Anda di halaman 1dari 8

Surveilans Epidemiologi dan Upaya Promosi Kesehatan dalam

Penanggulangan Pneumonia
Vioini Gracia Prokhorus
(102017145)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat-11510
vioini.2017fk145@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana suatu penyakit dapat
terdistribusi dalam populasi dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi atau
yang menjadi determinan dari penyebaran penyakit dalam sebuah populasi. Surveilans
epidemiologi menurut WHO adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi
data secara sistematik dan terus-menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang
membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan Surveilans memiliki tujuan untuk mendapatkan
informasi epidemiologi tentang masalah kesehatan atau suatu penyakit dan penyebarannya yang
meliputi gambaran masalah kesehatan menurut waktu, tempat dan orang, determinan, faktor
risiko dan penyebab lansgung terjadinya masalah kesehatan tersebut.

Kata kunci: epidemiologi, surveilans, kesehatan masyarakat, faktor risiko, kesehatan

Abstract

Epidemiology is the study of how a disease can be distributed in a population and know what
factors influence or are determinants of the spread of disease in a population. Epidemiological
surveillance according to WHO is a systematic and continuous process of collecting, processing,
analyzing and interpreting data and disseminating information to units that need to be able to
take action. Surveillance has the objective to obtain epidemiological information about a health
problem or a disease and its spread which includes an overview health problems according to
time, place and person, determinants, risk factors and causes of these health problems.
Keywords: epidemiology, surveillance, public health, risk factors, health
Pendahuluan
Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana suatu penyakit dapat
terdistribusi dalam populasi dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi atau
yang menjadi determinan dari penyebaran penyakit dalam sebuah populasi. Suatu kejadian
penyakit dapat meningkat secara cepat dan tiba-tiba dalam sebuah populasi. Investigasi atau
surveilans epidemiologi harus dilakukan untuk mengetahui tentang penyakit tersebut dan segala
aspek klinis maupun aspek epidemiologisnya, dapat merespon kejadian tersebut, hingga dapat
menyusun program untuk menanggulangi kejadian penyebaran peyakit tersebut.1,2
Contoh kasus yang akan diangkat dalam pembahasan makalah ini adalah peningkatan
kejadian kesakitan infeksi saluran napas yang mirip dengan pneumonia. Surveilans epidemiologi
harus dilakukan pada kasus ini untuk mendapatkan informasi yang cukup tentang penyakitnya
dan penularannya agar keputusan tindakan penanggulangan dapat diambil.

Surveilans Epidemiologi
Surveilans epidemiologi menurut WHO adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis,
dan interpretasi data secara sistematik dan terus-menerus serta penyebaran informasi kepada unit
yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Dalam sistem ini, definisi surveilans
epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis yang terus-menerus terhadap penyakit
atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.2,3

Tujuan dan Manfaat


Surveilans memiliki tujuan untuk mendapatkan informasi epidemiologi tentang masalah
kesehatan atau suatu penyakit dan penyebarannya yang meliputi gambaran masalah kesehatan
menurut waktu, tempat dan orang, determinan, faktor risiko dan penyebab lansgung terjadinya
masalah kesehatan tersebut. Tersedianya informasi epidemiologi tersebut penting sebagai dasar
manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan.2
Manfaat yang didapatkan dari surveilans adalah perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang
cepat dan tepat.2,3

Penyelenggaraan Surveilans
Pelaksanaan surveilans epidemiologi kesehatan dapat menggunakan satu cara atau
kombinasi dari beberapa cara penyelenggaraan surveilans epidemiologi. Berdasarkan metodenya,
surveilans dapat dibagi menjadi:1-3
1. Surveilans Epidemiologi Rutin Terpadu, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi
terhadap beberapa kejadian, permasalahan, atau faktor risiko kesehatan
2. Surveilans Epidemiologi Khusus, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi
terhadap suatu kejadian, permasalahan, faktor risiko atau situasi khusus kesehatan
3. Surveilans Sentinel, adalah penyelenggaraan suveilans epidemiologi pada populasi dan
wilayah terbatas untuk mendapatkan signal adanya masalah kesehatan pada suatu
populasi atau wilayah yang lebih luas
4. Studi Epidemiologi, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada periode
tertentu serta populasi dan atau wilayah tertentu untuk mengetahui lebih mendalam
gambaran epidemiologi penyakit, permasalahan dana tau faktor risiko kesehatan.

