Anda di halaman 1dari 10

NASAKOM SEBAGAI IDEOLOGI NEGERA TAHUN

1959-1965
Cahya
Jurusan Pendidikan Sejarah
Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia

cahya4837@gmail.com
ABSTRAK: Artikel ini dengan menggunakan metode study literatur, mengkaji sejarah awal lahirnya
ideologi NASAKOM dan keadaan politik pada masa ideologi NASAKOM ini. Hasil penelitian menunjukan
bahwa awal lahirnya NASAKOM tidak lepas dari gagasan yang ditulis dalam artikelnya yang diterbitkan
di majalah Suluh Indonesia Muda pada tahun 1926. NASAKOM adalah akronim dari Nasionalisme, Agama,
dan Komunisme. Dengan gagasan yang dimiliki Soekarno pada masa itu, dengan dukungan dari PKI dan
ABRI mengeluarkan dekrit presiden 5 Juli 1959 kembalilah Indonesia ke jalan revolusinya, dan mulailah
era demokrasi terpimpin yang meneraptak ideologinya NASAKOM. Demokrasi terpimpin membuat
pemerintahan terpusat ke tangan presiden dan dengan kekuasaan yang besar presiden pada masa ini PKI
memiliki kekuatan dan pengaruh terhadap politik Indonesia, dengan dukungan dari Soekarno PKI
mengalahkan lawan-lawan politiknya. Akan tetapi ABRI pada masa ini muncul menjadi kekuatan yang
besar bahkan dapat bersaing dengan PKI. Dengan dukungan dari Amerika ABRI bersaing dengan PKI
dengan tujuan meruntuhkan kekuatan PKI di Indonesia. Dalam hal ini Soekarno menjadi penengah dari
dua kekuatan besar ini.

KATA KUNCI : NASAKOM, Sekarno, PKI dan ABRI

ABSTRACT: This article uses the literature study method, examines the early history of the birth of the
NASAKOM ideology and the political situation in the NASAKOM ideology. The results showed that the
beginning of the birth of NASAKOM was inseparable from the ideas written in an article published in Suluh
Indonesia Muda magazine in 1926. NASAKOM is an acronym for Nationalism, Religion, and Communism.
With Sukarno's ideas at that time, with support from the PKI and ABRI issued a presidential decree on July
5, 1959, Indonesia returned to the path of its revolution, and began the era of guided democracy that
embraced the ideology of NASAKOM. Guided democracy made the government centralized in the hands of
the president and with the president's great power at this time the PKI had power and influence on
Indonesian politics, with support from Sukarno the PKI defeated its political opponents. However, ABRI at
this time appeared to be a great force that could even compete with the PKI. With the support of the
American Armed Forces competing with the PKI with the aim of undermining the strength of the PKI in
Indonesia. In this case Sukarno became the mediator of these two great powers.

KEY WORDS: NASAKOM, Sekarno, PKI and ABRI


PENDAHULUAN
Ideologi negara adalah pandangan suatu negara yg tujuannya untuk membuat suatu
negara bisa tertib ,damai ,dan bisa mencapai tujuannya. Dalam perjalanan bangsa Indonesia
dinamika mengenai sebuah ideology sering terjadi. Ideology-ideologi muncul sejak zaman
pergerakan dan bahkan terus berkembang sampai dengan Indonesia merdeka. Sosialisme,
Marxisme, Komunisme, Nasionalisme, Islamisme, Marhaenisme dan Pancasila merupakan
beberapa ideology yang berkembang. menurut Feith dan Castles (1988) terdapat beberapa
ideologi yang kemudian berkembang di Indonesia, yakni tradisionalisme Jawa, Islam,
nasionalisme radikal, komunisme, dan sosialisme demokratis. Namun dari semua ideology yang
ada di Indonesia, tradisionalisme Jawa itu sendiri tidak banyak memiliki pengaruh dalam
perpolitikan di Indonesia.
