(Naskah drama ini berdasarkan sejarah nyata Bandung Lautan Api dengan beberapa penambahan)
Tokoh dan Peran :
Narator : Suatu hari yang cerah di SMAN 22 Bandung, seorang guru sejarah yang
terkenal tampan, menawan, menggoda iman, memasuki kelas 11 IPA 6 untuk
mengajar. Anak-anak terlihat begitu semangat dan sangat antusias, menunggu
kisah sejarah selanjutnya dari guru tersayang mereka
Pak Ikhsan : Oke anak-anak, apa kalian tahu materi kita hari ini tentang apa?
Yui : Ah bosen tentang penjajahan mulu! Mending belajar tentang sejarah hidup
aku sama bapak.
Ojan : Yaudah, jadi kita teh belajar apa hari ini, pak?
Pak Ikhsan : Tebak dulu ah, clue-nya tentang upaya bangsa kita untuk mempertahankan
kemerdekaan.
Pak Ikhsan : Nah betul, poin tambahan buat Yosida. Jadi hari ini bapak akan menceritakan
tentang kisah Bandung Lautan Api yang gak banyak orang tahu.
Pak Ikhsan : Yaudah, tenang-tenang, bapak bakal ceritain hari ini untuk kalian.
Bagja : TUNGGU!!
Kami berlaga
memperjuangkan kelayakan hidup umat manusia.
Kedaulatan hidup bersama adalah sumber keadilan merata
yang bisa dialami dengan nyata
Mana mungkin itu bisa terjadi
di dalam penindasan dan penjajahan
Manusia mana
Akan membiarkan keturunannya hidup
tanpa jaminan kepastian ?
Darah teman-temanku
Telah tumpah di Sukakarsa
Di Dayeuh Kolot
Di Kiara Condong
Di setiap jejak medan laga. Kini
Kami tersentak,
Terbangun bersama.
Putera-puteriku, apakah yang terjadi?
Apakah kamu bisa menjawab pertanyaan kami ?
Sajak Seorang Tua Tentang Bandung Lautan Api, karya W.S. Rendra
McDonald : So... Indonesia sudah menyatakan diri jika mereka telah merdeka?
Marten : Benar, kita hanya menyerahkan Indonesia sementara pada Jepang. Jepang
sudah kalah dari sekutu, kita berhak merebutnya kembali! Perjanjian kalijati
masa bodoh!
Mcdonald : Shush Shush, don’t worry! Kita akan kembali ke Indonesia. Rempah-rempah
akan tetap menjadi milik kalian
McDonald : BERISIK! Kan ke Balinya juga diundur gara-gara corona.Udah kita langsung
aja ke Jakarta, abis itu kita serbu Bandung untuk markas militer kita.
McDonald : Ah udah berisik! Cepet kita berangkat sekarang. Kasih tau Kapten Mirza dan
pasukannya kalau kita bakal berangkat segera
Narator : Oktober 1945, seperti biasanya para warga Bandung begitu ceria dan
bahagia. Ditambah proklamasi kemerdekaan dua bulan yang lalu membuat
para warga semakin bahagia mengetahui bahwa mereka telah bebas dari
belenggu penjajah. Senda gurau, canda dan tawa menghiasi kota kembang
tercinta ini. Namun sedikit yang mereka ketahui, bahwa perjuangan mereka
belum berakhir pada proklamasi.
Ultimatum 1
Tati : Aduh, duit abdi keneh can aya. Karek ge merdeka arurang teh.
Tati : Mun edek, nanam kopi heula atuh jug meh bisa arisan.
Ramdan : Eh-eh-eh, geus teu kudu emosi nyak, para teteh nu geulis.
*Asih lewat*
Pribumi : SHHH!
Pribumi : Rampes!
McDonald : Perkenalkan, saya Kolonel McDonald dari Inggris bersama 2 rekan saya,
Matthew dan Marten.
Matthew : Menguras
McDonald : Menutup
McDonald : Saya sebagai perwakilan dari tentara sekutu dan NICA ingin menyampaikan
ultimatum dari Jenderal besar bahwa kalian harus menyerahkan senjata hasil
pelucutan dari Jepang pada kami dan mengosongkan Bandung Utara selambat-
lambatnya tanggal 29 November 1945.
Toha : Geus-geus. Punten, buat apa kita harus nyerahin senjata kami dan ngosongin
Bandung?
McDonald : Sudah-sudah, pokoknya kalian para pribumi harus menuruti ultimatum kita,
segera! Brigade out!
Tati : Nanaonan sih make ngusir arurang sagala! Pan ieu teh tanah kalahiran
arurang.
Ningsih : Ehh, gesrek oge mereka teh bisa ngajajah arurang 350 tahun.
Toha : Ah! Moal deui dibobodo ku bangsa penjajah! Arurang kudu berani berontak!
Asih : Tapi, Kang… mereka teh lebih kuat dari arurang. Mun perang makena peluru
jeung bom, teu siga arurang nu make bambu runcing, golok, saayana we.
Ramdan : Bener oge sih, bisa we mereka musnahkeun arurang kabeh lamun teu nurut.
