Anda di halaman 1dari 168

Tinjauan Singkat Bahasa Indonesia

Sebagai Perkuliahan Umum Tingkat Universitas

Hendy Yuniarto

Beijing Foreign Studies University

1
PRAKATA

Tidak sedikit materi perkuliahan bahasa Indonesia yang


telah diterbitkan dalam bentuk buku sebagai pegangan mahasiswa
yang menempuh mata kuliah bahasa Indonesia. Buku ini lebih tepat
disebut buku ajar untuk memenuhi kebutuhan materi perkuliahan
bahasa Indonesia yang lebih ringkas dan mudah dipahami. Penulis
ingin memberikan kemudahan yang tidak meninggalkan inti
daripada materi yang selama ini diberikan di universitas manapun.
Oleh karena itu, buku ini diharapkan memberikan kontribusi yang
besar dalam memahami materi perkuliahan bahasa Indonesia.

Dalam buku ini disajikan beberapa bab yang memberikan


solusi terhadap permasalahan di setiap materi perkuliahan Bahasa
Indonesia. Bab pertama yang disajikan membahas mengenai sejarah
bahasa Indonesia sebagaimana materi tersebut merupakan dasar
untuk memahami asal usul bahasa Indonesia. Bab kedua membahas
tentang kata serapan dalam bahasa Indonesia. Kata serapan penting
untuk diuraikan di dalam buku ini sebagai pengetahuan yang wajib
dalam mempelajari khasanah kosakata bahasa Indonesia. Bab ketiga
membahas tentang ragam dan kebakuan dalam bahasa Indonesia.

Pedoman umum ejaan dan tanda baca diuraikan dalam bab


kelima. Pembahasan mengenai ejaan umum dan tanda baca tidak
diuraikan secara detail seperti dalam buku EYD pada umumnya.
Bab kelima membahas tentang kata dan kalimat dalam bahasa
Indonesia. Permasalahan struktur bahasa yang baku dan tidak baku
dibahas dalam bab tersebut. Jenis-jenis paragraf diuraikan pada bab
keenam. Lebih lanjut pada bab tersebut adalah menguraikan jenis-

2
jenis paragraf beserta contohnya. Penulisan karya ilmiah dibahas
pada bab ketujuh. Salah satu syarat kelulusan seorang mahasiswa
adalah membuat karya tulis ilmiah yang berupa tugas akhir, skripsi,
tesis, dan disertasi.

Buku ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan mahasiswa


dalam memahami materi-materi perkuliahan bahasa Indonesia.
Banyak kekurangan dalam penyajian materi dalam buku ajar ini.
Oleh karena itu, penyusunan akan terus diperbaharui demi kualitas
buku ajar ini selanjutnya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dalam penyusunan buku ajar.

Yogyakarta , 10 Mei 2015

Penulis

3
Daftar Isi

KataPengantar……………………………………….. 2
BAB I
Sejarah, Kedudukan, dan Fungsi Bahasa Indonesia…… 5

BAB II
Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia………………… 25

BAB III
Ragam dan Kebakuan dalam Bahasa Indonesia………. 50

BAB IV
Pedoman Umum Ejaan dan Tanda Baca……………… 59

BAB V
Pilihan Kata (Diksi)………………………………….. 95

BAB VI
Kata dan Kalimat Bahasa Indonesia………………… 105

BAB VII
Paragraf dalam Bahasa Indonesia…………………… 131

BAB VIII
Penulisan Karya Tulis Ilmiah………………………. 143

BAB IX
Tantangan Bahasa Indonesia Masa Mendatang……. 150

Daftar Pustaka…………………………………….. 167

4
5
BAB I
SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

A. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia termasuk bahasa dalam rumpun bahasa


Austonesia. Bahasa Indonesia yang sekarang kita gunakan
berkedudukan sebagai bahasa resmi negara dan bahasa nasional kita.
Asal mula bahasa Indonesia adalah dari bahasa Melayu. Bahasa
melayu ternyata telah lama menjadi bahasa penghubung di
kepulauan nusantara. Istilah bahasa penghubung disebut juga Lingua
Franca. Pembuktian bahasa Melayu sebagai Lingua Franca pada
zaman karajaan Sriwijaya dibuktikan oleh beberapa prasasti
berbahasa Melayu. Beberapa prasasti tersebut bertanggal sekitar
abad 680 M. Prasasti yang cukup terkenal yakni prasasti Kedukan
Bukit yang berangka tahun 686 M. Selain itu, terdapat juga prasasti
yang terletak di antara Jambi dan sungai Musi, yaitu prasasti Karang
Brahi yang berangka tahun 688 M (Junus, 1996:52).

Kata Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh seorang


sarjana berkebangsaan Inggris pada tahun 1894, yakni J.R. Logan
dalam sebuah karangannya berjudul “Customs Common to the Hill
Tribes Bordering on Assam and those of Indiana Archipelago”
dalam Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia”. Kata
Indonesia digunakan J.R. Logan untuk mengganti istilah Indian
Archipelago dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan peristilahan
lain merujuk pada kepulauan nusantara seperti Polinesia, Melanesia,
dan Micronesia. Selanjutnya, kata Indonesia dipopulerkan oleh

6
Adolf Bastian, seorang sarjana Belanda dalam karangan mereka
(Pateda, 1988:30)

Salah satu bukti tertulis bahwa bahasa Indonesia sebagai


Lingua Franca menyebar ke nusantara adalah pada inskripsi
Gandasuli dengan berangka tahun 832 M. Menurut penelitian Dr.
J.G. Casparis disebutkan bahwa prasasti tersebut berbahasa Melayu.
Inskripsi tersebut membuktikan bahwa bahasa Melayu telah
digunakan di Jawa. Beberapa bukti yang meyakinkan adalah bahwa
bahasa Melayu juga digunakan oleh sebagian masyarakat di Jakarta,
Manado, Ambon, Larantuka, Kupang, dan daerah-daerah lain. Para
ahli bahasa menyebutkan bahwa bahasa-bahasa tersebut merupakan
bahasa Melayu yang tersebar sebagaimana digunakan untuk bahasa
penghubung perdagangan masa lampau.

Eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa penghubung


ditunjukkan dengan penyusunan daftar kata dalam bahasa Melayu
oleh Pigafetta, seorang ahli bahasa yang berkebangsaan Portugis
tahun 1522 saat mengunjungi Tidore. Pada saat Portugis menjajah
Indonesia pada abad ke XVI, bahasa Melayu dipergunakan sebagai
bahasa perantara dalam perdagangan maupun pergaulan. Pada masa
pemerintahan Belanda, bahasa Melayu juga digunakan untuk bahasa
pengantar di sekolah-sekolah. Perkembangan bahasa Melayu
menjadi lebih baik setelah pemerintah kolonial mengeluarkan suatu
keputusan: K.B. 1871 No. 104 , yang menyatakan bahwa
“pengajaran di sekolah bumi putera diberi dalam bahasa daerah,
kalau tidak dipakai bahasa Melayu”.

Penelitian bahasa Melayu telah dilakukan oleh orang-orang


Belanda, seperti tata bahasa Melayu yang dilengkapi dengan daftar
kata berjudul A Grammar and Dictionary of the Malay Language
yang terbit tahun 1895. Selain itu, juga terdapat buku tata bahasa
Melayu yang terbit tahun 1862 oleh J. Pijnappel yang berjudul

7
Maleische Spraakkunst. Selanjutnya, J.J. Hollander yang menyususn
buku Handleiding bij de beoefening der Maleische tall en
letterkunde yang terbit di Breda negeri Belanda tahun 1874. Tahun
1879, R. Van Eck menyusun Beknopte Spraakkunst yang terbit di
Breda. H.C. Klinkert menyusun buku Spraakleer Van het
Malesische yang diterbitkan di Leiden pada tahun 1882. Gerth Van
Wijk menyusun buku Sraakleer der Maleische Taal yang terbit di
Batavia tahun 1890.

Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928.


Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu yang termasuk salah
satu bahasa dalam rumpun bahasa Austronesia yang telah digunakan
sebagai bahasa pengantar (lingua franca) dalam bidang perdagangan
di nusantara semenjak awal masehi. Bahasa Melayu yang
merupakan cikal bakal daripada bahasa Indonesia diambil dari
bahasa Melayu dialek Riau. Bahasa Melayu dianggap sebagai
bahasa yang mudah dimengerti dan sudah familiar digunakan
sebagai bahasa pengantar perdagangan di nusantara.

Bahasa Melayu yang digunakan sebagai lingua franca sejak


awal masehi tersebut adalah bahasa Melayu pasar, atau bahasa
Melayu yang digunakan untuk berbicara sehari-hari di kalangan
rakyat non bangsawan. Adapun selain bahasa Melayu pasar, terdapat
bahasa Melayu Tinggi yang digunakan di kalangan para bangsawan
kerajaan. Adanya tingkat tutur serta aturan-aturan yang mengikat
sebagaimana bahasa tersebut digunakan, maka agaknya susah untuk
dipakai sebagai bahasa pengantar.Selain itu, bahasa Melayu Tinggi
digunakan dalam karya satra yang tidak banyak dikuasai oleh rakyat
jelata.

Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai


bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha.
Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku

8
di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa
antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan
terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara. Informasi
dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di
Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa
yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-
Tsing:183), K‟ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw‟enlun (Alisjahbana,
1971:1089). Kun‟lun (Parnikel, 1977:91), K‟un-lun (Prentice,
1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud
Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di kepulauan
nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak
makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu
bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh,
berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-
17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah
Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan
dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa
Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa
perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa,
dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat
tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara
serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya.
Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam
pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa
Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari
bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa
Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam
berbagai variasi dan dialek.

9
Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan suatu peristiwa
sejarah yang sangat berharga dalam perkembangan bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai bahasa persatuan
bagi bangsa Indonesia. Pernyataan bahasa Indonesia dikukuhkan
sebagai bahasa persatuan bagi bagsa Indonesia secara nyata dan
tegas tertera dalam hasil rumusan Kongres Pemuda Indonesia di
Jakarta yang terkenal dengan nama Sumpah Pemuda. Rumusan
Kongres Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada kertas
yang kemudian diberikan kepada Soegondo ketika Sunario sedang
berpidato pada sesi terakhir kongres sambil berbisik kepada
Soegondo: Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya
mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan
Kongres ini), yang kemudian Soegondo membubuhi
paraf setuju pada secarik kertas tersebut, kemudian diteruskan
kepada yang lain untuk paraf setuju juga. Sumpah tersebut awalnya
dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar
oleh Yamin (Tempo, 27 Oktober 2008 “Secarik Kertas Untuk
Indonesia). Adapun bunyi dari sumpah pemuda dengan ejaan Van
Ophuysen adalah sebagai berikut.

Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang
satoe, tanah air Indonesia.
Kedua :
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe,
bangsa Indonesia.
Ketiga :
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa
persatoean, bahasa Indonesia.

Sumpah Pemuda merupakan peristiwa penting sebagaimana


peristiwa tersebut juga merupakan pergantian secara resmi bahasa
Melayu menjadi bahasa Indonesia. Setelah peristiwa Sumpah

10
Pemuda, bahasa Indonesia mulai digunakan secara meluas. Bahasa
Indonesia secara meluas digunakan sebagai bahasa dalam penulisan
surat kabar, majalah, maupun karya sastra.

Pada peristiwa Kongres Bahasa Indonesia I di Solo pada


tanggal 25-28 November 1938 merupakan bukti eksistensi bahasa
Indonesia yang semakin lebih baik. Pada Kongres Bahasa Indonesia
tersebut, dirumuskan beberapa keputusan, antara lain:

1. Setuju mengambil kata-kata asing untuk ilmu pengetahuan


yang diambil dari perbendaharaan umum.
2. Perlu menyusun tata bahasa Indonesia yang baru.
3. Ejaan yang digunakan ialah ejaan van ophuysen
4. Wartawan sebaiknya berupaya mencari jalan-jalan untuk
memperbaiki bahasa di dalam persuratkabaran.
5. Bahasa Indonesia supaya dipakai dalam segala badan
perwakilan
6. Istilah-istilah internasional diajarkan di sekolah
7. Bahasa Indonesia hendaklah digunakan sebagai bahasa
hukum dan sebagai pertukaran pikiran di dalam dewan-
dewan perwakilan
8. Perlu didirikan sebuah lembaga dan sebuah Fakultas untuk
mempelajari bahasa Indonesia.

Setelah bangsa Indonesia merdeka, bahasa Indonesia


mendapat pengakuan secara hukum sebagai bangsa negara,
sebagaimana tercatat dalam Bab XV pasal 36 Undang-Undang
Dasar 1945 yang berbunyi “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Setelah Kongres Bahasa Indonesia pertama, pada tanggal 23
Oktober sampai 2 November 1954 diadakan Kongres Bahasa
Indonesia II di Medan. Salah satu keputusan yang penting dalam
Kongres Bahasa Indonesia kedua tersebut adalah mengusulkan

11
kepada pemerintah untuk mengadakan suatu badan yang kompeten
dalam menyusun tata bahasa Indonesia yang lengkap serta
menyusun suatu ejaan yang praktis untuk keperluan sehari-hari
dengna sedapat mungkin mengingat pertimbangan ilmu.

Pada Kongres Nasional Kedua di Jakarta tersebut,


ditetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional setelah
kemerdekaan. Adapun beberapa pertimbangan dipilihnya bahasa
Melayu sebagai bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Bahasa Melayu telah digunakan luas di nusantara sebagai


lingua franca sejak zaman kerajaan Sriwijaya dan telah
tersebar ke seluruh Nusantara.
2. Berdasarkan sistemnya, bahasa Melayu memiliki system
fonologi, morfologi, dan sintaksis yang sederhana.
3. Berdasarkan aspek psikologis, pemakai bahasa mayoritas
seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali, dan bahasa
mayoritas lainnya menerima secara sadar bahasa Melayu
4. Bahasa Melayu sanggup untuk menerima pengaruh dari
bahassa asing dan bahasa daerah lain di Indonesia untuk
pengembangannya.
5. Berdasarkan wilayah pemakaiannya, bahasa Melayu telah
dipakai dalam penyebaran agama oleh para pendeta
sebagaimana dipakai dalam lembaga pendidikan,
perundang-undangan, serta pemerintah oleh Hindia Belanda.
6. Bahasa Melayu tidak hanya digunakan luas di nusantara,
melainkan di kawasan Malaysia, Singapura, dan Brunei.
7. Bahasa Melayu dianggap sebagai bahasa yang demokratis.
Salah satu contohnya adalah kata makan yang dapat
digunakan untuk siapa saja, termasuk presiden dan raja
sekalipun.

12
Kongres Bahasa Indonesia yang ketiga berlangsung di
Jakarta pada 28 Oktober sampai 3 November 1978. Dalam kongres
tersebut, dibahasa mengenai pengembangan dan pembinaan bahasa
Indonesia dalam kaitannya dengan :

a. Kebijaksanaan kebudayaan, keagamaan, sosial


politik, dan ketahanan nasional.
b. Bidang pendidikan
c. Bidang komunikasi
d. Bidang kesenian
e. Bidang linguistik
f. Bidang ilmu pengetahuan dan teknologi

Kesimpulan umum dari pembinaan dan pengembangan


bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan kebijaksanaan
kebudayaan, keagamaan, sosial, politik, dan ketahanan nasional
adalah bahwa bahasa merupakan unsur yang berpadu dengan unsur-
unsur kebudayaan. Bahasa merupakan sarana untuk mengungkapkan
nilai-nilai budaya, pikiran, dan nilai-nilai kehidupan
kemasyarakatan. Selanjutnya, bahasa Indonesia harus dibina dan
dikembangkan sedemikian rupa sehingga memiliki kesanggupan
untuk menyatakan dengan tegas, jelas dan eksplisit tentang konsep
yang rumit. Bahasa Indonesia dapat dikembangkan dan diperkaya
dengan unsur-unsur bahasa daerah,. Apabila perlu, ditambah dengna
unsur-unsur bahasa asing. Unsur-unsur serapan itu haruslah terbatas
pada unsur-unsur yang sangat diperlukan dan yang padanannya yang
tepat tidak terdapat di dalam bahasa Indonesia.
(badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/Putus
anKBI-1-9.pdf)

Kongres bahasa Indonesia keempat diadakan di Jakarta pada


tahun 1982. Keputusan penting dalam kongres bahsa Indonesia
keempat tersebut adalah bahwasanya bahasa Indonesia telah

13
mengalami perubahan dan kemajuan yang sangat pesat dan
fungsinya semakin mantap tidak hanya sebagai alat komunikasi
sosial dan administrasi, tetapi juga sebagai alat komunikasi ilmu dan
agama. Selanjutnya, bahasa Indonesia digunakan sebagai alat
pengungkapan rasa dan ilmu yang tumbuh dan terus berkembang.

Bahasa Indonesia tentu saja tidak terhindar dari sentuhan


dan pengaruh masyarakat yang memahaminya, baik berupa
perubahan nilai dan struktur maupun berupa tingkah laku sosial
lainnya. Di satu sisi, hal ini akan menambah kekayaan linguistic
bahasa Indonesia. Tetapi, di sisi lain persentuhan ini akan
menimbulakan keanekaragaman. Oleh karena itu, tanpa pembinaan
yang hati-hati dan seksama, tidak mustahil sebagian ragam-ragam
itu menyimpang terlalu jauh dari poros antik bahasa kita. Selaras
dengan ragam yang menyimpang itu, terdapatlah cukup banyak
pemakai bahasa Indonesia yang belum dapat mempergunakan
bahasa itu dengan baik dan benar. Termasuk di antara mereka adalah
para mahasiswa dan pengajar di perguruan tinggi, para cendekiawan,
dan para pemimpin yang menduduki jabatan yang berpengaruh.

Keputusan penting selanjutnya yakni mengenai pengajaran


bahasa. Tujuan utama pendidikan dan pengajaran bahasa Indonesia
di lembaga-lembaga pendidikan adalah memantapkan kedudukan
dan fungsi bahasa Indonesia. Namun, keadaan kebahasaan di
Indonesia yang sangat majemuk dengan adanya bahasa-bahasa
daerah yang banyak, yang tersebar di seluruh tanah air, belum
dimanfaatkan dalam pendidikan dan pengajaran. Begitu pula, dalam
pengajaran bahasa Indonesia belum diperhatikan sifat komunikatif
bahasa dengan memanfaatkan berbagai komponen komunikasi, baik
sebagai bahasa yang dipakai dalam proses pengajaran maupun
sebagai hasil pengajaran itu sendiri. Sedangkan pengajaran sastra di
sekolah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pengajaran bahasa

14
belum mempunyai tujuan yang sesuai dengan fungsinya sebagai
pengembang wawasan nilai kehidupan dan kebudayaan.

Mengenai pembinaan bahasa, pemakaian bahasa Indonesia


di dalam masyarakat khususnya di lembaga-lembaga, badan-badan,
dan organisasi-organisasi yang mempunyai peranan penting dalam
kehidupan bangsa dan negara belum menggembirakan. Bahasa
Indonesia yang digunakan dalam ilmu, seperti ilmu hukum dan ilmu
administrasi, banyak yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa
Indonesia. Selain itu, pemakain bahasa Indonesia melalui media
massa, baik secara tertulis maupun secara lisan, masih memiliki
kelemahan. Kelemahan tersebut di antaranya kecenderungan
menghilangkan kata-kata dalam media cetak, atau masih ada
pemakaian unsur-unsur bahasa daerah atau bahasa asing yang tidak
perlu. Begitu pula, kemampuan masyarakat dalam berkomunikasi
sehari hari dengan menggunkan bahasa Indonesia yang baik dan
benar masih perlu mendapat perhatian para pendidik dan pemakai
bahasa Indonesia.

Dalam penentuan bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia


terdapat perdebatan kenapa bahasa Jawa yang memiliki jumlah
penutur paling banyak di Indonesia tidak digunakan sebagai bahasa
Indonesia. Bahasa Jawa dinilai lebih sulit untuk dipelajari karena
terdapat aturan tinkat tutur. Adanya tingkat tutur akan membedakan
pilihan kata sebagaimana tuturan dipakai untuk orang yang berbeda
dari segi usia, derajat, ataupun kepangkatan. Di sisi lain, bahasa
Melayu telah digunakan sebagai bahasa pengantar perdagangan di
nusantara. Adapun perkembangan fungsi bahasa Melayu/bahasa
Indonesia dari abad 7 sampai sekarang adalah sebagai berikut.