Pada masa sistem Demokrasi Terpimpin Soekarno menjadi pemegang kekuasaan
terringgi dan semuanya terpusat kepadanya. Soekarno menganggap Revolusi Indonesia
ditemukan kembali pada masa ini. Sebuah konsep yaitu Nasakom muncul sebagai jargon politik
Soekarno saat itu. Nasakom muncul setelah Indonesia diombang-ambingkan oleh beberapa
masalah dan membuat Indonesia melenceng dari apa yang telah dicita-citakan yaitu menciptakan
masyarakat sejahtera adil dan makmur. Sebelum Nasakom muncul Indonesia mengalami ketidak
stabilan politik dan juga banyak mendapat ancaman akan kehancuran integritas bangsa.
Sebelum Demokrasi Terpimpin atau pada era Demokrasi Liberal Indonesia berada
dijurang kehancuran. Persatuan Indonesia tidak tercermin pada era ini, banyak terjadi
pemberontakan, banyak partai yang lebih mementingkan golongan daripada kepentingan
nasional. Bahkan ada intervensi asing dalam pemberontakan yang terjadi, Irian Barat yang masih
dikuasai Belanda pun menjadi masalah yang tak terselesaikan. Maka melalui dekrit presiden 5
Juli 1959 kembalilah Indonesia ke jalan revolusinya, dan mulailah era demokrasi terpimpin.
Demokrasi terpimpin membuat pemerintahan terpusat ke tangan presiden dan dengan kekuasaan
yang besar presiden membawa Indonesia kearah yang revolusioner dengan meningkatkan
persatuan guna menyingkirkan nekolim dan menciptakan masyarakat adil dan makmur.
Ideologi yang digunakan sebagai dasar dari persatuan ini bukanlah Pancasila melainkan
ideologi lain yang menurut Sukarno adalah perasan dari Pancasila sehingga tidaklah salah jika
Nasakom yang diterapkan. Pancasila merupakan lima sila yang jika diperas lagi akan menjadi
tiga sila yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi. Tiga sila
perasan Pancasila ini termaktub didalam Nasakom, Ketuhanan yang Maha Esa didalam Agama,
Sosio Nasionalisme didalam Nas dan Sosio Demokrasi didalam Kom. Jika ketiganya diperas lagi
maka menyisakan satu sila, yaitu Gotong Royong. Sehingga menghasilkan kesimpulan bahwa
gotong royong diperas menjadi Nasakom dan Nasakom diperas menjadi Pancasila. Sukarno juga
mengatakan agar jangan ada pertikaian yang terjadi antara ketiga golongan ini, sebab jika ketiga
golongan ini bertikai malah membuat Indonesia semakin hancur, baiknya adalah bersatu untuk
menyingkirkan nekolim dan menciptakan masyarakat adil dan makmur.

Metode
Penelitina ini termasuk jenis penelitian studi literatur dengan mencari referensi teori yang
relefann dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan. Referensi teori yang diperoleh dengan
jealan penelitian studi literature dijadikan sebagai bahan dalam penulisan. Dalam melakukan
penelitian ilmiah harus dilakukan teknik penyusunan yang sistematis untuk memudahkan
langkah-langkah yang akan diambil. Begitu pula yang dilakukan penulis dalam penelitian ini,
langkah-langkah yang dilakukan yaitu dengan cara melakukan studi litelatur pada buku-buku
yang membahas tentang ideology NASAKOM yang diterapkan pasa masa sistem Demokrasi
Terpimpin. Data-data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan metode analisis
deskriptif. Metode analisis deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang
kemudian disusul dengan analisis, tidak semata-mata menguraikan, melainkan juga memberikan
pemahaman dan penjelasan secukupnya.

Hasil Penilitan dan Pembahasan


NASAKOM adalah akronim dari Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. NASAKOM
merupakan konsep politik yang digunakan Soekarno selama masa Demokrasi terpimpin untuk
mempersatukan bangsa dalam menuntaskan Revolusi Indonesia dan upaya melawan penindasan
Imprealisme dan Neokolonialisme yang ingin kembali mengusai Indonesia. Dengan menyatukan
tiga konsep ini (Nasionalisme, Islamisme dan Komunisme) soekarno berusaha untuk
menyatukan ketiga perbedaan komponen ini. melihat segala perbedaan yang ada di Indonesia ini,
baik perbedaan Religius maupun suku dan budaya. Bisa dikatakan bahwa NASAKOM adalah
penjelmaan atau perasaan dari Pancasila, terutama dalan azaz Bhineka Tunggal Ika.