Setelah menentukan metode apa yang akan digunakan, maka selanjutnya penyelenggaraan
surveilans dilakukan melalui langah-langkah berikut;
a. Pengumpulan Data3
Aktifitas pengumpulan data dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu surveilans aktif dan
surveilans pasif. Surveilans aktif adalah penyelenggaraan surveilans di mana unit
surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit pelayanan kesegatan,
masyarakat atau sumber data lainnya. Surveilans pasif adalah penyelenggaraan
surveialans epidemiologi di mana unit surveilanse mengumpulkan data dengan cara
menerima data tersebut dari unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data
lainnya.
Tujuan dari pengumpulan data ini adalah untuk menentukan kelompok atau golongan
populasi yang berisiko baik itu dari usia, jenis kelamin, bangsa, pekerjaan, dan lain-lain.
Kemudian, menentukan jenis agent dan karakteristiknya, menentukan reservoir infeksi,
memastikan penyebab transmisi, dan mencatat kejadian penyakit.
Sumber data yang dikumpulkan berasal dari; (1) Data kesakitan; (2) Data kematian;
(3) Data demografi; (4) Data geografi; (5) Data laboratorium; (6) Data kondisi
lingkungan; (7) Laporan wabah; (8) Laporan penyelidikan wabah/KLB; (9) Laporan hasil
penyelidikan kasus perorangan; (10) Studi epidemiologi dan hasil penelitian lainnya; (11)
Data hewan dan vektor sumber penularan penyakit; (12) Laporan kondisi pangan; serta
data dan informasi penting lainnya.2

b. Pengolahan Data3
Sebelum data diolah, dipastikan data yang telah terkumpul telah dikoreksi dan
diperiksa ulang. Data diolah dengan cara perekaman data, validasi, pengkodean, alih
bentuk, dan pengelompokan berdasarkan variable tempat, waktu, dan orang. Biasa dalam
bentuk grafik, tabel, peta, dan lain-lain.

c. Analisis Data3
Analisis data dapat dilakukan dengan menggunakan metode epidemiologi deskriptif
(univariate) dan atau metode epidemiologi analitik (bivariate atau multivariate) untuk
menghasilkan informasi yang sesuai dengan tujuan dari surveilans.
Analisis data dengan metode epidemiologi deskriptif digunakan untuk menghitung
proporsi atau untuk mengetahui statistic deskriptif seperti mean, modus, median, dan
lain-lain. Sedangkan analisis data dengan metode epidemiologi analitik digunakan untuk
mengetahui hubungan antar variable yang dapat mempengaruhi peningkatan kejadian
kesakitan atau masalah kesehatan.

d. Diseminasi Informasi3
Diseminasi informasi diberikan kepada pengelola program penanggulangan supaya
pengelola program dapat mengambil tindakan penanggulangan. Informasi juga diberikan
kepada pemberi data sebagai umpan balik. Kemudian diberikan juga kepada atasan untuk
perencanaa, tindakan dan evaluasi program. Informasi juga dapat diberikan kepada lintas
program dan lintas sektor dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat dari berbagai
bidang agar adanya dukungan politis dan dukungan dana dari institusi yang berkaitan.2,3
Bentuk dari umpan balik dapat diberikan melalui bulletin, newsletter, kunjungan,
atau surat untuk corrective action.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut


Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak.
Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0.29 episode per anak/tahun di negara
berkembang dan 0.05 episode per anak/tahun di negara maju. Kasus ISPA di Indonesia ada 6 juta
episode. Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan
perawatan rumah sakit. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di
Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%).4
Pneumonia adalah penyebab utama kematian balita di dunia, lebih banyak dibanding dengan
gabungan penyakit AIDS, malaria, dan campak. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2
juta Balita meninggal karena pneumonia (1 Balita/20 detik) dari 9 juta totak kematian Balita. Di
negara berkembang 60% kasus pneumonia disebabkan oleh bakteri. Proporsi kematian balita
karena pneumonia menempati urutan kedua setelah diare. Proporsi kematian Balita karena
pneumonia menempati tempat pertama sementara di negara maju umumnya disebabkan oleh
virus.4
Faktor risiko pneumonia adalah kurangnya pemberian ASI eksklusif, gizi buruk, polusi
udara dalam ruangan, berat badan lahir rendah (BBLR), kepadatan penduduk, dan kurangnya
imunisasi campak. Studi terkini masih menunjukkan Streptococcus pneumoniae, Hemophilus
influenza dan Respiratory Syncytial Virus sebagai penyebab utama pneumonia pada anak.4

Gambaran Klinis dan Penularan


Gejala khas pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif
maupun produktif, atau menghasilkan sputum berlendir dan purulent), sakit dada karena pleuritis
dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan
lutut tertekuk karena nyeri dada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan
dinding dada bagian bawah saat bernapas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus,
perkusi redup sampai pekak yang menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki,
suara pernapasan bronkial, dan pleural effusion rub.5,6
Penularan penyakit adalah melalui percikan ludah (batuk oleh penderita lain dan tidak
ditutup), kontak langsung melalui mulur atau melalui kontak secara tidak langsung melalui alat-
alat atau benda yang terkontaminasi.7