Perkembangan fungsi Bahasa Melayu/ Bahasa Indonesia

a. Abad ke-7 sampai abad ke-15, berfungsi sebagai :

15
1) Bahasa perdagangan di nusantara (lingua franca)
2) Bahasa pemerintahan kerajaan

b. Abad ke-15- awal abad ke-20 (1920), Berfungsi sebagai :


1) Bahasa perhubungan/pergaulan lokal
2) Bahasa perdagangan di nusantara
3) Bahasa kesusastraan
4) Bahasa pemerintahan di kantor-kantor jajahan Belanda

c. Awal abad ke-20 (1920-1945), Berfungsi sebagai :


1) Lingua franca
2) Bahasa perdagangan
3) Bahasa sastra
4) Bahasa pemerintahan
5) Bahasa surat kabar dan media komunikasi
6) Bahasa kebudayaan

d. Tahun 1945-sekarang,berfungsi sebagai :


1) Lingua franca
2) Bahasa surat-menyurat (resmi,tak resmi)
3) Bahasa perdagangan
4) Bahasa sastra
5) Bahasa kebudayaan
6) Bahasa pemerintahan
7) Bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi
8) Bahasa pendidikan
9) Bahasa Negara
10) Bahasa persatuan
11) Bahasa surat kabar dan media komunikasi
12) Bahasa dokumentasi
13) Bahasa pertemuan ilmiah

16
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan
bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik,
perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam
memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan
fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara.
Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat
Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan perkembangan
bahasa Indonesia telah dimulai pada awal abad ke-20. Pada tahun
1901, ejaan Van Ophuijsen diresmikan. Tujuh tahun setelahnya,
pemerintah Belanda mendirikan penerbitan buku bernama
Commissie voor de Volkslectuur yang kemudian diubah menjadi
Balai Pustaka. Tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Melayu
dikukuhkan sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Setelah kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus 1945,


Undang-Undang Dasar (UUD) RI 1945 menetapkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi Negara (pasal 36). Dua tahun
setelahnya, pada tanggal 19 Maret 1947, ejaan Van Ophuijsen
diubah dengan ejaan republik atau Ejaan Soewandi. Pada tanggal 16
Agustus tahun 1972, H.M Soeharto, Presiden Republik Indonesia,
meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan (EYD).

B. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Dalam Sumpah Pemuda disebutkan bahwa bahasa Indonesia


merupakan bahasa persatuan yang harus dijunjung tinggi. Oleh
karena itu, salah satu fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa
persatuan dari Sabang sampai Merauke. Bahasa Indonesia
dijalankan sesuai dengan fungsinya, sebagai bahasa pemersatu
dalam komunikasi. Indonesia yang memiliki ratusan bahasa tidak

17
mungkin akan berkomunikasi dengan bahasanya masing-masing.
Pemilihan bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia bertujuan untuk
mempermudah komunikasi.

Pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu tidak


serta merta akan menggusur bahasa daerah, melainkan akan menjaga
keutuhan bahasa daerah tersebut serta melindungi dari sikap fanatik
kesukuan. Oleh karena itu, dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan, kepentingan nasional dapat diletakkan jauh di atas
kepentingan daerah serta golongan. Dengan bahasa Indonesia pula,
keanekaragaman budaya serta bahasa dapat dipersatukan.

Setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, bahasa


Indonesia semakin mantap kedudukanya. Perkembanganya juga
cukup pesat. Sehari sesudah proklamasi kemerdakaan, pada tanggal
18 Agustus ditetapkan Undang-Undang Dasar 1945 yang
didalamnya terdapat pasal, yaitu pasal 36, yang menyatakan bahwa
“Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.” Dengan demikian, di
samping berkedudukan sebagai bahasa Negara,bahasa Indonesia
dipakai dalam semuah urusan yang berkaitan dengan pemerintahan
dan Negara.

Dalam keududukannya sebagai bahasa Negara, bahasa


Indonesia dipakai dalam kegiatan resmi kenegaraan, seperti upacara,
rapat kenegaraan, pidato kenegaraan, serta kegiatan kenegaraan
lainnya. Selain itu, dokumen tulis yang meliputi undang-undang,
peraturan-peraturan, dan surat menyurat yang dikeluarkan oleh
pemerintah ditulis dalam bahasa Indonesia. Kegiatan surat menyurat
antar instansi pemerintah di daerah juga memakai bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa Indonesia akan mempererat rasa nasionalisme
bangsa Indonesia.

18
1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,


bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan
kebangsaan, (2) lambang identitas nasional, (3) alat
pemersatu berbagai suku bangsa, dan (4) alat perhubungan
antardaerah dan antarbudaya. Keempat fungsi bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional diatas dimiliki oleh
bahasa Indonesia sejak tahun 1928 sampai sekarang.

a. Lambang kebanggaan nasional.


Sebagai lambang kebanggaan nasional bahasa
Indonesia memancarkan nilai- nilai sosial budaya luhur
bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan
bangsa Indonesia, kita harus bangga, menjunjung dan
mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan terhadap
bahasa Indonesia, harus memakainya tanpa ada rasa rendah
diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bangga
memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.

b. Lambang identitas nasional.

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa


Indonesia merupakan lambang bangsa Indonesia. Berarti
bahasa Indonesia dapat mengetahui identitas seseorang,
yaitu sifat, tingkah laku, dan watak sebagai
bangsa Indonesia. Kita harus menjaganya jangan sampai ciri
kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai
bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran
bangsa Indonesia yang sebenarnya.

19
c. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-
beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya.
Dengan fungsi sebagai pemersatu masyarakat ini
memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar
belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat
menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa
nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa
Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, karena mereka
tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi „dijajah‟ oleh
masyarakat suku lain. Karena dengan adanya kenyataan
bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas
suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin
dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi
bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun.
Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya
khazanah bahasa Indonesia.
d. Alat penghubung antarbudaya antardaerah.
Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa Indonesia seseorang
dapat saling berhubungan untuk segala aspek
kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi
yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan, dan kemanan mudah diinformasikan
kepada warga. Apabila arus informasi antarmanusia
meningkat berarti akan mempercepat peningkatan
pengetahuan seseorang. Apabila pengetahuan seseorang
meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.

20
2. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara,


bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi
kenegaraan, (2) bahasa pengantar dalam dunia pendidikan,
(3) alat perhubungan di tingkat nasional untuk kepentingan
pembangunan dan pemerintahan, dan (4) alat
pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan
teknologi.
Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara
diatas harus betul-betul dilaksanakan di dalam kehidupan
bangsa Indonesia. Setiap petugas negara harus
memperhatikan fungsi-fungsi bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara tersebut.
Pada tanggal 25-28 Februari 1975, Hasil perumusan
seminar polotik bahasa Nasional yang diselenggarakan di
jakarta. Dikemukakan Kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa Negara adalah :

a. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan.


Kedudukan pertama dari Kedudukan Bahasa
Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan
digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi
kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa
Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan
kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.

b. Bahasa Indonesia sebagai alat pengantar dalam dunia


pendidikan.
Kedudukan kedua dari Kedudukan Bahasa
Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan
pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di

21
lembaga pendidikan dari taman kanak-kanak, maka materi
pelajaran yang berbentuk media cetak juga harus berbahasa
Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan
buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri.
Cara ini akan sangat membantu dalam meningkatkan
perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu
pengetahuan dan teknolologi (iptek).

c. Bahasa Indonesia sebagai penghubung pada tingkat


Nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan serta pemerintahan
Kedudukan ketiga dari Kedudukan Bahasa
Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan
digunakannya Bahasa Indonesia dalam hubungan antar
badan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada
masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan
penyeragaman sistem administrasi dan mutu media
komunikasi massa. Tujuan agar isi atau pesan yang
disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh
masyarakat.

d. Bahasa Indonesia Sebagai pengembangan kebudayaan


Nasional, Ilmu dan Teknologi.

Kedudukan keempat dari Kedudukan Bahasa


Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan
penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi, baik melalui
buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah
ilmiah maupun media cetak lainnya. Karena sangatlah tidak
mungkin bila suatu buku yang menjelaskan tentang suatu
kebudayaan daerah, ditulis dengan menggunakan bahasa

22
daerah itu sendiri, dan menyebabkan orang lain belum tentu
akan mengerti.

C. Tujuan Mempelajari Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia semakin banyak dipelajari oleh


mahasiswa Indonesia maupun mahasiswa asing. Indonesia yang
memiliki sumber daya alam melimpah mendorong negara lain untuk
mempelajari bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dianggap penting
sebagai pintu masuk ke dalam kebudayaan masyarakat Indonesia.
Bahasa ternyata memiliki peran sentral dalam perkembangan
intelektual, sosial, politik, ekonomi, dan seni. Pembelajaran bahasa
Indonesia diharapkan membantu pembelajar mengenal budaya
Indonesia serta turut berpatisipasi dalam masyarakat yang
menggunakan bahasa tersebut dan menemukan serta menggunakan
kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Bagi
pelajar di Indonesia, bahasa Indonesia dipelajari semenjak sekolah
dasar hingga perguruan tinggi. Adapun tujuan mempelajari bahasa
Indonesia bagi mahasiswa adalah sebagai berikut.

1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan


etika yang berlaku baik secara lisan maupun tulis.
2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.
3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan
tepat dan kreatif untuk berbagai macam tujuan.
4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan
kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan
sosial.
5. Mendorong mahasiswa memelihara bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional.

23
6. Mahasiswa mampu menggunakan bahasa Indonesia untuk
menyusun karya tulis ilmiah.

24
Latihan Soal !

1. Apa sajakah fungsi bahasa Melayu sebelum dijadikan bahasa


Indonesia ?
2. Mengapa bahasa Melayu dipilih untuk dijadikan bahasa Indonesia
?
3. Sebutkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan
sebagai bahasa negara ?
4. Bagaimana kedudukan bahasa Indonesia di dalam perekonomian
internasional saat ini ?
5. Bagaimana upaya kita memelihara dan mengembangkan bahasa
Indonesia ?

25
BAB II

KATA SERAPAN DALAM BAHASA INDONESIA

A. Sejarah Singkat Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia

Kata serapan atau seringkali disebut kata pinjaman


merupakan kata yang berasal dari bahasa asing ataupun juga bahasa
daerah di Indonesia. Selanjutnya, kata serapan tersebut disesuaikan
ejaan, ucapan, dan tulisannya sesuai dengan bunyi bahasa dari
penutur atau masyarakat Indonesia. Salah satu alasan kenapa bahasa
Indonesia begitu banyak menyerap kata pinjaman tersebut adalah
untuk memperkaya kosakata. Setiap masyarakat bahasa, dalam hal
ini masyarakat Indonesia memiliki cara yang digunakan untuk
mengungkapkan suatu kosep gagasan dan perasaan atau untuk
menyebutkan atau mengacu ke benda-benda di sekitarnya.

