Anda di halaman 1dari 16

Laporan Praktikum Tanggal : 04 Oktober 2016

Analisis Mutu Mikrobiologi Pangan PJ Dosen : Ir CC Nurwitri, DAA


Asisten : Revita Permata, S.TP
Lulu Luminten

ANALISIS PRODUK DAGING DAN PERIKANAN

Kelompok 2:

1. Elsa Amalia Indyaratri J3E115003


2. Deasy Lucyana J3E115061
3. Andhika Saputra J3E215127
4. Ratna Feriani J3E415141

SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Selain merupakan sumber gizi bagi manusia, bahan makanan juga
merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan
mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang
menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna, ataupun
daya simpannya. Selain itu, pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan
juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan,
sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikonsumsi. Kejadian ini biasanya
terjadi pada pembusukan bahan pangan. Bahan pangan disebut busuk atau rusak
jika sifat-sifatnya telah berubah sehingga tidak dapat diterima lagi sebagai
makanan. Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal yaitu
lingkungan, diantaranya adalah suhu, pH, aktivitas air, adanya oksigen, dan
tersedianya zat makanan. Oleh karena itu, kecepatan pertumbuhan mikroba akan
berubah dengan berubahnya berbagai faktor lingkungan tersebut.
Dalam ilmu pangan, berdasarkan kecepatan kerusakan yang dialami
pangan dibedakan menjadi perishable food, semi perishable food, dan non-
perishable food. Perishable food adalah pangan yang mudah rusak karena sebab-
sebab tertentu seperti kandungan air dan nutrisi lainnya, semi perishable food
ialah pangan yang agak mudah rusak seperti umbi-umbian, sedangkan non-
perishable food merupakan pangan yang memiliki kandungan air rendah
sehingga tidak mudah rusak seperti biji-bijian kering.
Produk daging dan ikan merupakan contoh dari perishable food. Produk
daging dan ikan rata-rata memiliki kandungan air sekitar 75%, protein 19%, lemak
2.5%, nitrogen terlarut non protein 1.65% dan bahan-bahan anorganik 0.65% .
Kandungan tersebut membuat daging dan ikan mudah rusak karena kadar air
yang tinggi pada daging dan ikan membuat bakteri dapat hidup dan memecah
lemak dan protein sebagai sumber energinya.
1.2. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari mutu mikrobiologi
daging dan hasil perikanan dengan metode SWAB, celup, dan ekstraksi,
serta pewarnaan Gram untuk mengetahui bakteri jenis Gram positif atau
Gram negativf yang banyak tumbuh pada daging dan hasil perikanan.
BAB II
PERENCANAAN

A. Alat dan Bahan


a. Bahan
Bahan yang digunakan pada uji ini adalah hasil perikanan berupa ikan
kembung, udang, daging ayam, daging sapi, kerang, ampela, dan
daging kambing.

b. Media
Metode SWAB
PCA (Plate Count Agar) 15ml x 1 x 4pengenceran =
60ml = 70ml x 23g/1000ml =
1.61g

Akuades 68.39ml
DTBPA (Dextrose Trypthone 15ml x 1 x 4pengenceran = 60ml
Brom Cresol Purple Agar) = 70ml x 30g/1000ml = 2.1g

Akuades 67.9ml
VJA (Vogel Johnson Agar) 15ml x 1 x 4pengenceran = 60ml
= 70ml x 61g/1000ml = 4.27g

Akuades 65.73ml
Larutan Fisiologis 0.85% 9ml x 5tabung = 45ml = 50ml x
0.85/100 = 0.425g Nacl

Akuades 49.575ml

Metode Celup
PCA (Plate Count Agar) 15ml x 1 x 4pengenceran =
60ml = 70ml x 23g/1000ml =
1.61g

Akuades 68.39ml
DTBPA (Dextrose Trypthone 15ml x 1 x 4pengenceran = 60ml
Brom Cresol Purple Agar) = 70ml x 30g/1000ml = 2.1g