Penanggulangan Pneumonia
Promotif
upaya promosi kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan status atau derajat kesehatan
yang optimal. Sasarannya adalah kelompok orang sehat. Tujuan upaya promotif adalah agar
masyarakat mampu meningkatkan kesehatannya, kelompok orang sehat meningkat dan
kelompok orang sakit menurun. Bentuk kegiatannya adalah pendidikan kesehatan tentang cara
memelihara kesehatan. Yaitu dengan  memberikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada
individu, kelompok,dan masyarakat dengan melakukan berbagai upaya serius dalam
pengendalian pneumonia pada balita, melalui pemberian imunisasi, peningkatan status gizi ibu
hamil, promosi ASI eksklusif bagi bayi sampai usia 6 bulan, peningkatan gizi bayi dan balita,
pengendalian polusi udara dalam ruangan (indoor air pollution), promosi rumah sehat, perbaikan
perilaku masyarakat dalam pencarian layanan kesehatan, perbaikan dalam tatalaksana
pneumonia, dan penyediaan pembiayaan yang berkesinambungan bagi pelaksanaan upaya
pencegahan dan pengendalian pneumonia.5,8

Preventif
Upaya promosi kesehatan untuk mencegah terjadinya penyakit. Sasarannya adalah
kelompok orang resiko tinggi. Tujuannya untuk mencegah kelompok resiko tinggi agar tidak
jatuh/ menjadi sakit (primary prevention).8 Bentuk kegiatannya antara lain:
- Menjalani vaksinasi. Vaksin merupakan salah satu langkah agar terhindar dari
pneumonia. Beberapa vaksin yang dapat diberikan untuk mencegah pneumonia antara
lain vaksin Hib dan vaksin PCV. Harap diingat bahwa vaksin pneumonia bagi orang
dewasa berbeda dengan anak-anak.
- Mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Hal ini dapat dilakukan dengan menjalankan
pola hidup sehat, seperti cukup beristirahat, mengonsumsi makanan bergizi, dan rutin
berolahraga.
- Menjaga kebersihan. Contoh paling sederhana adalah sering mencuci tangan agar
terhindar dari penyebaran virus atau bakteri penyebab pneumonia.
- Berhenti merokok. Asap rokok dapat merusak paru-paru, sehingga paru-paru lebih mudah
mengalami infeksi.
- Hindari konsumsi minuman beralkohol. Kebiasaan ini akan menurunkan daya tahan paru-
paru, sehingga lebih rentan terkena pneumonia beserta komplikasinya.

Kuratif
Upaya promosi kesehatan untuk mencegah penyakit menjadi lebih parah melalui
pengobatan. Sasarannya adalah kelompok orang sakit (pasien) terutama penyakit kronis.
Tujuannya kelompok ini mampu mencegah penyakit tersebut tidak lebih parah (secondary
prevention). Dilakukan dengan bentuk pengobatan. Pengobatan dengan antibiotik kotrimoksazol
atau amoksisilin untuk infeksi, dan parasetamol untuk mengobati demam. Bila tidak dapat
ditangani oleh puskesmas maka harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai.4

Penutup
Surveilans epidemiologi adalah sistem dari proses pengumpulan data, pengolahan data,
analisis data dan diseminasi informasi sebagai respon terhadap suatu masalah kesehatan pada
populasi. Tujuannya adalah untuk mengetahui penyebab dari masalah tersebut, bagaimana
penyakit menyebar, distribusi kelompok yang terkena penyakit tersebut, kriteria apa saja yang
menjadi faktor risiko. Kemudian manfaatnya adalah dapat dilakukannya perencanaan dan
pengambilan keputusan untuk membuat program penanggulangan masalah kesehatan tersebut
serta mengevaluasi program agar efektif dan efisien dalam menanggulangi masalah. Program
penanggulangan yang dilakukan meliputi promotif, preventif, dan kuratif.

Daftar Pustaka

1. Gordis L. Epidemiologu. 5th Ed. Philadephia: Elsevier Saunders; 2014.


2. Keputusan Menteri Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans
Epidemiologi Kesehatan.
3. Keputusan Menteri Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
45 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan. In Jakarta: Departemen
Kesehatan
4. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Pedoman pengendalian infeksi saluran pernapasan akut. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2011
5. Pedoman Interim WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) yang Cenderung menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Jenewa: World Health Organization; 2007. 
6. Mackenzie G. The definition and classification of pneumonia. Pneumonia [Internet].
2016;8(1):1–5. Available from: http://dx.doi.org/10.1186/s41479-016-0012-z
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
2013. In Lap Nas 2013; 2013. p. 1–384.
8. Dahlan Z. Pneumonia. In: Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta:
InternaPublishing; 2017. p. 1610–21.

Anda mungkin juga menyukai