Teori NASAKOM, telah lahir dan di rumuskan oleh soekarno sejak tahun 1926.
Algemenee Studie Club adalah kelompok studi yang berdiri di Bandung pada tahun 1962
merupakan titik tolak bagi Soekarno yang kemudian membawa ia terjun ke aktivitas pergerakan
dan politik. Kelompok studi ini menerbitkan majalahnya sendiri yakni Suluh Indonesia Muda. Di
majalah tersebut, Soekarno menuangkan pikiran dan gagasannya dengan tulisan. Pada saat yang
sama yakni tahun 1926 Soekarno menerbitkan artikel terkenal yaitu konsep NASAKOM
“Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme” yang kemudian dimuat dalam Suluh Indonesia Muda
(Suyanto dalam Sjamsuddin, 1993, hlm. 48).
“Nasionalisme, Islam dan Marxisme, inilah azas-azaz yang dipegang teguh oleh
pergerakan-pergerakan rakyat diseluruh Asia. Inilah faham-faham yang menjadi rohnya
pergerakan-pergerakan di Asia itu. Rohnya pula pergerakan-pergerakan di Indonesia-kita
ini, ….”

“Mempelajari, mencari hubungan antara ketiga sifat itu, membuktikan, bahwa tiga haluan
ini dalam suatu negeri jajahan tiada guna berseteru satu sama lain, membuktikan pula,
bahwa gelombang ini bisa bekerja bersama-sama menjadi satu gelombang yang maha-
besar dan maha-kuat, satu ombak-taufan yang tidak dapat ditahan terjangannya, itulah
kewajiban yang kita semua harus memikulnya”…

“Entah bagaimana tercapainya persatuan itu; entah pula bagaimana rupanya persatuan
itu; akan tetapi tetaplah, bahwa kapal yang membawa kita ke Indonesia-merdeka itu,
iyalah kapal-kapal persatuan adanya!” (Suluh Indonesia muda, 1926)

Pernyataan diatas merupakan ide atau gagasan yang ada dalam pemikiran Soekarno pada masa
itu. Pada masa tersebut terlihat soekarno sudah memiliki pemikiran untuk mempersatukan ketiga
komponen tersebut untuk melawan imperialisme dan mewujudkan kedamain yang adil dan
makmur bagi rakyat Indonesia. Tentu saja Soekarno pada saat menuliskan gagasannya tersebut
tidak berdasarkan hanya karangan-karangan semata, melainkan sesuai dengan kadaan dan
kondisi pada saat itu yang ia lihat. Ketika pada waktu itu Soekarno sebagai pengamat dari
berbagai peristiwa dan belum mengikutsertakan dirinya dalam aktivitas politik. Ia melakukan
pengamatan terhadap perpecahan yang terjadi pada saat itu dan hal tersebut bersamaan pula
dengan minat bacaannya tentang sejarah sosial demokrasi Eropa yang kemudian memberikan
kesan bahwa betapa jahatnya pertengkaran setiap fraksi dan keharusan akan terwujudnya
persatuan (Kasenda, 2011, hlm. 11).
Karangan Soekarno yang berjudul nasionalisme, islamisme, dan marxisme kemudian
dimuat berturut-turut hingga tiga periode pernerbitan. Karangannya memuat tentang pernyataan
dan gagasan Soekarno mengenai nasionalisme sekuler baru. Hal tersebut sebagai bentuk dari
keprihatinan dan sekaligus menawarkan solusi bagi pergerakan Indonesia yang pada saat itu
masih terkotak-kotak karena fokus dengan ideologi masing-masing. Hal ini juga tidak jarang
dapat menimbulkan benturan dan konflik antar penganut ideologi; penganut nasionalis, penganut
islam, dan penganut komunis.
