Analisis Daging Dan Hasil Perikanan
Analisis Daging Dan Hasil Perikanan
Kelompok 2:
PENDAHULUAN
b. Media
Metode SWAB
PCA (Plate Count Agar) 15ml x 1 x 4pengenceran =
60ml = 70ml x 23g/1000ml =
1.61g
Akuades 68.39ml
DTBPA (Dextrose Trypthone 15ml x 1 x 4pengenceran = 60ml
Brom Cresol Purple Agar) = 70ml x 30g/1000ml = 2.1g
Akuades 67.9ml
VJA (Vogel Johnson Agar) 15ml x 1 x 4pengenceran = 60ml
= 70ml x 61g/1000ml = 4.27g
Akuades 65.73ml
Larutan Fisiologis 0.85% 9ml x 5tabung = 45ml = 50ml x
0.85/100 = 0.425g Nacl
Akuades 49.575ml
Metode Celup
PCA (Plate Count Agar) 15ml x 1 x 4pengenceran =
60ml = 70ml x 23g/1000ml =
1.61g
Akuades 68.39ml
DTBPA (Dextrose Trypthone 15ml x 1 x 4pengenceran = 60ml
Brom Cresol Purple Agar) = 70ml x 30g/1000ml = 2.1g
Akuades 67.9ml
VJA (Vogel Johnson Agar) 15ml x 1 x 4pengenceran = 60ml
= 70ml x 61g/1000ml = 4.27g
Akuades 65.73ml
Larutan Fisiologis 0.85% 90ml + 9ml x 4tabung = 126ml
= 130ml x 0.85/100 = 1.105g
Nacl
Akuades 128.895ml
Metode Ekstraksi
PCA (Plate Count Agar) 15ml x 1 x 4pengenceran =
60ml = 70ml x 23g/1000ml =
1.61g
Akuades 68.39ml
DTBPA (Dextrose Trypthone 15ml x 1 x 4pengenceran = 60ml
Brom Cresol Purple Agar) = 70ml x 30g/1000ml = 2.1g
Akuades 67.9ml
VJA (Vogel Johnson Agar) 15ml x 1 x 4pengenceran = 60ml
= 70ml x 61g/1000ml = 4.27g
Akuades 65.73ml
Larutan Fisiologis 0.85% 90ml + 9ml x 3tabung = 117ml
= 120ml x 0.85/100 = 1.02g Nacl
Akuades 118.8ml
Pewarnaan Gram
Kristal violet 1 botol
Safranin 1 botol
Lugol 1 botol
Etanol 95% 1 botol
c. Alat
Umum
Bunsen 2
Tissue 1 pak
Korek 1
Pinset 2
Metode SWAB
Batang swab steril 1
Tabung reaksi 5
Cawan petri 3 x 4 pengenceran = 12
Pipet mikro 1ml 1
tip 5
Metode Celup
Plastic steril 1
Tabung reaksi 4
Cawan petri 12
Pipet mikro 1ml 1
tip 5
Metode ekstraksi
Erlenmeyer 250ml / plastic steril 1
Tabung reaksi 3
Cawan petri 12
Pipet mikro 1ml 1
tip 5
Pewarnaan Gram
Mikroskop 1
Objek glass 1
Kawat ose 1
B. Metode Kerja
A. Metode SWAB
1ml 1ml 1ml 1ml
batang SWAB
oleskan 3x5cm
sampel
9ml 9ml 9ml 9ml
10-1 10-2 10-3 10-4
PCA
VJA
DTBPA
B. Metode Celup
Ikan
C. Metode ekstraksi
@1ml
PCA
VJA
DTBPA
Ciri positif:
PCA: Titik putih
VJA: koloni hitam lingkaran bening
DTBPA: Area warna kuning
D. Pewarnaan Gram
cairan sampel
Kristal violet
Fiksasi Bilas
1 menit
Safranin
30detik Bilas Kertas serap Amati di
mikroskop
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Pengamatan
%Gram
Metode Analisis Kelompok Sampel %Gram Positif
Negatif
1 Ikan kembung 37,3% 62.7%
3.2. Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan percobaan dalam menguji mutu pada bahan
pangan yaitu ikan kembung dan hati ayam. Pengujian mutu dilakukan dengan
mengetahui serta menghitung jumlah koloni mikroba yang tumbuh pada bahan
dengan beberapa metode, seperti metode celup, metode SWAB, metode ekstraksi,
dan pewarnaan Gram.
Pada ikan, kontaminasi dapat terjadi dari lingkungan hidup ikan tersebut
atau dari lingkungan pengolahan. Jika ikan tersebut diperoleh dari laut yang telah
terkena polusi limbah yang kemungkinan terkontaminasi bakteri patogen
berbahaya seperti Salmonella, Staphylococcus, Clodtridium botulinum, E.coli, V.
parahemolyticus, dsb. Vibrio parahaemolyticus adalah kontaminan yang umum
terdapat pada ikan dan makanan laut lainnya terutama dari perairan Asia Timur.