Dalam penyerapan unsur bahasa asing tersebut harus


dilakukan secara selektif. Kosakata serapan basa asing itu dapat
mengisi konsep makna yang tidak ditemukan di dalam kosakata
bahasa Indonesia. Di samping itu, bentuk dan makna kata serapan
dari bahasa asing memang diperlukan kehadirannya dalam bahasa
Indonesia untuk kepentingan konsep-konsep makna yang tidak
tersedia sebelumnya, sebagaimana dapat menunjang perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia di masa mendatang.

Konsekuensi daripada sifat bahasa yang konvensional yakni


kata-kata yang dihasilkan melalui kesepakatan masyarakat tersebut
seharusnya mencukupi keperluan itu. Manakala terjadi hubungan

26
berupa kontak budaya dengan masyarakat penutur bahasa lain,
sangat mungkin gagasan, konsep, atau barang baru yang datang dari
luar budaya masyarakat itu kemudian dipinjam.

Perkembangan sejarah nusantara tidak terlepas dari


banyaknya kontak budaya luar. Pada abad pertama masehi, budaya
India masuk ke Indonesia. Banyak konsep keagamaan serta sistem
pemerintahan dalam bahasa Sanskerta yang diadaptasi sehingga
banyak kata serapan yang menjadi bagian dari kekayaan kosakata
bahasa Indonesia. Selanjutnya, kontak dengan budaya Islam terjadi.
Konsep mengenai keagamaan dalam bahasa Arab dipinjam sehingga
menambah kekayaan khasanah kosakata di nusantara.

Bangsa Eropa, terutama Portugis dan Belanda yang datang


ke nusantara juga banyak menyumbang kata-kata dengan konsep di
bidang sistem pemerintahan, perdagangan, hukum, dan ilmu
pengetahuan. Kata-kata serapan juga banyak yang berkaitan dengan
perdagangan dan makanan, yakni kata serapan dari China. Bangsa
China datang ke Indonesia untuk keperluan perdagangan, baik
barang maupun makanan. Bangsa Jepang yang menjajah Indonesia
kurang lebih tiga tahun juga menyumbang kata serapan, namun tidak
banyak.

Bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional sangat


berpengaruh dalam berbagai konsep kebudayaan dan ilmu
pengetahuan. Banyak kata-kata dalam bahasa Inggris yang dipinjam
bahasa Indonesia. Adapun jumlah kata serapan dari berbagai bahasa
disajikan sebagai berikut.

27
Asal Bahasa Jumlah Kata
Arab ±1495
Belanda ±3280
China ±290
Persia ±63
Portugis ±131
Sanskerta ±732
Jepang ±136
Inggris Belum Terhitung
dengan pasti

Beberapa penyebab terjadinya peminjaman adalah:

1. Kebutuhan akan konsep baru.


2. Bentuk asing dianggap lebih prestise. Pengguna kata
serapan ingin dianggap lebih terpelajar.
3. Usaha untuk memperkaya kosakata bahasa Indonesia

Dalam proses peminjaman, tidak semua unsur


diserap/dipinjam secara utuh. Penyesuaian akan menyebabkan
perubahan baik pengucapan atau tulisan. Perbedaan ucapan dan
ejaan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti perbedaan itu
terjadi karena salah dengar, salah baca, dan penyesuaian secara
artikulatoris. Berikut adalah beberapa contoh kata-kata serapan
dalam bahasa asing maupun bahasa daerah di Indonesia.

Sanskerta Belanda Tionghoa Arab Persia


Baca Absen Angpao Abad Acar
Bicara Afdruk Bakso Barakah Anggur
Cinta Antik Bakpao Haram Bandar
Cita Bensin Cincau Ilmu Cadar
Citra Karcis Giok Kursi Domba

28
Dewa Dansa Hoki Kitab Gandum
Dosa Makelar Kecap Ziarah Istana
Angkasa Ajudan Bakmi Wajib
Angka Advokat Bakwan Ulama
Angkara Aki Bihun Kuliah
Antara Akademi Caisim Maut
Anugerah Aksen Cap Cai Mimbar
Arca Kasbon Cawan Malaikat
Asrama Kasir Ciu Syariat
Asmara Kaus Cukong Salat
Bea Knalpot Dim Sum Derajat
Bayangkara Kenek Guci Insan
Buana Kerah Hio Kiamat
Bumi Kios Kecoa Ulama
Busana Ponco Kuaci Wajib
Cerita Pompa Kwetiau Zakat
Dana Prei (vrij) Pangsit Hakim

Portugis Jepang Inggris Perancis Yunani


Aula Bonsai Film Opera Demokrasi
Akta Ebi Internet Korset Filosofi
Algojo Judo Radio Anulir Mitos
Boneka Karaoke Video Butik Kosmos
Garpu Ninja Unit Genre Asbes
Gereja Manga Lift Ala Alokasi
Banku Samurai Musik Kroisan Autopsi

Kata pinjaman dalam bahasa asing diserap dalam bahasa


Indonesia dengan empat cara. Adapun keempat cara tersebut adalah
sebagai berikut.

29
1. Adopsi

Cara adopsi terjadi apabila pemakai bahasa mengambil


bentuk dan makna kata asing itu secara utuh/keseluruhan. Sifat
bahasa yang konvensional menjadikan bentuk tulisan dari kata
serapan tersebut menjadi utuh.

Contoh : plaza, supermarket, internet, dll.

2. Adaptasi
Adaptasi dapat terjadi apabila pemakai bahasa hanya
mengambil makna kata asing itu, sedangkan ejaan atau penulisannya
disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia.

Contoh :

Multicultural > multikultural


Pluralization > pluralisasi
Computer > komputer

3. Penerjemahan

Penerjemahan terjadi apabila pemakai bahasa mengambil


konsep yang terkandung dalam bahasa asing itu, kemudian kata
tersebut dicari padanannya dalam bahasa Indonesia

Contoh:
Try out > uji coba

30
4. Kreasi

Kreasi terjadi apabila pengguna bahasa mengambil konsep


dasar yangada dalam bahasa Indonesia. Cara ini mirip dengan cara
penerjemahan, namun tetap memiliki perbedaan. Cara kreasi tidak
menuntut bentuk fisik yang mirip seperti penerjemahan. Boleh saja
kata yang ada dalam bahasa aslinya ditulis dalam dua atau tiga kata,
sedangkan dalam bahasa Indonesia hanya terdapat satu kata saja.

Contoh :
Spare parts > suku cadang

Selain kata serapan, bahasa Indonesia juga mempunyai


imbuhan serapan. Imbuhan serapan tersebut ditulis serangkai dengan
bentuk dasarnya. Beberapa imbuhan serapan tersebut antara lain :

An -, a – (tidak) ; anarki, amoral, anorganik


Ab - (dari) ; abrasi, abnormal
Tele - (jauh) ; televisi, telepon
Mini – (kecil) ; miniatur, mini bus
Super – (di atas) ; supersonik, super power, supervisi
Uni - (satu) ; unilateral, universitas
Nomo – (satu) ; monoton, monogami, ,monofobia
Sub – (di bawah) : subversi, subsidi, subordinasi
Trans – ( seberang, lewat) ; transisi, tranfusi
Semi – (setengah, sebagian) ; semiautomatis, semiformal, semifinal.
Dalam laman badan pengembangan dan pembinaan bahasa
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan disebutkan bahwa unsur
bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia harus mem-
pertajam daya ungkap bahasa Indonesia dan harus memungkinkan
orang menyatakan makna konsep atau gagasan secara tepat.

31
Penyerapan unsur bahasa asing itu harus dilakukan secara selektif,
yaitu kata serapan yang dapat mengisi kerumpangan konsep dalam
khazanah bahasa Indonesia.
Kata serapan memang diperlukan dalam bahasa Indonesia
untuk kepentingan pemerkayaan daya ungkap bahasa Indonesia
mengiringi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Indonesia modern. Berikut beberapa contoh tentang hal itu. Kata
condominium, diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan penye-
suaian ejaan menjadi kondominium. Demikian juga penyerapan kata
konsesi, staf, golf, manajemen, dan dokumen. Kata-kata itu diserap
ke dalam bahasa Indonesia melalui proses penyesuaian ejaan.
Namun, kata laundry, sebenarnya tidak diperlukan karena dalam
bahasa Indonesia sudah digunakan kata binatu dan dobi. Perlakuan
yang sama dapat dikenakan pada kata tower karena padanan untuk
kata itu sudah ada dalam khazanah bahasa Indonesia, yaitu menara
atau mercu. Kata garden yang pengertiannya sama dengan kata
taman atau bustan juga tidak perlu diserap ke dalam bahasa
Indonesia. Sejalan dengan pemaparan kosakata serapan itu,
bagaimana dengan kata developer dan builder? Apakah perlu
diserap? Kedua kata itu, sudah tidak asing lagi bagi pengusaha yang
bergerak dalam bidang pengadaan sarana tempat tinggal ataupun
perkantoran. Akan tetapi, apakah tidak lebih baik jika pengguna
bahasa Indonesia berusaha memasyarakatkan penggunaan kata
pengembang untuk padanan developer dan pembangun untuk
padananbuilder.
(badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/petunjuk_praktis/205)

B. Penulisan Unsur Kata Serapan

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur


dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari

32
bahasa asing, seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau
Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam
bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar.

Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap


ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock,
l’axplanation de l’homme. Unsur-unsur yang dipakai dalam konteks
bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.

Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya


disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini
diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk
Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu sebagai berikut.

aa (Belanda) menjadi a

Paal pal
Baal bal
Actaaf oktaf

ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e

Aerob aerob
Aerodimanics aerodonamika

ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e

Haemoglobin hemoglobin
Haematite hematit

33
ai tetap ai

Trailer trailer
Caisson kaison

au tetap au

Audiogram audiogram
Autrotoph autrotof
Tautomer tautomer
Hydraulic hidraulik
Caustic kaustik

c di muka a, u, o dan konsonan mejadi k

Calomel kalomel
Construction konstruksi
Cubic kubik
Coup kup
Classification klasifikasi
Crystal kristal

c di muka e, i, oe, dan y menjadi s

Central sentral
Cent sen
Cybernetics sibernetika
Circulation sirkulasi
Cylinder silinder
Ceolom selom

cc di muka o, u dan konsonan menjadi k

34
Accomodation akomodasi
Acculturation akulturasi
Acclimatization aklimatisasi
Accumulation akumulasi
Acclamation aklamasi

cc di muka e dan i menjadi ks

Accent aksen
Accessory aksesori
Vaccine vaksin

cch dan ch di muka a, o dan konsonan menjadi k

Saccharin sakarin
Charisma karisma
Cholera kolera
Chromosome kromosom
Technique teknik

ch yang lafalnya s atau sy menjadi s

Echelon eselon
Machine mesin

ch yang lafalnya c menjadi c

Check cek
China Cina

ç (Sanskerta) menjadi s

35
Çabda sabda
Çastra sastra

e tetap e

Effect efek
Description deskripsi
Synthesis sintesis

ea tetap ea

Idealist idealis
Habeas baheas

ee (Belanda) menjadi e

Stratosfeer stratosfer
Systeem sistem

ei tetap ei

Eicosane eikosan
Eidetic eidetik
Einsteinium einsteinium

eo tetap eo

Stereo stereo
Geometry geometri
Zeolite zeolit

36
eu tetap eu

Neutron neutron
Eugenol eugenol
Europium europium

f tetap f

Fanatic fanatik
Factor factor
Fossil fosil

gh menjadi g

Sorghum sorgum

gue menjadi ge

Igue ige
Gigue gige

i pada awal suku kata di muka vokal tetap i

Iambus iambus
Ion ion
Iota iota

ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i

Politiek politik
Riem rim

ie tetap ie jika lafalnya bukan i

37
Variety varietas
Patient pasien
Afficient efisien

kh (Arab) tetap kh

Khusus khusus
Akhir akhir

ng tetap ng

Contingent kontingen
Congres kongres
Linguistics linguistik

oe (oi Yunani) menjadi e

Oestrogen estrogen
Oenology enology
Foetus fetus

oo (Belanda) menjadi o

Komfoor kompor
Provoost provos

oo (Inggris) menjadi u

Cartoon kartun
Proof pruf
Pool pul

38
oo (vokal ganda) tetap oo

Zoology zoology
Coordination koordinasi

ou menjadi u jika lafalnya u

Gouverneur gubernur
Coupon kupon
Contour kontur

ph menjadi f

Phase fase
Physiology fisiologi
Spectograph spektograf

ps tetap ps

Pseudo pseudo
Psychiatry psikiatri
Psychic psikis
Psychosomatic psikosomatik

pt tetap pt

Pterosaur pterosaur
Pteridology pteridologi
Ptyalin ptyalin

39
q menjadi k

Aquarium akuarium
Frequency frekuensi
Equator ekuator

rh menjadi r

Rhapsody rapsodi
Rhombus rombus
Rhythm ritme
Rhetoric retorika

sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk

scandium skandium
scoptopia skoptopia
scutella skutela
sclerosis sklerosis
scriptie skripsi

sc di muka e, i, dan y menjadi s

scenography senografi
scintillation sintilasi
scyphistoma sifistoma

sch di muka vokal menjadi sk

schema skema
schizophrenia skizofrenia
scholasticism skolastisisme

40
t di muka i menjadi s jika lafalnya s

ratio rasio
actie aksi
patient pasien

th menjadi t

theocracy teokrasi
orthography ortografi
thiopental tiopental
thrombosis trombosis
methode (Belanda) metode

u tetap u

unit unit
nucleolus nucleolus
structure struktur
institute institute

ua tetap ua

dualism dualism
aquarium akuarium

ue tetap ue

suede sued
duet duet

41
ui tetap ui

equinox ekuinoks
conduite konduite

uo tetap uo

fluorescein fluoresein
quorum kuorum
quota kuota

uu menjadi u

prematuur prematur
vacuum vakum

v tetap v

vitamin vitamin
television televisi
cavalery kavaleri

x pada awal kata tetap x

xanthate xantat
xenon xenon
xylophone xilofon

xc di muka e dan i menjadi ks

exception eksepsi
excess ekses

42
excision eksisi
excitation eksitasi

xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk

excavation ekskavasi
excommunication ekskomunikasi
excursive ekskursif
exclusive eksklusif

y tetap y jika lafalnya y

yakitori yakitori
yangonin yangonin
yen yen
yuan yuan

y manjadi y jika lafalnya i

yttrium itrium
dynamo dinamo
propyl propil
psyschology psikologi

z tetap z

zenith zenith
zirconium zirkonium
zodiac zodiak
zygote zigot

43
konsonan ganda menjadi tunggal, kecuali kalau dapat
membingungkan.
Contoh:

gabbro gabro
commission komisi
accu aki
ferrum ferum
effect efek
salfeggio salfegio

Tetapi:
mass massa

Catatan:
1. Unsur pungutan yang sudah lazim dieja sesuai dengan ejaan
bahasa Indonesia tidak perlu
lagi diubah.
Contoh:

Kabar, sirsak, iklan, erlu, bengkel, hadir

2. Sekalipun dalam ejaan yang dismpurnakan huruf q dan x diterima


sebagai bagian abjad bahasa Indonesia, unsur yang mengandung
kedua huruf itu diindonesiakan menurut kaidah yang terurai di atas.
Kedua huruf itu dipergunakan dalam penggunaan tertentu saja,
seperti dalam pembedaan nama dan istilah khusus. Di samping
pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, berikut ini
didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam
bahasa Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang

44
utuh. Kata seperti standarisasi, efektif, dan implementasi diserap
secara utuh di samping kata standar, efek, dan implemen.

-aat (Belanda) menjadi –at

advocaat advokat

-age menjadi –ase

percentage persentase
etalage etalase

-al, -eel (Belanda), -aal (Belanda) menjadi –al

structural, structureel struktural


formal, formeel formal
normal, normaal normal

-ant menjadi –an


accountant akuntan
informant informan

-archy, -archie (Belanda) menjadi –arki

anarchy, anarchie anarki


oligarchy, oligarchie oligarki

-ary, -air (Belanda) menjadi –er

complementary, complementair komplementer


primary, primair primer

45
secondary, secondair sekunder

-(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -as

action, actie aksi


publication, publicatie publikasi

-ein tetap –ein

casein kasein
protein protein

-ic, -ics, ique, -iek, -ica (Belanda) menjadi -ik, -ika

logic, logica logika


phonetics, phonetiek fonetik
physics, physica fisika
dialectics, dialektica dialektika
technique, techniek teknik

-ic, -isch (adjektiva Belanda) menjadi –ik

electronic, elektronisch elektronik


mechanic, mechanisch mekanik
ballistic, ballistisch balistik

-ical, isch (Belanda) menjadi –is

economical, economisch ekonomis


practical, practisch praktis
logical, logisch logis

46
-ile, -iel menjadi –il

percentile, percentiel persenril


mobile, mobiel mobil

-ism, isme (Belanda) menjadi –isme

modernism, modernisme modernisme


communism, communisme komunisme

-ist menjadi –is

publicist publisis
egoist egois

-ive, -ief (Belanda) menjadi –if

descriptive, descriptief deskriptif


demonstrative, demonstratief demonstrative

-logue menjadi –log

catalogue catalog
dialogue dialog

-logy, -logie (Belanda) menjadi –logi

technology, technologie teknologi


physiology, physiologie fisiologi
analogy, analogie analogi

47
-loog (Belanda) menjadi –log

analoog analog
epiloog epilog

-oid, -oide (Belanda) menjadi –oid

hominoid, hominoide hominoid


anthropoid, anthropoide anthropoid

-oir(e) menjadi –oar

trotoir trotoar
repertoire repertoar

-or, -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir

director, directuer direktur


inspector, inspectuer inspektur
amateur amatir
formateur formatur

-or tetap –or

dictator diktator
corrector korektor

-ty, -teit (Belanda) menjadi –tas

48
university, universiteit universitas
quality, kwaliteit kualitas

-ure, -uur (Belanda) menjadi –ur

structure, struktuur struktur


premature, prematuur premature

49
Latihan Soal !

1. Mengapa banyak terdapat kata serapan dalam bahasa Indonesia ?

2. Jelaskan ciri khas setiap kata serapan dari masing-masing bahasa


asing yang masuk ke Indonesia ?

3. Bagaimana perkembangan kata serapan yang masuk saat ini dan


bagaimana dampak yang ditimbulkan dari masuknya kata serapan
saat ini ?

50
BAB III

RAGAM DAN KEBAKUAN DALAM BAHASA INDONESIA

1. Ragam Lisan dan Tulis Bahasa Indonesia

Ragam bahasa merupakan variasi bahasa menurut


pemakaian dalam berbagai topik pembicaraan, menurut hubungan
pembicara dengan orang yang dibicarakan, dan menurut medium
pembicaraan (Junus, 1996:45). Ragam bahasa muncul karena
kebutuhan penutur akan adanya alat komunikasi yang sesuai dengan
situasi dalam konteks sosialnya. Pemakaian bahasa pada hakikatnya
beraneka ragam dan bervariasi.

Indonesia yang memiliki keberagaman bahasa juga memiliki


keberagaman ragam di dalamnya. Keragaman bahasa ditentukan
oleh faktor-faktor seperti konteks dan situasi. Konteks dan situasi
yang dimaksud yakni meliputi letak geografis, situasi sosial, dan
kurun waktu. Secara rinci, Nababan (1986:4) membagi ragam
bahasa sebagai berikut.

a. Ragam daerah atau dialek


b. Ragam sosial atau sosiolek
c. Ragam fungsional
d. Ragam temporal

51
1.1 Ragam Lisan

Bahasa Indonesia dituturkan secara luas di Indonesia


maupun di luar Indonesia. Penutur bahasa Indonesia memiliki latar
belakang budaya, sosial, maupun ekonomi. Perbedaan latar belakang
tersebut menimbulkan perbedaan dalam hal penuturan bahasa
Indonesia secara lisan. Selain itu, terdapat perbedaan tuturan lisan
dalam bahasa Indonesia terkait wilayah, seperti halnya tuturan orang
Indonesia sebelah barat dan orang Indonesia timur. Meskipun
pembedaan wilayah tersebut terkesan abstrak, namun terlihat
perbedaannya.

Dalam ragam lisan menuntut atau menghendaki hadirnya


lawan bicara atau orang kedua. Selanjutnya, dalam ragam lisan tidak
menuntut kelengkapan struktur fungsi dalam kalimat. Sturktur
fungsi dalam kalimat yang dimaksud adalah subyek, predikat,
obyek, dan keterangan. Unsur-unsur tersebut seringkali dilesapkan
atau bahkan dihilangkan. Kedua penutur saling mengerti konteks
yang dibicarakan.

