Anda di halaman 1dari 20

PENGARUH PENAMBAHAN LEMAK

KAKAO TERHADAP KESTABILAN,


EFEK IRITASI, DAN SIFAT SENSORI
SHAMPO RAMBUT
Fariha Suhartini 16.0557
Tatiana Novella D. 16.0560
Disusun oleh Wahyuni Choirul Nisa 16.0569
Maryana 16.0577
Margareta Ratna P. 16.0579
Irena Kartika Sari 16.0602
Latar Belakang

RAMBUT

Pengaruh dari cuaca, debu atau kotoran, bahan-


bahan kimia dan panas
(Mortram and Less, 2000)
Mekanisme kerja
shampo menggunakan
The Chain’ float-away’
mechanism

(Mortram and Less,


2000)
Tujuan

 Mahasiswa dapat mengetahui kandungan dalam shampo.

 Mahasiwa dapat mengetahui zat tambahan yang terdapat dalam shampo.

 Mahasiswa dapat mengetahui Pengaruh Penambahan Lemak Kakao Terhadap Kestabilan, Efek
Iritasi, dan Sifar Sensori Shampo Rambut.
SHAMPO

 Terdiri dari surfaktan, pelembut, pembentuk busa,  Pada umumnya digunakan dengan

pengental dan sebagainya yang berguna untuk mencampurkannya dengan air yang bertujuan

membersihkan kotoran yang melekat pada rambut sebagai berikut :

seperti sebum, keringat, sehingga rambut akan  Melarutkan minyak alami yang dikeluarkan
kelihatan lebih bersih, indah dan mudah ditata oleh tubuh untuk melindungirambut dan
(Tranggono, 2007). membersihkan kotoran yang melekat.

 Meningkatkan tegangan permukaan kulit


pada kulit kepala sehingga dapat meluruhkan
kotoran.
SYARAT SHAMPO

 Dapat mencuci rambut serta kulit kepala secara keseluruhan.

 Tidak toksik dan tidak menimbulkan iritasi.

 Kandungan surfaktannya tidak membuat rambut dan kulit kepala menjadi kering.

 Memiliki konsistensi yang stabil, dapat menghasilkan busa dengan cepat, lembut dan mudah dibilas
dengan air.

 Setelah pencucian rambut harus mudah dikeringkan.

 Dapat menghasilkan rambut yang halus, mengkilat, tidak kasar, tidak mudah patah, serta mudah diatur.

 Harga relatif murah


MACAM-MACAM SHAMPO

1. Shampo untuk rambut diwarnai dan


dikeriting.

2. Shampo untuk membersihkan secara


menyeluruh.

3. Shampo penambah volume rambut.

4. Shampo anti ketombe.


JENIS-JENIS SHAMPO

Shampo bubuk (Dry Shampoo)

Shampo emulsi

Shampo krim atau pasta (Creme paste


Shampoo)

Shampo larutan (Liquid Shampoo)


Bahan tambahan pada shampo :

Bahan pelembut Bahan pembusa Bahan pengental


(conditioning agent) (foam builder) dan pengeruh

Pemisah logam
pH balance Warna dan bau
(sequestering agent)
Formula :
CARA PEMBUATAN

NaCl + air destilat dipanaskan suhu 100 ºC, selama 10 menit

SLS + gliserin ditambahkan larutan NaCl

tambahkan novomer (dilarutkan dalam air destilat)


Dipanaskan pada suhu 60-70ºC, selama 10 menit

Metil paraben + air destilat dilarutkan (a)

Aetil alkohol, lemak kakao, cocamid DEA, asam strearat


dipanaskan pada suhu 60-70ºC (b)
Larutan (a)+(b), dicampurkan, dipanaskan pada suhu
60-70ºC selama 10 menit

Ditambahkan campuran larutan metil paraben+ propil


paraben , diaduk selamat 5 menit

Didinginkan pada suhu ruang


+ fragrance oil, dimasukan dalam botol sampel
Parameter Uji

Uji Stabilitas
• Sediaan ditimbang sebanyak 2 gram, dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi lalu disentrifus pada
kecepatan 3750 rpm selama 5 jam. Pengamatan dilakukan terhadap pemisahan fase minyak dan fase
air yang terjadi untuk setiap waktu interval 1 (satu) jam.

Uji Viskositas
• Evaluasi viskositas sediaan dilakukan menggunakan 10 gram sediaan. Alat yang digunakan adalah
viskometer Brookfield DV dengan spindel S 28, kecepatan 4 rpm dan waktu pengamatan 5 menit.
Uji pH
• Uji pH sediaan ditentukan dengan menggunakan alat pH meter digital.

Uji klinis
• Uji Iritasi Mata
• Kelinci yang digunakan adalah kelinci yang memiliki mata sehat dan normal. Selanjutnya masing-
masing sediaan ditimbang sebanyal 0,1 gr dan ditempatkan pada kantong konjunctiva terhadap salah
satu mata kelinci untuk masing-masing kelinci. Mata kelinci yang lainnya digunakan sebagai kontrol.
Pengamatan dilakukan pada waktu 24, 48 dan 72 jam setelah pemberian sediaan.
• Uji Iritasi Kulit
• Punggung kelinci dibersihkan dari bulu dengan mencukur. Selanjutnya dua daerah uji pada punggung
kelinci yang telah bersih dari bulu disiapkan pada sisi kanan dan kiri. Pada masing-masing daerah uji
dioleskan sebanyak 500 mg sediaan. Selanjutnya daerah uji ditutup dengan kaca hipoalergik, kertas
selofan kemudian diperban dengan perban elastis. Kelinci dibiarkan dalam keadaan diperban selama
pengamatan. Pengamatan dilakukan pada waktu 24, 48, dan 72 jam setelah pemberian sediaan
Uji Sensori

• Uji sensori merupakan uji untuk menentukan respons pemakai terhadap sediaan shampo (formula A,
B, dan C) setelah digunakan untuk keramas. Uji ini dilakukan pada wanita (mahasiswa) usia 25 – 29
tahun sebanyak 8 orang. Setelah pemakaian sampo responden mencatat sesuai parameter uji pada

blanko yang telah disiapkan.