Dalam catatan sejarah Indonesia pada tahun 1950, Indonesia memasuki era demokrasi
parlementer dengan berlandaskan UUDS 50. Pada waktu itu Presiden Soekarno dalam Sistem
Parlementer berkedudukan sebagai kepala Negara dengan kewenangan yang terbatas.dalam
konstitusi Soekarno tidak dibenarkan mengambil tindakan sendiri ataupun membuat suatu
kebijakan, adalah perdana menteri yang lebih memiliki wewenang membuat kebijakan dan
bertanggung jawab kepada Parlemen43. Pembatasan ini tentu saja membuat Soekarno tak
mampu mengaplikasikan apa yang di cita-citakan dalam pikirannya tentang arah Revolusi
kemerdekaan Indonesia menuju persatuan.
Soekarno kerap kali terlibat pertentangan dengan parlemen dalam setiap pengambilan
keputusan. Misalnya saja persoalan Irian Barat, dalam hal ini kebinet menolak mendesak pihak
Belanda maupun PBB untuk mengembalikan Irian Barat, dan lebih memilih jalan politik
perdamaian dengan cara-cara perundingan saja. Sebaliknya Soekarno dalam berbagai pidatonya
dihadapan rakyat dan parlementer menginginkan dengan cara apapun Irian Barat segera masuk
kedalam Republik Indonesia.
Selain kurangnya wewenang dalam pemerintahan negara, pada waktu itu banyak
bermunculan kekuatan-kekuatan yang menjadi pilar tertinggi dalam dunia politik di Indonesia
yakni PNI yang berideologi Nasionalisme, PKI yang berideologi Komunisme dan Masyumi
dengan Islamnya. Ke-3 pilar ini memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perpolitikan
Indonesia pada masa itu dan banyak perpecahan-perpecahan yang terjadi diantara ke-3 partai ini.
Dengan alasan tersebut akhirnya soekarno mengeluarkan dekrit dekrit presiden 5 Juli 1959
kembalilah Indonesia ke jalan revolusinya, dan mulailah era demokrasi terpimpin. Demokrasi
terpimpin membuat pemerintahan terpusat ke tangan presiden dan dengan kekuasaan yang besar
presiden membawa Indonesia kearah yang revolusioner dengan meningkatkan persatuan guna
menyingkirkan nekolim dan menciptakan masyarakat adil dan makmur. Pada masa Demokrasi
Terpimpin ini Soekarno menerapkan ideology NASAKOM gagasan yang pernah terpikiran mada
saat ia masih muda.
Dalam politik NASAKOM yang diterapkan oleh Soekarno, ke-3 komponen
Nasionalisme, Islamisme dan Komunisme, hanya Komunisme yang nantinya memiliki
kekuasaan dan pengaruhnya yang semakin kuat dibandingan dengan dua komponen lain
(Nasionalisme da Islamisme). Bahkan nantinya muncul komponen lain yang bahkan nantinya
menjadi rival atau saingan dengan PKI (Komunisme) adalah ABRI atau TNI. Pada tindakan
politik Soekarno akan keinginan/cita-citanya untuk mendirikan sistem demokrasi terpimpin,
dimana pada situasi ini mendapat dukungan dari PKI dan Angkatan Darat (Meskipun dalam hal
ini PKI dan AD bertentangan). Dukungan terang-terangan PKI ditunjukkan dengan menyerang
demokrasi Parlementer. Sedangkan dukungan AD terhadap Soekarno ditunjukkan dengan
memobilisasi tentara untuk melucuti pemberontakan daerah yang kebanyakan merupakan
simpatisan dari MASYUMI dan PSI yang menjadi lawan politik Soekarno di demokrasi
parlementer. Kerjasama ketiga kekuatan politik ini terbukti berhasil melemahkan Demokrasi
parlementer. Bahkan ditahun 1957 Soekarno membekukan demokrasi parlementer yang di
anggapnya telah gagal menjalankan pemerintahan. Belum lagi pemberontakan yang semakin
meluas di luar daerah Jawa pasca mengundurkan dirinya Hatta membuat Soekarno
memberlakukan keadaan perang dan darurat perang (SOB). Pembekuan dan pemberlakuan SOB
menjadi awal kejatuhan demokrasi parlementer dan Awal bagi dimulainya Konsepsi Soekarno
yang didukung oleh kekuatan massa PKI dan kesatuan militer AD (Arif. 2010. Hlm 23).