Contoh:
A: Pak, ke Balikpapan berapa ?
B: Kalau speed dua ratus ribu mas.
A: Seratus ribu ya pak !
B: Wah, belum dapat solar itu mas.

Dalam percakapan tersebut, penutur A hendak pergi ke


Balikpapan dengan menanyakan ongkos naik speed. Kata speed
sangat familiar di kalangan masyarakat Balikpapan dan sekitarnya.
Speed merupakan kapal cepat yang menjadi alat transportasi untuk
menyeberangkan penumpang. Selanjutnya, penutur B tidak
menerima harga penutur A yang menawar setengah harga. Bagi

52
penutur B, harga tersebut tidak menutup biaya bahan bakar yang
dikeluarkannya.
Percakapan di atas merupakan ragam lisan sebagaimana
terikat pada ruang, waktu, serta situasi maupun konteks
pembicaraan. Kita dapat lebih memahami makna tuturan tersebut
jika paham dengan situasi atau konteks yang terdapat pada saat
percakapan dilangsungkan. Oleh karena itu, ragam lisan terikat
ruang dan waktu pada saat percakapan berlangsung. Situasi ataupun
konteks pada saat pembicaraan sangat menentukan pemahaman
makna di dalamnya. Selain itu, ragam lisan yang membutuhkan
hadirnya lawan bicara tidak selalu membutuhkan aspek gramatikal
yang urut maupun lengkap. Akibatnya, ragam lisan dibentuk sesuai
dengan kehendak si penutur yang cenderung bebas. Ragam lisan
memiliki beberapa kelebihan yang di antaranya meliputi:
1. Ragam lisan dapat disesuaikan dengan situasi waktu
tuturan berlangsung.
2. Ragam lisan memiliki bentuk yang lebih efisien
3. Faktor nonverbal (gerak/mimik penutur) dapat
menjadi penjelas maksud tuturan.
4. Ragam lisan memiliki sturktur kebahasaan yang
lebih bebas.
1.2. Ragam Tulis
Ragam tulis berbeda dengan ragam lisan. Ragam tulis
ditunjukkan dengan tulisan yang tertulis pada suatu media. Adapun
media tulis berkembang dari waktu ke waktu. Pada awalnya media
tulis menggunakan benda di sekitar manusia seperti batu, kayu,
ataupun daun-daunan. Pada perkembangannya hingga saat ini,
media tulis yang digunakan adalah kertas bahkan media elektronik
dan internet. Ragam tulis tidak terikat ruang dan waktu. Hal tersebut
merupakan kebalikan daripada ragam lisan yang terikat ruang dan

53
waktu. Artinya, tulisan akan akan bertahan lama jika media tulis
tidak hancur.
Ragam tulis menuntut kelengkapan strutktur gramatikal.
Oleh karena itu, kelengkapan struktur merupakan faktor penting
yang menjelaskan makna secara utuh. Ragam tulisan dipengaruhi
oleh ejaan dan tanda baca. Ejaan dalam bahasa Indonesia telah
mengalami perubahan semenjak awal dipakainya bahasa Indonesia
hingga saat ini. Selanjutnya, tanda baca wajib hadir dalam ragam
tulis untuk menjadikan cara baca serta maknanya dapat diketahui.
Ragam tulis dalam bahasa Indonesia menuntut kelengkapan
struktur gramatikal/tata bahasa yang sesuai dengan aturan tata
bahasa Indonesia yang benar. Selain itu, ejaan bahasa Indonesia dan
tanda baca yang benar juga wajib hadir dalam ragam tulis. Ragam
tulis sangat berperan di dalam pengembagan ilmu pengetahuan
khususnya dalam dunia akademik. Mahasiswa dituntut untuk dapat
menggunakan ragam tulis dengan baik dan benar.
Tujuan penggunaan ragam tulis di kalangan akademisi
adalah untuk penulisan karya ilmiah. Adapun beberapa bentuk karya
tulis ilmiah adalah makalah, artikel ilmiah, laporan penelitian,
skripsi, tesis, disertasi, buku ataupun buku ajar ajar, dan lain
sebagainya. Selain dalam rangka penulisan karya tulis ilmiah, ragam
tulis juga digunakan secara luas pada berbagai media seperti halnya
surat kabar maupun berita online di internet. Adapun ciri-ciri ragam
tulis adalah sebagai berikut.
1. Ragam tulis tidak memerlukan kehadiran lawan tutur.
2. Ragam tulis tidak terikat ruang dan waktu.
3. Ragam tulis menuntut kelengkapan struktur gramatikal
4. Ragam tulis mewajibkan hadirnya tanda baca
5. Penggunaan kosakata cenderung lebih tepat

54
2. Ragam Bahasa Resmi dan Santai

Secara singkat, ragam bahasa merupakan variasi bahasa


berdasarkan pemakaiannya yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut
terkait media yang digunakan maupun terkait penuturnya. Selain itu,
perbedaan juga dapat terjadi menurut topik yang dibicarakan, lawan
bicara serta hubungan penutur dengan lawan tutur. Dalam situasi
resmi, bahasa Indonesia yang digunakan adalah bahasa Indonesia
ragam baku. Bahasa Indonesia ragam baku merupakan ragam yang
menuntut penggunaan tata bahasa, ejaan, serta tanda baca yang
benar dan tepat.

Ragam bahasa resmi atau ragam bahasa yang baku


digunakan dalam bentuk lisan maupun tulisan sebagaimana terdapat
pada pidato, upacara kenegaraan, surat dinas, undang-undang, surat
kabar nasional, karya tulis ilmiah, buku, dan lain sebagainya. Ragam
bahasa resmi digunakan dalam situasi yang formal. Dalam situasi
formal, bentuk-bentuk kebahasaan yang digunakan adalah bentuk
baku yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang benar.

Ragam bahasa yang tidak resmi menggunakan bahasa lebih


bebas karena tidak menuntut penggunaan tata bahasa, ejaan, serta
tanda baca yang benar. Selain itu, struktur bahasanya juga lebih
bebas dan cenderung tidak lengkap. Dengan kata lain, ragam bahasa
Indonesia yang tidak resmi menggunakan bahasa yang tidak baku.
Ragam tidak resmi banyak dipakai pada percakapan sehari-hari
seperti di rumah, di pasar, di terminal, dan lain sebagainya.

Dalam percakapan sehari-hari misalnya, bentuk kebahasaan


yang digunakan cenderung tidak mentaati standar bahasa Indonesia
yang baku. Dengan kata lain, ragam tidak resmi digunakan dalam
ranah yang tidak formal. Ciri-ciri lain yang terdapat dalam ragam

55
bahasa Indonesia yang tidak resmi/nonformal adalah penggunaan
kata sapaan akrab, susunan kata dalam ujaran yang tidak lengkap,
penggunaan pilihan kata yang bebas, serta nada bicara yang
cenderung bebas.

3. Ragam Berdasarkan Bidang Penggunaan Bahasa Indonesia

Ragam bahasa Indonesia juga dapat dibedakan menurut


bidang penggunaannya, termasuk pada bidang profesi. Setiap bidang
profesi memunculkan ciri khas bentuk kebahasaannya. Salah satu
ciri khasnya adalah bahwasanya di setiap bidang keprofesian
memiliki kosakata yang khas. Setiap bidang keprofesian
memunculkan kosakata yang cenderung hanya dapat dipahami oleh
orang yang melakoni bidang profesinya tersebut. Adapun beberapa
ragam berdasarkan bidang penggunaannya antara lain:

1. Ragam bahasa bidang kesehatan


2. Ragam bahasa bidang teknik
3. Ragam bahasa bidang pendidikan
4. Ragam bahasa bidang teknologi
5. Ragam bahasa bidang hukum
6. Ragam bahasa bidang sastra
7. Ragam bahasa bidang jurnalistik

Masih banyak ragam bahasa yang digunakan dalam


berbagai bidang, terkait profesi maupun akademik. Selain memiliki
ciri khas dalam hal kosakata, setiap bidang tersebut memiliki
peristilahan yang berbeda pula. Banyaknya singkatan dan kata
serapan menjadikan ragam satu dengan ragam yang lain terlihat
berbeda.

56
4. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Tempat

Perbedaan tempat mempengaruhi penggunaan Bahasa


Indonesia. Ditinjau dari segi geografis, maka Indonesia merupakan
negara kepulauan yang luas. Tidak hanya dipisahkan oleh laut di
antara pulau satu dengan pulau yang lain, melainkan juga daratan
yang dipisahkan oleh sungai maupun gunung. Selain itu, Indonesia
memiliki ratusan suku yang memungkinkan perbedaan logat dalam
pengucapan bahasa Indonesia. Perbedaan logat tersebut diakibatkan
karena setiap suku memiliki bahasa. Bahasa satu dengan bahasa
yang lain memiliki perbedaan fonem. Selain itu perbedaan juga
dapat terjadi dalam hal pembentukan kata sampai susunan kata
dalam kalimat. Beberapa logat bahasa yang sering kita jumpai di
antaranya adalah logat Jawa, logat Betawi, logat Batak, logat Papua,
dan masih banyak logat dari daerah lain.

5. Sifat Ragam Bahasa Baku

Bahasa Indonesia memiliki ragam bahasa baku dan ragam


bahasa yang tidak baku. Ragam bahasa baku merupakan ragam yang
diakui oleh sebagian besar masyarakat pemakai bahasa sebagai
bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam
penggunaannya. Bahasa Indonesia ragam baku berfungsi sebagai
pemersatu. Bahasa Indonesia baku mempersatukan serta
menghubungkan penutur berbagai dialek bahasadi Indonesia.
Bahasa Indonesia baku mangatasi batas-batas kedaerahan. Selain itu,
bahasa Indonesia baku merupakan alat pengungkap kebudayaan
nasional yang utama. Fungsi pemersatu ini ditingkatkan melalui
usaha memberlakukannya sebagai salah satu syarat atau ciri manusia
Indonesia modern. Ragam bahasa baku memiliki sifat sebagai
berikut.

57
1. Kemantapan dinamis: di samping memiliki kaidah dan aturan,
relatif luwes atau terbuka untuk perubahan sejalan perubahan
masyarakat.
2. Kecendekiawan: sanggup mengungkapkan proses pemikiran yang
rumit di berbagai ilmu dan teknologi.
3. Seragam: pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses
penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah
pencarian titik-titik keseragaman.