Bakteri ini dapat dihilangkan dengan pemanasan, akan tetapi sanitasi yang kurang
baik dapat menyebabkan terjadinya rekontaminasi.
Pewarnaan Gram dilakukan pada sampel ikan kembung, yaitu lendir dari
ikan di ambil dengan ose lalu diratakan pada gelas objek. Setelah itu dilakukan
proses lainnya dengan penambahan pereaksi seperti etanol, safranin, kristal violet.
Hasil yang didapatkan yaitu dalam sampel ikan kembung ditemukan jumlah
koloni bakteri Gram positif yaitu 13 dengan persentase 6,6% dan jumlah koloni
bakteri Gram negatif yaitu 183 dengan persentase 93%. Sesuai dengan SNI
2729:2013, yaitu pada ikan segar terdapat cemaran mikrobiologis yaitu total
mikroba, E.coli, Salmonella, Vibrio chloerae, Vibrio parahaemolyticus.
Berdasarkan SNI dapat diketahui bahwa hasil persentasi bakteri sesuai dengan
SNI dimana pada ikan kembung bakteri yang paling banyak tumbuh yaitu bakteri
Gram negatif. Pada sampel yang sama dengan bidang pandang kedua dan ketiga
yang dilakukan oleh kelompok 1 dan 2 didapatkan hasil yang sama pula yaitu
bakteri Gram negatif yang tumbuh banyak pada sampel tersebut. Namun beberapa
sampel yang diteliti oleh kelompok 3, 4, 6, 7, dan 8 memiliki koloni bakteri Gram
positif yang lebih banyak seperti pada sampel daging ayam, kerang, udang, dan
ampela. Hal ini terjadi karena cemaran mikroba yang berbeda tiap sampel karena
berdasarkan perbedaan karakteristik dari sampel itu sendiri. Pada sampel ikan
kembung, kemungkinan ikan tersebut hidup di perairan yang terkontaminasi oleh
bakteri koliform yang merupakan bakteri Gram negatif. Berbeda dengan kerang
dan udang yang sama-sama merupakan hasil perikanan tapi bakteri Gram positif
lebih banyak dari pada Gram negatif. Hal ini kemungkinan lingkungan tempat
kerang dan udang hidup hanya ada sedikit atau bebas dari kontaminasi bakteri
koliform, namun terdapat bakteri lain. Pada dasarnya, hasil perikanan seharusnya
memiliki bakteri Gram negatif yang lebih banyak dari pada bakteri Gram positif
karena lingkungan tempat ikan tumbuh sangat mendukung pertumbuhan bakteri
Gram negatif dari pada Gram positif karena di perairan yang tercemar banyak
hidup bakteri koliform yang merupakan bakteri Gram negatif. Kemungkinan hasil
perikanan ditumbuhi bakteri Gram positif lebih banyak adalah rendah, maka
kemungkinan yang terjadi saat pengamatan kerang dan udang dengan pewarnaan
Gram terjadi kesalahan saat pemberian komponen pewarna kristal violet atau
lugol terlalu lama sehingga bakteri gram negatif yang seharusnya berwarna merah
ikut terwarnai menjadi ungu. Pada sampel daging kambing, bakteri Gram negatif
lebih banyak hidup dari pada Gram positif, kemungkinan daging tersebut
terkontaminasi saat proses pemotongan atau pencucian dengan air kurang bersih
atau dengan air yang mengandung bakteri koliform.
Pada metode ekstraksi sampel daging sapi giling, udang, dan hati ayam
menunjukan pada media DTBPA terjadi kesalahan saat pemupukan karena jumlah
mikroba pada pengenceran tertinggi lebih banyak dari jumlah mikroba pada
pengenceran terrendah. Hal ini kemungkinan terjadi karena laritan fisiologis dan
sampel yang tidak homogen. Pada media VJA menunjukan tidak ada S. aureus
yang hidup, sementara pada media PCA menunjukan bahwa semakin tinggi
pengenceran, mikroba yang hidup akan semakin sedikit.
KESIMPULAN
Pada ketiga metode yaitu SWAB, celup, dan ekstraksi menunjukan hasil
yang berbeda. Hasil dari yang terbanyak sampai paling sedikit berturut-turut
adalah metode ekstraksi, celup, kemudian SWAB. Hal ini terjadi karena metode
pada metode ekstraksi semua sampel terlarut sehingga mikroba yang hidup di
dalam dan di permukaan dapat terinokulasi, sementara pada metode celup
mikroba yang terinokulasi hanya yang hidup di permukaan, dan pada metode
SWAB mikroba yang terinokulasi hanya pada permukaan dengan ukuran tertentu
yang mungkin tidak mewakili seluruh bagian permukaan sehingga akan
didapatkan hasil yang fluktuatif.
DAFTAR PUSTAKA