Setelah pembekuan Demokrasi Terpimpin, Soekarno terus melancarkan manuver
politiknya. Bersama PKI dan Angkatan Darat ia kemudian melancarkan propaganda anti
Imprealisme dan Neokolonialisme, Soekarno juga melakukan pembersihan pemberontakan di
daerah yang di pelopori Oleh PRRI dan PERMESTA (Soerojo. 1988 hal 100-101). Amerika
(Blok Barat) yang pada tahun 1957-1959 terlibat perang dingin dengan Uni Soviet (Blok timur)
faktanya ikut membantu pemberontakan tersebut. Amerika beserta sekutu pro Barat, Seperti
Taiwan Korea selatan dan Filiphina mendukung dan membantu mempersenjatai pemberontakan
PRRI dan PERMESTA. Meski tak mengakui keterlibatannya, pihak Amerika tak bisa berkelip
ketika pesawat terbang asal Amerika berhasil ditembak jatuh dan Pilotnya Allan Pope di tangkap
hidup-hidup lalu di Introgasi. Terbongkarnya keterlibatan Amerika dalam pemberontakan PRRI
dan PERMESTA membuat Soekarno semakin kecewa dan memaksa Indonesia lebih dekat
kepada Negara Blok timur (Komunis), Merasa dikhianati oleh Negara super power, Presiden
Soekarno semakin berani menentang Imprealisme Barat dalam panggung Internasional. Melalui
Pidatonya dalam sidang PBB ia bahkan dengan tegas menolak Imprealisme;
“I Hate Imprealism…! I Defy Colonialism…! And I fear of the
consequences their lack interest of predatory life... we determine that
our Nation and the world should not be a playful of one small corner of
the worl”.
“(Saya benci Imprealisme.! Saya menentang Kolonialisme.! Dan saya
curiga terhadap cara-cara terakhir mereka (Amerika dan sekutu) yang
posisinya terpojok itu untuk bertahan… kami bertekad, bangsa kami
dan dunia keseluruhan tidak boleh menjadi permainan oleh satu bagian
kecil dunia saja)”
Pernyataan diatas menjelaskan sikap Soekarno terhadap situasi yang terjadi pada
pemberontakan-pemboratakan di daerah membentuk pandangan yang negatif terhadap segala
bentuk dan percokolan yang menurutnnya pihak blok barat terlibat. Keterlibatan ini menurut
Soekarno dalam peristiwa pemberontakan dan segala hasut-hasutan yang dilancarkan oleh blok
barat berpotensi besar menggangu, menghalangi atau mengandaskan idenya mengenai persatuan.
Dengan merasa dikhianati oleh Amerika (Blok Barat) Soekarno menjauhkan diri dan mendekat
ke Uni Soviet (Blok Timur). Setelah itu soekarno mencoba mendekati PKI untuk mendapatkan
massa yang banyak untuk mendukung mewujudkan gagasan NASAKOM yang nanti akan
diterapkan, yang nanti pada akhirnya Soekarno dan PKI memiliki hubungan yang harmonis.
Bahkan banyak kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Soekarno yang sangat
menguntungkan PKI, seperti
1. dikeluarkannya keputusan presiden RI No.200 Th.1960 tertannggal 17 Agustus 1960
tentang “PEMBUBRAN MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia)” dengan dalih
tuduhan keterlibatan Masyumi dalam pemberontakan PRRI.
2. Keputusan Presiden RI No. 139 Th. 1963 tertanggal 10 Juli 1963 tentang
“PEMBUBARAN GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia)”
3. Keputusan Presiden RI No. 1/KOTI/1965 tertanggal 6 januari 1965 tentang
“PEMBUBARAN PARTAI MURBA (Musyawarah Rakyat Banyak)”
Dalam semua kebijakan yang dikeluarkan pihak-pihak yang terkait jelas merupakan partai-partai
yang tidak menginginkan adanya PKI di Indonesia atau bisa juga disebut dengan Anti-PKI atau
Komunis.
