Patofisiologi
Faktor Fisiologi
Faktor Perkembangan
Faktor Perilaku
1. Nutrisi misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi yang
buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak
menimbulkan arteriosklerosis.
2. Latihan : dapat meningkatkan kebutuhan oksigen.
3. Merokok : nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan koroner.
4. Penyalahgunaan substansi (alkohol dan obat-obatan) : menyebabkan intake nutrisi
atau Fe menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan
depresi pusat pernapasan.
5. Kecemasan : menyebabkan metabolisme meningkat.
Faktor Lingkungan
1. Hipoksemia
Hipoksemia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam
darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah normal (normal PaO2 85-100
mmHg, SaO2 95%). Pada neonatus, PaO2 < 50 mmHg atau SaO2 < 80%. Pada dewasa,
anak dan bayi, PaO2 < 60 mmHg atau SaO2<90%. Keadaan ini disebabkan oleh
gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau atau berada pada tempat yang kekurangan
oksigen.
Pada keadaan hipoksemia, tubuh akan melakukan kompensasi dengan cara
meningkatkan pernapasan, meningkatkan stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah,
peningkatan nadi.
Tanda dan gejalanya antara lain : sesak napas, frekuensi napas 35 x/mnt, nadi cepat
dan dangkal, serta sianosis.
2. Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak adekuatnya
pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen yang diispirasi atau
meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler.
Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan, penyebab lain
hipoksia adalah :
Menurunnya hemoglobin.
Berkurangnya konsentrasi oksigen, misalnya jika berada pada puncak gunung.
Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen, seperti pada keracunan sianida.
Menurunnya difusi oksigen dari alveoli kedalam darah seperti pada pneumonia.
Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok.
Kerusakan atau gangguan ventilasi.
3. Gagal napas
Merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh memenuhi kebutuhan
oksigen karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat sehinggan terjai
kegagalan pertukaran gaskarbondioksida dan oksigen. Ditandai oleh adanya peningkatan
CO2 dan penurunan O2 dalam darah secara signifikan. Gagal napas dapat disebabkan
oleh ganggua sistem saraf pusatyang mengontrol sistem pernapasan, kelemahan
neuromuskular, keracunan obat, gangguan metabolisme, kelemahan otot pernapasan dan
obstruksi jalan napas.
1. Hiperventilasi
Kecemasan
Infeksi atau sepsis.
Keracunan obat-obatan.
Ketidakseimbangan asam-basa seperti pada asidosis metabolik.
Tanda dan gejalan hiperventilasi adalah takikardia, napas pendek, nyeri dada,
menurunnya konsentrasi, disorientasi, tinitus
2. Hipoventilasi
Terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi penggunaan
O2 tubuh atau untuk mengeluarkan CO2 dengan cukup. Biasanya terjadi pada
keadaan atelektasis (kolaps paru).
Tanda dan gejala pada keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala, penurunan
kesadaran, disorientasi, kardiakdisritmia, ketidakseimbangan elektrolit, kejang dan
kardiak arrest.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
a. Masalah pernapasan yang pernah dialami
Pernah mengalami perubahan pola pernapasan
Pernah mengalamibatu dengan sputum.
Pernah mengalami nyeri dada
Aktivitas apa saja yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala diatas.
b. Riwayat penyakit pernapasan
Apak sering mengalami ISPA, alergi, batuk, asma, TB dan lain-lain?
Bagaimana frekuensi setiap kejadian?
c. Riwayat kardiovaskuler
Pernah mengalami penyakit jantung atau peredaran darah.
d. Gaya hidup
Merokok, keluarga perokok, lingkungankerja dengan perokok.
2. Pemeriksaan fisik
a. Mata
Konjungtiva pucat (karena anemia).
Konjungtiva sianosis (karena hipoksemia).
Konjungtiva terdapat petechial (karena emboli lemak atau endokarditis).
b. Kulit
Sianosis perifer (vasokonstriksi dan menurunnya aliran darah perifer).
Sianosis secara umum (hipoksemia).
Penurunan turgor (dehidrasi).
Edema.
Edema periorbtal.
c. Jari dan Kuku
Sianosis
Clubbing finger
d. Mulut dan bibir
Membran mukosa sianosis.
Bernapas dengan mengerutkan mulut.
e. Hidung
Pernapsan dengan cuping hidung.
f. Vena Leher
Adanya distensi atau bendungan.
g. Dada
Retraksi otot bantu pernapasan (karena peningkatan aktivitas pernapsan, dispnea,
atau obstruksi jalan pernapsan).
Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan.
Fremitus taktil, thrills (getaran pada dada karena udara/suara melewati
saluran/rongga pernapsan)/
Suara napas normal (vesikular, bronkovesikular, bronkial).
Suara napas tidak normal (cracles/rales, ronkhi, wheezing, friction rub/ fleural
friction).
Bunyi perkusi (resonan, hiperesonan, dullness).
h. Pola pernapsan
Pernapsan normal (eupneu).
Pernapsan cepat (takipneu).
Pernapsan lambat (bradipneu).
3. Pemeriksaan penunjang
a. Tes untuk menentukan keadekuatan sistem konduksi jantung
EKG
Exercise stress test.
b. Tes untuk menentukan kontaksi miokardium aliran darah
Kateterisasi jantung.
Angiografi.
Echocardiography.
c. Tes untuk mengukur ventilasi dan oksigenasi
Tes fungsi paru-paru dengan spirometri
Tes astrup
Oksimetri
Pemeriksaan darah lengkap.
d. Melihat struktur sistem pernapsan
Foto thorax (x-ray)
Bronkoskopi
CT Scan paru
e. Menentukan sel abnormal/infeksi saluran pernapsan
Kultur apus tenggorok.
Sitologi.
Spesimen sputum (BTA).
Transpor Karbondioksida
Masalah 1
Monitor gangguan
Eliminasi Urin
Secara garis besar penyebab retensi dapat dapat diklasifikasi menjadi 5 jenis yaitu
akibat :
1.obstruksi,
2.infeksi
3.farmakologi
4.neurologi
5. faktor trauma.
Obstruksi pada saluran kemih bawah dapat terjadi akibat faktor intrinsik, atau faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik berasal dari sistem saluran kemih dan bagian yang
mengelilinginya seperti pembesaran prostat jinak, tumor buli-buli, striktur uretra, phimosis,
paraphimosis, dan lainnya. Sedangkan faktor ekstrinsik, sumbatan berasal dari sistem organ
lain, contohnya jika terdapat massa di saluran cerna yang menekan leher buli-buli, sehingga
membuat retensi urine. Dari semua penyebab, yang terbanyak adalah akibat pembesaran
prostat jinak. Penyebab kedua akibat infeksi yang menghasilkan peradangan, kemudian
terjadilah edema yang menutup lumen saluran uretra. Reaksi radang paling sering terjadi
adalah prostatitis akut, yaitu peradangan pada kelenjar prostat dan menimbulkan
pembengkakan pada kelenjar tersebut. Penyebab lainnya adalah uretritis, infeksi herpes
genitalia, vulvovaginitis, dan lain-lain. 3 Medikasi yang menggunakan bahan anti kolinergik,
seperti trisiklik antidepresan, dapat membuat retensi urine dengan cara menurunkan kontraksi
otot detrusor pada bulibuli.
Obat-obat simpatomimetik, seperti dekongestan oral, juga dapat menyebabkan retensi
urine dengan meningkatkan tonus alpha-adrenergik pada prostat dan leher bulibuli. Dalam
studi terbaru obat anti radang non steroid ternyata berperan dalam pengurangan kontraksi otot
detrusor lewat inhibisi mediator prostaglandin. Banyak obat lain yang dapat menyebabkan
retensi urine.
Secara neurologi retensi urine dapat terjadi karena adanya lesi pada saraf perifer, otak,
atau sumsum tulang belakang. Lesi ini bisa menyebabkan kelemahan otot detrusor dan
inkoordinasi otot detrusor dengan sfingter pada uretra.
Penyebab terakhir adalah akibat 5 trauma atau komplikasi pasca bedah. Trauma
langsung yang paling sering adalah straddle injury, yaitu cedera dengan kaki mengangkang,
biasanya pada anak-anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedalnya, sehingga
jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Urin
2. Sosiokultural
Budaya masyarakat dimana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada
tempat tertutup, dan sebaiknya ada masyarakat yang dapat miksi pada lokasi terbuka.
3. Psikologis
Pada keadaan cemas dan stres akan meningkatkan stimulasi berkemih.
4. Kebiasaan seseorang
Misalnya seseoarng hanya bisa berkemih ditoilet, sehinggan ai tidak dapat
berkemih dengan menggunakan kateter.
5. Tonus otot
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot kandung emih, otot abdomen, dan
pelvis untuk berkontaksi. Jika ada gangguan tonus, otot doronggan untuk berkemih
juga akan berkurang.
