2, Juli 2018
Copyright © 2018, pISSN: 2355 -1186| eISSN: 2442 - 7799
Available Online at: https://journal.unilak.ac.id/index.php/pb
pramono@hum.unand.ac.id*)
myusuf@hum.unand.ac.id**)
herrynh@hum.unand.ac.id***)
Abstrak
Bahasa Minangkabau adalah bahasa lisan yang mulai membentuk variasi
tertulis setelah masuknya Islam, menggunakan aksara Jawi (Arab Melayu).
Aksara ini dikenal luas di Minangkabau pada abad ke-18. Dampaknya,
banyak karya sastra lisan Minangkabau dituliskan. Oleh karena ditulis
dengan Jawi, perbedaan antara naskah Minangkabau dengan Melayu sangat
samar. Seringkali naskah-naskah yang diklasifikasikan sebagai naskah
Minangkabau dapat dibaca di Minangkabau atau dalam bahasa Melayu.
Kecenderungan orang Minangkabau menulis dalam bahasa Melayu karena
orang Minangkabau menganggap bahasa Minangkabau tidak jauh berbeda
dengan bahasa Melayu. Jadi, jika orang Minangkabau menggunakan kata-
kata Minangkabau dalam bahasa Melayu, mereka berpikir bahwa mereka
telah menggunakan kata-kata Melayu tanpa mencoba menemukan kata-kata
yang lebih sesuai dalam bahasa Melayu. Uniknya, bagi pembaca
Minangkabau, naskah yang ditulis dalam bahasa Jawi (bahasa Melayu), dapat
dibaca dalam bahasa Minangkabau. Sebagai contoh, 'bermula' akan dibaca
sebagai 'baramulo', 'bandar' sebagai /banda/, /bersama/ sebagai /basamo/,
'hidup' sebagai /hiduik/ dan seterusnya. Menariknya, dalam naskah yang
sama, jika dibaca oleh orang Minangkabau dalam dialek yang berbeda, maka
akan dibaca dalam dialek itu. Misalnya, kata 'pakan Sabtu' akan dibaca
/pokan Sotu/ oleh orang Minangkabau dalam dialek Payakumbuh dan akan
dibaca /pakan Sabtu/ dalam dialek Padang. Berangkat dari fenomena
kebahasan tersebut, artikel ini akan membahas dinamika kebahasaan
Melayu dan Minangkabau dalam manuskrip Minangkabau.
Abstract
Minangkabau language is an oral language that began to form a written
variety after the incoming of Islam, using the Jawi (Perso-Arabic) scripts.
This scripts is widely known in Minangkabau in the eighteenth century. As a
result, many Minangkabau oral literary works are written down. Since it was
written in Jawi, the distinction between the Minangkabau and the Malay
24
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat
25
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat
Tim Peneliti C-DATS-TUFS, FIB-Unand, memuat banyak teks pada setiap naskah.
Manassa, dan Aceh (2011-2013). Dari Marginalisasi yang ada di dalam naskah,
banyak kegiatan penelitian itu, hanya satu pada umumnya, ditulis dengan rapi sebagai
hasil penelitian dan katalogisasi yang baru syarah.
berhasil diterbitkan, yakni penelitian dan Kedua, naskah-naskah “lokal”, yakni
katalogisasi yang dilakukan oleh Tim naskah-naskah yang sangat mungkin ditulis
Peneliti Kajian Poetika pada 2003. Hasil atau disalin oleh ulama yang berasal dari
penelitian itu dapat dilihat dalam buku wilayah Minangkabau, atau sekurang-
Katalogus Naskah dan Skriptorium kurangnya dari wilayah Nusantara.
