Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Pustaka Budaya. Vol. 5, No.

2, Juli 2018
Copyright © 2018, pISSN: 2355 -1186| eISSN: 2442 - 7799
Available Online at: https://journal.unilak.ac.id/index.php/pb

BAHASA MELAYU DAN MINANGKABAU


DALAM KHAZANAH NASKAH MINANGKABAU

Pramono*), M. Yusuf**), Herry Nur Hidayat*** )

Universiras Andalas, Padang, Indonesia

pramono@hum.unand.ac.id*)
myusuf@hum.unand.ac.id**)
herrynh@hum.unand.ac.id***)

Naskah diterima: …….; direvisi: ……; disetujui: …….

Abstrak
Bahasa Minangkabau adalah bahasa lisan yang mulai membentuk variasi
tertulis setelah masuknya Islam, menggunakan aksara Jawi (Arab Melayu).
Aksara ini dikenal luas di Minangkabau pada abad ke-18. Dampaknya,
banyak karya sastra lisan Minangkabau dituliskan. Oleh karena ditulis
dengan Jawi, perbedaan antara naskah Minangkabau dengan Melayu sangat
samar. Seringkali naskah-naskah yang diklasifikasikan sebagai naskah
Minangkabau dapat dibaca di Minangkabau atau dalam bahasa Melayu.
Kecenderungan orang Minangkabau menulis dalam bahasa Melayu karena
orang Minangkabau menganggap bahasa Minangkabau tidak jauh berbeda
dengan bahasa Melayu. Jadi, jika orang Minangkabau menggunakan kata-
kata Minangkabau dalam bahasa Melayu, mereka berpikir bahwa mereka
telah menggunakan kata-kata Melayu tanpa mencoba menemukan kata-kata
yang lebih sesuai dalam bahasa Melayu. Uniknya, bagi pembaca
Minangkabau, naskah yang ditulis dalam bahasa Jawi (bahasa Melayu), dapat
dibaca dalam bahasa Minangkabau. Sebagai contoh, 'bermula' akan dibaca
sebagai 'baramulo', 'bandar' sebagai /banda/, /bersama/ sebagai /basamo/,
'hidup' sebagai /hiduik/ dan seterusnya. Menariknya, dalam naskah yang
sama, jika dibaca oleh orang Minangkabau dalam dialek yang berbeda, maka
akan dibaca dalam dialek itu. Misalnya, kata 'pakan Sabtu' akan dibaca
/pokan Sotu/ oleh orang Minangkabau dalam dialek Payakumbuh dan akan
dibaca /pakan Sabtu/ dalam dialek Padang. Berangkat dari fenomena
kebahasan tersebut, artikel ini akan membahas dinamika kebahasaan
Melayu dan Minangkabau dalam manuskrip Minangkabau.

Kata kunci: bahasa Melayu, bahasa Minangkabau, Jawi, naskah,


Minangkabau.

Abstract
Minangkabau language is an oral language that began to form a written
variety after the incoming of Islam, using the Jawi (Perso-Arabic) scripts.
This scripts is widely known in Minangkabau in the eighteenth century. As a
result, many Minangkabau oral literary works are written down. Since it was
written in Jawi, the distinction between the Minangkabau and the Malay

24
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat

manuscripts is very vague. Often manuscripts classified as Minangkabau


manuscripts can be read either in Minangkabau or in Malay. The tendency of
Minangkabau people to write in Malay is very active because Minangkabau
people thought Minangkabau language is not much different from the Malay
language. So, if the Minangkabau people use the Minangkabau words in
Malay language, they thought that they have used the Malay words without
having tried to find a words which more corresponding in Malay. Uniquely,
for Minangkabau readers, even written in Jawi (Malay language), but will be
read in Minangkabau language. For examples, ‘bermula’ will be read as
‘baramulo’, 'bandar' as /banda/, /bersama/ as /basamo/, 'hidup' as /hiduik/
and so on. Interestingly, in the same manuscript, if it is read by Minangkabau
people in different dialects, it will be read in that dialects (in different
sounds). For example, the words 'pakan Sabtu' will be read /pokan Sotu/ by
the Minangkabau in Payakumbuh dialect and it will be read /pakan Sabtu/
by the Padang dialects. Departing from the linguistic phenomenon, this
paper will discuss the dynamic of social aspec languages using Malay and
Minangkabau language in Minangkabau manuscripts.

Keywords: Malay language, Minangkabau language, Jawi, manuscript,


Minangkabau.

1. Pendahuluan Ali Hj. Wan Mamat (1985), Perpustakaan


Penelitian dan inventarisasi yang Negara Malaysia (1991; 1992; 1997), T. E.
dilakukan oleh sejumlah peneliti naskah Behrend (1998), E. P. Wieringa (1998), dan
Minangkabau menginformasikan bahwa Teuku Iskandar (1999). Artinya, para
naskah Minangkabau terdapat dalam jumlah peneliti naskah Minangkabau mendapatkan
yang sangat banyak. Naskah-naskah gambaran awal tentang naskah-naskah di
Minangkabau tersebut tidak hanya luar Minangkabau, karena termuat dalam
tersimpan dalam sejumlah koleksi di banyak katalogus yang sudah
Sumatra Barat, tetapi juga tersimpan di luar dipublikasikan.
wilayah tersebut, seperti di Jakarta, Belanda, Kondisi yang berbeda terjadi pada
Inggris, Jerman, Prancis, dan Malaysia. naskah-naskah Minangkabau yang ada
Sampai 2013, naskah Minangkabau yang dalam berbagai koleksi di Minangkabau
berhasil didata berjumlah sekitar 1200-an; sendiri yang meliputi wilayah rantau dan
300-an naskah di antaranya tersimpan di darek ‘darat’. Banyak usaha penyelamatan
luar Sumatra Barat, seperti Jakarta, Belanda, (digitalisasi) dan inventarisasi serta
Inggris, dan Jerman (Zuriati, 2007: 1) dan katalogisasi telah dilakukan oleh para
900-an naskah masih tersimpan dalam peneliti dan kelompok peneliti naskah
koleksi perorangan dan dalam koleksi Minangkabau, seperti Tim Peneliti
surau-surau di Minangkabau (Yusuf, 2006; Kelompok Kajian Puitika, Fakultas Sastra
Zuriati dan M. Yusuf, 2008; Pramono, 2010: Universitas Andalas, Padang, berkerja sama
247-249; Tim Peneliti Naskah Minangkabau, dengan The Centre for Documentation &
2011-2013). Informasi singkat tentang Area-Transcultural Studies (C-DATS), Tokyo
naskah-naskah Minangkabau yang berada di University of Foreign Studies, Jepang
luar Sumatra Barat dapat diperoleh dari (2003); Yusri Akhimuddin (2007); Zuriati
sejumlah katalogus yang disusun oleh H. H. dan M. Yusuf (2008); Irina Katkova dan
Juynboll (1899), Ph. S van Ronkel (1909; Pramono (2008); Tim Peneliti Balai Bahasa
1921), Amir Sutaarga dkk. (1972), M. C. Padang bekerja sama dengan Fakultas
Ricklefs dan P. Voorhoeve (1977), Hj. Wan Sastra Unand (2009); Pramono (2009); dan

25
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat

Tim Peneliti C-DATS-TUFS, FIB-Unand, memuat banyak teks pada setiap naskah.
Manassa, dan Aceh (2011-2013). Dari Marginalisasi yang ada di dalam naskah,
banyak kegiatan penelitian itu, hanya satu pada umumnya, ditulis dengan rapi sebagai
hasil penelitian dan katalogisasi yang baru syarah.
berhasil diterbitkan, yakni penelitian dan Kedua, naskah-naskah “lokal”, yakni
katalogisasi yang dilakukan oleh Tim naskah-naskah yang sangat mungkin ditulis
Peneliti Kajian Poetika pada 2003. Hasil atau disalin oleh ulama yang berasal dari
penelitian itu dapat dilihat dalam buku wilayah Minangkabau, atau sekurang-
Katalogus Naskah dan Skriptorium kurangnya dari wilayah Nusantara.
Minangkabau yang dieditori oleh M. Yusuf Biasanya, naskah ini ditulis dengan kurang
dan diterbitkan pada 2006. Selain hasil rapi. Tulisan dengan menggunakan tinta
penelitian itu, naskah-naskah yang telah hitam terlihat lebih tebal dan tidak serapi
dikatalogisasi oleh beberapa peneliti dan atau seindah tulisan yang terdapat pada
tim peneliti naskah seperti tersebut di atas naskah-naskah “impor”. Jumlah baris yang
belum diterbitkan. Dengan kata lain, banyak terdapat pada setiap halaman, biasanya,
naskah yang telah diinventarisasi dan sangat bervariasi. Pada umumnya, naskah-
dikatalogisasi masih tersimpan dalam naskah jenis ini tidak mengandung
laporan-laporan penelitian yang bersifat rubrikasi. Naskah-naskah ini juga memuat
tidak terbuka untuk umum. banyak marginalisasi dari guru atau
Berdasarkan pada “pembacan umum” pembacanya. Di dalam setiap naskah,
terhadap deskripsi naskahnya, naskah- biasanya, terdapat banyak teks. Aksara yang
naskah Minangkabau dapat dikelompokkan digunakan di dalam naskah-naskah “lokal”
ke dalam tiga kelompok. Pertama, naskah- ini adalah aksara Arab dan aksara Arab-
naskah “impor”, yaitu naskah-naskah yang Melayu. Bahasa yang digunakan adalah
berasal dari luar wilayah Minangkabau. bahasa Arab dan disertai bahasa Melayu
Bahkan, ia sangat mungkin berasal dari luar sebagai terjemahan. Kadangkala, naskah-
wilayah Nusantara. Dari segi fisiknya, naskah ini menggunakan bahasa Melayu,
naskah-naskah kuno yang ditulis dengan bahasa Melayu-Minangkabau, dan disertai
aksara Arab dan berbahasa Arab ini terlihat oleh bahasa Arab sebagai dasar rujukan.
lebih rapi. Baris demi baris kalimat yang ada Beberapa naskah juga memuat teks yang
pada setiap halaman terlihat tertata rapi lebih tepat jika dibaca dengan menggunakan
dan jumlah baris per halaman sangat bahasa Minangkabau. Pada umumnya,
konsisten, atau setidaknya, kurang naskah jenis ini berisi kumpulan risalah
bervariasi. Tulisan yang terdapat di dalam tauhid, kumpulan risalah fikih, nukilan kitab
naskah-naskah jenis ini pun tampak sangat tauhid, kitab fikih, penjelasan yang
rapi, indah, menggunakan tinta hitam yang berkenaan dengan persoalan tauhid, fikih
“tipis”, menggunakan tinta merah sebagai dan tasawuf, kumpulan doa, penjelasan
rubrikasi, dan dijilid rapi dengan tentang tata bahasa Arab, hikayat, syair,
menggunakan kulit binatang sebagai sampul kitab-kitab perobatan, azimat, catatan
luar. Naskah-naskah yang dapat tentang ulama tertentu, dan cacatan ulama
dimasukkan ke dalam kategori ini, biasanya, tertentu tentang dirinya dan tentang
memuat teks Alquran, teks terjemahan peristiwa-peristiwa tertentu.
Alquran dalam bahasa Arab, teks-teks yang Ketiga, naskah-naskah lokal
berasal dari Kitab Fikih, Kitab Tauhid, Doa- merupakan karya yang disalin atau ditulis
doa, Zikir, teks-teks Tasawuf, dan teks-teks oleh syekh di surau tempat ditemukannya
yang berkenaan dengan Nahu dan Saraf. naskah-naskah itu. Berangkali, ia juga
Biasanya, naskah-naskah kategori ini tidak merupakan karya yang disalin atau ditulis

26
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat

oleh syekh surau tersebut sewaktu belajar sesuatu sewajarnya’ atau ‘memberikan
di surau lainnya. Atau, ia merupakan naskah evaluasi’. Jadi, kritik teks berarti
yang ditulis atau disalin oleh syekh yang ‘menempatkan teks pada tempat yang
berasal dari surau lain di Minangkabau. sewajarnya, memberikan evaluasi terhadap
Atau, bahkan, ia berasal dari syekh, guru teks’. Pada tahap inilah nantinya akan
tarekat, atau ulama lain dari luar wilayah tersedia sebuah edisi atau suntingan teks
Minangkabau. naskah-naskah yang dijadikan bahan
Dalam konteks kebahasaan, secara penelitian. Edisi teks atau sering dikenal
singkat dapat dikatakan bahwa naskah- dengan istilah suntingan teks adalah
naskah Minangkabau wujud dalam bahasa (upaya) menyusun suatu teks secara utuh
Arab, Melayu dan Minangkabau. Namun setelah dilakukan pemurnian teks ke dalam
demikian, secara khusus, dalam artikel ini sesuatu bahasa. Pemurnian teks adalah
akan dibahas penggunaan bahasa Melayu upaya untuk menentukan salah satu teks
dan Minangkabau dalam naskah-naskah yang akan dipakai sebagai dasar
Minangkabau. Pembahasan ini didasarkan transliterasi dan terjemahan. Adapun
pada alasan bahwa naskah-naskah “asli” transliterasi itu sendiri adalah penggantian
Minangkabau banyak yang ditulis dalam atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad
bahasa Melayu dan Minangkabau atau yang satu ke abjad yang lain, misalnya dari
kedua-duanya dalam satu naskah. Berbagai huruf Arab-Melayu ke huruf Latin.
aspek kebahasaan (penggunaan bahasa Hasil suntingan teks tersebut akan
Melayu [BM] dan Minangkabau [BMk]) dianalisis dengan pendekatan linguistik.
dalam naskah-naskah Minangkabau menjadi Berbagai aspek dan fenomena penggunaan
fokus diskusi dalam artikel ini. bahasa Melayu dan Minangkabau akan
dideskripsikan dan dianalisis secara
2. Metode Penelitian kualitatif.
Secara keseluruhan, studi ini merupakan
kajian kepustakaan dengan metode penelitian 3. Hasil dan Pembahasan
kualitatif. Dalam pembahasannya digunakan dua
pendekatan, yakni pendekatan filologi dan Khazanah Naskah Koleksi Surau-Surau
pendekatan linguistik. Pendekatan filologi Tarekat
digunakan untuk menyediakan teks terbaca bagi Bahasa Minangkabau adalah bahasa
khalayak yang lebih luas. Naskah-naskah lisan yang mulai membentuk ragam tulis
Minangkabau yang ditulis dalam aksara Jawi setelah masuknya Islam, yakni dengan
memerlukan pendekatan filologi untuk digunakannya aksara Jawi. Dari beberapa
menghadirkan teks yang dapat dipahami oleh catatan sarjana, disebutkan bahwa aksara
khalayak luas melalui penyuntingan teks. Adapun ini dikenal luas di Minangkabau pada abad
pendekatan linguistik digunakan untuk ke-18. Dengan dikenalnya aksara tersebut,
menganalisis aspek-aspek kebahasaan yang maka khasanah sastra lisan Minangkabau
menyangkut fenomena penggunaan bahasa banyak dituliskan. Dan, kegiatan baca-tulis
Melayu dan Minangkabau dalam naskah-naskah aksara Jawi tersebut masih berlangsung
Minangkabau. hingga saat ini, meskipun sudah jarang
Pengumpulan data dalam studi ini dilakukan.
digunakan teknik pengumpulan data Kecenderungan orang Minangkabau
meliputi studi kepustakaan dan kritik teks. menulis dengan bahasa Melayu sangat
Kata “kritik” itu sendiri bisa berarti ‘sikap dimungkinkan karena masyarakat
menghakimi dalam menghadapi sesuatu’ Minangkabau merasa bahwa bahasa
sehingga dapat berarti ‘menempatkan Minangkabau itu tidak banyak berbeda

27
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat

dengan bahasa Melayu, sehingga jika orang 6. ‫تيڠڬل‬ tinggal tingga


Minangkabau menggunakan kata bahasa
Minangkabau dalam berbahasa Melayu,
7. ‫امس‬ emas ameh
mereka merasa seperti telah menggunakan 8. ‫تيف‬ tiap tiok
kata bahasa Melayu tanpa perlu berusaha 9. ‫اتس‬ atas ateh
mencari kata yang lebih sesuai dalam 10. ‫دکنل‬ dikenal dikana
bahasa Melayu. Uniknya, meskipun ditulis
dengan aksara Jawi (bahasa Melayu), namun
11. ‫اکر‬ akar aka
akan terbaca menjadi bunyi bahasa 12. ‫تمفت‬ tempat tampek
Minangkabau oleh pembaca Minangkabau. 13. ‫امفت‬ empat ampek
Misalnya, tulisan ‘bermula’ akan terbaca 14. ‫سبركت‬ si Berkat si Barakaik
/baramulo/, ‘bandar’ terbaca /banda/,
/bersama/ terbaca /basamo/, ‘hidup’ 15. ‫سل مت‬ selamat salamek
terbaca /hiduik/ dan seterusnya. 16. ‫سمبيل‬ sambil sambia
Menariknya lagi, satu naskah yang 17. ‫كاچيل‬ kecil kaciak
sama, jika dibaca oleh masyarakat
Minangkabau dengan dialek yang berbeda
18. ‫سدتوس‬ sedetus sadatuih
akan terbaca dengan bunyi yang berbeda 19. ‫فولوت‬ pulut puluik
pula. Misalnya, tulisan ‘pekan sabtu’ akan 20. ‫سومور‬ sumur sumua
terbaca /pokan sotu/ oleh masyarakat
Minangkabau dengan penutur dialek Dalam sebuah artikelnya mengenai
Payakumbuh dan akan terbaca /pakan transkripsi teks-teks Minangkabau yang
sabtu/ oleh penutur dialek Padang. terdapat di dalam naskah-naskah yang
Berangkat dari fenomena kebahasaan menggunakan aksara Jawi, Junus (1959: 14-
tersebut, tulisan ini nantinya akan mencoba 15) mengungkapkan bahwa perbedaan
mengulas beberapa aspek sosial budaya antara naskah-naskah Minangkabau dengan
masalah bahasa dalam tradisi pernaskahan naskah-naskah Melayu amat samar. Sering
di Minangkabau. naskah yang digolongkan sebagai naskah
Dari beberapa naskah Minangkabau Minangkabau dapat dibaca menurut BMk
yang ditulis dengan aksara Jawi ditemukan dan menurut BM.
fenomena kebahasaan tersebut di atas. Dalam konteks ini, Djamaris (1982:
Secara sederhana dapat dilihat pada Tabel 1 347) berpendapat bahwa berdasarkan
berikut ini. pendapat yang mengatakan perbedaan
antara BMk dan BM terletak pad segi
Tabel 1. Penggunaan BM dan BMk dalam lafalnya, maka teks Tambo Minangkabau
Naskah Minangkabau yang menggunakan BM pun dapat dibaca
menurut cara BMk. Dalam studinya yang
Tertulis Dibaca Dibaca cukup luas mengenai Tambo Minangkabau,
No. dalam dalam dalam Djamaris (1991: 118) mengungkapkan
Naskah BM BMk bahwa teks-teks tambo yang menurutnya
1. ‫کربو‬ kerbau kabau menggunakan BM banyak dipengaruhi oleh
2. ‫تيڠڬل‬ tinggal tingga BMk. Karena itu, bahasa teks Tambo
Minangkabau pantas dikatakan
3. ‫هيڠڬب‬ hinggap hinggok
menggunakan Bahasa Melayu-
4. ‫کافل‬ kapal kapa Minangkabau; nama yang pernah digunakan
5. ‫بند‬ bunda bundo oleh Van der Toorn dalam kata

28
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat

pengantarnya untuk edisi Kaba Mandjau Ari b. Pada umumnya vocal /a/ pada
(1891) dan Tjindoer Mato (1886). akhir kata BM sepadan dengan
Persoalan seperti yang dikemukakan vocal /o/ dalam BMk. Sebagai
di atas juga dihadapi oleh Muhardi di dalam contoh, kata luka, bunda, kuda,
studinya mengenai Kaba si Tungga. Dengan dan tiba dalam BM, sepadan
mempertimbangkan bahwa teks Kaba si dengan luko, bundo, kudo, dan
Tungga adalah karya anggota masyarakat tibo dalam BMk.
Minangkabau tentang aspek kebudayaan c. Sering bunyi /-al/ dan /-ar/
Minangkabau, dan agar mudah dimengerti pada akhir kata BM sepadan
oleh pembaca (Minangkabau); Muhardi dengan vocal /a/ pada akhir
pada akhirnya memutuskan untuk kata BMk. Misalnya kata
mengalihaksarakan teks ini ke dalam BMk. kepal/kapal, kabar, dan bantal
Pertimbangan lain yang sepadan dengan kapa, kaba,
digunakannya untuk mengalihaksarakan tuka, dan banta.
teks Kaba si Tungga ke BMk adalah tingkat 2. Di dalam BM terdapat tiga diftong,
kemudahannya, yaitu 71 persen. Artinya, 71 yaitu /ai/, /au/, dan /oi/. BMk, di
persen kata-kata di dalam teks ini tidak samping memiliki ketiga diftong itu,
mengalami hambatan untuk dialihaksarakan juga mempunyai tiga diftong yang
ke BMk. Kalau ditransliterasikan ke BM, lain, yaitu /ia/, /ua/, dan /ui/.
kata-kata yang tidak mengalami hambatan Dalam hal ini, hubungan yang
hanya mencapai 61,7 persen. Akan tetapi, di terjadi antara BMk dan BM adalah
dalam hal itu Muhardi juga mengemukakan sebagai berikut :
bahwa dia harus menyesuaikan lafal dan a. /ia/ berpadanan dengan /-il/, /-
mengubah bentuk secara total dari BM ke ir/, /-er/, dan /-ar/ pada suku
BMk. Hal itu dilakukannya karena teks-teks kata terakhir BM. Di samping itu
kaba si Tungga yang menggunakan aksara juga berpadanan dengan vocal
Latin jelas-jelas mengacu ke BM. Sementara /i/ dan /e/ pada suku kata
itu dia juga mengemukakan bahwa BMk terakhir yang ditutup dengan
yang digunakannya sebagai hasil /k/, /h/, dan /ng/
penyesuaian dari BM adalah BMk yang tidak b. /ua/ berpadanan dengan /-ol/,
baku (Muhardi, 1986 : 91-114). /-ul/, /-or/, dan /-ur/ pada suku
Dalam kenyataannya, antara BM dan kata terakhir BM. Di samping itu
BMk memang mempunyai hubungan juga berpadanan dengan vocal
kekerabatan yang sangat erat. Dari segi /u/ dan /o/ pada suku kata
fonetik, pada BMk dan BM dapat dicatat hal- terakhir yang ditutup dengan
hal berikut ini ini. /k/, /h/, dan /ng/
1. Keduanya mempunyai vocal yang c. /ui/ berpadanan dengan /-up/,
sama, tetapi dengan catatan sebagai /-ub/, /-ut/, /-ud/, dan /-us/
berikut : pada suku kata terakhir BM.
a. Vokal /ê/ yang terdapat pada 3. Konsonan BMk seimbang dengan
suku kata awal dalam BM konsonan BM, dengan catatan
sepadan dengan vocal /a/ dalam bahwa konsonan /f/. /z/ dan
BMk. Kata beban, ketan, emas, konsonan gabungan /kh/ seta /sy/
dan lepas dalam BM, sepadan hanya terdapat pada kata-kata
dengan baban, katan, ameh, dan pinjaman, misalnya fakie (fakir),
lapeh dalam BMk. azan, akhlak dan syawal. Konsonan
/p/, /b/, /t/, dan /d/ pada posisi

29
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat

terakhir dalam BM berpadanan Aceh (Iskandar, 1958 : 14), Hikayat


dengan /k/ dalam BMk. Contoh Muhammad Hanafiyah (Brakel,
yang dapat dikemukakan di sini 1975: 36), dan di dalam uraian Van
adalah tutup, lembab, ikut, dan der Toorn (1899 : 93-94),
sujud dalam BM berpadanan sebagaimana juga dikutip oleh
dengan tutuik, lambok, ikuik, dan Djamaris (1982 : 349-350), gejala
sujuik dalam BMk. Di samping hal- pemakaian bentuk pasif seperti itu
hal di atas, vocal /s/ pada suku kata juga terjadi. Roolvink (1965 : 333)
terakhir BM sepadan dengan vokal dalam Djamaris (1982: 350, 1991:
/h/ dalam BMk, misalnya lepas, 197) menyimpulkan bahwa di
emas dalam BM, dalam BMk adalah dalam BM klasik, penggunaan
lapeh, dan ameh. awalan {ber-} dalam bentuk pasif
Dalam segi morfologi, hal-hal yang m
Awalan Penyebaran Padanan dalam
perlu dikemukakan I sini adalah yang e dalam BMk BM
berkenaan dengan awalan {ter-}, {ber-} dan r ta taganang tergenang
akhiran {-nya}. Hal-hal itu adalah sebagai u tapijak terpijak
berikut : p tajatuah terjatuh
1. Awalan {ter-} dalam BM sepadan a ba bajalan berjalan
dengan {ta-} dalam BMk, misalnya k bakato berkata
tergenang, terpijak, dan terjatuh a baimbau berhimbau
dalam BM, dalam BMk masing- n bapakai (dihimbau)
masing adalah taganang, tapijak, berpakai
dan tajatuah. s (dipakai)
2. Awalan {ber-} dalam BM sepadan u
Akhiran
dengan {ba-} dalam BMk, misalnya a nyo rumahnyo rumahnya
berkata, bergurau dan berguru t no rumano rumahnya
dalam BM, dalam BMk masing- u e rumae rumahnya
masing adalah bakato, bagurau, dan a rumaa rumahnya
baguru. Perlu pula dikemukakan di h o rumao rumahnya
sini bahwa {ber-} dalam BM dan a
{ba-} da;a, BMk terkadang l yang tidak asing. Dalam bahasa
digunakan dalam bentuk pasif. BMk penggunaan bentuk itu juga
Kata-kata berpakaian dan berbunuh merupakan hal yang biasa.
dalam BM, atau bapakai dan 3. Akhiran {-nya} dalam BM sering
babunuah dalam BMk berarti sepadan dengan {-nyo} dalam BMk.
dipakai dan dibunuh. Penggunaan Dalam beberapa dialek BMk, sering
awalan {ber-} di dalam teks-teks pula akhiran ini menjadi {-e}, {-a}, {-
tambo Minangkabau yang o}, dan {-no}. kata rumahnya dalam
menggunakan BM, oleh Edwar BM, sepadan dengan rumahnyo,
Djamaris (1982: 349) dianggap rumahe, sumao, rumaa, dan rumano
sebagai bentuk khusus di dalam (Cf. Junus, 1959 ; Roesli, 1967 ;
teks tambo dan hal ini disebabkan Medan 1981).
adanya pengaruh bahasa
Minangkabau. Di dalam Hikayat

30
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat

Untuk lebih memperjelas dengan pengenalan terhadap BM melalui


pembicaraan di atas, dapat dilihat Tabel 2, 3, ejaan Arab-Melayu. Oleh karena itu, dalam
dan 4 berikut ini. bahasa tulis, masyarakat Minangkabau
cenderung menggunakan BM (sekarang
Tabel 2. Contoh Penyebaran Vokal Bahasa Indonesia).
Khusus Bahasa Minangkabau Sehubungan dengan hal di atas, patut
Vokal Penyebaran Padanan pula dikemukakan di sini pendapat Van der
dalam BMk dalam BM Toorn (1899 : xvi), bahwa aksara yang
e kuek kuat digunakan oleh masyarakat Minangkabau
galeh gelas dalam bahasa tulis mereka adalah aksara
o luko luka yang digunakan di dalam BM Riau, dan ejaan
kudo kuda yang digunakan juga demikian sebagai
dado dada berikut.
a baban beban
katam ketam De letterteekens, die de
kapa kepal, kapal Minangkabauer voor zijn
kaba kabar schrijftaal bezigt, zijn
tuka tukar dezelfde als in het Riausch;
evenzo is de spelling der
Tabel 3. Contoh Penyebaran Diftong woorden in hoofdzaak die,
Khusus Bahasa Minangkabau welke voor het
laatsgenoemde dialect
Tabel 4. Contoh Penyebaran Morfem gevolgd wordt.
Khusus dalam BMk Kecenderungan orang Minangkabau
menulis dengan BM disebabkan oleh
beberapa hal. Pertama, BM secara sepintas
Dualisme keterbacaan teks-teks kelihatannya hanya sedikit berbeda dengan
susastra Minangkabau yang menggunakan BMk, yaitu berbeda dalam ucapan saja. Di
aksara Arab-Melayu ini paling tidak samping itu, masyarakat Minangkabau yang
disebabkan oleh dua faktor utama. Faktor bukan ahli bahasa juga merasa bahwa BMk
yang pertama, seperti yang diungkapkan itu tidak banyak bedanya dengan BM
oleh Tamsin Medan (1981 : 22), adalah sehingga jika orang Minangkabau
bahwa BMk tidak mempunyai tradisi tulisan menggunakan kata BMk dalam berbahasa
– seharusnya, tradisi tulisan yang dimiliki BM, mereka merasa seperti telah
oleh masyarakat ini dapat dikatan relatif menggunakan kata BM tanpa perlu
baru. Pengenalan terhadap tradisi ini sejalan berusaha mencari kata yang lebih sesuai
dalam BM. Banyak sarjana juga menyatakan
Diftong Penyebaran Padanan bahwa kedua bahasa tersebut merupakan
dalam BMk dalam BM satu rumpun bahasa yang sama, yaitu
ia aia air rumpun bahasa Melayu-Polinesia atau yang
bayia bayar sekarang ini lebih dekenal sebagai rumpun
li(h)ia leher bahasa Austronesia. Moussay (1998: 12)
kaniang kening menyebutkan tentang kedekatan BM
adiak adik dengan BMk sebagai berikut ini.
putiah putih “Di wilayah Nusantara itu
ua ikua ekor sendiri, bahasa Minangkabau
dapua dapur muncul sebagai bahasa yang
cindua cendol
kaua kaul
iduang hidung
duduak duduk
gurua guruh
ui iduik hidup
sujuik sujud
laruik larut
luruih lurus
ambuih hembus 31
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat

mirip dengan bahasa Melayu, kemudian, diterjemahkan ke dalam berbagai


sedemikian dekatnya bahasa di Nusantara. Sejak itu pula dunia
sehingga para peneliti Melayu selalu disandingkan dengan Islam
pertama di abad yang lalu, sehingga yang disebut Melayu apabila
seperti Marsden ataupun P. memiliki tiga ciri: berbahasa Melayu,
Favre menganggapnya berbudaya Melayu, dan beragama Islam.
sebagai dialek Melayu yang Penggunaan aksara Jawi terus
dibedakan dari bahasa berkembang pesat selama berabad-abad
Melayu oleh beberapa varian untuk berbagai bidang kehidupan yang
leksikan dan fonetis.” menggunakan tulisan, tak semata-mata
Kedua, BMk tidak mempunyai tradisi dalam bidang kesusastraan. Pada 1850 Raja
tulisan, tradisi tulisan dimiliki oleh Ali Haji membakukan aturan ejaan aksara
masyarakat Minangkabau dapat dikatakan Jawi dalam kitabnya Bustanulkatibin, di
relatif baru. Pengenalan terhadap tradisi samping berisi tata-bahasa bahasa Melayu.
tulis sejalan dengan pengenalan melalui Dalam masyarakat Melayu-Indonesia
ejaan Arab-Melayu. Oleh karena itu, dalam pemakaian ejaan Jawi baru terhenti—
bahasa tulis, masyarakat Minangkabau utamanya dalam naskah cetakan—sampai
cenderung menggunakan BM. awal abad ke-20. Peranannya digantikan
Ketiga, adanya kecenderungan oleh ejaan yang menggunakan aksara Latin.
mengindonesiakan kata-kata yang berasal Penulisan bahasa Melayu dengan aksara
dari BMk, kemudian menganggap dirinya Latin dimulai pada tahun 1901 yaitu ketika
telah berbahasa Indonesia, sampai sekarang Ch. A. van Ophuysen dibantu oleh Engku
dapat dilihat dalam masyarakat Nawawi gl. St. Makmur dan M. Taib St.
Minangkabau. Nama tempat seperti Ibrahim menerbitkan Kitab Logat Melajoe,
Tabiang, Lubuak Bagaluang, Padang Laweh, yang merupakan pedoman ejaan Latin resmi
Alang Laweh, Limapuluh Koto dan Kubu pertama untuk bahasa Melayu di Indonesia.
Karambia, masing-masing diindonesiakan Untuk kasus Minangkabau, banyak
menjadi Tabing, Lubuk Begalung, Padang ditemukan naskah yang ditulis dengan
Lawas, Alang Lawas, Lima Puluh Kota dan menggunakan aksara Jawi dan sebagian
Kubu Kerambil. kecilnya dengan aksara Arab dan Latin. Hal
Di samping kebahasaannya, dari segi ini membedakan dengan skriptorium di
aksara yang digunakan pun juga menarik, wilayah lain yang banyak menggunakan
yakni penggunaan aksara Jawi. Di dunia aksara daerah setempat. Hal ini dikarenakan
Melayu, tidak diketahui kapan pertama kali Minangkabau tidak mempunyai aksara.
penggunaan aksara Jawi. Akan tetapi, jelas Meskipun ada pendapat yang menyatakan
aksara ini tercipta dan digunakan setelah bahwa ada kemungkinan aksara-aksara
terjadi pertemuan dunia Melayu dengan Sumatera berasal dari Sumatera bagian
agama Islam. Paling tidak aksara Jawi sudah Tengah dan kemungkinan Minangkabau. Hal
dipergunakan pada akhir abad ke-14 dan ini disebabkan karena aksara yang terdapat
awal abad ke-15. Pada waktu itu Kerajaan di Sumatera mempunyai model dasar yang
Melaka diislamkan dengan masuk Islamnya sama. Akan tetapi, ke Utara memperlihatkan
Raja Melaka—Parameswara—bergelar pengembangan yang berbeda dengan
Megat Iskandar Syah. Ia merupakan raja pengembangan di bagian Selatan. Masing-
Kerajaan Melaka pertama yang memeluk masing, baik di Utara dan di Selatan
agama Islam yaitu sekitar 1400 M. Setelah memperlihatkan pengembangan dengan
itu, kesusatraan Melayu-Islam berkembang model yang sama.
pesat. Kesusastraan Melayu-Islam itu,

32
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat

Akan tetapi, anehnya tidak ada akhir abad ke-20. Hal ini dimungkinkan
peninggalan bertulis yang menggunakan karena tulisan tersebut tidak lagi dikenali
“aksara Minangkabau”. Hal ini diperkirakan oleh banyak orang. Khalayak luas lebih
bahwa peninggalan itu mungkin pernah ada, mengerti dan paham dengan aksara Latin.
tetapi sudah musnah karena waktu dan Hingga akhir abad ke-20 banyak
proses alam. Ada juga kemungkinan bahwa cerita-cerita lisan di Minangkabau yang
kemusnahan tersebut disebabkan dengan disalin dan dicetak dengan menggunakan
adanya gerakan pemurnian Islam yang aksara Lain. Meskipun aksara Jawi sudah
terjadi di Minangkabau. Segala sesuatu yang jarang digunakan di wilayah ini, tetapi
dipandang tidak Islam dihancurkan, aksara tersebut masih bertahan dan
termasuk tulisan itu. Tentang persoalan ini, digunakan hingga sekarang. Hal ini seperti
Kozok (1999: 65-66) mengungkapkan yang dilakukan oleh kalangan tarekat
seperti berikut ini. Syattariyah. Beberapa syaikh nya banyak
menulis teks ajaran tasawuf dan sejarah
“Di antara aksara-aksara para syaikh tarekat Syattariyah yang
Nusantara yang paling dekat seluruhnya menggunakan aksara Jawi.
dengan aksara Batak adalah
aksara Kerinci, Rencong, dan 4. Simpulan
Lampung ... Salah satu Dari fenomena kebahasaan dalam
budaya asing adalah penulisan naskah-naskah Minangkabau
masuknya agama Islam. membuktikan bahwa dalam berkomunikasi
Serentak dengan penyebaran secara tertulis, masyarakat Minangkabau
agama Islam, bersebar pula cenderung menggunakan BM. Mungkin
tulisan Arab yang di Melayu dapat pula dikatakan bahwa dalam
dikenal dengan tulisan Jawi. berkomunikasi secara tertulis, masyarakat
Aksara “Arab-Gundul” Minangkabau tidak mempunyai tradisi
tersebut cepat menggantikan menulis dengan menggunakan BMk, tetapi
aksara-aksara Sumatera asli memilih menggunakan BM.
yang kemudian hilang sama Dalam transliterasi naskah (edisi
sekali. ... Besar kemungkinan teks) naskah-naskah Minangkabau ke BM
aksara Minangkabau dan terletak pada dua hal yang saling
Melayu juga pernah ada berhubungan, yaitu, pertama pada tingkat
tetapi kemudian digantikan kemudahan transliterasi, dan yang kedua
oleh tulisan Arab-Melayu terletak pada tingkat keterbacaannya.
sehingga hilang tak Transliterasi ke BM akan dihadapkan pada
berbekas.” hambatan rata-rata sebesar 22,23 persen
pada setiap halaman naskah. Artinya, kata-
Untuk aksara Jawi sendiri, dari kata ini tidak dapat ditransliterasikan ke
beberapa catatan sarjana, seperti Suryadi BM. Oleh karena itu, transliterasi ke BM
(2004: 4) menyebutkan bahwa aksara Jawi akan menghasilkan teks yang sulit
dikenal luas di Minangkabau pada abad ke- dimengerti baik oleh masyarakat berbahasa
18, dan kemudian disusul dengan Melayu maupun oleh masyarakat berbahasa
pengenalan aksara Latin. Dengan dikenalnya Minangkabau.
kedua aksara tersebut, maka khasanah Alternatif kedua—sekaligus untuk
sastra lisan Minangkabau banyak dituliskan. mengatasi kelemahan-kelemahan yang
Penulisan dengan aksara Jawi di terdapat pada kemungkinan transliterasi ke
Minangkabau semakin berkurang pada BM—adalah transliterasi ke BMk. Kata-kata

33
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat

yang menjadi penghambat transliterasi ke Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan


bahasa ini hanya berkisar 1 persen pada Pustaka Malaysia.
setiap naskah yang ditulis dengan Djamaris, Edwar. 1991 Tambo
menggunakan aksara Jawi. Hal ini terutama Minangkabau: Suntingan Teks
berlaku pada naskah-naskah kaba. Dengan Disertasi Analisis Struktur. Jakarta:
demikian maka teks yang diperoleh dapat Balai Pustaka.
dengan mudah dipahami oleh masyarakat Iskandar, T. 1959. “De hikajat Atjeh” dalam
(berbahasa) Minangkabau, yaitu masyarakat VKI No. 26.
tempat cerita ini ditemukan. Namun Iskandar, Teuku, 1999, Catalogue of Malay,
demikian, usaha transliterasi (menghasilkan Minangkabau, and South Sumatran
edisi teks) ini harus diiringi terjemahan ke Manuscripts in the Netherlands, I-II,
dalam bahasa Indonesia (jika dimaksudkan Leiden: Documentatiebureau Islam-
untuk pembaca yang lebih luas bagi Christendom.
masyarakat Indonesia) dan ke dalam bahasa Junus, Umar. 1959 . “Beberapa Tjatatan
Inggris (jika dimaksudkan untuk pembaca tentang Transkripsi Bahasa
dalam skala internasional). Minangkabau” dalam Bahasa dan
Budaja, Madjalah Ilmiah Populer. Thn.
Ucapan Terima Kasih VIII, No. 1 (Oktober). Djakarta:
Lembaga Bahasa dan Budaja Fakultas
Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Riset Sastra Universitas Indonesia.
dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Juynboll, H.H. 1899. Catalogus van de
Jenderal Penguatan Riset dan Maleische en Sundaneesche
Pengembangan Kementerian Riset, Handschriften der Leidsche
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sesuai Universiteit – Bibliotheek. Leiden: E.J.
dengan Kontrak Penelitian Nomor: Brill.
050/SP2H/LT/DPRM/2018 tahun Anggaran Katkova, Irina R. & Pramono. 2008.
2018. “Endangered Manuscripts of Western
Sumatra: Collections of Sufi
Brotherhoods”. Laporan Penelitian.
Daftar Pustaka London : British Library.
Kozok, Uli, 1999, Warisan Leluhur: Sastra
Akhimuddin, Yusri. 2007. “Pemetaan Lama dan Aksara Batak, Jakarta:
Naskah-naskah Keagamaan di Padang EFEO dan Kepustakaan Populer.
Pariaman”. Laporan Penelitian. Medan. Tamsin. 1981. “Bahasa
Batusangkar : STAIN Batusangkar. Minangkabau, di Sebelah atau di
Behrend, T.E. 1998. Katalog Naskah-Naskah Bawah Bahasa Melayu?: Suatu Studi
Nusantara Jilid 4. Jakarta: Yayasan Pendahuluan Berdasarkan Penelitian
Obor Indonesia-Ecole Francaise Dialektologis” dalam Bahasa dan
D‘Extreme Orient. Sastra. Thn. VII Nomor 3. Jakarta:
Brakel, L.F. 1975. The Hikayat Muhammad Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Hanafiyyah. Bibliotheca Indonesica Bahasa.
12. The Hague: Martinus Nijhoff. Moussay, Gérard, 1998, Tata Bahasa
Djamaris, Edwar. 1982. “Bahasa Melayu Minangkabau, Diindonesiakan oleh
Minangkabau” dalam Dewan Bahasa, Rahayu S. Hidayat, Jakarta:
Jurnal Pembinaan dan Pengembangan Perpustakaan Populer Gramedia.
Bahasa. Jilid 26, bilangan 5, (Mei). Muhardi. 1986. “Kritik dan Edisi Teks Kaba
si Tungga”. (Tesis untuk gelar

34
Pramono, M. Yusuf, Herry Nur Hidayat

Magister Sains Program Pendidikan Toorn, J.L. van der. 1899. Minangkabausche
Master Pascasarjana Universitas Spraakkunst. ‘s-Gravenhage: Martinus
Pajajaran Bandung). Nijhoff.
Pramono, 2010, “Direktori Penelitian Wan Mamat, Ali Haji. 1985. Katalog
Naskah di Minangkabau”, dalam Manuskrip Melayu di Belanda
Filologi dan Islam Indonesia (Oman (Catalogue of Malay Manuscripts in
Fathurahman dkk.,), Jakarta: the Netherlands). Kuala Lumpur:
Puslitbang Lektur Keagamaan, Depag. Perpustakaan Negara Malaysia.
Pramono. 2009. ”Surau dan Tradisi Wieringa, E. P., 1998, Catalogue of Malay and
Pernaskahan Islam di Minangkabau: Minangkabau Manuscripts in the
Studi Atas Dinamika Pernaskahan di Library of Leiden University and Other
Surau-surau di Padang dan Padang Collections in the Netherlands, (vol. 1),
Pariaman”. Artikel dalam Jurnal Studi Leiden: Legatum Warnerianum in the
Islamika HUNAFA Vol. 6 No. 3 Hlm. Library of the University of Leiden.
265-290. Yusuf, M. (Penyunting). 2006. Katalogus
Ricklefs, M.C. dan P. Voorhoeve. 1977. Manuskrip dan Skriptorium
Indonesia Manuscripts in Great Minangkabau. Tokyo : Centre for
Britain. Oxford: Oxford University Documentation and Area-
Press. Transcultural Studies, Tokyo
Roesli. 1967. Pengadjaran Bahasa University of Foreign Studies.
Minangkabau. Djakarta: Bhratara. Zuriati dan M. Yusuf. 2008. “The Digitisation
Ronkel, Ph. S. Van. 1909 . “Catalogus der of Minangkabau’s Manuscript
Maleische Handschriften in het Collections in Suraus”. (Laporan
Museum van het Bataviaasch Penelitian pada Programme
Genootschap”, VBG deel LVII. Batavia: Endangered, British Library, London).
Albrecht & Co. Zuriati, 2007, Undang-Undang Minangkabau
Roolvink, R. 1965 . “The Passive-Active =er- dalam Perspektif Ulama Sufi, Padang:
/Ber-/Per-/Memper – Fakultas Sastra Universitas Andalas.
Correspondence in Malay”. Lingua 25.
Hlm. 310-337.
Suryadi. 2004. Syair Sunur: Teks dan Konteks
Otobiografi Seorang Ulama
Minangkabau Abad Ke-19. Padang :
Citra Budaya.
Sutaarga, Amir dkk. 1972. Katalogus Koleksi
Naskah Melayu Museum Pusat Dep.
P&K. Jakarta: Proyek Inventarisasi
dan Dokumentasi Kebudayaan
Nasional Direktorat Jenderal
Kebudayaan.
Tim Peneliti Balai Bahasa Padang bekerja
sama dengan Fakultas Sastra Unand.
2009 “Penelusuran Naskah di Kota
Sawahlunto dan Kabupaten
Sijunjung”, Laporan Penelitian.
Padang : Balai Bahasa Padang.

35

Anda mungkin juga menyukai