Akuades 67.9ml
VJA (Vogel Johnson Agar) 15ml x 1 x 4pengenceran = 60ml
= 70ml x 61g/1000ml = 4.27g

Akuades 65.73ml
Larutan Fisiologis 0.85% 90ml + 9ml x 4tabung = 126ml
= 130ml x 0.85/100 = 1.105g
Nacl

Akuades 128.895ml

Metode Ekstraksi
PCA (Plate Count Agar) 15ml x 1 x 4pengenceran =
60ml = 70ml x 23g/1000ml =
1.61g

Akuades 68.39ml
DTBPA (Dextrose Trypthone 15ml x 1 x 4pengenceran = 60ml
Brom Cresol Purple Agar) = 70ml x 30g/1000ml = 2.1g

Akuades 67.9ml
VJA (Vogel Johnson Agar) 15ml x 1 x 4pengenceran = 60ml
= 70ml x 61g/1000ml = 4.27g

Akuades 65.73ml
Larutan Fisiologis 0.85% 90ml + 9ml x 3tabung = 117ml
= 120ml x 0.85/100 = 1.02g Nacl

Akuades 118.8ml

Pewarnaan Gram
Kristal violet 1 botol
Safranin 1 botol
Lugol 1 botol
Etanol 95% 1 botol

c. Alat
Umum
Bunsen 2
Tissue 1 pak
Korek 1
Pinset 2

Metode SWAB
Batang swab steril 1
Tabung reaksi 5
Cawan petri 3 x 4 pengenceran = 12
Pipet mikro 1ml 1
tip 5

Metode Celup
Plastic steril 1
Tabung reaksi 4
Cawan petri 12
Pipet mikro 1ml 1
tip 5

Metode ekstraksi
Erlenmeyer 250ml / plastic steril 1
Tabung reaksi 3
Cawan petri 12
Pipet mikro 1ml 1
tip 5

Pewarnaan Gram
Mikroskop 1
Objek glass 1
Kawat ose 1

B. Metode Kerja
A. Metode SWAB
1ml 1ml 1ml 1ml
batang SWAB
oleskan 3x5cm
sampel
9ml 9ml 9ml 9ml
10-1 10-2 10-3 10-4

PCA

VJA

DTBPA

Diinkubasi selama 2 hari lalu kemudian dilakukan pengamatan

B. Metode Celup

Ikan

Air steril air hasil celupan ikan dimasukkan pada wadah

1ml 1ml 1ml 1ml


Air celupan 9ml 9ml 9ml 9ml
10-1 10-2 10-3 10-4
PCA
DTBPA
VJA

Diinkubasi selama 2 hari lalu kemudian dilakukan pengamatan

C. Metode ekstraksi

Hati ayam 10g dihaluskan

Larfis 90ml 9ml 9ml 9ml

10-1 10-2 10-3 10-4

@1ml
PCA

VJA

DTBPA

Ciri positif:
PCA: Titik putih
VJA: koloni hitam lingkaran bening
DTBPA: Area warna kuning

D. Pewarnaan Gram

cairan sampel

Kristal violet
Fiksasi Bilas
1 menit

Bilas Etanol 95% Lugol 2 menit


Bilas
30 detik

Safranin
30detik Bilas Kertas serap Amati di
mikroskop
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Pengamatan
%Gram
Metode Analisis Kelompok Sampel %Gram Positif
Negatif
1 Ikan kembung 37,3% 62.7%

2 Ikan kembung 6,6% 93%


3 Daging ayam 58.3% 41.7%
Pewarnaan Gram 4 Daging sapi 54,63% 45.37%
5 Daging kambing 35% 65%
6 Kerang 100% 0%
7 Udang 67.56% 32.43%
8 Ampela 50.86% 49.13%