58
Latihan Soal

1. Transkripsikan percakapan singkat berbahasa Indonesia di


lingkunganmu dan jelaskan ragam apa yang digunakan oleh
penutur !
2. Mengapa ragam tulis menuntut penggunaan tanda baca ?
3. Jelaskan perbedaan ragam bahasa lisan dan tulisan !
4. Jelaskan perbedaan ragam bahasa resmi dan santai !
5. Jelaskan salah satu ragam bahasa berdasarkan bidang
penggunaannya !

59
BAB IV

PEDOMAN UMUM EJAAN DAN TANDA BACA

A. Sejarah Singkat Perkembangan Ejaan oleh Panitia


Pengembangan Bahasa Indonesia Tentang EYD Tahun
1975

Untuk memulai materi ejaan bahasa Indonesia perlu kiranya


disimak mengenai sejarah singkat perkembangannya. Berikut
disajikan sejarah singkat perkembangan ejaan dari awal sampai
peristilahan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dikenal sampai
sekarang.

Sejak peraturan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin


ditetapkan pada tahun 1901 berdasarkan rancangan Ch. A. van
Ophuysen dengan bantuan Engku Nawawi gelar Soetan Ma‟moer
dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim, penyempurnaannya berkali-
kali diusahakan. Pada tahun 1938, selama Kongres Bahasa Indonesia
yang pertama kali di Solo, misalnya disarankan agar ejaan Indonesia
lebih banyak diinternasionalkan.

Pada tahun 1947 Soewandi, Menteri Pengajaran, Pendidikan


dan Kebudayaan pada masa itu, menetapkan dalam surat
keputusannya tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg. A bahwa
perubahan ejaan bahasa Indonesia dengan maksud membuat ejaan
yang berlaku menjadi lebih sederhana. Ejaan baru itu oleh
masyarakat diberi julukan Ejaan Republik. Beberapa usul yang
diajukan oleh panitia menteri itu belum dapat diterima karena masih
harus dirinjau lebih jauh lagi. Namun, sebagai langkah utama dalam

60
usaha penyederhanaan dan penyelarasan ejaan dengan perkembagan
bahasa, keputusan Soewandi pada masa pergolakan revolusi itu
mendapat sambutan baik.

Kongres Bahasa Indonesia Kedua, yang diprakarsai Menteri


Moehammad Yamin, diselenggarakan di Medan pada tahun 1954.
Masalah ejaan timbul lagi sebagai salah satu mata pertemuan itu.
kongres itu mengambil keputusan supaya ada badan yang menyusun
peraturan ejaan yang praktis bagi bahasa Indonesia. Panitia yang
dimaksud (Priyono-Katoppo, Ketua) yang dibentuk oleh Menteri
Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya
tanggal 19 Juli 1956, No. 44876/S, berhasil merumuskan patokan-
patokan baru pada tahun 1957 setelah bekerja selama setahun.

Tindak lanjut perjanjian persahabatan antara Republik


Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1959, antara
lain berupa usaha mempersamakan ejaan bahasa kedua Negara ini.
Maka pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu
(Slametmuljana-Syed Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep
ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo
(Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun
berikutnya megurungkan peresmiannya.

Sesuai dengan laju pengembangan nasional, Lembaga


Bahasa dan Kesusastraan yang pada tahun 1968 menjadi Lembaga
Bahasa Nasional, dan akhirnya pada tahun 1975 menjadi Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, menyusun program
pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh. Di dalam
hubungan ini, panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (A.M. Moeliono, ketua) yang disahkan
oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Sarino Mangunpranoto,
sejak tahun 1966 dalam surat keputusannya tanggal 19 September

61
1967, No. 062/1967, menyusun konsep yang merangkum segala
usaha penyempurnaan yang terdahulu. Konsep itu ditanggapi dan
dikaji leh kalangan luas di seluruh tanah air selama beberapa tahun.

Atas permintaan ketua Gabungan V Komando Operasi


Tertinggi (KOTI), rancangan peraturan ejaan tersebut dipakai
sebagai bahan oleh tim Ahli Bahasa KOTI yang dibentuk oleh ketua
Gabungan V KOTI dengan surat Keputusannya tanggal 21 Februari
1967, No. 011/G-5/II/ 1967 (S.W. Rujianti Mulyadi, Ketua) dalam
pembicaraan mengenai ejaan dengan pihak Malaysia di Jakarta pada
tahun 1966 dan di Kuala Lumpur pada tahun 1967.

Dalam Komite Bersama yang dikeluarkan oleh Menteri


Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri, dan Menteri
Pelajaran Malaysia, Hussen Onn, pada tahun 1972 rancangan
tersebut disetujui untuk dijadikan bahan dalam usaha bersama di
dalam pengembangan bahasa nasional kedua negara.

Setelah rancangan itu akhirnya dilengkapi di dalam Seminar


Bahasa Indonesia di Puncak pada tahu 1972, dan diperkenalkan
secara luas oleh sebuah panitia antardepartemen (Ida Bagus Mantra,
Ketua dan Lukman Ali, Ketua Kelompok Teknis Bahasa) yang
ditetapkan dengan surat keputusan Menteri pendidikan dan
Kebudayaan tanggal 20 Mei 1972, No. 03/A.I/72, maka pada hari
Proklamasi Kemerdekaan tahun itu juga diresmikanlah aturan ejaan
yang baru itu berdasarkan keputusan Presiden No. 57, tahun 1972,
dengan nama Ejaan yang Disempurnakan. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan menyebar buku kecil yang berjudul Pedoman
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan
pemakaian ejaan itu.

62
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia
Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972,
No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman
Umum ini yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas.

Penyusunan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang


Disempurnakan ini telah dimungkinkan oleh tersedianya biaya
Pelita II yang disalurkan melalui Proyek Pengembangan Bahasa dan
Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (S.W. Rujiati Mulyadi, Ketua). Pencetakan Pedoman
Umum ini dilaksanakan oleh Proyek Penulisan dan Penerbitan
Buku/Majalah Pengetahuan dan Profesi, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Kepada segenap instansi, kalangan masyarakat,
dan perorangan yang telah memungkinkan tersusunnya Pedoman
Umum ini disampaikan penghargaan dan terima kasih.

Jakarta, Agustus 1975


Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia
Pusat Pembinaan dan Pengembagan Bahasa
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

B. Penggunaan Ejaan bahasa Indonesia

Ejaan bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan


dituntut untuk menggunakan ejaan yang baik dan benar. Kamus
bahasa Indonesia memuat cara penggunaan ejaan yang baik dan
benar sesuai dengan EYD. Berikut diuraikan mengenai pemakaian
hufu kapital dan huruf miring, penulisan kata dasar dan turunan,
gabungan kata dan kata ulang, kata depan atau preposisi, kata ganti,
dan singkatan atau akronim.

63
I. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring

A. Huruf Kapital atau Huruf Besar

1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai unsur pertama kata
pada awal kalimat.
Contoh:

 Dia membaca novel.


 Kita harus belajar.
 Pekerjaan itu sudah selesai.
 Apakah kamu menangis ?

2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.


Contoh:

 Kakak bertanya, “Kapan adik pulang?”


 Bapak menasihati anaknya sebelum berangkat bekerja,
“Berhati-hatilah, Nak!”
 “Kemarin supir taksi terlambat,” katanya.

3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan


yang berhubungan dengan agama, nama Tuhan dan Kitab Suci,
termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Contoh:

 Allah
 Yang Mahakuasa
 Alkitab
 Quran
 Weda

64
 Islam
 Kristen
 Tuhan akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya.
 Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau
beri rahmat.

4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar


kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Contoh:

 Sultan Hasanuddin,
 Haji Agus Salim,
 Nabi Ibrahim.

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan
pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai
pengganti nama orang tertetu, nama instansi, atau nama tempat.
Contoh:
 Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
 Tahun ini dia pergi naik haji.

5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan


dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai
pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Contoh:

 Wakil Presiden Jusuf Kala


 Perdana Menteri Najib
 Profesor Supomo,
 Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara,
 Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian,
 Gubernur Jakarta

65
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan
pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama
tempat.
Conotoh:

 Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?


 Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor
jenderal.

6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama


orang.
Contoh:

 Amir Hamzah, Dewi Sartika, Wage Rudolf Supratman,


Halim Perdanakusumah.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang
digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Contoh:

 Mesin diesel, 10 volt, 5 ampere

7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku


bangsa, dan bahasa.
Contoh:

 Bangsa Indonesia
 suku Jawa
 bahasa Korea

66
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa,
suku, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Contoh:

 Mengindonesiakan kata asing


 Keinggris-inggrisan

8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan,


hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Contoh:

 tahun Hijriah
 tarikh Masehi
 bulan Agustus
 bulan Maulid
 hari Jumat
 hari Galungan
 hari Lebaran
 hari Natal
 Perang Candu
 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah


yang tidak dipkai sebagai nama.
Contoh:

 Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan


bangsanya
 Perlombaan senjata membawa resiko pecahnya perang dunia

9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.

67
Contoh:

 Asia Tenggara
 Banyuwangi
 Bukit Barisan
 Cirebon
 Danau Toba
 Dataran Tinggi Dieng
 Gunung Semeru
 Jalan Diponegoro
 Jazirah Arab
 Kali Brantas
 Lembah Baliem
 Ngarai Sianok
 Pegunungan Jayawijaya,
 Selat Lombok
 Tanjung Harapan
 Teluk Benggala
 Terusan Suez

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi


yang tidak menjadi unsur nama diri.
Contoh:

 berlayar ke teluk,
 mandi di kali,
 menyeberabangi selat,
 pergi ke arah tenggara

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi


yang digunakan sebagai
nama jenis.

68
Contoh:

 garam inggris
 gula jawa
 kacang bogor,
 pisang ambon

10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama
negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama
dokumen resmi, kecuali kata seperti dan.
Contoh:

 Republik Indonesia; Majelis Permusyawaratan Rakyat;


Departemen Pendidikan
 dan Kebudayaan; Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak;
Keputusan Presiden
 Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972.
 Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang
bukan nama negara, lembaga
 pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen
resmi.

Misalnya:
 Menjadi sebuah republik, beberapa badan hukum, kerja
sama antara pemerintah
 dan rakyat, menurut undang-undang yang berlaku.

11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk
ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Contoh:

69
 Perserikatan Bangsa-Bangsa,
 Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial,
 Undang-Undang Dasar
 Repulik Indonesia,
 Rancangan Undang-Undang Kepegawaian

12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata


(termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku,
majalah, surat kabar dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke,
dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Contoh:

 Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke


Roma.
 Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
 Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
 Ia menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum Perdata”.