Minangkabau yang dieditori oleh M. Yusuf Biasanya, naskah ini ditulis dengan kurang
dan diterbitkan pada 2006. Selain hasil rapi. Tulisan dengan menggunakan tinta
penelitian itu, naskah-naskah yang telah hitam terlihat lebih tebal dan tidak serapi
dikatalogisasi oleh beberapa peneliti dan atau seindah tulisan yang terdapat pada
tim peneliti naskah seperti tersebut di atas naskah-naskah “impor”. Jumlah baris yang
belum diterbitkan. Dengan kata lain, banyak terdapat pada setiap halaman, biasanya,
naskah yang telah diinventarisasi dan sangat bervariasi. Pada umumnya, naskah-
dikatalogisasi masih tersimpan dalam naskah jenis ini tidak mengandung
laporan-laporan penelitian yang bersifat rubrikasi. Naskah-naskah ini juga memuat
tidak terbuka untuk umum. banyak marginalisasi dari guru atau
Berdasarkan pada “pembacan umum” pembacanya. Di dalam setiap naskah,
terhadap deskripsi naskahnya, naskah- biasanya, terdapat banyak teks. Aksara yang
naskah Minangkabau dapat dikelompokkan digunakan di dalam naskah-naskah “lokal”
ke dalam tiga kelompok. Pertama, naskah- ini adalah aksara Arab dan aksara Arab-
naskah “impor”, yaitu naskah-naskah yang Melayu. Bahasa yang digunakan adalah
berasal dari luar wilayah Minangkabau. bahasa Arab dan disertai bahasa Melayu
Bahkan, ia sangat mungkin berasal dari luar sebagai terjemahan. Kadangkala, naskah-
wilayah Nusantara. Dari segi fisiknya, naskah ini menggunakan bahasa Melayu,
naskah-naskah kuno yang ditulis dengan bahasa Melayu-Minangkabau, dan disertai
aksara Arab dan berbahasa Arab ini terlihat oleh bahasa Arab sebagai dasar rujukan.
lebih rapi. Baris demi baris kalimat yang ada Beberapa naskah juga memuat teks yang
pada setiap halaman terlihat tertata rapi lebih tepat jika dibaca dengan menggunakan
dan jumlah baris per halaman sangat bahasa Minangkabau. Pada umumnya,
konsisten, atau setidaknya, kurang naskah jenis ini berisi kumpulan risalah
bervariasi. Tulisan yang terdapat di dalam tauhid, kumpulan risalah fikih, nukilan kitab
naskah-naskah jenis ini pun tampak sangat tauhid, kitab fikih, penjelasan yang
rapi, indah, menggunakan tinta hitam yang berkenaan dengan persoalan tauhid, fikih
“tipis”, menggunakan tinta merah sebagai dan tasawuf, kumpulan doa, penjelasan
rubrikasi, dan dijilid rapi dengan tentang tata bahasa Arab, hikayat, syair,
menggunakan kulit binatang sebagai sampul kitab-kitab perobatan, azimat, catatan
luar. Naskah-naskah yang dapat tentang ulama tertentu, dan cacatan ulama
dimasukkan ke dalam kategori ini, biasanya, tertentu tentang dirinya dan tentang
memuat teks Alquran, teks terjemahan peristiwa-peristiwa tertentu.
Alquran dalam bahasa Arab, teks-teks yang Ketiga, naskah-naskah lokal
berasal dari Kitab Fikih, Kitab Tauhid, Doa- merupakan karya yang disalin atau ditulis
doa, Zikir, teks-teks Tasawuf, dan teks-teks oleh syekh di surau tempat ditemukannya
yang berkenaan dengan Nahu dan Saraf. naskah-naskah itu. Berangkali, ia juga
Biasanya, naskah-naskah kategori ini tidak merupakan karya yang disalin atau ditulis
26
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat
oleh syekh surau tersebut sewaktu belajar sesuatu sewajarnya’ atau ‘memberikan
di surau lainnya. Atau, ia merupakan naskah evaluasi’. Jadi, kritik teks berarti
yang ditulis atau disalin oleh syekh yang ‘menempatkan teks pada tempat yang
berasal dari surau lain di Minangkabau. sewajarnya, memberikan evaluasi terhadap
Atau, bahkan, ia berasal dari syekh, guru teks’. Pada tahap inilah nantinya akan
tarekat, atau ulama lain dari luar wilayah tersedia sebuah edisi atau suntingan teks
Minangkabau. naskah-naskah yang dijadikan bahan
Dalam konteks kebahasaan, secara penelitian. Edisi teks atau sering dikenal
singkat dapat dikatakan bahwa naskah- dengan istilah suntingan teks adalah
naskah Minangkabau wujud dalam bahasa (upaya) menyusun suatu teks secara utuh
Arab, Melayu dan Minangkabau. Namun setelah dilakukan pemurnian teks ke dalam
demikian, secara khusus, dalam artikel ini sesuatu bahasa. Pemurnian teks adalah
akan dibahas penggunaan bahasa Melayu upaya untuk menentukan salah satu teks
dan Minangkabau dalam naskah-naskah yang akan dipakai sebagai dasar
Minangkabau. Pembahasan ini didasarkan transliterasi dan terjemahan. Adapun
pada alasan bahwa naskah-naskah “asli” transliterasi itu sendiri adalah penggantian
Minangkabau banyak yang ditulis dalam atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad
bahasa Melayu dan Minangkabau atau yang satu ke abjad yang lain, misalnya dari
kedua-duanya dalam satu naskah. Berbagai huruf Arab-Melayu ke huruf Latin.
aspek kebahasaan (penggunaan bahasa Hasil suntingan teks tersebut akan
Melayu [BM] dan Minangkabau [BMk]) dianalisis dengan pendekatan linguistik.
dalam naskah-naskah Minangkabau menjadi Berbagai aspek dan fenomena penggunaan
fokus diskusi dalam artikel ini. bahasa Melayu dan Minangkabau akan
dideskripsikan dan dianalisis secara
2. Metode Penelitian kualitatif.
Secara keseluruhan, studi ini merupakan
kajian kepustakaan dengan metode penelitian 3. Hasil dan Pembahasan
kualitatif. Dalam pembahasannya digunakan dua
pendekatan, yakni pendekatan filologi dan Khazanah Naskah Koleksi Surau-Surau
pendekatan linguistik. Pendekatan filologi Tarekat
digunakan untuk menyediakan teks terbaca bagi Bahasa Minangkabau adalah bahasa
khalayak yang lebih luas. Naskah-naskah lisan yang mulai membentuk ragam tulis
Minangkabau yang ditulis dalam aksara Jawi setelah masuknya Islam, yakni dengan
memerlukan pendekatan filologi untuk digunakannya aksara Jawi. Dari beberapa
menghadirkan teks yang dapat dipahami oleh catatan sarjana, disebutkan bahwa aksara
khalayak luas melalui penyuntingan teks. Adapun ini dikenal luas di Minangkabau pada abad
pendekatan linguistik digunakan untuk ke-18. Dengan dikenalnya aksara tersebut,
menganalisis aspek-aspek kebahasaan yang maka khasanah sastra lisan Minangkabau
menyangkut fenomena penggunaan bahasa banyak dituliskan. Dan, kegiatan baca-tulis
Melayu dan Minangkabau dalam naskah-naskah aksara Jawi tersebut masih berlangsung
Minangkabau. hingga saat ini, meskipun sudah jarang
Pengumpulan data dalam studi ini dilakukan.
digunakan teknik pengumpulan data Kecenderungan orang Minangkabau
meliputi studi kepustakaan dan kritik teks. menulis dengan bahasa Melayu sangat
Kata “kritik” itu sendiri bisa berarti ‘sikap dimungkinkan karena masyarakat
menghakimi dalam menghadapi sesuatu’ Minangkabau merasa bahwa bahasa
sehingga dapat berarti ‘menempatkan Minangkabau itu tidak banyak berbeda
27
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat
28
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat
pengantarnya untuk edisi Kaba Mandjau Ari b. Pada umumnya vocal /a/ pada
(1891) dan Tjindoer Mato (1886). akhir kata BM sepadan dengan
Persoalan seperti yang dikemukakan vocal /o/ dalam BMk. Sebagai
di atas juga dihadapi oleh Muhardi di dalam contoh, kata luka, bunda, kuda,
studinya mengenai Kaba si Tungga. Dengan dan tiba dalam BM, sepadan
mempertimbangkan bahwa teks Kaba si dengan luko, bundo, kudo, dan
Tungga adalah karya anggota masyarakat tibo dalam BMk.
Minangkabau tentang aspek kebudayaan c. Sering bunyi /-al/ dan /-ar/
Minangkabau, dan agar mudah dimengerti pada akhir kata BM sepadan
oleh pembaca (Minangkabau); Muhardi dengan vocal /a/ pada akhir
pada akhirnya memutuskan untuk kata BMk. Misalnya kata
mengalihaksarakan teks ini ke dalam BMk. kepal/kapal, kabar, dan bantal
Pertimbangan lain yang sepadan dengan kapa, kaba,
digunakannya untuk mengalihaksarakan tuka, dan banta.
teks Kaba si Tungga ke BMk adalah tingkat 2. Di dalam BM terdapat tiga diftong,
kemudahannya, yaitu 71 persen. Artinya, 71 yaitu /ai/, /au/, dan /oi/. BMk, di
persen kata-kata di dalam teks ini tidak samping memiliki ketiga diftong itu,
mengalami hambatan untuk dialihaksarakan juga mempunyai tiga diftong yang
ke BMk. Kalau ditransliterasikan ke BM, lain, yaitu /ia/, /ua/, dan /ui/.
kata-kata yang tidak mengalami hambatan Dalam hal ini, hubungan yang
hanya mencapai 61,7 persen. Akan tetapi, di terjadi antara BMk dan BM adalah
dalam hal itu Muhardi juga mengemukakan sebagai berikut :
bahwa dia harus menyesuaikan lafal dan a. /ia/ berpadanan dengan /-il/, /-
mengubah bentuk secara total dari BM ke ir/, /-er/, dan /-ar/ pada suku
BMk. Hal itu dilakukannya karena teks-teks kata terakhir BM. Di samping itu
kaba si Tungga yang menggunakan aksara juga berpadanan dengan vocal
Latin jelas-jelas mengacu ke BM. Sementara /i/ dan /e/ pada suku kata
itu dia juga mengemukakan bahwa BMk terakhir yang ditutup dengan
yang digunakannya sebagai hasil /k/, /h/, dan /ng/
penyesuaian dari BM adalah BMk yang tidak b. /ua/ berpadanan dengan /-ol/,
baku (Muhardi, 1986 : 91-114). /-ul/, /-or/, dan /-ur/ pada suku
Dalam kenyataannya, antara BM dan kata terakhir BM. Di samping itu
BMk memang mempunyai hubungan juga berpadanan dengan vocal
kekerabatan yang sangat erat. Dari segi /u/ dan /o/ pada suku kata
fonetik, pada BMk dan BM dapat dicatat hal- terakhir yang ditutup dengan
hal berikut ini ini. /k/, /h/, dan /ng/
1. Keduanya mempunyai vocal yang c. /ui/ berpadanan dengan /-up/,
sama, tetapi dengan catatan sebagai /-ub/, /-ut/, /-ud/, dan /-us/
berikut : pada suku kata terakhir BM.
a. Vokal /ê/ yang terdapat pada 3. Konsonan BMk seimbang dengan
suku kata awal dalam BM konsonan BM, dengan catatan
sepadan dengan vocal /a/ dalam bahwa konsonan /f/. /z/ dan
BMk. Kata beban, ketan, emas, konsonan gabungan /kh/ seta /sy/
dan lepas dalam BM, sepadan hanya terdapat pada kata-kata
dengan baban, katan, ameh, dan pinjaman, misalnya fakie (fakir),
lapeh dalam BMk. azan, akhlak dan syawal. Konsonan
/p/, /b/, /t/, dan /d/ pada posisi
29
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat
30
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat
32
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat
Akan tetapi, anehnya tidak ada akhir abad ke-20. Hal ini dimungkinkan
peninggalan bertulis yang menggunakan karena tulisan tersebut tidak lagi dikenali
“aksara Minangkabau”. Hal ini diperkirakan oleh banyak orang. Khalayak luas lebih
bahwa peninggalan itu mungkin pernah ada, mengerti dan paham dengan aksara Latin.
tetapi sudah musnah karena waktu dan Hingga akhir abad ke-20 banyak
proses alam. Ada juga kemungkinan bahwa cerita-cerita lisan di Minangkabau yang
kemusnahan tersebut disebabkan dengan disalin dan dicetak dengan menggunakan
adanya gerakan pemurnian Islam yang aksara Lain. Meskipun aksara Jawi sudah
terjadi di Minangkabau. Segala sesuatu yang jarang digunakan di wilayah ini, tetapi
dipandang tidak Islam dihancurkan, aksara tersebut masih bertahan dan
termasuk tulisan itu. Tentang persoalan ini, digunakan hingga sekarang. Hal ini seperti
Kozok (1999: 65-66) mengungkapkan yang dilakukan oleh kalangan tarekat
seperti berikut ini. Syattariyah. Beberapa syaikh nya banyak
menulis teks ajaran tasawuf dan sejarah
“Di antara aksara-aksara para syaikh tarekat Syattariyah yang
Nusantara yang paling dekat seluruhnya menggunakan aksara Jawi.
dengan aksara Batak adalah
aksara Kerinci, Rencong, dan 4. Simpulan
Lampung ... Salah satu Dari fenomena kebahasaan dalam
budaya asing adalah penulisan naskah-naskah Minangkabau
masuknya agama Islam. membuktikan bahwa dalam berkomunikasi
Serentak dengan penyebaran secara tertulis, masyarakat Minangkabau
agama Islam, bersebar pula cenderung menggunakan BM. Mungkin
tulisan Arab yang di Melayu dapat pula dikatakan bahwa dalam
dikenal dengan tulisan Jawi. berkomunikasi secara tertulis, masyarakat
Aksara “Arab-Gundul” Minangkabau tidak mempunyai tradisi
tersebut cepat menggantikan menulis dengan menggunakan BMk, tetapi
aksara-aksara Sumatera asli memilih menggunakan BM.
yang kemudian hilang sama Dalam transliterasi naskah (edisi
sekali. ... Besar kemungkinan teks) naskah-naskah Minangkabau ke BM
aksara Minangkabau dan terletak pada dua hal yang saling
Melayu juga pernah ada berhubungan, yaitu, pertama pada tingkat
tetapi kemudian digantikan kemudahan transliterasi, dan yang kedua
oleh tulisan Arab-Melayu terletak pada tingkat keterbacaannya.
sehingga hilang tak Transliterasi ke BM akan dihadapkan pada
berbekas.” hambatan rata-rata sebesar 22,23 persen
pada setiap halaman naskah. Artinya, kata-
Untuk aksara Jawi sendiri, dari kata ini tidak dapat ditransliterasikan ke
beberapa catatan sarjana, seperti Suryadi BM. Oleh karena itu, transliterasi ke BM
(2004: 4) menyebutkan bahwa aksara Jawi akan menghasilkan teks yang sulit
dikenal luas di Minangkabau pada abad ke- dimengerti baik oleh masyarakat berbahasa
18, dan kemudian disusul dengan Melayu maupun oleh masyarakat berbahasa
pengenalan aksara Latin. Dengan dikenalnya Minangkabau.
kedua aksara tersebut, maka khasanah Alternatif kedua—sekaligus untuk
sastra lisan Minangkabau banyak dituliskan. mengatasi kelemahan-kelemahan yang
Penulisan dengan aksara Jawi di terdapat pada kemungkinan transliterasi ke
Minangkabau semakin berkurang pada BM—adalah transliterasi ke BMk. Kata-kata
33
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat
34
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat
Magister Sains Program Pendidikan Toorn, J.L. van der. 1899. Minangkabausche
Master Pascasarjana Universitas Spraakkunst. ‘s-Gravenhage: Martinus
Pajajaran Bandung). Nijhoff.
Pramono, 2010, “Direktori Penelitian Wan Mamat, Ali Haji. 1985. Katalog
Naskah di Minangkabau”, dalam Manuskrip Melayu di Belanda
Filologi dan Islam Indonesia (Oman (Catalogue of Malay Manuscripts in
Fathurahman dkk.,), Jakarta: the Netherlands). Kuala Lumpur:
Puslitbang Lektur Keagamaan, Depag. Perpustakaan Negara Malaysia.
Pramono. 2009. ”Surau dan Tradisi Wieringa, E. P., 1998, Catalogue of Malay and
Pernaskahan Islam di Minangkabau: Minangkabau Manuscripts in the
Studi Atas Dinamika Pernaskahan di Library of Leiden University and Other
Surau-surau di Padang dan Padang Collections in the Netherlands, (vol. 1),
Pariaman”. Artikel dalam Jurnal Studi Leiden: Legatum Warnerianum in the
Islamika HUNAFA Vol. 6 No. 3 Hlm. Library of the University of Leiden.
265-290. Yusuf, M. (Penyunting). 2006. Katalogus
Ricklefs, M.C. dan P. Voorhoeve. 1977. Manuskrip dan Skriptorium
Indonesia Manuscripts in Great Minangkabau. Tokyo : Centre for
Britain. Oxford: Oxford University Documentation and Area-
Press. Transcultural Studies, Tokyo
Roesli. 1967. Pengadjaran Bahasa University of Foreign Studies.
Minangkabau. Djakarta: Bhratara. Zuriati dan M. Yusuf. 2008. “The Digitisation
Ronkel, Ph. S. Van. 1909 . “Catalogus der of Minangkabau’s Manuscript
Maleische Handschriften in het Collections in Suraus”. (Laporan
Museum van het Bataviaasch Penelitian pada Programme
Genootschap”, VBG deel LVII. Batavia: Endangered, British Library, London).
Albrecht & Co. Zuriati, 2007, Undang-Undang Minangkabau
Roolvink, R. 1965 . “The Passive-Active =er- dalam Perspektif Ulama Sufi, Padang:
/Ber-/Per-/Memper – Fakultas Sastra Universitas Andalas.
Correspondence in Malay”. Lingua 25.
Hlm. 310-337.
Suryadi. 2004. Syair Sunur: Teks dan Konteks
Otobiografi Seorang Ulama
Minangkabau Abad Ke-19. Padang :
Citra Budaya.
Sutaarga, Amir dkk. 1972. Katalogus Koleksi
Naskah Melayu Museum Pusat Dep.
P&K. Jakarta: Proyek Inventarisasi
dan Dokumentasi Kebudayaan
Nasional Direktorat Jenderal
Kebudayaan.
Tim Peneliti Balai Bahasa Padang bekerja
sama dengan Fakultas Sastra Unand.
2009 “Penelusuran Naskah di Kota
Sawahlunto dan Kabupaten
Sijunjung”, Laporan Penelitian.
Padang : Balai Bahasa Padang.
35