METODE JUMLAH KOLONI TIAP


ANALISI KELOMPOK SAMPEL MEDIA PENGENCERAN
S 10−1 10−2 10−3 10−4
PCA 315 233 41 20
IKAN
SWAB 1 VJA - - - -
KEMBUNG
DTBA 20 - - -
PCA TBUD 280 216 72
IKAN
CELUP 2 VJA - - - -
KEMBUNG
DTBA - 3 - 7
PCA 197 85 58 1
DANGING
SWAB 3 VJA - - - -
AYAM
DTBA -* 20 15 5
PCA 24 10 14 8
DAGING
CELUP 4 VJA 3 4 1 2
SAPI
DTBA 24 20 8 7
PCA TBUD TBUD 108 17
DAGING
SWAB 5 VJA - - - -
KAMBING
DTBA 88 27 9 8
PCA TBUD 120 70 20
CELUP 6 KERANG VJA TBUD 200 150 60
DTBA 6 4 1
PCA 177 84 44 15
SWAB 7 UDANG VJA - - - -
DTBA - - - 4
PCA 173 86 44 12
CELUP 8 AMPELA VJA - - - -
DTBA - - - -
JUMLAH KOLONI TIAP
METODE
SAMPEL MEDIA PENGENCERAN
ANALISIS −1
10 10−2 10−3 10−4
DAGING PCA 241 180 78 1
EKSTRAKSI SAPI VJA - - - -
GILING DTBA 11 6 14 10
PCA 280 132 40 24
EKSTRAKSI UDANG VJA - - - -
DTBA TBUD 1 8 124
PCA 103 94 46 11
HATI
EKSTRAKSI VJA - - - -
AYAM
DTBA 6 2 - 1
DAGING PCA TBUD TBUD TBUD TBUD
AYAM VJA TBUD TBUD TBUD 69
EKSTRAKSI
GILING DTBA TBUD 201 112 16

3.2. Pembahasan

Pada praktikum ini, dilakukan percobaan dalam menguji mutu pada bahan
pangan yaitu ikan kembung dan hati ayam. Pengujian mutu dilakukan dengan
mengetahui serta menghitung jumlah koloni mikroba yang tumbuh pada bahan
dengan beberapa metode, seperti metode celup, metode SWAB, metode ekstraksi,
dan pewarnaan Gram.

Dalam daging segar, jumlah bakteri patogen (penyebab penyakit) jauh


lebih kecil dibandingkan dengan jumlah bakteri pembusuk. Tetapi yang perlu
diingat juga adalah, bahwa beberapa bakteri patogen dapat menyebabkan penyakit
dalam jumlah yang sangat sedikit. Berdasarkan cara menyebabkan penyakit, maka
keracunan karena mikroba dibedakan menjadi intoksikasi dan infeksi. Intoksikasi
adalah penyakit akibat mengkonsumsi toksin dari bakteri atau kapang yang telah
terbentuk didalam makanan, sementara infeksi disebabkan oleh masuknya bakteri
patogen atau virus yang dapat tumbuh dan berkembang biak didalam saluran
pencernaan melalui makanan yang telah terkonta¬minasi. Dari kasus keracunan
pangan, sebanyak 90% kasus disebabkan oleh bakteri. Daging dan produk olahan
daging merupakan sumber penting terjadinya infeksi yang disebabkan oleh
Salmonella spp., Campylobacter jejuni, Yersinia enterocolitica, E. coli VTEC,
Listeria monocytogenes, dan Clostridium perfringens. Daging juga bisa
menyebabkan intoksikasi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan
Clostridium botulinum. Kerusakan produk daging segar dan produk olahan daging
dapat disebabkan oleh mikroorganisme aerob. Mikroorganisme aerob yang
berkembang pada daging, dapat menyebabkan pembentukan lendir, perubahan
warna, perubahan pada lemak, fosforesensi, dan bau atau rasa busuk.
Pembentukkan lendir di permukaan oleh bakteri disebabkan oleh Pseudomonas,
Acinetobacter, Alcaligenes, Moraxella, Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus,
Micrococcus. Perubahan warna pada daging dari merah menjadi kehijauan,
kecoklatan, atau keabu-abuan disebabkan oleh Lactobacillus dan Leuconostoc
(Sukarminah, 2010)

Pada ikan, kontaminasi dapat terjadi dari lingkungan hidup ikan tersebut
atau dari lingkungan pengolahan. Jika ikan tersebut diperoleh dari laut yang telah
terkena polusi limbah yang kemungkinan terkontaminasi bakteri patogen
berbahaya seperti Salmonella, Staphylococcus, Clodtridium botulinum, E.coli, V.
parahemolyticus, dsb. Vibrio parahaemolyticus adalah kontaminan yang umum
terdapat pada ikan dan makanan laut lainnya terutama dari perairan Asia Timur.
Bakteri ini dapat dihilangkan dengan pemanasan, akan tetapi sanitasi yang kurang
baik dapat menyebabkan terjadinya rekontaminasi.