7. Kondisi penyakit
Pada pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi urn karena banyak
cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ kemih
menimbulkan retensi urin.
8. Pembedahan
Penggunaan anestesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi urin
akan meningkat.
9. Pengobatan
Penggunaan diuretik meningkatkan output urin, antikoligernik dan
antihipertensi menimbulkan retensi urin.
1. Retensi urine
Merupakan penumpukan urin dalam kandung kemih dan ketidakmampuan kandung
kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi kandung kemih adalah
urin yang terdapat dalam kandung kemih melbihi 400 ml. Normalnya adalah 250-400 ml.
2. Inkontinensia urine
Merupakan ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk
mengontrol ekskresi urin. Ada dua jenis inkontinensia. Pertama inkontinensia stres, yaitu
stres yang terjadi pada saat tekanan intraabdomen meningkat seperti pada saat batuk atau
tertawa. Kedua, inkontinensia urgensi yaitu inkontinensia yang terjadi saat klien terdesak
ingin berkemih, hal ini terjadi akibat infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme
kandung kemih.
3. Enuresis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan
ketidakmampuan untuk mengendalikan sfingter eksterna. Biasanya terjadi pada anak-anak
atau pada orang jompo.
Masalah 2
Data Masalah Etiologi Diagnosa
DS : Kelemahan eliminasi Obstruksi saluran Kelemahan eliminasi
Pasien urin kemih urin berhubungan
mengeluh dengan Obstruksi
nyeri perut saluran kemih
bagian bawah
DO :
Urine negatif
Distensi
kandung
kemih
1. Usia
Pada usia bayi kontrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut
kontrol defekasi menurun.
2. Diet
Makanan berserat akan mempercepat proses feses, banyaknya makanan yang masuk
ke dalam tubuh juga memengaruhi proses defekasi.
3. Intake cairan
Intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan
oleh absorpsi cairan yang meningkat.
4. Aktivitas
Tonus otot abdomen, pelvis dan diafragma sangt membantu proses defekasi. Gerakan
peristaltik akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon.
5. Fisiologis
Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltik, sehingga
menyebabkan diare.
6. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat mengakibatkkan diare dan konstipasi.
7. Gaya hidup
Kebiasaan pola untuk melatih pola buang air kecil sejak kecil secara teratur, fasilitas
buang air besar, dan kebiasaan menahan buang air besar.
8. Prosedur diagnostik
Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostik biasanya dipuaskan atau dilakukan
klisma dahulu agar tidak dapat buang air besar kecuali setelah makan.
9. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi.
10. Anestesi dan pembedahan
Anestesi umum dapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-kadang
dapat menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung selama 24-48 jam.
11. Nyeri
Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis,
epesiotomi akan mengurangi keinginan untuk buang air besar.
12. Kerusakan sensorik dan motorik
Kerusakan spinal cord dn injuri kepala akan menimbulkan penurunan stimulus
sensorik untuk defekasi.
1. Konstipasi
Gangguan eliminasi yang diakibatkan adanya feses yang kering dan keras melalui
usus besar. Biasanya disebabkan oleh pola defekasi yang tidak teratur, penggunaan
laksatif dalam jangka waktu yang lama, stres psikologis, obat-obatan, kurang aktivitas,
dan usia.
2. Impaksi fekal (fecal imfaction)
Masa feses yang keras dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulai
material feses yang berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh konstipasi, intake cairan
yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
3. Diare
Keluarnya feses cairan dan meningkatnya frekuensi buang air besar akibat cepatnya
kimus melewati usus besar sehingga usus bear tidak mempunyai waktu yang cukup
untuk menyerap air. Diare dapat disebabkan karena stres fisik, obat-obatan alergi,
penyakit kolon, dan iritasi intestinal.
4. Inkontinensia alvi
Hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas yang melalui
sfingter anus akibat kerusakan fungsi sfingter atau persarafan di daerah anus.
Penyebabnya karena penyakit, penyakit neuromuskular, trauma spinal cord, atau tumor
sfingter anus eksterna.
5. Kembung
Flatus yang berlebihan di daerah intestinal sehingga menyebabkan distensi intestinal,
dapat disebabkan karena konstipasi, penggunaan obat-obatan (barbiturat, penurunan
ansietas, penurunan aktivitas intestinal), mengonsumsi makanan yang banyak
mengandung gas dapat berefek anestesi.
6. Heromoid
Pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan didaerah tersebut.
Penyebabnya adalah konstipasi kronis, peregangan maksimal saat defekasi, kehamilan,
dan obesitas.