Hasil Pengujian

uji stabilitas

• semua sediaan jenis formula sampo rambut stabil hingga 5 jam, demikian halnya dengan metode
dipercepat, semua sediaan stabil hingga penyimpanan 4 minggu.

Uji viskositas
• semua sediaan formula sampo setelah dilakukan penyimpanan selama 1 bulan mengalami penurunan. Sediaan sampo
formula B sebelum dilakukan penyimpanan mempunyai nilai viskositas rata-rata 854.7 cp. hal ini memenuhi kriteria
rentang viskositas sampo yang ideal yaitu 500 – 1500 cp (Emmawati, et al 2016). Namun setelah dilakukan
penyimpanan selama 1 bulan viskositas sediaan mengalami penurunan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
konsentrasi novenmer yang digunakan teralu rendah yaitu 0.5 %. Sedangkan penggunaan novenmer yang
direkomendasikan untuk sistem emulsi adalah 1 – 4 % (The Lubrizol Corporation, 2010).
Uji pH

• Nilai pH dari ketiga produk sampo rambut sebelum dan sesudah dilakukan penyimpanan pada suhu
ruang dan suhu 40 0C
Suhu ruang Suhu 40 0C
6.36 – 6.78 6.60 – 7.02

• Penyimpanan pada suhu 40 0C ternyata mengalami sedikit peningkatan pH, tetapi masih memenuhi
persyaratan SNI 06-2692-1992 yaitu pH sampo 5-9.

Uji klinis

• Uji iritasi mata


• ketiga jenis sediaan formula shampo tidak menyebabkan iritsi pada mata kelinci percobaan demikian
juga hasil uji panelis, tidak menimbulkan rasa perih pada mata.
Uji klinis

• Uji iritasi kulit


• masing–masing formula sediaan shampo hanya muncul efek eritema-eskar (reaksi kemerahan) dan
tidak menimbulkan efek edem (bengkak). Formula indeks iritasi kulit
primer (IIKP)
A 0,361
B 0.417
C 0.403

Uji Sensori

• Semakin tinggi nilai viskositas maka sediaan semakin konsisten. formula B mempunyai nilai viskositas
yang paling tinggi baik sebelum maupun setelah penyimpanan selama 1 bulan.
Formula Nilai Konsistensi

A 1,88 Cenderung kental


B 2,15 Kental
C 1,25 Cair
KESIMPULAN

 Shampo mengandung surfaktan yang digunakan sebagai zat aktif yang berupa deterjen pembersih sintesis
yang dapat melarutkan kotoran yang melekat pada permukaan rambut.

 Bahan tambahan yang digunakan dalam sediaan shampo adalah bahan pelembut, bahan pembusa, bahan
pengental, pemisah logam, pH balance, bahan pewarna dan bahan aroma.

 Penambahan lemak kakao 1.0 % ke dalam formula sampo mempunyai nilai viskositas yang paling tinggi dan
mempunyai nilai sensori yang lebih baik dibanding kedua formula lainnya terutama dalam hal konsistensi,
warna dan busa. Secara keseluruhan semua sediaan formula sampo mempunyai sifat stabil, pH sesuai
standar dan tidak menimbulkan efek iritasi terhadap mata, tetapi menimbulkan sedikit iritasi terhadap kulit
dengan nilai IIKP berturut-turut 0.361, 0. 417, dan 0.403 untuk formula A, B, dan C.
DAFTAR PUSTAKA
 Ditjen POM. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

 Kasim, Rosniati dan Barra, A. 2017. Pengaruh Penambahan Lemak Kakao Terhadap Kestabilan, Efek
Iritasi, dan Sifar Sensori Sampo Rambut. Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol 12. No. 2 Desember 2017:
40-52

 Mottram, F.J., and Lees, C.E. 2000. Hair Treatments, Poucher’s Perfume Cosmetics and Soap. Kluwer
Academic Publisher London.

 Rosniati, (2015). Karakteristik Dan Efek Iritasi Sediaan Shampo Rambut Yang Diformulasi Dengan Lemak
Kakao. Jurnal Rekayasa Dan Teknologi Industri. Vol. 5, ISSN 2088-7337.

 Rostamailis, Hayatunnufus dan Yanita, M. 2009. Tata Kecantikan Rambut: Untuk Sekolah Menengah
Kejuruan. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

 Siswandono, B, S. 1998. Prinsip–Prinsip Rancangan Obat. Surabaya: Airlangga University Press.

 Tranggono, ReIswari, F, Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.

 Wasitaatmaja, S. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas Indonesia.

 Wilkinson, J. B. dan Moore, R. J. 1982. Harry’s Cosmeticology, 7th Ed.

Anda mungkin juga menyukai