Pewarnaan Gram dilakukan pada sampel ikan kembung, yaitu lendir dari
ikan di ambil dengan ose lalu diratakan pada gelas objek. Setelah itu dilakukan
proses lainnya dengan penambahan pereaksi seperti etanol, safranin, kristal violet.
Hasil yang didapatkan yaitu dalam sampel ikan kembung ditemukan jumlah
koloni bakteri Gram positif yaitu 13 dengan persentase 6,6% dan jumlah koloni
bakteri Gram negatif yaitu 183 dengan persentase 93%. Sesuai dengan SNI
2729:2013, yaitu pada ikan segar terdapat cemaran mikrobiologis yaitu total
mikroba, E.coli, Salmonella, Vibrio chloerae, Vibrio parahaemolyticus.
Berdasarkan SNI dapat diketahui bahwa hasil persentasi bakteri sesuai dengan
SNI dimana pada ikan kembung bakteri yang paling banyak tumbuh yaitu bakteri
Gram negatif. Pada sampel yang sama dengan bidang pandang kedua dan ketiga
yang dilakukan oleh kelompok 1 dan 2 didapatkan hasil yang sama pula yaitu
bakteri Gram negatif yang tumbuh banyak pada sampel tersebut. Namun beberapa
sampel yang diteliti oleh kelompok 3, 4, 6, 7, dan 8 memiliki koloni bakteri Gram
positif yang lebih banyak seperti pada sampel daging ayam, kerang, udang, dan
ampela. Hal ini terjadi karena cemaran mikroba yang berbeda tiap sampel karena
berdasarkan perbedaan karakteristik dari sampel itu sendiri. Pada sampel ikan
kembung, kemungkinan ikan tersebut hidup di perairan yang terkontaminasi oleh
bakteri koliform yang merupakan bakteri Gram negatif. Berbeda dengan kerang
dan udang yang sama-sama merupakan hasil perikanan tapi bakteri Gram positif
lebih banyak dari pada Gram negatif. Hal ini kemungkinan lingkungan tempat
kerang dan udang hidup hanya ada sedikit atau bebas dari kontaminasi bakteri
koliform, namun terdapat bakteri lain. Pada dasarnya, hasil perikanan seharusnya
memiliki bakteri Gram negatif yang lebih banyak dari pada bakteri Gram positif
karena lingkungan tempat ikan tumbuh sangat mendukung pertumbuhan bakteri
Gram negatif dari pada Gram positif karena di perairan yang tercemar banyak
hidup bakteri koliform yang merupakan bakteri Gram negatif. Kemungkinan hasil
perikanan ditumbuhi bakteri Gram positif lebih banyak adalah rendah, maka
kemungkinan yang terjadi saat pengamatan kerang dan udang dengan pewarnaan
Gram terjadi kesalahan saat pemberian komponen pewarna kristal violet atau
lugol terlalu lama sehingga bakteri gram negatif yang seharusnya berwarna merah
ikut terwarnai menjadi ungu. Pada sampel daging kambing, bakteri Gram negatif
lebih banyak hidup dari pada Gram positif, kemungkinan daging tersebut
terkontaminasi saat proses pemotongan atau pencucian dengan air kurang bersih
atau dengan air yang mengandung bakteri koliform.