Selain PKI, Soekarno juga mencari dukungan dari ABRI untuk dapat mewujudkan
gagasan NASAKOM ini. Sehingga pada saat Soekarno menggantik DPR menjadi DPR Gotong
Royong dalam anggotanya banyak berisikan anggota ABRI. Pada masa ABRI mulai masuk
kedalam dunia politik Indonesia seperti menjadi anggota MPR, DPR Gotong Royong, masuk
kedalam partai-partai Indonesia. Dengan masuknya ABRI kedalam politik Indonesia membuat
ABRI memiliki kekuatan dan pengaruh terhadap rakyat maupun politik di Indonesia. Pada masa
ini sebernanya ABRI tidak senang adanya PKI, akan tetapi ABRI tidak memiliki cara selain
mendapat dukungan Soekarno dengan cara ikut melaksanakannya NASAKOM. Pada
kenyataannya sebelum NASAKOM dikumandangkan Soekarno pada bulan Agustus 1959, ABRI
sudah berupaya menggagalkan kongres PKI. Setelah diperbolehkannya ABRI ikut dalam politik
Indonesia, ABRI sedikit demi sedikit mengumpulkan kekuatan untuk menyaingi bahkan
menghilangkan PKI dari dunia perpolitikan Indonesia. Kekuatan yang dimiliki ABRI pada masa
itu dapat menyaingi PKI dengan mendapat dukungan besar dari Amerika (Blok Barat). Ini
berawal Pada bulan Mei 1964, Soekarno kembali menantang kekuatan internasional PBB dengan
membentuk Poros Jakarta-Peking-Pyongyang (Dua ibu kota terakhir merupakan Negara
Komunis). pembentukan ini membuat Negara-negara Non-Blok yang kebanyakan menyatakan
diri Negara netral dan tidak berpihak kehilangan simpati pada sosok Soekarno. Pergerakankan
yang cendrung semakin ke-kiri ini di anggap mengisyaratkan keberpihakan Indonesia pada
Negara-negara Komunis. tak banyak literature yang bisa ditemukan terkait Poros Jakarta –
Peking, namun yang pasti kebijakan ini membuat Indonesia makin bergantung pada Negara
China dan membentuk paradigma bahwa arah revolusi PKI di Indonesia Akan mencontoh
komunisme China, Dimana Partai Komunis China dikenal sangat radikal dan Progresif dalam
merebut dan mempertahankan kekuasaan.
Hal ini tentu semakin membuat kekhawatiran Amerika dan Pihak sekutu. Jika Indonesia
sepenuhnya menganut ideology komunis dan bersekutu dengan Komunis Internasional, maka hal
ini akan membawa efek domino pada negara sekitarnya. Pasalnya hal ini akan meningkatkan
semangat perlawan partai komunis lainnya di kawasan asia tenggara. Dan jika hal itu terjadi
satu-satunya Negara adidaya di asia yaitu jepang akan turut menganut ideology komunis dan
akan sangat mengancam pengaruh Amerika dan blok barat di Negara-neraga asia. Untuk
mengatasi hal ini maka Amerika dan sekutu siap melakukan apa saja untuk menghentikan
Soekarno dan PKI. Satu-satunya harapan mereka adalah mendekati Angkatan Darat dan berharap
angkatan darat siap mencari langkah mengambil alih kekuasaan Soekarno sebelum PKI.
Pada tanggal 7 Oktober, Suasana yang semakin tidak jelas dan banyaknya isu provokatif
yang beredar dikalangan masyarakat akhirnya membuat kondisi keributan besar di Indonesia.
berawal dari kelompok-kelompok muslim Anti-komunis gerombolan massa menyebar di seluruh
Jakarta untuk menghancurkan dan membakari rumah-rumah anggota dan sekertariat milik PKI.
Kerusuhan besarpun tidak terhindarkan bahkan menjalar kehampir seluruh bagian di Indonesia.
