Anda di halaman 1dari 20

NASKAH DRAMA SEJARAH :

BANDUNG LAUTAN API

(Naskah drama ini berdasarkan sejarah nyata Bandung Lautan Api dengan beberapa penambahan)
Tokoh dan Peran :

1. Dianajmi Nurfatha sebagai Narator


2. M. Iqbal Putra P. sebagai Kolonel McDonald
3. Fauzan Rizqi D. sebagai Moh. Toha
4. Falhan M. Yasa sebagai Moh. Ramdan
5. Assyfa Musthofa sebagai Jend. A.H. Nasution dan Pak Ikhsan
6. Fasya Zakka Nabawi sebagai Matthew
7. Hadi Razzaq sebagai Hadi
8. Mohammad Zaki sebagai Marten
9. M. Fauzan Irawan sebagai Kapten Mirza dan Ojan
10. Bagja Adiyasa A. K. sebagai Cipto dan Bagja
11. Youri Avisa J. A. sebagai Carlijn dan Yui
12. Yosida Anbia sebagai Helena dan Oci
13. Zalma Nabiha A. P. sebagai Annette dan Zalma
14. Keisha Aulia P. A. sebagai Ningsih
15. Auliya Shabira sebagai Neneng
16. Nabila Azahra L. sebagai Asih
17. Syafitri Amanda sebagai Tati
18. Putri Zahrah T. sebagai Imas

Latar 1 : SMAN 22 Bandung, 2020

Narator : Suatu hari yang cerah di SMAN 22 Bandung, seorang guru sejarah yang
terkenal tampan, menawan, menggoda iman, memasuki kelas 11 IPA 6 untuk
mengajar. Anak-anak terlihat begitu semangat dan sangat antusias, menunggu
kisah sejarah selanjutnya dari guru tersayang mereka

Pak Ikhsan : Assalamu’alaikum, anak-anak.

Anak-anak : Wa’alaikumsalam, pak.

Pak Ikhsan : Oke anak-anak, apa kalian tahu materi kita hari ini tentang apa?

Zalma : Tentang kependudukan Jepang! Ya gak pak?

Yui : Ah bosen tentang penjajahan mulu! Mending belajar tentang sejarah hidup
aku sama bapak.

Bagja : HUUU, HAALLUUUUUUU!!!!!

Oci : Apa sih Yu!

Pak Ikhsan : Ada-ada aja kalian mah.

Ojan : Yaudah, jadi kita teh belajar apa hari ini, pak?
Pak Ikhsan : Tebak dulu ah, clue-nya tentang upaya bangsa kita untuk mempertahankan
kemerdekaan.

Oci : Bandung Lautan Api bukan, pak?

Pak Ikhsan : Nah betul, poin tambahan buat Yosida. Jadi hari ini bapak akan menceritakan
tentang kisah Bandung Lautan Api yang gak banyak orang tahu.

Hadi : Aku aja orang Bandung gak tau pak ceritanya.

Zalma : Huu gimana sih, orang Bandung bukan?

Yui : Emang Zalma tahu gimana ceritanya?

Zalma : Enggak, hehe.

Pak Ikhsan : Yaudah, tenang-tenang, bapak bakal ceritain hari ini untuk kalian.

*beberapa anak-anak yang duduk di belakang mulai berpindah ke depan*

Yui : Ayo cerita pak!

Pak Ikhsan : Langsung kita mulai aja ya, jadi...

Bagja : TUNGGU!!

Oci : Ihh, apa lagi sih ja?

Ojan : Baru juga mau mulai.

Bagja : Pak, mau izin ke toilet ya.

Pak Ikhsan : Iya, silahkan.

Bagja : Oke, tungguin ya. Aku juga mau dengerin ceritanya.

*Bagja pergi ke toilet*

Zalma : Yaudah, lanjut aja pak.

Pak Ikhsan : Gak akan nungguin Bagja dulu?

Yui : Ah, ngapain pak, lama banget!

Oci : Iya pak, udah lanjut aja.

Pak Ikhsan : Oke. Jadi begini ceritanya…


Narator :

Bagaimana mungkin kita bernegara


Bila tidak mampu mempertahankan wilayahnya
Bagaimana mungkin kita berbangsa
Bila tidak mampu mempertahankan kepastian hidup
bersama ?
Itulah sebabnya
Kami tidak ikhlas
menyerahkan Bandung kepada tentara Inggris
dan akhirnya kami bumi hanguskan kota tercinta itu
sehingga menjadi lautan api
Kini batinku kembali mengenang
udara panas yang bergetar dan menggelombang,
bau asap, bau keringat
suara ledakan dipantulkan mega yang jingga, dan kaki
langit berwarna kesumba

Kami berlaga
memperjuangkan kelayakan hidup umat manusia.
Kedaulatan hidup bersama adalah sumber keadilan merata
yang bisa dialami dengan nyata
Mana mungkin itu bisa terjadi
di dalam penindasan dan penjajahan
Manusia mana
Akan membiarkan keturunannya hidup
tanpa jaminan kepastian ?

Hidup yang disyukuri adalah hidup yang diolah


Hidup yang diperkembangkan
dan hidup yang dipertahankan
Itulah sebabnya kami melawan penindasan
Kota Bandung berkobar menyala-nyala tapi kedaulatan
bangsa tetap terjaga

Kini aku sudah tua


Aku terjaga dari tidurku
di tengah malam di pegunungan
Bau apakah yang tercium olehku ?
Apakah ini bau asam medan laga tempo dulu
yang dibawa oleh mimpi kepadaku ?
Ataukah ini bau limbah pencemaran ?

Gemuruh apakah yang aku dengar ini ?


Apakah ini deru perjuangan masa silam
di tanah periangan ?
Ataukah gaduh hidup yang rusuh
karena dikhianati dewa keadilan.
Aku terkesiap. Sukmaku gagap. Apakah aku
dibangunkan oleh mimpi ?
Apakah aku tersentak
Oleh satu isyarat kehidupan ?
Di dalam kesunyian malam
Aku menyeru-nyeru kamu, putera-puteriku !
Apakah yang terjadi ?

Darah teman-temanku
Telah tumpah di Sukakarsa
Di Dayeuh Kolot
Di Kiara Condong
Di setiap jejak medan laga. Kini
Kami tersentak,
Terbangun bersama.
Putera-puteriku, apakah yang terjadi?
Apakah kamu bisa menjawab pertanyaan kami ?

Wahai teman-teman seperjuanganku yang dulu,


Apakah kita masih sama-sama setia
Membela keadilan hidup bersama

Manusia dari setiap angkatan bangsa


Akan mengalami saat tiba-tiba terjaga
Tersentak dalam kesendirian malam yang sunyi
Dan menghadapi pertanyaan zaman :
Apakah yang terjadi ?
Apakah yang telah kamu lakukan ?
Apakah yang sedang kamu lakukan ?
Dan, ya, hidup kita yang fana akan mempunyai makna
Dari jawaban yang kita berikan.

Sajak Seorang Tua Tentang Bandung Lautan Api, karya W.S. Rendra

Latar 2 : London, Inggris, 1945

McDonald : So... Indonesia sudah menyatakan diri jika mereka telah merdeka?

Matthew : No way! Belanda masih berkuasa atas Indonesia!

Marten : Benar, kita hanya menyerahkan Indonesia sementara pada Jepang. Jepang
sudah kalah dari sekutu, kita berhak merebutnya kembali! Perjanjian kalijati
masa bodoh!

Mcdonald : Shush Shush, don’t worry! Kita akan kembali ke Indonesia. Rempah-rempah
akan tetap menjadi milik kalian

Matthew : Yaudah atuh lesgo

Marten : Lesgo kemana? Bali? Hayu atuh.

McDonald : BERISIK! Kan ke Balinya juga diundur gara-gara corona.Udah kita langsung
aja ke Jakarta, abis itu kita serbu Bandung untuk markas militer kita.

Marten : Serius bos mau di Bandung aja markasnya?

McDonald : Iya, soalnya Jakarta macet.

Matthew : Bandung lebih macet bos sekarang mah.

McDonald : Ah udah berisik! Cepet kita berangkat sekarang. Kasih tau Kapten Mirza dan
pasukannya kalau kita bakal berangkat segera

Sekutu : Siap bos, sekuuttt!!

Latar 3 : Bandung, 1945

Narator : Oktober 1945, seperti biasanya para warga Bandung begitu ceria dan
bahagia. Ditambah proklamasi kemerdekaan dua bulan yang lalu membuat
para warga semakin bahagia mengetahui bahwa mereka telah bebas dari
belenggu penjajah. Senda gurau, canda dan tawa menghiasi kota kembang
tercinta ini. Namun sedikit yang mereka ketahui, bahwa perjuangan mereka
belum berakhir pada proklamasi.

Ultimatum 1

Ningsih : Yuhuuuuu!! Ceu Tati, arisan moal?

Tati : Aduh, duit abdi keneh can aya. Karek ge merdeka arurang teh.

Ningsih : Teu kudu duit, make sayur we.

Tati : Huntu sia make sayur.

Imas : Naon ieu teh meni rame?

Neneng : Ini biasa, ngomongin arisan.

Tati : Mun edek, nanam kopi heula atuh jug meh bisa arisan.

Ningsih : Astaghfirullah, kopi…

*Moh. Toha dan Moh. Ramdan datang*

Toha : Pagiii, buibu!!

Ningsih : Enak aja buibu, masih muda tau!

Neneng : Dikira arurang teh Indung maneh?

Ramdan : Eh-eh-eh, geus teu kudu emosi nyak, para teteh nu geulis.

Tati : Alah, geulis.

*Asih lewat*

Toha : Tah, nu kitu nu geulis mah.

Tati : Eleuh-eleuh, Si Asih mah emang kembang desa.

Neneng : Belanda ge jatuh hati meureun ka si Asih mah saking ku geulisna.

Imas : Asli, Belanda rela balik deui ka Indonesia buat Asih.

Pribumi : SHHH!

Ningsih : Sut ai kamu! Kumaha lamun bener siah?

Asih : Punten, aya naon ieu teh?

Ningsih : Eh Asih, teu aya nanaon, ngan ngobrol wae.

Imas : Hehehe, iya.


Toha : Eleuh-eleuh aya nu geulis.

Asih : Ah si akang, bikin malu wae!

*Pasukan tentara sekutu datang*

Neneng : Alah siah, suara naon ieu meni ngagandengan?

Tati : Oyag oge euy, gempa kitu? Ni sarieun kieu gusti.

McDonald : Good Morning, Ladies and Gentleman!

Neneng : Mong naon siateh, teu ngarti ah!

McDonald : Oiya, lupa. Ekhem... Sampurasun!

Pribumi : Rampes!

McDonald : Perkenalkan, saya Kolonel McDonald dari Inggris bersama 2 rekan saya,
Matthew dan Marten.

Marten : Dan kami adalah…

Sekutu : TIGA EM!

Matthew : Menguras

McDonald : Menutup

Marten : Mendaur ulang

Sekutu : Ayo kita cegah virus corona!

Tati : Demam berdarah kali

Toha : Punten Pak Kolonel, ada apa ya kesini teh?

McDonald : Saya sebagai perwakilan dari tentara sekutu dan NICA ingin menyampaikan
ultimatum dari Jenderal besar bahwa kalian harus menyerahkan senjata hasil
pelucutan dari Jepang pada kami dan mengosongkan Bandung Utara selambat-
lambatnya tanggal 29 November 1945.

Ramdan : Nai… en ai si… Naaisia? Belanda?

Ningsih : Euh, Si Imas mah, jadi we beneran Belanda balik ke sini.

Imas : Naha jadi salah abdi ih.

Toha : Geus-geus. Punten, buat apa kita harus nyerahin senjata kami dan ngosongin
Bandung?

Marten : Buat... keamanan gitu.


Neneng : Keamanan naon, geus aman di Bandung mah.

Matthew : Udah pokoknya nurut aja! Mau di tembak!?

McDonald : Sudah-sudah, pokoknya kalian para pribumi harus menuruti ultimatum kita,
segera! Brigade out!

*Pasukan sekutu pergi*

Tati : Nanaonan sih make ngusir arurang sagala! Pan ieu teh tanah kalahiran
arurang.

Neneng : Biasa, jelema gesrek mah kitu tah.

Ningsih : Ehh, gesrek oge mereka teh bisa ngajajah arurang 350 tahun.

Neneng : Oh heeh nyak.

Imas : Jadi arurang kudu kumaha ieu teh?

Toha : Ah! Moal deui dibobodo ku bangsa penjajah! Arurang kudu berani berontak!

Asih : Tapi, Kang… mereka teh lebih kuat dari arurang. Mun perang makena peluru
jeung bom, teu siga arurang nu make bambu runcing, golok, saayana we.

Ramdan : Bener oge sih, bisa we mereka musnahkeun arurang kabeh lamun teu nurut.

Toha : Tenang-tenang. Saya pastikeun kabeh aman didieu, moal nanaon, moal aya
kekerasan, moal aya getih deui. Percaya ka saya.

Asih : Yaudah atuh lamun kitu mah abdi percayakeun ka Kang Toha.

Neneng : Alah, bucin!!

Tati : Meni sedih anu jomblo mah.

Asih : Bucin naon atuh, abdi mah teu aya nanaon jeung Kang Toha.

Ningsih : Eleug tah Kang Toha can nanaon geus di prenjon.

Toha : Eh… kumaha… em…

Ramdan : Hayu pulang we Kang, moal baleg yeuh.

Narator : Tidak satupun warga menuruti ultimatum sekutu tersebut. Bandung tidak
akan semudah itu jatuh di tangan sekutu. Di sisi lain, para sekutu yang tiba di
Indonesia mulai membebaskan para Belanda yang ditawan di sebuah kamp
tawanan. Para Tawanan ini mulai mengganggu keamanan para warga.

Carlijn : Ahh.. we zijn vrij!

Annette : Akhirnya kita terbebas dari kamp terkutuk itu!


Helena : Segar sekali udaranya!

Annette : Gak ada lagi baju kusam dan sobek-sobek.

Carlijn : Dat klopt! Baju kita bagus-bagus hari ini, ya gak girls?

Helena : The Dutchess are back!!

*Asih lewat dengan keranjang belanjanya*

Carlijn : Wih, siapa nih pake baju rombeng-rombeng?

Annette : Siapa lagi kalau bukan rakyat pribumi jelata, hahahahaha.

Asih : Biarpun saya teh hanya seorang pribumi, tapi rakyat seperti saya yang sudah
memakmurkan negara kalian.

Helena : Makmurin negara kita? Pake yang beginian? Yang bener aja!

Asih : Ini teh hasil bumi kami yang kalian ambil terus jual dengan harga tinggi
sedangkan kami mah tidak dapat apa-apa. Rempah-rempah ini tidak akan
kalian temuin di negara kalian.

Annette : Oh, gitu ya. Kalau gitu, kita ambil aja nih biar bisa kita jual.

Carlijn : Hahahahaha, kaya nih kita.

Asih : Tolong jangan diambil, itu buat makan saya.

Annette : Apa sih!

*rebutan tas belanja*

*Cipto datang*

Cipto : Wey wey wey! Nanaonan sih siga budak leutik wae.

Belanda : Gak usah ikut campur!

Cipto : Eiss… santai-santai. Jelaskeun aya naon ieu teh noni-noni jeung Neng Asih
meni raribut.

Asih : Kieu kang, abdi teh-

*Brigade McDonald dan pasukannya datang*

McDonald : Masih pagi udah bikin ribut aja ini noni-noni.

Helena : Pak Kolonel juga masih pagi udah pake kacamata item aja.

Marten : Biasa, si pak bos pengen gaya.

McDonald : Biar nambah ganteng dikit gitu.


Cipto : Ganteng timana, bengeutna oge teu katingali.

Matthew : Berani lu sama pak bos.

McDonald : Eh eh eh, udah dong, jangan ribut-ribut, selow aja lah. Senjatanya nanti aja.

Cipto : Tuh, denge ceuk si pak bos.

McDonald : Ini lagi, katanya Tentara Keamanan Rakyat, kok ini bisa ada yang ribut pagi-
pagi.

Cipto : Ya… mana saya tahu, pak.

McDonald : Udah sana-sana, tanganin tuh noni-noni.

Cipto : Lah, situ nu ngalepaskeun naha jadi saya nu kudu nanganin.

Carlijn : Dih, enak aja kita diserahin ke pribumi. Mending kita bubar sendiri, bye!

Cipto : E-eh! Tong nyieun ribut deui euy!

*Belanda pergi diikuti oleh TKR*

McDonald : Ada-ada aja emang.

Marten : Bos, kita balik hotel ya. Kolam renangnya katanya enak, mau nyobain.

Matthew : Awas loh ngehamilin anak orang.

Marten : Yakali, orang cuma berenang

Matthew : Lah, lu gak baca berita sini? Ntar kalo lu hamilin 50 cewek gimana?

Marten : Buset, mau berenang aja ribet. Dasar pribumi

McDonald : Berisik mulu ya kalian! Nih uang jajan. Udah sana balik, saya mau jalan-
jalan dulu biar sehat gitu.

Sekutu : Asik!!!

*ketiga tentara kembali ke markas*

McDonald : Tunggu, neng!

Asih : K-kenapa Pak Kolonel?

McDonald : Nama kamu… Asih kan?

Asih : Kok Pak Kolonel tahu?

McDonald : Soalnya saya kan peramal. Mau saya ramal lagi?

Asih : Em…
McDonald : Saya ramal, nanti neng cantik bakal tinggal di Inggris

Asih : Di Inggris? Kok bisa?

McDonald : Soalnya, nanti kamu tinggal bersama saya setelah saya sahkan.

Asih : Ah… ada-ada aja.

*Toha mengintip di balik tembok*

*Ramdan datang*

Ramdan : Nanaonan kang?

Toha : Sut! Sini nyumput!

Ramdan : Eh, kunaon kang? Aya sekutu deui?

Toha : Heeh eta, Pak Kolonel jeung si Asih.

Ramdan : Oh, eta diditu?

Toha : Eh, nunduk ai kamu! Nanti ketauan!

Ramdan : Maap kang, hehe.

Toha : Nanaonan coba si Pak Kolonel jeung Asih.

Ramdan : Akang cemburu nya… cieee…

Toha : Tong sok kitu ah! Eh kok gak ada, ilang.

Ramdan : Lah, kamana mereka teh…

Mirza : Permisi.

Toha : Astaghfirullah!

Ramdan : Reuwas Ya Allah, sangka teh sekutu.

Mirza : Saya memang bagian dari sekutu.

*Toha dan Ramdan mengangkat senjatanya*

Mirza : Tenang-tenang, saya datang dengan damai. Saya Kapten Mirza dari India,
saya ingin bertemu dengan komandan kalian.

Ramdan : Ohh… kalau komandan kita mah Pak Jenderal Nasution. Ada perlu apa ya?

Mirza : Ada yang perlu saya bicarakan. Tenang, saya bicara bukan sebagai bagian
dari sekutu.

Toha : Kalau gitu, mau kita anterin, kapten?


Mirza : Boleh, tolong tunjukkan jalannya

*Mirza, Toha, dan Ramdan pergi*

Narator : Tidak hanya para pribumi yang melakukan pembangkangan, sejumlah tentara
sekutu terutama yang berasal dari India dan Nepal melakukan desersi atau
kabur dari tugas militer lalu bergabung dengan pasukan Indonesia. Kapten
Mirza bersama rekan-rekannya pun resmi bergabung dengan Indonesia dengan
persetujuan Jenderal A.H. Nasution selaku komandan pasukan Indonesia di
Bandung. Mendengar hal ini, tentu saja sekutu tak rela dan menuntut kembali
para pasukannya yang desersi. Tak hanya itu, sejumlah perlawanan dilakukan
oleh para pasukan Indonesia. Hotel Savoy Homann dan Preanger yang
dijadikan markas oleh sekutu pun diserang dan diambil alih kembali.

McDonald : Apa-apaan ini! Serahkan kembali pasukan kami!

Nasution : Dengan segala hormat, saya tidak bisa mengembalikan pasukan anda yang
desersi. Mereka yang melakukan itu dengan kesadaran mereka sendiri.

McDonald : Mulai bermain licik ya…

Nasution : Mereka sendiri yang meninggalkan tugas militer mereka dan memutuskan
bergabung dengan kami, dengan tangan terbuka kami akan menerima mereka
selagi tidak berbuat kekacauan.

McDonald : Lalu kalian menggunakan mereka untuk taktik menyerang kami di markas?
Sumpah ya, lagi enak-enaknya berendam air panas di Hotel Savoy Homann,
eh malah diserang. Untung pake celana.

Marten : Yaa kalau gak pake celana nanti ada yang hamil, bos.

McDonald : itu berita dari mana sih!? Gak masuk akal banget.

Matthew : Dari Koran sini bos, kemarin gue baca.

Marten : Lu bisa baca tew?

McDonald : Wihh, hebat Matthew bisa baca Koran.

Matthew : Dikira gue anak tk apa.

Nasution : Mohon maaf, apa anda sudah selesai, Kolonel? Saya harus segera kembali.

McDonald : Sebelum anda kembali, beritahukan pada Gubernur bahwa kami menekankan
kembali ultimatum kami untuk mengosongkan Bandung selambatnya tanggal
29 November.

Nasution : Baik, saya harus permisi.

*Nasution meninggalkan ruangan*


McDonald : Argh… dasar para pribumi. Kenapa gak mau nurut saja, sih?

Marten : Kita harus bikin mereka takut, bos. Biar… takut aja gitu.

McDonald : Mentok nih saya, gak tau harus ngapain.

Matthew : Kebetulan nih bos, saya punya ide.

Marten : Tumben otak lu jalan.

Matthew : Diem dulu ah, mau ngomong sama pak bos.

*Matthew membisikkan idenya pada McDonald*

McDonald : Tumben otak udang lu jalan.

Matthew : Buset, jenius gini dibilang otak udang.

McDonald : Yaudah, tanggal mainnya kapan nih?

Matthew : Santai aja lah, bos. Pelan-pelan tapi pasti.

Marten : Ngomongin apa sih? Jangan-jangan ngegibahin nih.

McDonald : Pede amat mau diomongin sama orang. Yaudah, mending kita susun lagi
rencana kita di ruangan sebelah.

Matthew : Sambil makan cendol manis dingin ya bos, hehe.

Marten : Jadi pribumi juga nih si tew lama-lama.

Matthew : Cendol enak tahu! Cobain deh nanti.

McDonald : Yaudah ayo cepetan, gimana sih!

Sekutu : Siap, pak bos!

*sekutu meninggalkan ruangan*

Narator : Para tentara sekutu menyiapkan sebuah rencana licik untuk menakut-nakuti
para warga Bandung agar menuruti perintah mereka. Segala cara akan mereka
lakukan demi merebut kembali kekuasaan di Indonesia. Beberapa bulan
kemudian, mereka pun mulai melaksanakan rencana jahat mereka karena
ultimatum pertama sekutu yang dihiraukan begitu saja oleh para warga
Bandung.

Ultimatum 2

*Noni Belanda menyeret Asih*

Helena : Yang ini kan yang pak bos maksud?


Annette : Yang katanya kembang desa, favorit semua orang

McDonald : Ahh… si Cantik.

Carlijn : Mooi… maar ellendig.

Asih : Tolong lepasin saya, saya gak salah apa-apa.

McDonald : Matthew, Marten, tahan dia! Tenang… saya tidak akan apa-apakan kamu.

Matthew : Langsung tembak aja, bos?

McDonald : Gak gitu!! Main tembak aja, belum pdkt juga.

Helena : Fakboi dong, bos.

Matthew : Pak bos kan emang buaya darat.

McDonald : Diem bentar kenapa ya.

Annette : Mau diapain nih, pak bos?

Carlijn : Sikat aja lah!

McDonald : Tenang saja, Asih. Kita akan tetap tinggal bersama di London.

Marten : Idih, si pak bos. Katanya belum pdkt, udah ngajak nikah aja.

Carlijn : Fakboi level pelaminan emang.

McDonald : Banyak komen lu pada. Stick to the plan!

Asih : Gak! Asih gak mau sama Pak Kolonel! Asih mau di Bandung, sama temen-
temen Asih, sama… Kang Toha.

Marten : Ohh, TKR culun itu bos.

McDonald : Hahahaha, kamu mau sama dia? Cuih.

Asih : Gak ada yang boleh jelek-jelekin temen-temen Asih!

Marten : Temen apa temen nih?

McDonald : Shh… tenang, ini cuma bakal sakit sedikit.

*McDonald menyayat lengan Asih dan mengelap darahnya dengan sapu tangan Asih*

McDonald : Victory is ours! Kurung dia. Kita langsung jalan. Sampaikan kembali
Ultimatum kedua sekutu!

Narator : Di sisi lain, Jenderal A.H. Nasution mempertimbangkan kembali ultimatum


sekutu bersama perwira lainnya. Sejatinya, mereka ingin tetap
mempertahankan Bandung. Namun, Menteri Sutan Syahrir menekan untuk
menuruti ultimatum tersebut demi keamanan seluruh warga. Syahrir tidak suka
kekerasan dan melihat darah. Bagaimanapun juga, Jenderal A.H. Nasution
harus tetap menuruti perintah Syahrir. Keputusan ini dianggap sebagai peluang
yang besar bagi sekutu, sehingga mereka memanfaatkan kesempatan ini.

McDonald : Dengar kalian semua para warga Bandung!

Neneng : Gusti, naon deui sih!

Tati : Naon deui kalakuan ieu jelema.

McDonald : Saya sampaikan ultimatum kedua sekutu bahwa semua harus mengosongkan
Bandung secepatnya!

Toha : Kami gak akan ninggalin Bandung!

Mirza : Mereka gak akan kemana-mana, Kolonel!

Marten : Ohh… Ini si kapten pengkhianat kita.

Carlijn : Berani ya kamu ngebangkang! Malu-maluin!

Mirza : Lebih baik saya malu di depan kalian karena membela kebenaran dibanding
saya malu pada dunia karena berpihak pada para manusia tak berhati seperti
kalian!

Ningsih : Dek kumaha oge, arurang moal tunduk ka maraneh!

McDonald : Apa kalian yakin? Hmm… kalian tahu kemana kembang desa kalian?

Toha : Asih…

*McDonald melempar sapu tangan berdarah*

McDonald : Inilah akibatnya kalau kalian gak nurut. Siapa selanjutnya?

Tati : Emang ya, maraneh teh jelema-jelema teu boga hate! Teu boga perasaan!

Cipto : Potong tah leher urang, tapi arurang tetep moal ninggalkeun Bandung!

McDonald : Yakin gak akan nurut sama komandan kalian?

*sekutu menyeret Jenderal Nasution*

Helena : Silahkan, Jenderal. Beritahu mereka!

Nasution : Mohon maaf sebesar-besarnya, tapi Menteri Sutan Syahrir memerintahkan


kalian untuk menuruti ultimatum sekutu. Persenjataan dan kekuatan TKR
masih belum memadai. Sehingga demi keamanan, kalian harus menuruti
ultimatum.
Ramdan : K-Komandan…

Matthew : Dengerin tuh! Bandel banget jadi warga.

McDonald : Besok, Bandung utara harus sudah benar-benar kosong, atau kalian bakal
kena akibatnya! Brigade out!

Annette : Dutchess out!

*sekutu meninggalkan tempat*

Imas : Eta teh nu si Asih lain?

Tati : Mereka emang tega…

Mirza : Jenderal, kami beneran harus nurut sama sekutu? Tapi mereka bakal jadiin
ini pangkalan militer mereka seperti yang saya bilang.

Cipto : Ini teh bener perintah Pak Syahrir?

Nasution : Kita gak punya pilihan lain…

Toha : Arurang boga pilihan lain.

Ningsih : Naon deui nu bisa arurang lakukeun?

Toha : Bumihangus Bandung.

Neneng : B-Bumihangus?

Toha : Siapkeun obor jeung korek api. Peuting ieu saanggeus listrik dipareuman,
arurang langsung bakar kabeh bangunan, ngungsi ka Bandung selatan.
Bandung utara bakal kosong, ngan moal bisa dipake nanaon ku sekutu.

Ningsih : Setuju..

Nasution : Saya akan umumkan ini pada seluruh warga.

Tati : Lamun ieu hiji-hijina jalan kaluar, terpaksa.

Ramdan : Hayu, arurang kudu cepet.

*Para warga kembali ke rumah masing-masing untuk bersiap-siap mengungsi*

Ningsih : Neneng, hayu urang berangkat.

Neneng : Duh, teu tega kudu ngabakar bumi arurang.

Ningsih : Allah bakal ngagantikeun kanu leuwih besar. Percaya, ieu jadi pahala buat
arurang.

Cipto : KAMI TIDAK RELA TANAH KAMI DIAMBIL!


Tati : TANAH KAMI TIDAK UNTUK SIAPAPUN KECUALI KAMI!

Pribumi : MERDEKA!

*Para pribumi melempar salah satu obor mereka*

Narator : Dini hari tanggal 23 Maret 1946, para warga Bandung mulai mengungsi ke
Bandung selatan sambil membakar setiap bangunan yang ada. Perlahan, api
pun membesar, Bandung menjadi lautan api. Tidak ada lagi pilihan bagi
mereka selain meninggalkan tanah kelahiran tercinta dan
membumihanguskannya. Tidak hanya itu, Moh. Toha nekat untuk meledakkan
gudang mesiu sekutu dan mengorbankan dirinya.

Ramdan : Kang… akang beneran yakin?

Toha : Kudu naon deui urang, jang.

Ramdan : Kang Toha teh ngora keneh, keneh panjang perjalanan hidupna jang rakyat
arurang.

Toha : Urang ngalakukeun ieu demi negara.

Ramdan : Nya… tapi… kumaha jeung dulur Kang Toha? Keluarga? Neng Asih?

Toha : Neng Asih geus teu aya, jang! Urang teu boga nanaon deui. Urang relakeun
hidup urang, sing penting Indonesia tetep merdeka.

Ramdan : Nyanggeus urang milu jeung Kang Toha, ulah ngalakukeun ieu sorangan.

*Toha dan Ramdan meledakkan gudang dan ikut terbakar*

Asih : Kang Toha… Kang Toha!!

Ningsih : Asih… teu kunanaon?

Asih : Eta… Kang Toha.

Tati : Asih, sing sabar ya.

Neneng : Kang Toha geus berkorban untuk kemerdekaan arurang.

Ningsih : Hayu, urang berangkat.

*Imas memberi Asih satu obor*

*Pribumi melanjutkan perjalanannya sambil membumihanguskan Bandung*

Latar 1 : SMAN 22 Bandung, 2020


Pak Ikhsan : Dengan berat hati, para warga Bandung harus merelakan tanah kelahirannya.
Moh. Toha dan Moh. Ramdan gugur dalam perjuangan mempertahankan
kemerdekaan. Asap terlihat membubung tinggi di Kota Bandung. Dari Cicadas
sampai Cimindi api menyala, membuat kota Bandung terlihat memerah.

Zalma : Ternyata mertahanin kemerdekaan tuh gak gampang ya, pak.

Ojan : Mereka sampai rela ngebakar harta benda dan rumah-rumah mereka biar gak
dipake sekutu.

Pak Ikhsan : Maka dari itu, kita harus menghargai jasa para pahlawan kita. Sekecil apapun
itu, akan memberi dampak yang besar bagi kita. Buktinya, sampai sekarang
kita bebas dari belenggu penjajahan.

Yui : Kalau bukan karena mereka, kita gak bakal ada disini, yang ada kita lagi
nanam kopi.

Oci : Bener juga sih, kita bakal jadi petani seumur hidup. Hiiyy…

*Bagja kembali dari toilet*

Bagja : Eh bentar, udah selesai ceritanya ini teh?

Zalma : Lama sih ke toiletnya.

Bagja : Sakit perut woy, gara-gara makan McD kemarin.

Ojan : Jadi keingetan, terus McDonald dan brigadenya gimana nasibnya pak abis
itu?

Pak Ikhsan : Ya itu… jadi pengusaha fast food terbesar di dunia.

Oci : Oiya ya, McDonald’s..

Yui : Lah, beneran pak?

Bagja : Pantes aja sakit perut.

Pak Ikhsan : Ya enggak lah, beda orang itu. Kolonel McDonald itu dari Inggris, kalau
yang mendirikan McDonald’s itu dari Amerika.

Anak-anak : Ooohhh…

*bel bunyi*

Pak Ikhsan : Yasudah, waktu saya sudah habis. Kita lanjutkan materinya minggu depan
ya.

Anak-anak : Yaahh…

Pak Ikhsan : Loh, kok pada kecewa gitu?


Yui : Padahal kita masih pengen diceritain sama bapak.

Bagja : Pengen diceritain atau mau liat bapak doang?

Yui : Dua-duanya lah, kan senyum bapak bikin aku makin cinta… sama sejarah,
hehe.

Pak Ikhsan : Tenang, masih ada minggu depan kok. Tunggu aja ya!

Anak-anak : Makasih, pak.

*pak ikhsan meninggalkan ruang kelas*

Bu Ani : QUIPPER HEY QUIPPER QUIPPER, UDAH PADA NGERJAIN BELOM?


Lanjutin lagi ya tugasnya, sama ibu udah dikirim di Line 20 soal tulis
semuanya. Tolong siapapun bangunin Hadi, YANG GAK NGERJAIN IBU
BANTING.

Anak-anak : Haduuhhh!!

Narator : Perjuangan mereka untuk mempertahankan kemerdekaan tidak hanya sampai


disitu. Kita sebagai generasi penerus bangsa harus bisa meneruskan
perjuangan mereka mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sekarang kita
tidak lagi harus berperang dengan senjata, cukup dengan pikiran yang cerdas
dan rasa nasionalisme kita dapat terus mempertahankan kemerdekaan kita.

Anda mungkin juga menyukai