Pada metode celup, sampel ikan kembung dicelupkan ke dalam larutan


fisiologis lalu setelah tercampur, dipipet pada tiap pengenceran. Setelah itu
dilakukan pemupukan pada 3 media yang berbeda (PCA, VJA, DTBPA) secara
simplo. Pada metode celup di media PCA (Plate Count Agar) , jumlah koloni total
mikroba yang tumbuh pada tiap pengenceran yang dilakukan oleh setiap
kelompok kecuali kelompok 4 sesuai dengan teori, karena tiap pengenceran
tertinggi maka jumlah koloni yang tumbuh semakin sedikit. Hal tersebut terjadi
karena semakin tinggi konsentrasi cairan sampel, maka semakin banyak bakteri
yang tumbuh sehingga sulit untuk dihitung. Semakin banyak pengenceran yang
dilakukan, konsentrasi bakteri akan semakin berkurang karena dari sedikit sampel
diencerkan pada larutan yang lebih banyak dari pada sampel. Kelompok 4 yang
menganalisis daging sapi dengan metode celup pada pengenceran 10 -3 memiliki
lebih banyak jumlah mikroba yang tumbuh dari pada pengenceran 10-2 .
Kemungkinan hal ini bisa terjadi karena kesalahan saat proses pemupukan.
Kesalahan tersebut dapat berupa sampel pada pengenceran 10 -3 yang tidak
homogen sehingga saat memipet, didapatkan mikroba yang terakumulasi. Pada
media PCA, koloni yang tumbuh memiliki ciri positif yaitu tumbuh koloni dengan
bintik putih. Namun berbeda dengan media DTBPA (Dextrose Tryptone
Bromocresol Purple Agar) hasil yang dilakukan oleh kelompok 2 tidak sesuai
dengan teori di mana pada pengenceran 10−2 terdapat 3 jumlah koloni bakteri
asam yang tumbuh, pengenceran 10−4 terdapat 7 jumlah koloni bakteri asam yang
tumbuh. Hal ini terjadi karena dapat disebabkan oleh kesalahan seperti pada
proses penelitian tidak sesuai dengan prosedur maupun kurang aseptic dari segi
ruang maupun segi pekerja. Hasil yand gidapatkan oleh kelompok 1, 3, 4, dan 5
menunjukan bahwa semakin tinggi pengencerah, jumlah mikroba yang tumbuh
akan semakin sedikit dan menunjukan bahwa pada sampel ikan kembung, daging
ayam, daging sapi, dan daing kambing terdapat bakteri penghasil asam yang akan
mereduksi komponen DTBPA yang ditunjukan dengan perubahan warna ungu
menjadi kuning. Pada sampel kerang yang dilakukan oleh kelompok 6
menunjukan bahwa pada pengenceran terrendah, seluruh permukaan cawan
berwarna kuning yang mengindikasikan banyak bakteri penghasil asam yang
tumbuh dan tak terhitung. Pada media VJA di tiap pengenceran tidak ada koloni
Staphylococcus aureus yang tumbuh. Namun pada media terdapat bintik putih
yang bukan merupakan ciri positif dari tumbuhnya S. aureus pada sampel. Pada
metode ekstraksi hasil koloni yang tumbuh pada tiga media sesuai dengan tingkat
pengenceran. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa mutu ikan kembung maupun
hati ayam kurang baik karena banyaknya jumlah mikroba yang hidup dalam bahan
tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukann perlakuan agar mikroba yang tumbuh
pada bahan tidak ada atau sedikit sehingga tidak mempengaruhi kualitas bahan
tersebut. Pada analisis sampel ikan kembung, jika dibandingkan sampel yang
sama yang dilakukan oleh kelompok 1, sesuai terlihat dari media VJA yang sama-
sama tidak tumbuh S.aureus. Namun jumlah koloni yang banyak tiap pengenceran
terjadi pada sampel ikan kembung kelompok 2, karena metodenya menggunakan
metode celup. Keuntungan metode celup dibandingkan metode swab (oles) yaitu
pada metode celup semua permukaan sampel tercampur sehingga mikroba yang
didapatkan lebih banyak. Berbeda dengan metode swab yang hanya berdasarkan
luas permukaan sampel yang ditentukan (tidak seluruh permukaan). Pada analisis
ekstraksi juga terdapat perbedaan mikroba yang tumbuh dikarenakan karakteristik
sampel yang berbeda.

Pada metode ekstraksi sampel daging sapi giling, udang, dan hati ayam
menunjukan pada media DTBPA terjadi kesalahan saat pemupukan karena jumlah
mikroba pada pengenceran tertinggi lebih banyak dari jumlah mikroba pada
pengenceran terrendah. Hal ini kemungkinan terjadi karena laritan fisiologis dan
sampel yang tidak homogen. Pada media VJA menunjukan tidak ada S. aureus
yang hidup, sementara pada media PCA menunjukan bahwa semakin tinggi
pengenceran, mikroba yang hidup akan semakin sedikit.
KESIMPULAN

Berdasarkan pewarnaan Gram, sampel daging lebih banyak ditumbuhi


bakteri Gram positif kecuali produk daging yang mengalami kesalahan saat proses
pemotongan atau pencucian dengan air yang terkontaminasi oleh bakteri koliform.
Pada sampel hasil perikanan lebih banyak ditumbuhi oleh bakteri Gram negatif
karena lingkungan perairan yang terkontaminasi oleh kotoran manusia atau sisa
kehidupan hewan dan tumbuhan biasanya ditumbuhi bakteri Gram negatif
sehingga kemungkinan besar kontaminan tersebut ikut tumbuh pula pada hasil
perikanan. Kesalahan yang sering terjadi pada pewarnaan Gram adalah pewarnaan
yang terlalu lama atau terlalu sebentar dan proses pembilasan yang kurang bersih.
Jika pewarnaan terlalu lama pada Kristal violet akan menyebabkan bakteri Gram
negatif terlihat ungu seperti Gram positif begitu sebaliknya dengan safranin.

Pada ketiga metode yaitu SWAB, celup, dan ekstraksi menunjukan hasil
yang berbeda. Hasil dari yang terbanyak sampai paling sedikit berturut-turut
adalah metode ekstraksi, celup, kemudian SWAB. Hal ini terjadi karena metode
pada metode ekstraksi semua sampel terlarut sehingga mikroba yang hidup di
dalam dan di permukaan dapat terinokulasi, sementara pada metode celup
mikroba yang terinokulasi hanya yang hidup di permukaan, dan pada metode
SWAB mikroba yang terinokulasi hanya pada permukaan dengan ukuran tertentu
yang mungkin tidak mewakili seluruh bagian permukaan sehingga akan
didapatkan hasil yang fluktuatif.
DAFTAR PUSTAKA

Risco B, dkk., 2008. Mikrobiologi Umum Dalam Praktek. Makassar: Universitas


Hasanuddin.
Kesmavet Ditjennak. 2014. Kehidupan Mikrobial pada Daging. Kementerian
Pertanian RI.
http://kesmavet.ditjennak.pertanian.go.id/index.php/berita/tulisan-ilmiah-
populer/116-kehidupan-mikrobial-pada-daging [diakses pada 2016 Oktober 13]
Lukman, Deny W. 2010. Mikrobiologi Daging. Bogor: Kesehatan Masyarakat
Veteriner FKH IPB http://higiene-
pangan.blogspot.co.id/2010/02/mikrobiologi-daging.html [diakses pada 2016
Oktober 13]
Syamsir, Elvira. 2010. Keamanan Mikrobiologi Produk Olahan Daging. Bogor:
ITP IPB http://ilmupangan.blogspot.co.id/2010/05/keamanan-mikrobiologi-
produk-olahan.html [diakses pada 2016 Oktober 12]
Anonym. Dextrose Tryptone Purple Bromocresol Agar.
http://www.scharlabmagyarorszag.hu/katalogus/01-556_TDS_EN.pdf [diakses
pada 2016 Oktober 13]
Oxoid. Dehydrated Culture Media: Vogel-Johnson Agar.
http://www.oxoid.com/uk/blue/prod_detail/prod_detail.asp?
pr=CM0641&org=153&c=uk&lang=en [diakses pada 2016 Oktober 13]

Anda mungkin juga menyukai