Toha : Tenang-tenang. Saya pastikeun kabeh aman didieu, moal nanaon, moal aya
kekerasan, moal aya getih deui. Percaya ka saya.
Asih : Yaudah atuh lamun kitu mah abdi percayakeun ka Kang Toha.
Asih : Bucin naon atuh, abdi mah teu aya nanaon jeung Kang Toha.
Narator : Tidak satupun warga menuruti ultimatum sekutu tersebut. Bandung tidak
akan semudah itu jatuh di tangan sekutu. Di sisi lain, para sekutu yang tiba di
Indonesia mulai membebaskan para Belanda yang ditawan di sebuah kamp
tawanan. Para Tawanan ini mulai mengganggu keamanan para warga.
Carlijn : Dat klopt! Baju kita bagus-bagus hari ini, ya gak girls?
Asih : Biarpun saya teh hanya seorang pribumi, tapi rakyat seperti saya yang sudah
memakmurkan negara kalian.
Helena : Makmurin negara kita? Pake yang beginian? Yang bener aja!
Asih : Ini teh hasil bumi kami yang kalian ambil terus jual dengan harga tinggi
sedangkan kami mah tidak dapat apa-apa. Rempah-rempah ini tidak akan
kalian temuin di negara kalian.
Annette : Oh, gitu ya. Kalau gitu, kita ambil aja nih biar bisa kita jual.
*Cipto datang*
Cipto : Wey wey wey! Nanaonan sih siga budak leutik wae.
Cipto : Eiss… santai-santai. Jelaskeun aya naon ieu teh noni-noni jeung Neng Asih
meni raribut.
Helena : Pak Kolonel juga masih pagi udah pake kacamata item aja.
McDonald : Eh eh eh, udah dong, jangan ribut-ribut, selow aja lah. Senjatanya nanti aja.
McDonald : Ini lagi, katanya Tentara Keamanan Rakyat, kok ini bisa ada yang ribut pagi-
pagi.
Carlijn : Dih, enak aja kita diserahin ke pribumi. Mending kita bubar sendiri, bye!
Marten : Bos, kita balik hotel ya. Kolam renangnya katanya enak, mau nyobain.
Matthew : Lah, lu gak baca berita sini? Ntar kalo lu hamilin 50 cewek gimana?
McDonald : Berisik mulu ya kalian! Nih uang jajan. Udah sana balik, saya mau jalan-
jalan dulu biar sehat gitu.
Sekutu : Asik!!!
Asih : Em…
McDonald : Saya ramal, nanti neng cantik bakal tinggal di Inggris
McDonald : Soalnya, nanti kamu tinggal bersama saya setelah saya sahkan.
*Ramdan datang*
Mirza : Permisi.
Toha : Astaghfirullah!
Mirza : Tenang-tenang, saya datang dengan damai. Saya Kapten Mirza dari India,
saya ingin bertemu dengan komandan kalian.
Ramdan : Ohh… kalau komandan kita mah Pak Jenderal Nasution. Ada perlu apa ya?
Mirza : Ada yang perlu saya bicarakan. Tenang, saya bicara bukan sebagai bagian
dari sekutu.
Narator : Tidak hanya para pribumi yang melakukan pembangkangan, sejumlah tentara
sekutu terutama yang berasal dari India dan Nepal melakukan desersi atau
kabur dari tugas militer lalu bergabung dengan pasukan Indonesia. Kapten
Mirza bersama rekan-rekannya pun resmi bergabung dengan Indonesia dengan
persetujuan Jenderal A.H. Nasution selaku komandan pasukan Indonesia di
Bandung. Mendengar hal ini, tentu saja sekutu tak rela dan menuntut kembali
para pasukannya yang desersi. Tak hanya itu, sejumlah perlawanan dilakukan
oleh para pasukan Indonesia. Hotel Savoy Homann dan Preanger yang
dijadikan markas oleh sekutu pun diserang dan diambil alih kembali.
Nasution : Dengan segala hormat, saya tidak bisa mengembalikan pasukan anda yang
desersi. Mereka yang melakukan itu dengan kesadaran mereka sendiri.
Nasution : Mereka sendiri yang meninggalkan tugas militer mereka dan memutuskan
bergabung dengan kami, dengan tangan terbuka kami akan menerima mereka
selagi tidak berbuat kekacauan.
McDonald : Lalu kalian menggunakan mereka untuk taktik menyerang kami di markas?
Sumpah ya, lagi enak-enaknya berendam air panas di Hotel Savoy Homann,
eh malah diserang. Untung pake celana.
Marten : Yaa kalau gak pake celana nanti ada yang hamil, bos.
McDonald : itu berita dari mana sih!? Gak masuk akal banget.
Nasution : Mohon maaf, apa anda sudah selesai, Kolonel? Saya harus segera kembali.
McDonald : Sebelum anda kembali, beritahukan pada Gubernur bahwa kami menekankan
kembali ultimatum kami untuk mengosongkan Bandung selambatnya tanggal
29 November.
Marten : Kita harus bikin mereka takut, bos. Biar… takut aja gitu.
McDonald : Pede amat mau diomongin sama orang. Yaudah, mending kita susun lagi
rencana kita di ruangan sebelah.
Narator : Para tentara sekutu menyiapkan sebuah rencana licik untuk menakut-nakuti
para warga Bandung agar menuruti perintah mereka. Segala cara akan mereka
lakukan demi merebut kembali kekuasaan di Indonesia. Beberapa bulan
kemudian, mereka pun mulai melaksanakan rencana jahat mereka karena
ultimatum pertama sekutu yang dihiraukan begitu saja oleh para warga
Bandung.
Ultimatum 2
McDonald : Matthew, Marten, tahan dia! Tenang… saya tidak akan apa-apakan kamu.
McDonald : Tenang saja, Asih. Kita akan tetap tinggal bersama di London.
Marten : Idih, si pak bos. Katanya belum pdkt, udah ngajak nikah aja.
Asih : Gak! Asih gak mau sama Pak Kolonel! Asih mau di Bandung, sama temen-
temen Asih, sama… Kang Toha.
*McDonald menyayat lengan Asih dan mengelap darahnya dengan sapu tangan Asih*
McDonald : Victory is ours! Kurung dia. Kita langsung jalan. Sampaikan kembali
Ultimatum kedua sekutu!
McDonald : Saya sampaikan ultimatum kedua sekutu bahwa semua harus mengosongkan
Bandung secepatnya!
Mirza : Lebih baik saya malu di depan kalian karena membela kebenaran dibanding
saya malu pada dunia karena berpihak pada para manusia tak berhati seperti
kalian!
McDonald : Apa kalian yakin? Hmm… kalian tahu kemana kembang desa kalian?
Toha : Asih…
Tati : Emang ya, maraneh teh jelema-jelema teu boga hate! Teu boga perasaan!
Cipto : Potong tah leher urang, tapi arurang tetep moal ninggalkeun Bandung!
McDonald : Besok, Bandung utara harus sudah benar-benar kosong, atau kalian bakal
kena akibatnya! Brigade out!
Mirza : Jenderal, kami beneran harus nurut sama sekutu? Tapi mereka bakal jadiin
ini pangkalan militer mereka seperti yang saya bilang.
Neneng : B-Bumihangus?
Toha : Siapkeun obor jeung korek api. Peuting ieu saanggeus listrik dipareuman,
arurang langsung bakar kabeh bangunan, ngungsi ka Bandung selatan.
Bandung utara bakal kosong, ngan moal bisa dipake nanaon ku sekutu.
Ningsih : Setuju..
Ningsih : Allah bakal ngagantikeun kanu leuwih besar. Percaya, ieu jadi pahala buat
arurang.
Pribumi : MERDEKA!
Narator : Dini hari tanggal 23 Maret 1946, para warga Bandung mulai mengungsi ke
Bandung selatan sambil membakar setiap bangunan yang ada. Perlahan, api
pun membesar, Bandung menjadi lautan api. Tidak ada lagi pilihan bagi
mereka selain meninggalkan tanah kelahiran tercinta dan
membumihanguskannya. Tidak hanya itu, Moh. Toha nekat untuk meledakkan
gudang mesiu sekutu dan mengorbankan dirinya.
Ramdan : Kang Toha teh ngora keneh, keneh panjang perjalanan hidupna jang rakyat
arurang.
Ramdan : Nya… tapi… kumaha jeung dulur Kang Toha? Keluarga? Neng Asih?
Toha : Neng Asih geus teu aya, jang! Urang teu boga nanaon deui. Urang relakeun
hidup urang, sing penting Indonesia tetep merdeka.
Ramdan : Nyanggeus urang milu jeung Kang Toha, ulah ngalakukeun ieu sorangan.
Ojan : Mereka sampai rela ngebakar harta benda dan rumah-rumah mereka biar gak
dipake sekutu.
Pak Ikhsan : Maka dari itu, kita harus menghargai jasa para pahlawan kita. Sekecil apapun
itu, akan memberi dampak yang besar bagi kita. Buktinya, sampai sekarang
kita bebas dari belenggu penjajahan.
Yui : Kalau bukan karena mereka, kita gak bakal ada disini, yang ada kita lagi
nanam kopi.
Oci : Bener juga sih, kita bakal jadi petani seumur hidup. Hiiyy…
Ojan : Jadi keingetan, terus McDonald dan brigadenya gimana nasibnya pak abis
itu?
Pak Ikhsan : Ya enggak lah, beda orang itu. Kolonel McDonald itu dari Inggris, kalau
yang mendirikan McDonald’s itu dari Amerika.
Anak-anak : Ooohhh…
*bel bunyi*
Pak Ikhsan : Yasudah, waktu saya sudah habis. Kita lanjutkan materinya minggu depan
ya.
Anak-anak : Yaahh…
Yui : Dua-duanya lah, kan senyum bapak bikin aku makin cinta… sama sejarah,
hehe.
Pak Ikhsan : Tenang, masih ada minggu depan kok. Tunggu aja ya!
Anak-anak : Haduuhhh!!