untuk menanggapi kerusuhan Soekarno melantik Mayjend. Soeharto sebagai Menteri dan
Panglima Angkatan Darat pada tanggal 14 Oktober dan memerintahkannya untuk mengambil
segala tidakan yang di anggap perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
Sejak keluarnya perintah ini pembersihan seluruh hal yang berkaitan dengan gerakan PKI
dengan sangat cepat dilakukan, pembantaian massal pembasmian komunis dilakukan selama
beberapa bulan. Masyarakat yang dulu senang dan simpati terhadap PKI kini harus
menyembunyikan semua hal yang bisa membuatnya disebut komunis atau mereka akan
dipenjarakan bahkan dibunuh. Skala pembantaian yang sangat luas bahkan membuat korban
pembantaian melebihi kader PKI itu sendiri. Diperkirakan korban pembantaian ini berkisar
500.000 hingga 1.000.000 jiwa (Mortimer. 2011. hlm 503). Ketidakjelasan sikap Presiden dalam
berpihak tentu membuat PKI kian tersudut, penunjukan Angkatan Darat untuk mengambil Alih
keamanan membuat pimpinan PKI menjadi tidak memiliki legitimasi lagi dalam pemerintahan
untuk melakukan perlawanan. akibatnya seluruh pimpinan dan politbiro PKI menjadi target
utama penangkapan, penculikan dan pembunuhan dilakukan kepada seluruh pimpinan kader PKI
baik dalam Pemerintahan, Birokrasi, hingga hingga kelapisan masyarakat biasa.
Aidit sendiri akhirnya di tangkap dan ditembak mati oleh angkatan darat di Jawa Tengah
sekitar tanggal 22 November 1965. Menyusul kemudian penangkapan Nyoto dan Lukman dari
rumah persembunyian mereka dan dihukum mati tanpa di adili beberapa bulan kemudian.
Soekarno sendiri tak bisa berbuat apa-apa selain menunggu kondisi kembali aman. Dengan
kematian Aidit Dkk bisa dikatakan secara resmi PKI beserta semua gerakan Afiliasinya
dihapuskan dalam panggung politik Indonesia. bahkan upaya-upaya gerakan bawah tanah
sesudahnya untuk menghidupkan kembali PKI dan Komunisme bisa di hentikan berulangkali
dengan kekerasan dan kesadisan rezim Soeharto sehingga tidak pernah lagi muncul
kepermukaan.
Maret 1966 Setelah keadan di anggap sudah cukup kondusif. Soekarno yang ditahan di
Istana Bogor dan di jaga ketat oleh pasukan tak dikenal mengeluarkan sebuah surat yang isinya
menyerahkan wewenang sepenuhnya untuk pengendalian keamanan kepada Mayjend Soeharto.
Surat ini kemudian dikenal dengan sebutan Surat Perintah 11 Maret (SUPERSEMAR). Tapi isi
surat yang sebenarnya masih kontroversi, Tak ada yang tau pasti apa isi surat ini dan bagaimana
surat ini dikeluarkan, yang pasti Surat ini memiliki 3 tiga versi, yakni versi Sekertaris Negara,
Versi Arsip Nasional dan versi yang berkembang dalam masyarakat (Arif. 2010. Hlm 25).
Berbekal SUPERSEMAR Jend. Soeharto mengundang MPRS untuk bersidang agar
SUPERSEMAR mendapat dukungan konstitusional. Dalam sidang itu Soharto memerintahkan
MPRS mencabut ketetapan MPRS tahun 1963 yang mengangkat presiden seumur hidup, dan
menyatakan pemberian gelar “Pemimpin Besar Revolusi” terhadap Bung karno tidak memiliki
kekuatan hokum. Selain itu Jend AH. Nasution juga diangkat menjadi ketua MPRS dan Soeharto
sebagai pengganti sementara presiden. MPRS kemudian meminta pertanggung jawaban
Soekarno terkait peristiwa berdarah G30S. tapi Soekarno menolak sebab berdasarkan UUD 1945
yang harus dipertanggung jawabkan oleh mandataris MPRS hanya persoalan GBHN, dan
peristiwa G30S berada diluar GBHN. Pidato pertanggung jawaban Soekarno pada 10 Januari
1967 yang berjudul Nawaksara pun Ditolak karena tidak sedikitpun menyinggung tentang G30S
PKI. Ketetapan MPRS tahun 1967 akhirnya dikeluarkan isinya mencabut seluruh kekuasaan
Presiden Soekarno dan menyimpulkan adanya petunjuk keterlibatan Soekarno dalam peristi
G30S PKI. Soekarno kemudian ditahan sebagai tahanan politik di istana bogor tanpa pernah di
adili atas tuduhannya hingga wafat (Arif. 2010. Hlm 25).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang awal lahirnya ideologi NASAKOM
dan keadaan politik Indonesia pada era sistem Demokrasi Terpimpin dengan menerapkan
ideologi NASAKOM. Penulis dapat menyimpulkan awal lahirnya NASAKOM tidak lepas
dari gagasan yang ditulis dalam artikelnya yang diterbitkan di majalah Suluh
Indonesia Muda pada tahun 1926. Tahun 1959 Soekarno resmi menjadi pemegang
kekuasan penuh melalui dekrit dan membentuk demokrasi terpimpin dengan Doktrin persatuan
“Nasakom”nya. Melalui Konsep Nasakom inilah Komunisme (PKI) masuk dan mulai
membangun dominasi kembali pasca pemberontakan Madiun dengan jalan Kolaborasi dan
Politik Agatasi. Di satu sisi pergerakan Isla yang di pelopori oleh Masyumi kian melemah akibat
tudingan keterlibatannya dalam pemberontakan-pemberontakan DI/TII dan PERMESTA. Jika
ditinjau dari konteks tahun 1959-1965 Dominasi Kaum Komunis tidaklah mutlak disebabkan
oleh sikap Soekarno yang dengan sengaja ingin membawa Komunis menjadi ideology Negara.
