Anda di halaman 1dari 15

JEJAK ISLAM DALAM NASKAH-NASKAH

TAMBO MINANGKABAU

Sheiful Yazan, Abdullah Khusairi


(UIN Imam Bonjol Padang, e-mail: sheiful.yazan@yahoo.com dan
abdullajkhusairi@yahoo.com)

Abstrak
Akses masyarakat Minangkabau terhadap naskah-naskah Tambo Minangkabau cukup sulit, karena sebagian
besar naskah berada di luar negeri. Kemungkinan besar kondisi tersebut mempengaruhi persepsi masyarakat
terhadap eksistensi Tambo Minangkabau. Ada sinyalemen dan perdebatan yang menyatakan naskah tambo
tidak Islami dan berasal dari masyarakat Minangkabau sebelum Islam. Penelitian ini melakukan analisis
wacana terhadap kandungan isi naskah-naskah Tambo Minangkabau, khususnya wacana dan terma-terma
Islam yang dikandungnya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dalam Tambo terlihat jejak Islam yang
nyata, khususnya jejak pemikiran tasawuf. Jejak-jejak tersebut sangat kentara pada naskah-naskah periode
pertama, namun berkurang pada naskah periode kedua.
Kata Kunci: Tambo Minangkabau, Naskah, Wacana keislaman

PENDAHULUAN adalah Snelpersdrukkerij Orang Alam Minangkabau


(1911), (lagi-lagi) milik Mahjoeddin Datoek
Minangkabau sesungguhnya tidak punya
Soetan Maharadja. Percetakan itu mencetak koran
tradisi tulis-menulis, setidaknya sampai akhir abad
Oetoesan Melajoe yang terkenal karena polemik
ke-19. Baru pada akhir abad itu ada surat kabar
dengan ulama Kaoem Moeda yang menerbitkan
milik orang Minangkabau, yaitu Pelita Ketjil
koran/majalah Al Munir yang dipimpin Syekh
(1886) dan Tjahaja Soematera (1897), keduanya
Abdullah Ahmad dan Syekh Abdul Karim
milik Mahjoeddin Datoek Soetan Maharadja.
Amarullah.
Sebelum itu, dunia tulis-menulis hanya milik
para ulama dan murid-muridnya di surau-surau. PEMBAHASAN
Sejak Syekh Burhanuddin di Ulakan (1646-1704)
sampai ulama-ulama pembaharu murid Syekh Seirama dengan perkembangan tulis-menulis
Ahmad Khatib al-Minangkabawi (1860-1916), di kalangan ulama tersebut, penulisan naskah
bertebaran para ulama dengan surau-suraunya di Tambo Minangkabau juga berlangsung. Dari
seantero Minangkabau. Tulisan para ulama tersebut data-data naskah yang terkumpul, Tambo
umumnya (kalau tidak semuanya) menggunakan Minangkabau mulai ditulis pada awal abad ke-19.
huruf Arab gundul, dan huruf Jawi atau huruf Arab- Naskah tertua yang mencantumkan tahun
Melayu. Buku-buku dan naskah-naskah tulisan penulisannya adalah naskah yang tersimpan dalam
mereka semua ditulis dengan tangan, tidak dicetak. Perpustakaan Universitas Leiden dengan kode
Percetakan baru ada setelah abad ke-19 berlalu. CCLVI.Cod.Or.1745 dalam katalog (Juynboll,
Percetakan pertama milik orang Minangkabau 1899). Dalam kolofon naskah tersebut, penulisnya
menulis sebagai berikut:
“Tammat al kalam pada hari Rabaa bulan Safar Sangat bervariasi dalam segi muatan, baik kosa
tiga belas hari Hijrah Nabi Muhammad saribu
dua ratus ampat puluh tahun alif wa katibuhu kata, tema-tema, maupun jumlah bab atau
Baginda Tanalam Sikaturi Minangkabau di Air bagian-bagian isi naskah. Keempat, Berusaha
Haji Balai Salasa.”
menggunakan bahasa Melayu Tinggi, walaupun
(Tamat tulisan ini pada hari Rabu 13 Safar 1240H/
1824 M, di Air Haji, Balai Selasa, Pesisir Selatan) banyak kosa kata asli Minangkabau yang tetap
dipakai, kemungkinan besar karena tidak ada
Naskah lain yang juga mencantumkan atau tidak ditemukan padanannya dalam bahasa
tahun lebih tua 1797H, atau bahkan yang Melayu masa itu. Keenam, Umumnya naskah
mencantumkan 1603M diragukan data tahunnya ditulis dengan aksara Arab-Melayu (aksara Jawi).
oleh Djamaris (Djamaris, 1991) karena terlalu Terdapat beberapa naskah yang ditulis dengan
jauh dengan tahun penulisan naskah-naskah yang aksara Latin, dan beberapa naskah menggunakan
banyak lainnya. Hal tersebut juga didukung oleh kedua aksara, Arab-Melayu dan Latin.
data tahun penulisan naskah-naskah lainnya yang
Jumlah naskah yang terdata di berbagai
semuanya berada di abad ke-19.
perpustakaan dan katalog adalah 92 buah. Semua
Naskah-naskah tersebut dapat dianggap naskah tersebar pada enam perpustakaan di empat
berada dalam periode yang sama karena kota: Leiden, London, Manchester, dan Jakarta.
mempunyai kriteria yang juga relatif sama, yaitu: Rincian tempat penyimpanan naskah tersebut
pertama, Naskah tulisan tangan. Kedua, Sangat terlihat dalam tabel 1 tentang “Keberadaan
bervariasi dari segi ukuran naskah, jumlah baris Naskah-Naskah Tambo Minangkabau Periode
perhalaman, maupun jumlah halaman. Ketiga, Pertama Tulisan Tangan.”
Tabel 1. Keberadaan Naskah-Naskah Tambo Minangkabau Periode Pertama Tulisan Tangan

No Nama Perpustakaan Jumlah naskah


1. KITLV (Koninklijk Instituut voo Taal Land en Volkenkunde), Universiteit Leiden 6 buah
2. Perpustakaan Universiteit Leiden 52 buah
3. Perpustakaan RAS (Royal Asiatic Society) London 5 buah
4. Perpustakaan SOAS Univ of London 4 buah
5. John Ryland University Library, Manchester 1 buah
6. Museum Nasional, Jakarta 24 buah
Total 92 buah
Sumber: Data Penelitian

Naskah-naskah Tambo Minangkabau “Maka tamatlah kalam pada patang Rabaa, 19


Agoestoes 1896 di Sarik Alahan Tigo pada hari
tersebut merupakan koleksi yang dikumpulkan boelan Rabioel Awal. Saja Malin Sampono jang
oleh para peneliti Belanda sejak awal abad ke-19. mamboeat ini soerat tambo, salinan dari tambo
toeanku radjo disambah Laras Soengai Pagoe.”
Periode Tambo Dicetak Massal
Naskah yang menggunakan huruf Latin
Tradisi penulisan naskah Tambo Minangkabau
tersebut merupakan naskah Tambo Minangkabau
berlangsung sampai akhir abad 19. Kolovon naskah
tulisan tangan terakhir yang memiliki data tahun
tulisan tangan terakhir berbunyi sebagai berikut:
penulisan. Bersamaan tahun itu, di Padang sudah

14 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2017


terbit surat kabar Tjahaja Soematera yang dicetak di pertama, Huruf cetakan aksara Latin atau Arab-
Padang, surat kabar milik Datoek Soetan Maharadja. Melayu. Kedua, Dicetak dalam bentuk buku
Maka mulailah masa percetakan massal standar. Ketiga, Menggunakan Bahasa Indonesia.
Tambo Minangkabau. Beberapa naskah Keempat, Tersebar dalam jumlah banyak. Kelima,
dicetak menggunakan aksara Arab-Melayu, Mengalami cetak ulang. Keenam, Menjadi buku
sebagaimana juga beberapa naskah lainnya dicetak rujukan para peneliti dan pemerhati adat.
menggunakan huruf Latin. Periode paling tua Muatan atau isi berusaha konsisten dengan
naskah cetakan Tambo Minangkabau adalah muatan dan isi Tambo Minangkabau seperti isi
naskah beraksara Arab-Melayu, dicetak atas tambo periode pertama. Walaupun demikian,
perintah Kerajaan Pulau Kasiak Solok. Tahun terlihat nyata ada pengaruh sikap keberagamaan
pencetakan 1320 H/1902M. dan rasionalitas penulis. Terlihat pula keinginan
Beberapa naskah dapat ditemui dalam untuk bersikap akomodatif terhadap wacana-
katalog Pusat Dokumentasi dan Informasi wacana sejarah ilmiah yang berkembang.
Kebudayaan Minangkabau Padang Panjang, dan Sekurangnya terdapat sepuluh buku tambo yang
dokumen dalam bentuk fotokopi. dapat dimasukkan ke dalam kelompok naskah
Naskah periode kedua ini mempunyai periode kedua ini.
kesamaan karakteristik dalam beberapa hal, yaitu:
Tabel 2. Naskah Tambo Periode Pencetakan Massal

No Penulis/ tahun Judul Kota: Penerbit


1 Ibrahim Datoek Sanggoeno di Radjo / 1919 Tjurai Paparan Adat Lembaga Alam Minangkabau Fort de Kock: Typ Drukkerij Merapi
2 Ibrahim Datoek Sanggoeno di Radjo / 1924 Moestiko Adat Alam Minangkabau Jakarta: Weltevreden,
3 Ibrahim Datoek Sanggoeno di Radjo / 1924 Kitab Peratoeran Hoekoem Adat Minangkabau Fort de Kock: Drukkerij Gebroeders LIE
4 Maamin Datoeak Padoeko Batoeah / 1925 Minang Kabau Dahoeloenja Fort de Kock: Typ Drukkerij Merapi
5 Djamaran Datuak Batuah Sango/H Dt Toeah / Kitab Tambo Alam Minangkabau Payakombo
1930
6 Datuk Maruhun Batuah dan Bagindo Tanameh Hukum Adat dan Adat Minangkabau Jakarta: Poesaka Aseli
/ 1954
7 Ahmad Dt Batuah, A Dt Madjoindo / 1956 Tambo Minangkabau Jakarta: Balai Pustaka
8 Datuak Batuah Sango/H Dt Toeah / 1959 Kitab Tambo Alam Minangkabau Payakumbuh: Limbago
9 Bahar Dt Bagari Basa / 1966 Tambo dan Silsilah Adat Alam Minangkabau Payakumbuh: CV Eleonora
10 St Mahmoed Manan Rajo Panghulu / 1978 Himpunan Tambo Minang-kabau dan Bukti Sejarah Bukittinggi: Syamza Offset
Sumber: Data Penelitian

Banyak naskah atau buku lain yang juga Tambo Periode Pencetakan Massal terlihat
berkonotasi atau berusaha menampilkan Tambo naskah-naskah tersebut.
Minangkabau, tapi tidak memenuhi ke-enam Naskah periode kedua ini secara relatif
kriteria tersebut. Naskah-naskah atau buku-buku melanjutkan tradisi para penulis periode pertama.
tersebut dimasukkan sebagai naskah periode Penulis hanya menuliskan apa yang didengarnya
ketiga, naskah yang sudah memasuki interpretasi dari tokoh-tokoh dan pelaku adat, atau menyalin
teks tambo. Dalam tabel 2 di atas tentang Naskah dari naskah tambo terdahulu. Secara keseluruhan,

Jejak Islam dalam Naskah-Naskah Tambo Minangkabau 15


para penulis tersebut masih dapat dikategorikan Dengan pemahaman tersebut, maka dapat
menulis Tambo Minangkabau. Perbedaan juga dipahami bahwa berbagai perubahan
signifikan dengan penulis periode pertama adalah penulisan naskah tambo dari transkripsi periode
perbanyakan atau pencetakan secara massal tulisan pertama, sampai periode keempat, adalah bentuk-
mereka. Inilah periode naskah tambo massal. bentuk pencarian “tambo yang asli.” Transformasi
Penelitian ini membatasi diri pada naskah- itu dapat dipahami sebagai berikut.
naskah periode pertama dan periode kedua ini. Periode I : Transkripsi idividual, menyalin
Pertimbangan utama karena seluruh penulisnya tuturan tambo, usaha mengumpulkan
tidak melakukan penilaian dan interpretasi semua tuturan sesuai “aslinya.”
atau penafsiran terhadap isi/ muatan Tambo Periode II : Transkripsi dan pencetakan
Minangkabau. massal, menya-lin tuturan tambo
sebagaimana periode I, kemudian
Peneliti berasumsi bahwa naskah tambo yang
dicetak massal.
mereka tulis adalah rekaman obyektif mereka
terhadap tuturan tambo yang mereka dengar di Periode III : Penafsiran, pencarian makna “Apa
di balik tuturan tambo,” penjelasan
zaman mereka masing-masing.
oleh para pemikir dan ahli adat,
Data dan hasil penelitian pada bab berikutnya,
dan pelaku adat itu sendiri.
hanya membandingkan naskah pada dua periode
Periode IV : Penggalian rahasia “mengapa,
tersebut, karena diasumsikan pada dua periode
kenapa, dan untuk apa” pesan
tersebutlah para penulisnya hanya menulis, belum
atau tuturan tambo. Penggalian
menginterpretasikan dan seterusnya. dilakukan dengan berbagai metode
Transformasi Naskah Tambo ilmu pengetahuan, oleh para
peneliti dan akademisi. Mencari
Para penutur Tambo Minangkabau, para
penjelasan tentang “Bumi jo Langik
janang, juaro pasambahan, guru adat, para
Minangkabau di dalam bijo labu
penghulu pada dasarnya tidak memandang naskah-
yang bernama Tambo Minangkabau.”
naskah tambo sebagai buku tandon, atau buku
rujukan adat. Walaupun telah terjadi transformasi Dalam kolofon (catatan penulis) yang
wujud naskah tambo dari periode pertama sampai ditemukan pada dua puluh empat naskah Tambo
periode keempat, seperti diuraikan di atas, para Minangkabau, dapat dilihat kemungkinan faktor
penutur tambo di galanggang baselo tidak pernah pendorong penulisan tersebut.
membawa naskah-naskah tersebut pada kegiatan Terdapat satu kolofon yang secara nyata
adat. menjelaskan alasan penulisan, yaitu perintah dari
Naskah tambo bagi para pelaku adat dan residen (setingkat bupati). Residen Padangsche
penutur tambo lisan hanya sebuah bentuk Bovenlanden, HE Prins, memerintahkan kepada
transkripsi, sebuah salinan, saduran, sebuah Soetan Nagrie dari Maninjau untuk menulis
tafsiran, bukan tambo asli. Tambo asli ada dalam naskah berdasarkan data-data yang dikumpulkan
tuturan masyarakat adat itu sendiri.

16 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2017


oleh Oesman Bagindo Khatib, mantri kelas III Pekerjaan menulis naskah dalam jumlah
di Sidjoendjoeng. Padangsche Bovenlanden halaman yang tidak sedikit, bukanlah pekerjaan
adalah residen yang meliputi wilayah Darek ringan untuk sekedar hobi. Apalagi kemudian
Minangkabau, mencakup Tanah Datar, Lima naskah itu berpindah ke tangan orang lain.
Puluh Koto, Agam, Solok, Sawahlunto Sijunjung. B a g i m a s y a r a k a t p e n u t u r, Ta m b o
Enam naskah sangat mungkin ditulis atas Minangkabau tidak punya signifikansi untuk
perintah atau penugasan, karena dinyatakan pada ditulis, karena sejatinya tambo adalah sastra lisan.
kolofon, bahwa naskah itu milik seorang tokoh Tidak ada alasan yang signifikan bagi masyarakat
adat yang dihormati. Tidak mungkin orang biasa penutur untuk menuliskan tambo, kecuali ada
begitu saja menulis naskah untuk seseorang, atau yang menyuruh/ meminta.
menyalin naskah milik seorang tuanku laras, seperti Bagi para tokoh adat, ada beberapa
Laras Soengai Pagoe, kecuali diperintahkan oleh kemungkinan alasan penulisan naskah tambo.
yang bersang-kutan. Keadaan tersebut relatif sama Salah satu kemungkinan alasan adalah untuk
dengan lima naskah lainnya, yaitu: naskah milik koleksi kerajaan, koleksi yang bersangkutan
Kepala Bandar di Balai Salasa, Baginda Tanalam sebagai tokoh (laras, demang, kepala bandar,
Sikaturi, Demang Alahan Panjang, Penghulu penghulu kepala, mantri, dll). Ketika koleksi itu
Kepala Koto Tuo Datuak Penghulu Batuah. Sangat diperbanyak, disalin ulang, dapat menjadi oleh-
besar kemungkinan keenam naskah ini ditulis oleh atau souvenir bagi tamu-tamu penting si
atas perintah dari tokoh-tokoh tersebut, untuk tokoh, terutama pejabat Hindia Belanda.
perbanyakan, karena percetakan belum ada.
Jadi, faktor utama transformasi tambo
Lima naskah dinyatakan oleh penulisnya
lisan menjadi naskah tambo adalah keinginan
sebagai catatan pedoman adat. Tidak dapat
mempunyai koleksi tuturan tambo, dari para
ditelusuri bagaimana prosesnya sehingga naskah
tokoh dan dari pendatang.
tersebut kemudian menjadi koleksi Perpustakaan
Gambar 1. Transformasi Tambo Minangkabau Lisan ke
Universitas Leiden. Naskah

Memperhatikan perintah Residen HE Prins


Tradisi Lisan Perintah/Permintaan
untuk mengumpulkan dan menulis naskah Tambo Masyarakat Penutur pejabat Hindia Belanda
Tambo Minangkabau
Minangkabau kepada Mantri di Sidjoendjoeng
Penulisan naskah
dan Soetan Nagrie di Maninjau, dapat diambil Perintah tokoh
analogi, bahwa kemungkinan besar, naskah- /pemimpin lokal

naskah tersebut ditulis terdorong oleh perintah Koleksi souvenir Naskah-naskah


Tambo Minangkabau
semacam itu. Mungkin si penulis tidak disuruh
atau diperintah, tetapi mendapat berita tentang
penulis lain, yang tentu mendapat bayaran. Secara terperinci kemungkinan alasan
Kemungkinan besar naskah-naskah lain tersebut penulisan naskah Tambo Minangkabau terlihat
juga dibayar/dibeli oleh para pejabat Hindia dalam tabel 5 berikut. Semua data dikumpulkan
Belanda, seperti Residen HE Prins. dari kolofon naskah-naskah tambo periode pertama.

Jejak Islam dalam Naskah-Naskah Tambo Minangkabau 17


Tabel 3. Kemungkinan Alasan Penulisan Tambo

No Penulis Alasan Penulisan (kemungkinan)


1. Jurutulis Kepala bandar Balai Selasa Ditugaskan/dibayar oleh Kepala Bandar
2. Jurutulis Baginda Tanalam Sikaturi Ditugaskan/dibayar Baginda Tanalam Sikaturi
3. Chatib Maharadjo Soetan (Solok) Mencatat pedoman adat
4. Haji Abdul Rahim (Koto Anau) Mencatat pedoman adat
5. Guru Sekolah Melayoe (Solok) Mencatat pedoman adat
6. n.n. (Kubang Putih Banuhampu) Ditugaskan menyalin oleh pen-siunan demang Alahan Panjang
7. Mantri cacar di Singkarak Mencatat pedoman adat
8. Abdurrahman bin Mustafa (Malaka) Mencatat pedoman adat
9. Soetan Adjam (Koto Gadang) Ditugaskan/ dibayar menyalin koleksi Datuak Panghulu Batuah
10. Muhammad (Pariaman) Mencatat pedoman adat.
Bahan-bahan dikumpulkan oleh Oesman Bagindo Khatib, mantri kelas III di
11. Soetan Nagrie (Maninjau)
Sidjoendjoeng, atas perintah Residen Padangsche Bovenlanden HE Prins.
12. Malin Sampono (Sariak Alahan Tigo) Ditugaskan/dibayar menyalin tam-bo koleksi Laras Soengai Pagoe.
Sumber: Data Penelitian

Ayat-Ayat Al-Quran, Naskah Tambo Minangkabau ditarimo pusako dari Nabi Adam khalifatullah,....
Periode Pertama Mengutip Ayat Al-Quran Sebagai Sabagai maluaskan akan dalil firman Allah Ta’ala,
Bagian Doa dan Sebagai Rujukan Aturan Adat.
Inni ja’ilun fil ardhi khalifah, bahwa sasungguhnya
Terdapat paling sedikit delapan kutipan raja dalam dunia akan ganti-Ku...”.
bagian ayat Al-Quran atau senada dengan ayat
Ketiga, Kutipan ayat Al-Quran bagian surat
Al-Quran dalam umumnya naskah Tambo
Al-Baqarah ayat 280 (Q,2:280) terdapat dalam
Minangkabau peride pertama. Kedelapan kutipan
tambo bagian nasihat Datuk Parpatiah yang
tersebut menjadi bagian doa-doa, atau sebagai
Sabatang: “Adopun dalil sampik di nanti lapang,
sandaran bagi sebuah ketentuan atau undang-
turun firman Allah Ta’ala dalam Qur’an, wa innaka
undang dan aturan adat, atau peristiwa yang
zu usratin fa naziratun ila may saratin. Itulah
mengikutinya. Berikut ini kedelapan ayat tersebut
dalilnyo....”.
dan letaknya dalam tambo.
Keempat, Kutipan ayat Al-Quran bagian
Pertama, Kutipan atau senada dengan surat
surat an-Nisa; ayat 59 (Q, 4:59) terdapat dalam
Fathir ayat pertama (Q,35:1), terdapat pada bagian
bagian kewajiban mengikuti penghulu dan
pembukaan tambo: “Bismillahirrahmanirrahim.
macam-macam penghulu: “mako dinaikkan
Ahamdulillahhirabbil’alamiin, ‘ala nuris samawati
pulolah panghulu, mako panghulu nagari maisi
wal ardhi bi barakatin nabiyilahi Adama ‘alaihis
kapado nagari, karano damikianlah firman Allah
salamu ja’ilil malaikati ajnihatin masna wa sulasa
Ta’ala, Athi ‘ulllaha wa athi’r rasuula wa ulil amri
waruba’a wa ista mala il ‘alami fil’arabi wal’ajami
minkum. Ikutlah olehmu hai sagala manusia akan
wa ista mala al masyriqa wa al maghriba..”.
Allah, dan ikut olehmu....”.
Kedua, Kutipan ayat Al-Quran bagian surat
Kelima, Kutipan ayat Al-Quran bagian surat
Al-Baqarah ayat 30 (Q,2:30) terdapat dalam kisah
Ali Imran ayat 110 (Q, 3:110) yang dinyatakan
pendirian balai adat dan masjid sebagai lambang
sebagai hadis oleh para penulis tambo, terdapat
nagari: “Tatkala akan mandirikan panghulu....,
pada bagian kewajiban mengikuti penghulu

18 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2017


dan macam-macam penghulu: “Mako sabanar- Pertama, Rangkaian Pujian kepada Allah.
banar panghulu manurut hadis Nabi Muhammad Semua naskah Tambo Minangkabau periode
Salallahu ‘alaihi wassalam, al amru bil makrufi wan pertama dimulai dengan basmalah, diikuti dengan
nahyu anil munkar, yakni kuat manyuruhkan urang rangkaian shalawat dan doa untuk para nabi.
barbuat baik dan kuat managahkan urang barbuat Berikut ini teks umum pembukaan tambo:
jahat, wajib atas sagala panghulu.”. “Bismillahirrahmanirrahim
Ahamdulillahhirabbil’alamiin, ‘ala nuris samawati
Keenam, Kutipan ayat Al-Quran bagian wal ardhi bi barakatin nabiyilahi Adama ‘alaihis
suratal-Ikhlas ayat 1-2 (Q,112: 1-2) dilanjutkan salamu ja’ilil malaikati ajnihatin masna wa sulasa
waruba’a wa ista mala il ‘alami fil’arabi wal’ajami
dengan kutipan ayat Al-Quran bagian surat as- wa ista mala al masyriqa wa al maghriba wa ista
Syura ayat 11 (Q, 42: 11) terdapat pada bagian almalika wa almulka wa sayyida al ‘arabi wa al’ajami
fi zamani nibiy yillai Adama alayhis salam al hukmus
kisah Nur Muhammad: “Baramulo kabasaran- sidqi wa mada ilal akhiril anbiyaa wa khatamin
Nyo Tuhan kito Azza wa Jalla yang barsifat jalal nabiyyi wa huwa Muhammadu rasulullahi sallallahu
‘alaihi was salama w ijtihadul imamil arba’ati wa
dan jamal, yaitu firman Qul huwallahu ahad, ahli hil mujtadininal arifinal aqilina.”
Allahus shamad, laysa kamislihi syai’un wa huas
sami’ul bashir, yang aratinyo, katakan olehmu ya Rangkaian hamdalah dan shalawat berbahasa
Muhammad, Ia jua Allah Ta’ala Esa, Ia jua Allah Arab diikuti oleh rangkaian puji syukur berbahasa
Ta’ala Shamad daripada sakaliannya.....”. Melayu sebagai berikut:

Ketujuh, Kutipan ayat Al-Quran bagian surat “Amma bakdu, adapun kamudian daripada itu,
sagala puji-pujian bagi Allah Tuhan saru sakalian
ar-Rahman ayat 1 sampai 5 (Q, 55:1-5) terdapat alam yang manarangkan tuju patala langit dan
pada tambo bagian tanda-tanda kebesaran Sultan Sri tujuh patala bumi, dangan barkat nabi Allah Ada
alaihissalam. Barmula Allah Ta’ala manjadikan
Maharaja Diraja: “Mako firman Allah Ta’ala dalam akan malaikat, akan babarapa sayap, dua-dua,
Qur’an, Arrahmanu, ‘allamal qur’aana, khalaqal tiga-tiga, dan ampat-ampat, dan pakaian pada
sagala alam pada nagari Arab dan Ajam dan
insana, ‘allamahul bayana, asy-syamsyu wal qamaru pakaian Masyrik dan Magrib, dan pakaian yang
bi husban. Mako diturunkan Allah Ta’ala raja, ialah basar-basar dari sagala raja-raja, pada nabi Allah
Adam alaihissalam dan hukum-hukum yang
balum turun ka dunia, lagi di awang-gumawang...”. sabanarnya dan lalu ia kapada kasudahan nabi
dan kasampurnaan nabi yaitu Nabi Muhammad
Kedelapan, Kutipan ayat Al-Quran bagian salallahu alaihi wassalam dan pada imam yang
surat adz-Dzariyat ayat 56 (Q, 51: 56) terdapat barampat dan sagala orang yang barakal mareka
itu dalam nagari Arab dan Ajam samuanya.”
pada tambo bagian tanda-tanda kebesaran Sultan
Sri Maharaja Diraja: “...balum turun ka dunia, lagi Kedua, Kisah Nur Muhammad (Kisah
di awang-gumawang, mako firman Allah Ta’ala, sebelum alam raya diciptakan)
khalaqtul jinna wal insa, mako dijadikan Allah Terdapat beberapa variasi kisah ini dalam
Ta’ala jin dan manusia.” Tambo Minangkabau. Salah satu versi yang lazim
Tema dan Kisah Islami terdapat dalam naskah berikut:
Terdapat banyak bagian yang memuat pesan- Bismillahirrahmanirrahiim, alhamdulillahillazi
hadana li hidayati wal inayati. I’lam katahuilah
pesan Islam tersebut. Berikut ini empat bagian yang olehmu hai talib. Bismillahirrahmanirrahim,
dapat dinyatakan mempunyai nuansa Islam, yaitu: Alhamdulillah sagalo puji bagi Allah, salawat bagi

Jejak Islam dalam Naskah-Naskah Tambo Minangkabau 19


baginda Rasulullah. Wabihi nastai’in billahi taala Basamo malekaik di awang-gumawang, marabak
inilah hikayat peri manyatokan Nur Muhammad harum-haruman didalam sarugo, turun malekaik
Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam. Baramulo di langik yang katujuah, mako baguncang kayu
kaji, mako tatkalo maso itu, samato-mato alam pun Sidratul Muntaha, tabukak pulolah pintu Baitul
balun jadi, arasy sarato kursi pun balun jadi, langik Makmur, sagalo malekaik manamui anak Adam
jo bumi pun balun jadi, darek jo lauik pun balun yang bungsu, basamo-samo mambimbiang jo
jadi, tasabuik luh (mahfuz-pen) pun balun tasurek. mamapahnyo, Adam sakaluarga mamandang ka
awang-gumawang, Nampak anak yang bungsu
Santano bakato nabi salallahu alaihi wasallam:
mamakai tanduak, batanduak dinamokan Ameh
“Awwalu ma khalaqallah taala an-nur.” Aratinyo
Sajati-jati, takuik Adam anak-baranak malieknyo,
partamo-tamo dijadikan Allah taala tu cahayo
tadanga pulo suaro dari puncak bukik Kaf,
ku ini, mako inyopun sujudjo firman Allah yang
mamandang Adam anak-baranak ka bukiktu,
manyuruah sujud. Mako firman Allah sujudlah
nampak panji-panji dikambang di ateh bukik,
angkau 50 tahun lamonyo.
bantuak ombak di lauik mamutiah ruponyo, mako
Mako lah sudah inyo sujud mako firman Allah: Hai heranlah Adam jo Hawa anak-baranak.
kakasih-Ku, Nur Muhammad. mako bangkitlah inyo
Mako mando'a Adam pado Allah Rabbul'alamin,
Nur Muhammad itu. Mako firman Allah: Hai Nur
mintak dipatamukan juo jo anak cucunyo, mako
Muhammad, telah Aku fardukan akan sagalo umat
Allah Ta'ala manurunkannyo ka dunie, mako
kamu partamo-tamo mangucap kalimah syahadah;
tajadilah ombak basabuang di lautan, manyumbua
kaduo sumbayang limo ukatu pado sahari samalam;
pulo lah ikan yang banamo Nun, lalu bagoyanglah
katigo puasodi bulan Ramadan; kaampek mambayia
bumi kasaluruhannyo, mako antah-barantahlah
zakat; kalimo naik haji ka Baitullah al-haram.
gamponyo alam, bakato Adam jo sagalo anaknyo
Kamudian daripado itu mako cahayoku itu yang laki-laki, sangaik takajuik kito maliek anak
dijadikan Allah taala itu saikua buruang yang yang bungsu.
mulia dan indah ruponyo....
Diturunkan malekaik anak Adam yang bungsutu,
mako sampai pulo lah ka ateh bumi yang suci,
Ketiga, Kisah Nabi Adam a.s. antaro yang dinamokan Pasirik jo Pasiruang,
Adopun katiko langik takambang, juo katiko antaro yang dinamokan Masrik jo Magrib, antaro
mulai bumi tahampa, katiko nabi Adam mulai bukik banamo Siguntang Mahameru, itulah yang
kaditampo, Allah Ta'ala lah manantukan, anak dinamokan kini tanah Rum.
cucu Adam yang mahuni dunie, anak Adam yang
Kalimat, Nama, dan Ungkapan Khas
bungsu manjadi rajo. Adopun anak Nabi Adam
'alaihissalam, tigo puluah sambilan banyaknyo, Terdapat banyak kalimat, nama dan
nikah ba antaro satu anak ka satu anak.
ungkapan khas dari khasanah Islam di dalam
Sasudah Adam ditampo,dimasuakkan ruh
kudus dari Nur Muhammad, ditanamkan ka naskah tambo. Sekurangnya ada empat kelompok
hati sanubarinyo agama yang sabana-bananyo. kalimat, nama, dan ungkapan terpenting dari
Dikatahui akan dionyo rukun iman, Islam, tauhid,
makrifat, parhimpunan huruf Alif mulonyo. khasanah Islam, yaitu: basmalah dan hamdalah,
nama Allah, syahadatain, nama Nabi Muhammad
Keempat, Kisah anak bungsu Nabi Adam
dan shalawat untuknya. Semua naskah periode
(Nabi Syis)
pertama, dimulai dengan basmalah dan hamdalah,
Anak yang bungsu indak mandapek jodoh, dilanjutkan dengan syahadatain, dan shalawat
dilarikan malaikaik ka awang-gumawang, mako
heranlah Adam jo Hawa anak-baranak. kepada Nabi Muhammad s.a.w. Sebagian naskah
Mako batiuiklah angin dari sarugo, diguguah memuat nama, dan ungkapan khas juga doa-doa.
gandang si Rajo Nobaik, ditiuik sarunai si
Randang Kacang, dibunyikan pulo rabab jo kucapi,
Pertama, Basmalah dan hamdalah. Kalimat
dikambangkan pulo payuang ubua-ubua, mako basmalah dan hamdalah terdapat pada awal
manari narilah anak bidodari, takajuk maliek
anak Adam yang bungsu
pembukaan tambo, dan pada beberapa awal kisah.

20 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2017


Awal Tambo: “Bismillahirrahmanirrahim. ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadar
rasulullah. Mako manyahut Walanda jendral
Ahamdulillah hirabbil’alamiin, ‘ala nuris samawati kasatu...”
wal ardhi bi barakatin nabiyilahi Adama ‘alaihis
salamu..” Keempat, Shalawat dan julukan Nabi
Muhammad. Umumnya naskah Tambo
Awal kisah Nur Muhammad:
Minangkabau menulis “Muhammadur rasulullah
“Bismillahirrahmanir rahiim, alhamdulillahi Lazi
salallahu’alaihi wasallam.” Sesudah itu dilanjutkan
hadana li hidayati wal inayati. I’lam katahuilah
dengan berbagai julukan untuk Nabi Muhammad,
olehmu hai talib...”
sebagaimana contoh berikut yang terdapat dalam
Bagian Tanda-Tanda Kebesaran Sri
bagian pembukaan tambo.
Maharaja Diraja: “Bismillahirrahmanirrahim.
“... ilal akhiril anbiyaa wa khataman nabiyyi wa
Ahamdulillahhirabbil’alamiin, ja’ili sulthanal huwa Muhammadur rasulullah salallahu’alaihi
fadilaz zahidal amina...” wasalla ma wa ijtihadul imamal arba’ati wa ahlihi
mujtahidinal arifinal aqilina.”
Kedua, Nama Allah. Dalam banyak bagian
tambo, nama Allah Ta’ala disebutkan berulang kali, Kelima, Nama Makah, Madinah, Ka’bah.
seperti berikut ini: Dalam bagian kisah tentang keturunan Iskandar
“Amma bakdu, adapun kamudian daripada itu, Zulkarnain, Tambo Minangkabau menyebutkan
sagala puji-pujian bagi Allah Tuhan saru sakalian nama Makah dan Madinah, serta Ka’bah.
alam...,” “Mako Allah Ta’ala manurunkan anak-
anak Adam itu ka bumi antara ....,” “Mako Penyebutan ketiga nama tersebut tidak terkait
tardangarlah suara dari atas arasy Allah, damikian dengan urusan agama, tetapi urusan pemerintahan,
bunyinya,” “Mako pula dangan takdir Allah Ta’ala,
lama sasudah itu...” “Mako ditumbuhkan Allah atau wilayah kekuasaan dari Sultan Maharaja Alif,
Ta’ala rubai-rubai tiga jurainya di atas gunung putra pertama Iskandar Zulkarnain.
itu, sajurai ka Luhak Agam,....”
“... atas tiga bahagi, nan sabagi turun ka tanah
Terdapat penamaan Allah lainnya: Acas, nan sabagi turun ka Minangkabau, nan
sabahagi tinggal di nagari Rum, ialah nan dipakai
“Allah Rabbul ‘alamin…” urang Makah dan Madinah syarta sagala pulau
di tangah laut ..... bandarang dalam nagari akan
“Allah, Tuhan saru sakalian ‘alam…” namanya apabila ta’aluq kapada Ka’bah cahaya
“Allah Subhanahu wa Ta’ala…” tiap-tiap nagari tampat sujud.”

Terdapat penamaan Allah dengan sifat-sifat Kisah dari Hadis Nabi Muhammad
Allah (sifat 20). Dalam tambo terdapa beberapa kisah yang
“Allahu Ta’ala, Qiyamuhu bi nafsihi....” dapat dirunut kepada kisah-kisah yang terdapat
“Allah Ta’ala, dengan Qudrat dan Iradat-Nya...” dalam hadis Nabi.
Pertama, Nama-nama tempat dari kisah
Ketiga, Syahadatain. ucapan dua kalimah
Isra’ Mi’raj. Nama-nama: “Sidratulmuntaha,
syahadat, terdapat dalam bagian tambo tentang
Baitulmakmur, Bukit Kaf,” terdapat dalam tambo
parang dengan Walanda di Pariaman:
bagian silsilah keturunan raja Minangkabau:
“Mako barkato datuak yang batigo itu, Hai
Walanda, maukah angkau mangata, Asyhadu alla

Jejak Islam dalam Naskah-Naskah Tambo Minangkabau 21


“mako barguncanglah kayu Sidratul-muntaha, pertama, yaitu Nabi Adam, bunyinya: “Mako
mako tarbukalah pintu Baitulmakmur. Mako
kadangaran suaro dari Bukit Kaf itu, mako dituangkan Allah akan Nabi Adam itu roh
mamandang Adam sarato Hawa....” yang kaluar ia daripada Nur Muhammad, yang
dikatahui akan dia daripado rukun iman, Islam,
Kedua, Yang dinyatakan sebagai ucapan
tauhid, makrifat, parhimpunannya huruf Alif itu
Nabi. Beberapa kali Tambo Minangkabau
adonyo. Muhammad yang tajalli pado hati sanubari
mengambil rujukan atau bersandar kepada sebuah
itulah yang dinamoi dia insan yang kamil.”
ungkapan yang dinyatakan sebagai ucapan Nabi.
Dalam bagian martabat penghulu, dinyatakan: Keempat, Nafsu rahman, syamsu fi adil
qalbi. Terdapat dalam tambo bagian tanda-tanda
“…yaitu saroman kato Nabi Muhammad salallahu
alaihi wasalam pado sagalo umatnyo, “Man sada kebesaran Sultan Sri Maharaja Diraja: “Mako
qaumahu fa huwa sayyid.”
batiuplah angin nafsur rahman dan daripado
Juga terdapat dalam bagian nasihat Datuk pihak tanam-tinaman daripado sarugo Jannatul
Parpatiah yang Sabatang: Firdaus, mako tarhambur-hambur baun-baunan
“Mako datang pulo kato Nabi, al fikru sirajul qalbi,
yang harum nurwastu yang usali, tabukalah syamsu
barmulo pikia itu palito hati, tasurek pado tujuah fi adil qalbi yang hakiki...”
pitalo langik dan tujuah pitalo bumi.”
Tema-Tema “Baru”
Ungkapan Khas Tasawuf
Naskah-naskah periode kedua, sesudah tahun
Pertama, Ghaibul ghuyub, awal balum,
1900-an umumnya menggunakan huruf cetakan.
akhirpun balum. Terdapat dalam tambo bagian
Kemungkinan para penulis/ penyusun adalah
awal kisah Nur Muhammad, bunyinya: “I’lam,
orang yang cukup mahir dalam penggunaan
katahui olehmu hal talib, tatkalo itu ghaibul ghuyub
bahasa Arab maupun penggunaan huruf Jawi.
namonyo, yakni hawang gumawang samato-mato.
Kutipan atau penggalan ayat atau hadis yang
Mako tatkalo itu awal balum, akhirpun balum.”
tercantum dalam tambo tampak lebih akurat.
Kedua, Nur Huruf Alif, mumkinat. Terdapat
Kemungkinan besar penulis/ penyusun adalah
dalam tambo bagian akhir kisah Nur Muhammad,
orang yang memiliki pengetahuan agama yang
bunyinya: ”Mako Nur Huruf Alif itulah burhan atas
lebih baik.
tauhid. Allah Ta’ala yang laysa kamis lihi syai’un adonyo.
Terdapat beberapa tema yang baru muncul
Dan Nur Huruf Alif itulah asal Nur Muhammad
dalam naskah-naskah periode kedua. Tema-tema
yang mulo-mulo. Antaro kaduo-nyo, yakni antaro Nur
tersebut belum ada dalam naskah periode pertama.
Huruf Alif dan Nur Muhammad, yaitu kandung-
Penulis naskah periode kedua menyatakan bahwa
mangandung kaduo-nyo. Tiado dapat dipahamkan
tema tersebut merupakan catatan dari hasil
maknanyo karano syahnyo padonyo sagalo sifat dan
penelitian sendiri dari belajar adat. Di samping
sagalo namo-namo yang tabilang. Barmulo Huruf Alif
itu, terdapat tema-tema yang diadopsi dari “data
itulah pargantuangan sagalo mumkinat yang ado.”
sejarah”, atau dari catatan sejarah para peneliti.
Ketiga, Hakikat, Makrifat, tajalli. Terdapat
Dalam beberapa naskah periode kedua ini
dalam tambo bagian kisah penciptaan manusia
terdapat kisah-kisah yang berusaha “obyektif ”

22 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2017


terhadap masa lalu. Ada usaha memasukkan sebelumnya hanya disampaikan secara samar-
data-data dari sumber lain yang dianggap obyektif samar dalam kisah kiasan “Datangnya Enggang
dan relevan dengan sejarah Minangkabau. dari Laut” atau “Datang Rusa Dari Laut.”
Ada juga usaha membuka hal yang selama ini Berikut ini tema-tema yang baru muncul
disembunyikan, seperti kedatangan Aditiawarman pada naskah-naskah periode kedua berikut
dan kekuasaannya di Minangka-bau yang penulisnya.
Tabel 4. Tema Baru Tambo Minangkabau Periode II

No Tema Baru Penulis


Diradjo (1920)
1. Atiati Warman (Aditiawarman) Datang ke Pulau Andalas
Batuah & Madjoindo (1956)
2. Raja Waditiawarman diangkat jadi raja Minangkabau Sango (1959)
Batuah & Madjoindo (1956)
3. Riwayat Sang Sapurba Basri (1970)
Penghoeloe (1982)
4. Undang-Undang Tarik Balas
5. Terbitnya Budi yang Curiga
Basa (1966)
6. Yang Teras Tetap akan Merapung
7. Timbulnya Tuah di Sekata
8. Kerajaan Koto Batu dan Dusun Tuo
9. Balai-Balai Tabek
Mahmoed & Penghulu (1978)
10. Puti Cinto Dunia dan Puti Sidayu
11. Nun Alam, Ram Pitulo
Sumber: Data Penelitian

Tema-tema yang baru muncul pada naskah- tidak ditulis lagi pada naskah-naskah Tambo
naskah Tambo Minangkabau seluruhnya tema Minangkabau periode kedua, seperti terlihat
umum yang tidak terkait sama sekali dengan dalam sub-bab berikut.
Islam. Bahkan beberapa tema dapat dikategorikan Uraian dua sub-bab di atas memperlihatkan
sebagai tema non-Islam, seperti: Adityawarman/ transformasi naskah Tambo Minangkabau periode
Wadityawarman, Nun Alam, Rum Pitulo, pertama ke periode kedua. Transformasi ini
Undang Tariak Baleh, Si Gamak-Gamak, Si lebih memperlihatkan perubahan keberagamaan
Mumbang Jatuah. penulis tambo yang bergeser dan meninggalkan
Data ini belum memberi kesan yang kuat dunia tasawuf.
tentang jejak Islam atau jejak keberagamaan Hasil perbandingan muatan/isi naskah-naskah
penulis. Data tersebut akan memberi makna, Tambo Minangkabau periode pertama dengan
manakala dibandingkan dengan data berikut, buku-buku Tambo Minangkabau periode kedua
tentang tema-tema Islam yang hilang atau dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 5. Perbandingan Muatan/Isi Tambo Minangkau Periode Pertama dan Periode Kedua

No Tema/wacana TM I TM II
1. Kutipan Senada dengan Ayat Al-Al-Quran
Fathir ayat 1 (Q, 35: 1) Ada Tidak

Jejak Islam dalam Naskah-Naskah Tambo Minangkabau 23


Al_Baqarah 30 (Q, 2: 30) Ada Ada
Al_Baqarah 30 (Q, 2: 30) Ada Ada
An-Nisa 59 (Q, 4: 59) Ada Ada
Ali Imran 110 (Q, 3: 110) Ada Ada
Al-Ikhlas 1-2 (Q, 112: 1-2) Ada Tidak
Ar-Rahman 1-5 (Q, 55: 1-5) Ada Tidak
Adz-Dzariyat 56 (Q, 51: 56) Ada Tidak
2. Tema dan Kisah
Doa Pendahuluan Ada Tidak
Kisah Nur Muhammad Ada Tidak
Kisah Nabi Adam Ada Ada
Kisah anak cucu Nabi Adam (Syis) Ada Ada
3. Kalimat, Nama, Ungkapan
Basmalah & Hamdalah Ada Ada
Allah Taala Ada Ada
Syahadatain Ada Ada
Shalawat Nabi Ada Ada
Nama Makah, Madinahm Ka’bah Ada Ada
4. Nama dan tema dari Kisah Isra’ Mi’raj
Sidratulmuntaha, Baitulmakmur, bukit Kaf Ada Tidak
5. Nama dan tema dunia Tasawuf
Ghaibul ghuyub Ada Tidak
Nur Muhammad Ada Tidak
Nur Huruf Alif Ada Tidak
Makrifat, Hakikat, Maqam Ada Tidak
6. Tokoh dan tema baru
Sang Sapurba Tidak Ada
Adityawarman/ Wadityawarman Kias Ada
Nun Alam, Rum Pitulo Tidak Ada
Undang Tariak Baleh, Si Gamak-Gamak, Si Mumbang Jatuah Tidak Ada
Term “Pemerintahan Adat” Tidak Ada

Semua tokoh Minangkabau dalam Tambo Naskah-naskah Tambo Minangkabau


Minangkabau periode pertama dinyatakan sebagai periode pertama, umumnya ditulis sebelum tahun
tokoh beragama Islam, baik dari silsilahnya maupun 1900. Isi tambo sarat dengan muatan pelajaran
perilaku dan ucapan-ucapannya. Dua tokoh yang tasawuf, pelajaran hakikat penciptaan manusia,
ditulis dalam buku Tambo Minangkabau periode hakikat dan etika hubungan antar manusia, etika
kedua (Sang Sapurba dan Adityawarmam) diambil serta syarat dan tugas pemimpin/penghulu.
dari sumber sejarah yang secara eksplisit bukan Penulis bukanlah orang yang akrab dengan aksara
tokoh beragama Islam. Tambo periode pertama Arab, bukan santri atau guru/ ulama yang terbiasa
hanya menceritakan enggang dari laut (atau rusa), menulis huruf Arab, atau biasa menulis ayat Al-Quran.
dan tidak dieksplisitkan menjadi bagian dari Penulis sangat mengenal dunia tasawuf.
tokoh yang diakui sebagai bagian Minangkabau. Penulis mengetahui kisah, tokoh, tema, istilah,

24 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2017


nama-nama yang biasa terdapat dalam dunia keseluruhan isi tambo, dan hampir semua naskah
tasawuf di berbagai belahan dunia. Kisah dan tambo memuat wacana yang terkait dengan
berbagai ungkapan tasawuf yang dikutip dalam tasawuf. Terdapat kisah Nur Muhammad atau
tambo adalahhal yang sangat akrab bagi penulis. Martabat Arwah yang merupakan kisah yang
Penulis akrab berbagai ungkapan dan istilah terdapat di berbagai naskah sastra sufi di berbagai
alam-alam gaib. Penulis lebih akrab dengan kajian belahan dunia.
Makrifat, kajian sifat-sifat Tuhan, Tapi tidak akrab Ketiga, Naskah periode kedua tidak memuat
dengan Asma al Husna. kisah Nur Muhammad, tampak berusaha rasional
Sebaliknya penulis tidak akrab dengan ritual dengan memasukkan “sejarah ilmiah” tentang
ibadah Islam. Penulis tidak dekat dengan ahlul Sang Sapurba dan Adityawarman. Wacana alam
bait Nabi Muhammad, tidak menyebut satupun gaib dan tasawuf relatif tidak ada dalam naskah
keluarga dan sahabat nabi. Penulis tidak dekat periode kedua.
dengan ritual haji maupun kisah Nabi Ibrahim. Keempat, Corak keberagamaan yang menjadi
Penulis ber usaha mengasosiasikan/ sumber wacana, dan tema-tema keislaman
mendekatkan seluruh tokoh-tokoh nenek moyang dalam naskah-naskah Tambo Minangkabau
Minangkabau dengan sifat-sifat ideal seorang periode pertama sangat kental dengan dunia
“insan kamil,” manusia ideal menurut Islam. tasawuf. Tidak memuat tuturan tentang ahlul
Istilah dalam tambo untuk insan kami adalah bait nabi, dalam arti tidak dekat dengan Syiah.
“urang sabana urang.” Tidak terdapat tuturan tentang ibadah, tidak
Naskah-naskah Tambo Minangkabau ada tuturan tentang Ibrahim, atau tentang haji.
periode kedua, umumnya ditulis setelah tahun Tambo Minangkabau lebih esoteris, sebagaimana
1900-an dan dicetak (letter press). Muatan dunia tasawuf.
pelajaran tasawuf sebagian besar hilang. Kisah- Kelima, Naskah periode kedua cenderung
kisah yang terkait dengan alam gaib, martabat lebih eksoteris, terumata naskah tambo yang
arwah, tidak ada. memuat term-term: Pemerintahan Adat, Undang-
Undang Tariak Baleh, Si Gamak-Gamak, Si
PENUTUP Mumbang Jatuah.
Kesimpulan Keenam, Corak keberagamaan penulis-
Pertama, Terdapat dua variasi besar penulis pada periode pertama penulisan naskah
wacana keislaman dalam naskah-naskah Tambo Tambo Minangkabau sangat kental dengan
Minangkabau. Naskah-naskah periode pertama, tasawuf. Hal ini sangat mungkin menjadi salah
sebelum tahun 1900 M semuanya ditulis tangan, satu sumber pertikaian kaum adat dengan kaum
naskah periode kedua adalah terbitan sesudah Paderi yang ditengarai menentang tasawuf.
tahun 1900-an, umumnya sudah dicetak. Ketujuh, Penulis-penulis periode kedua
Kedua, Naskah-naskah periode pertama relatif sudah meninggalkan dunia tasawuf. Ada
dipenuhi oleh wacana tasawuf. Hampir kemungkinan terjadi perubahan karena pengaruh

Jejak Islam dalam Naskah-Naskah Tambo Minangkabau 25


Paderi dan perkembangan Islam di Indonesia/ Diradjo, Datuak Sanggoeno. (1919). Tjurai
Minangkabau pasca diskursus “Kaum Tua vs Paparan Adat Lembaga Alam Minangkaba.,
Kaum Muda”. Jakarta: cetak ulang oleh Proyek PBSID
Kedelapan, Pengaruh pemikiran Islam P&K. 1984. Revisi dan cetak ulang oleh
terhadap penulisan naskah-naskah Tambo penerbit Kristal Multimedia. Bukittinggi.
Minangkabau sangat nyata. Naskah-naskah 2003.
Tambo Minangkabau sangat sarat dengan muatan Diradjo, Datuak Sanggoeno. (1953). Mustiko
pemikiran Islam pada masanya. Kemudian Adat Alam Minangkabau. Jakarta: cetak
perubahan situasi dan konstelasi pemikiran Islam ulang oleh Proyek PBSID P&K. 1979.
di masyarakat juga merubah wacana yang ditulis Revisi dan cetak ulang oleh penerbit Kristal
oleh penulis naskah periode berikutnya. Multimedia, Bukittinggi. 2003.
Saran Djamaris, Edwar. (1991). Tambo Minangkabau,
Perlu didalami lebih lanjut perubahan Suntingan Teks dan Analisis Struktur. Jakarta:
wacana-wacana keislaman dalam naskah-naskah Balai Pustaka.
tambo pada setiap periode. Data perubahan
Djamaris, Edwar. (2001). Pengantar Sastra
wacana yang terikat dengan waktu penulisan akan
Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor
membantu memberi penjelasan apa yang terjadi
Indonesia.
pada suatu masa.
Tambo Minangkabau sebagai kar ya Drakard, Jane. (1999). A Kingdom of Words:
sastra lisan yang nyata membawa pesan-pesan Language and Power in Sumatra. London:
Islam layak untuk jadi bahan kajian sekaligus Oxford University Press.
media pembelajaran sastra budaya, khususnya Fatimah Djajasudarma. (1994). Wacana
pembelajaran Budaya Alam Minangkabau, dalam Pemahaman dan Hubungan antar Unsur.
rangka melaksanakan tanggungjawab menjaga Bandung: Eresco.
dan melanjutkan kebudayaan Indonesia.
Hadi WM, Abdul. (1999). Jagat dan Estetika
Sastra Sufi Nusantara. artikel dalam Islam:
DAFTAR PUSTAKA
Cakrawala Estetik dan Budaya Jakarta:
Basa, Bahar Dt. Nagari. (1966). Tambo dan Pustaka Firdaus.
Silsilah Adat Minangkabau. Payakumbuh:
Tarigan, Henry Guntur. (1987). Pengajaran
CV Eleonora.
Wacana. Bandung: Angkasa.
Batoeah, Maamin Datoeak Padoeko. (1925).
Kato, Tsuyoshi. (2006). Adat Minangkabau
Minang Kabau Dahoeloenja. Fort de Kock:
dan Merantau dalam Perspektif Sejarah.
Typ Drukkerij Merapi.
Terjemahan Gusti Asnan dan Akiko Iwata.
Batuah, Ahmad Dt & Madjoindo, A. Dt. (1956). Jakarta: Balai Pustaka.
Tambo Minangkabau. Jakarta: Balai Pustaka.

26 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2017


Koentjaraningrat. (1983). Kebudayaan, Mentalitas Navis, AA. (1984). Alam Terkembang Jadi Guru:
dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta:
PT. Grafiti Pers.
Mahmoed, St., & Panghulu, Manan Rajo. (1978).
Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Ricoeur, P. (2005). Filsafat Wacana: Membedah
Sejarah. Bukittinggi: Syamza Offset. Makna dalam Anatomi Bahasa. Cetakan. 3.
Yogyakarta: IRCiSoD.
MD, Mansoer. (1970). Sejarah Minangkabau.
Jakarta: Bharata. Salam, Aprinus. (2004). Oposisi Sastra Sufi.
Yogyakarta: LKiS.
Muhammad, Ahmad. (1998). Tauhid Ilmu Kalam.
Bandung: CV. PustakaSetia. Sango, Datuak Batuah /Hadji Datoek Toeah.
(1924). Kitab Tambo Alam Minangkabau.
Naim, Mochtar. (1979). Pola Migrasi Suku
Payakumbuh: Limbago.
Minangkabau. Jogyakarta: Gadjahmada
University Press. Suwandi, Sarwiji. (2008). Serbalinguistik.
Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Nain, S. Abu. (2006). Sirih Pinang Adat
Minangkabau: Pengetahuan Adat Minangkabau Stubbs, Michael. (1984). Discourse Analysis: The
Tematis. Padang: Sentra Budaya. Sociolinguistic Analysis of Natural Language.
Oxford: Basil Blackwell Publisher Limited.
Nasution, Harun. (1975). Pembaharuan dalam
Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Sutaarga, Amir, dkk. (1972). Katalogus Koleksi
Jakarta: Bulan Bintang. Naskah Melayu Museum Pusat. Jakarta:
Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
-----------------. (1989). Refleksi Pembaruan
Kebudayaan Nasional Direktorat Jendral
Pemikiran Islam: 70 Tahun Harun Nasution.
Kebudayaan Departemen Pendidikan dan
Jakarta: Panitia Penerbitan Buku dan Seminar
Kebudayaan.
70 Tahun Harun Nasution bekerja sama
dengan Lembaga Studi Agama dan Filsafat. Sumarlam, dkk. (2009). Teori dan Praktik Analisis
Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra Surakarta.
-----------------. (2002). Islam Ditinjau dari
Berbagai Aspeknya. volume 2. Jakarta: Sunuri, Suryadi. (2009, April 19). Resistensi Nasab
Penerbit Universitas Indonesia. Ibu Terbesar di Dunia. Kompas Minggu. p.
Nasional.
-----------------. (2002). Teologi Islam Aliran-aliran
Sejarah Analisa Perbandingan. cet. I, Jakarta:
UI Press.

Jejak Islam dalam Naskah-Naskah Tambo Minangkabau 27

Anda mungkin juga menyukai