5)
FOTO RONTGEN
Disusun Oleh :
Mohamad Rizki Adi Prasetyo 18711032
Agung Bipayana 18711042
Tn AT 48 th
3. Faktor Risiko
a) Usia
Pada usia lebih dari 40 tahun menunjukkan bahwa angka kejadian fraktur
akan meningkat. Hal ini berkaitan dengan kejadian osteoporosis pada usia
lanjut. (Solomon et al., 2010)
b) Aktivitas fisik
Pada usia kurang dari 40 tahun, fraktur sering terjadi pada laki-laki. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas (termasuk pekerjaan dan olahraga) yang
cenderung lebih berat pada laki-laki dibandingkan perempuan. (Solomon et
al., 2010)
c) Defisiensi vit D
` Vitamin D berperan dalam menjaga kadar kalsium dan fosfat dalam
darah. Keduanya sangat berpengaruh dalam menjaga kesehatan tulang.
Sehingga apabila terjadi defisiensi vitamin D, maka tulang akan lebih rentan
terhadap fraktur. (Solomon et al., 2010)
4. Pemeriksaan
a) Look/ Inspeksi
Deformitas dan angulasi
Pembengkakan pada regio cruris media anterior
Memar
(Solomon et al., 2010)
b) Feel/ Palpasi
Krepitasi (gemeretak)
Tenderness (nyeri tekan)
Penilaian neurovaskular pada bagian distal fraktur : capillary refill time,
warna kulit, sensasi
(Solomon et al., 2010)
c) Move
Pemeriksaan range of motion untuk mengetahui adanya keterbatasan
gerak
(Solomon et al., 2010)
5. Imobilisasi
Fraktur yang terjadi pada tibia atau fibula pada dasarnya membutuhkan
penanganan secara Open reduction internal fixation (ORIF). Pada tindakan tersebut,
dokter akan mereduksi tulang ke posisi semula dan kemudian dilakukan fiksasi
dengan menggunakan plat dan sekrup khusus. Setelah dilakukan tindakan ORIF,
pasien diharapkan dapat meminimalisir pergerakan agar proses penyembuhan atau
disebut imobilisasi. Pada sebagian besar kasus fraktur fibula 1/3 distal dapat pula
menyebabkan fraktur ankle.
Tindakan ORIF pada kasus fraktur fibula yang disertai dengan fraktur ankle