Pada masa Demokrasi terpimpin Indonesia. selain keyakinannya akan persatuan kedalam
Dokrtin Nasakom, saat itu Soekarno juga dihadapkan pada Kondisi perang dingin dimana
Negara Adidaya saling berebut memperoleh pengaruh dinegara-negara berkembang. Soekarno
yang menolak hegemoni Imprealisme melakukan politik Konfrontasi dengan menegaskan bahwa
dunia tidak harus terbawa dalam pertikaian blok barat dan timur. Kesamaan tujuan Soekarno dan
PKI untuk menghancurkan Imprealisme/kapitalisme itu sendiri membawa keduanya menjalin
kedekatan dan saling membantu untuk meruntuhkan hegemoni Imprealisme. Dengan ABRI yang
didukung oleh pihak Amerika (Blok Barat) dapat bersaing dengan PKI yang mendukung
Soekarno dalam mewujudkan NASAKOM. Sehingga MPRS tahun 1967 akhirnya dikeluarkan
isinya mencabut seluruh kekuasaan Presiden Soekarno dan menyimpulkan adanya petunjuk
keterlibatan Soekarno dalam peristi G30S PKI. Soekarno kemudian ditahan sebagai tahanan
politik di istana bogor tanpa pernah di adili atas tuduhannya hingga wafat yang menandakan
masa Demokrasi Terpimpin dengan ideology NASAKOM berakhir.
Daftar Pustaka
Adams, C. (2018). Bung karno penyambung lidah rakyat indonesia (edisi revisi). Jakarta:
Yayasan Bung Karno dan Yogyakarta: Media Pressindo.
Feith, Herbert. (1995). Soekarno dan Militer dalam Demokrasi Terpimpin. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Feith dan Castles. (1988). Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, Pustaka Sinar Harapan :
Jakarta.
Kasenda, P. (2014). Sukarno, marxisme & leninisme:akar pemikiran kiri dan revolusi indonesia.
Depok: Komunitas Bambu.
Mortimer, Rex. (1974). Indonesian communism under soekarno. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
Soekarno. (1959). Dibawah Bendera Revolusi. Jakarta: Panitya Penerbit DBR.
Soekarno. (1964). Di bawah bendera revolusi, jilid I. (Cetakan Ketiga). Jakarta: Panitia Penerbit
Di Bawah Bendera Revolusi.
Soekarno. (1983). Indonesia menggugat. Jakarta: Departemen Penerangan Republik Indonesia.
Tabroni, R. (2015). Komunikasi politik soekarno mengguncang dunia lewat pidato dan tulisan.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Zulkifli, Arif. Seri Buku Tempo: Sukarno, Paradoks Revolusi Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia,
2010.
Skripsi
Skripsi ali musri syam. (2006). Pemikiran Yuzril Ihza MahendraTentang HAM, FISIP UNHAS.
Thesis Eko maulana. (2013). Pemikiran Politik Sjahrir Dalam Perjuangan Kemerdekaan
Indonesia (Tahun 1945-1947). UIN Sunan Ampel : Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai