melakukan fisioterapi sendi agar dapat melatih gerakan yang
tadinya sulit untuk dilakukan.1

Prognosis dan Komplikasi


Prognosis dari penyakit RA baik jika sendi bereaksi degan baik terhadap pengobatan yang
diberikan, yaitu ditandai dengan nyeri dan inflamasi yang berkurang. Diikuti oleh kekakuan
sendi pada pagi hari yang durasinya berkurang juga, dan hasil pemeriksaan darah dan serologi
membaik atau kembalik ke normal. Sebaliknya, tanda bahwa prognosis penyakit RA memburuk
adalah munculnya nodul rheumatoid pada kulit dan sendi yang terlibat inflamasi semakin
banyak. Selain itu dapat ditandai juga dengan munculnya gejala-gejala yang berasal dari luar
sendi atau ekstra-artikular.1,6
Komplikasi dapat terjadi pada berbagai macam sistem tubuh misalnya pada kulit yang
dapat menimbulkan nodul-nodul dan skin rash, pada paru-paru dapat menimbulkan efusi pleura,
bahkan sistem kardiovaskular dapat dipengaruhi, sehingga penderita dapat mengalami penyakit
jantung dan pembuluh darah. Selain itu, penyakit ini dapat juga menyebabkan anemia oleh
karena obat yang dikonsumsi sehingga pasien dapat mengalami kekurangan zat besi. Dampaknya
terhadap psikologi adalah dapat menyebabkan depresi karena pasien mengalami penyakin kronis
yang berprogresif dan fluktuatif.1,3

Simpulan
Pasien perempuan yang datang dengan keluhan nyeri pada sendi bagian tangan kanan dan
kiri, setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang, ternyata didiagnosis dengan penyakit
rheumatoid arthritis yang merupakan penyakit autoimun. Pasien ini diberikan obat OAINS yaitu
piroxicam atau meloxicam untuk meredakan radang. Selain meminum obat, pasien juga
disarankan untuk bedrest, mengkompres bagian sendi yang bengkak, dan juga melakukan
fisioterapi. Jika keadaan membaik setelah melakukan tatalaksana yang sudah diberikan, maka
prognosis baik.

Daftar Pustaka
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo Aw, et. al. editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi
4. Jakarta: Interna Publishing; 2017
2. Gabriel SE. The epidemiology of rheumatoid arthritis. Rheum Dis Clin North Am. 2001
May;27(2):269-81.
3. Guo Q, Wang Y, Xu D, Nossent J, Pavlos NJ, XU J. Rheumatoid arthritis: pathological
mechanisms and modern pharmacologic therapies. NCBI. Bone res. 2018;15(6).
4. Paulsen F, Waschke J, editors. Sobotta. 15th ed. Munich: Elsevier; 2011.
5. Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam: At a Glance Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2009. h. 1-17.
6. Aletaha D, Smolen JS. Diagnosis and management of rheumatoid arhtirtis. JAMA.
2018;320(13):1360-1372.

Anda mungkin juga menyukai