13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan


nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Contoh:

 Dr. doctor
 M.A. master of arts
 S.E. sarjana ekonomi
 S.H. sarjana hukum
 S.S. sarjana sastra
 Prof. professor
 Tn. Tuan
 Ny. Nyonya
 Sdr. Saudara

70
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama penunjuk hubungan
kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman
yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Contoh:

 “Kapan Bapak Berangkat?” tanya Harto.


 Adik bertanya, “Itu apa, Bu?”
 Surat Saudara sudah saya terima.
 “Silakan duduk, Dik!” kata Ucok.
 Besok Paman akan datang.
 Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
 Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk


hubungan kkerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau
penyapaan.
Contoh:

 Kita semua harus menghormati bapak dan ibu kita.


 Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.

15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Contoh:

 Sudahkah Anda tahu?


 Surat Anda telah kami terima.

b. Huruf Miring

1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama


buku, majalah dan surat
kabar yang dikutip dalam tulisan.

71
Contoh:

 majalah Bahasa dan Sastra,


 buku Negarakertagama karangan Prapanca,
 surat kabar Kaltim Pos.

2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau


mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Contoh:

 Huruf pertama kata abad adalah a.


 Dia buka menipu, tetapi ditipu.
 Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
 Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.

3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama


ilmiah atau ungkapan asing, kecuali yang telah disesuaikan
ejaannya.
Contoh:

 Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostama.


 Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
 Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi
„pandangan dunia‟

C. Pemakaian Tanda Baca

Tanda baca digunakan dalam ragam bahasa tulis.


Penggunaan tanda baca digunakan sebagai tanda berhenti, jeda, serta
menunjukkan pertanyaan maupun seruan. Tidak seperti ragam lisan,
ragam tulis sangat ketat dengan penggunaan tanda baca. Tanda baca

72
yang digunakan dengan tepat akan memudahkan pembaca untuk
memahami tulisan. Berikut diuraikan mengenai pemakaian tanda
baca yang meliputi tanda titik, koma, hubung, tanya, seru, dan tanda
baca yang lain.

1. Tanda Titik (.)

1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan


atau seruan.
Contoh:

Kakakku tinggal di Balikpapan.


Hari ini tanggal 17 Agustus 2014.
Marilah kita menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.

2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu


bagan, ikhtisar, atau daftar.
Contoh:

a. III. Departemen Dalam Negeri


A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
1. …
b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik

73
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan
detik yang menunjukkan waktu.
Contoh:

Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)

4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan


detik yang menunjukkan jangka waktu.
Contoh:

1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)


0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)

5. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis,


judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru,
dan tempat terbit.
Contoh:

Chaer, Abdul. 2008. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

6a. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau


kelipatannya.
Contoh:

Kelurahan Lamaru berpenduduk 6.000 orang.


Gempa yang terjadi di Aceh menewaskan 50.231 jiwa.

6b. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau


kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Contoh:

74
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2334 seterusnya.
Nomor resinya 5645678112.

7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala
karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Contoh:

Acara kunjungan Adam Malik


Bentuk dan Kedaulatan (Bab 1 UUD ‟45)
Siti Nurbaya

8. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan


tanggal suat atau (2) nama dan alamat surat.
Contoh:

Jalan Diponegoro 82 (tanpa titik)


Jakarta (tanpa titik)
1 April 1985 (tanpa titik)
Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)
Jalan Arif 43 (tanpa titik)
Palembang (tanpa titik)
Atau:
Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan Cikini 71 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)

2. Tanda Koma (,)

1. Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu perincian


atau pembilangan.
Contoh:

75
Saya membeli kertas, pena, dan tinta. Surat biasa, surat kilat,
maupun surat khusus memerlukan prangko.
Satu, dua, … tiga!

2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu


dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti
tetapi, atau melainkan.
Contoh:

Saya ingin datang, tetapi hari hujan.


Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.

3a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk
kalimat jika anak kalimat itu mendahului indukn kalimatnya.
Contoh:

Kalau hari hujan, saya tida datang.


Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.

3b. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari
induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Contoh:

Saya tidak akan datang kalau hari hujan.


Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.

3. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung


antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di
dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,
meskipun begitu, akan tetapi.

76
Contoh:

…. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.


…. Jadi, soalnya tidak semudah itu.

4. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah,


aduh, kasihan dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
Co ntoh:

O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, nanti jatuh.

5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari


bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab
V, Pasal L dan M.)
Contoh:

Kata ibu “Saya gembira sekali.”


“Saya gembira sekali,” kata ibu, “karena kamu lulus.”

6. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-
bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan
wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Contoh:

Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas


Kedokteran, Universitas
Indonesia, Jalan raya Salemba 6, Jakarta.
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor.
Kuala Lumpur, Malaysia.

77
7. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik
susunannya dalam daftar pustaka.
Contoh:

Yuniarto, Hendy. 2013. Celah Bahasa. Yogyakarta: Gress.

8. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.


Contoh:

W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-


mengarang (Jogjakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.

9. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik


yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri,
keluarga, atau marga.
Contoh:

R. Supomo, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.

10. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara


rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Contoh:

12,5 m
Rp12,50

11. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang


sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab V,
Pasal F.)
Contoh:

78
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali. Di daerah kami, misalnya,
masih banyak orang aki-laki yang makan sirih. Semua siswa, baik
yang laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan
suara.

Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak


diapit tanda koma:
Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.

12.Tanda koma dapat dipakai untuk menghindari salah baca di


belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Contoh:

Dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa, kita


memerlukan sikap yang sungguh-sungguh. Atas bantuan Agus,
Karyadi mengucapkan terima kasih.

Bandingkan dengan:

Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam upaya


pembinaan dan pengembanagan bahasa. Karyadi mengucapkan
terima kasih atas bantuan Agus.

13. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung


dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan
langung itu berakhir dengan tanda tanya atau seru.
Contoh:

“Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.


“Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.

79
3. Tanda Titik Koma (;)

1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian


kalimat yang sejenis dan setara.
Contoh:

Malam akan larut; pekerjaan belum selesai juga

2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata


penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat
majemuk.
Contoh:

Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; ibu sibuk bekerja di


dapur; Adik
menghafal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik
mendengarkan siaran
“Pilihan Pendengar”.

4. Tanda Dua Titik (:)

1a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan
lengkap jika diikuti rangkaian
atau pemerian.
Contoh:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan
lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup
atau mati.

1b. Tanda titk dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu
merupakan pelengkap yang

80
mengkahiri pernyataan.
Contoh:

Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.


Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan
Ekonomi
Perusahaan.

3. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang


memerlukan pemerian.
Contoh:

a. Ketua : Ahmad Wijaya


Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan

b. Tempat Sidang : Ruang 104


Pengantar Acara : Bambang S.
Hari : Senin
Waktu : 09.30

4. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang
menunjukkan pelaku
dalam percakapan.
Contoh:

Ibu : (meletakkan beberapa kopor) “Bawa kopor ini, Mir!”


Amir : “Baik, Bu.” (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu : “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!” (duduk di kursi besar)

5. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman,
(ii) di antara bab dan

81
ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu
karangan , serta (iv) di
antara nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Contoh:

Tempo, XX (23), 2013: 7


Surah Yasin : 9
Karangan Ali Hakim, Pedidikan Seumur Hidup: sebuah Studi, sudah
terbit.
Tjokronegoro, Sutomo, Tjukuplah Saudara Membina Bahasa
Persatuan Kita? Djakarta: Eresco, 1968.

5. Tanda Hubung (-)

1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah


oleh pergantian baris.
Contoh:
Di samping cara-cara lama itu juga
cara yang baru
suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris
atau pangkal baris.
Contoh:

Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan ….


Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak ….

Atau

Beberapa pendapat mengenai masalah Itu telah disampaikan ….


Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak ….

Bukan:

82
Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disamapaikan ….
Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak ….

2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di


belakangnya atau akhiran
dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Contoh:

Kini ada acara baru untuk mengukur panas.


Kukuran baru ini memudahkan kita mengukur kelapa.
Senjata merupakan alat pertahanan yang canggih.
Akhiran i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja
pada pangkal baris.

3. Tanda hubung meyambung unsur-unsur kata ulang.


Contoh:

Anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan


Angka-angka sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan
cepat dan notula, dan tidak
dipakai pada teks karangan.

4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan


bagian-bagian tanggal.
Contoh:

p-a-n-i-t-i-a
8-4-2014

5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan


bagian-bagian kata atau

83
ungkapan, dan (ii) penghilangan baian kelompok kata.
Contoh:

ber-evolusi, dua puluh lima-ribuan (20 x 5.000), tanggung jawab-


dan
kesetiakawanan-sosial
Bandingkan dengan:

Be-revolusi, dua-puluh-lima-ribuan (1 x 25.000), tanggung jawab


dan kesetiakawanan sosial.

6. Tanda hubung dipakai untuk merangkai (i) se- dengan kata


berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka,
(iii) angka dengan -an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan
imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
Contoh:

se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-


kan, hari-H,
sinar-X; Menteri Sekretaris Negara.

7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsure bahasa


Indonesia dengan unsur
bahasa asing.
Contoh:

di-smash, pen-tackle-an

6. Tanda Pisah (―)

1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang


memberi penjelasan di luar

84
bangun kalimat.
Contoh:

Kemerdekaan bangsa itu―saya yakin akan tercapai―diperjuangkan


oleh bangsa itu sendiri.

2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan oposisi atau


keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih jelas.
Contoh:

Rangkaian temuan ini―evolusi, teori kenisbian, dan kini juga


pembelahan atom―telah mengubah konsepsi kita tentang alam
semesta.

3. Tanda pisah dipakai di antara dua dilangan atau tanggal dengan


arti „sampai dengan‟ atau
„sampai ke‟.
Contoh:

2011―2014
Tanggal 5―10 April 2014
Jakarta―Yogyakarta

Catatan:
Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda
hubung tanpa
spasi sebelum dan sesudahnya.

7. Tanda Elipsis (…)


1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.

85
Contoh:
Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.

2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam satu kalimat atau naskah


ada bagian yang
dihilangkan.
onto:
Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.

Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu
dipakai empat
buah titik; tiga buah titik untuk menandai penghilangan teks dan atu
untuk
menandai akhir kalimat.
Contoh:

Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati….

8. Tanda Tanya (?)

1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.


Contoh:

Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?

2. Tanda taya dipakai dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian


kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat membuktikan kebenarannya.
Contoh:

86
Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?).
Uangnya sebanyak 10 jta rupiah (?) hilang.

9. Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai sesuda ungkapan atau pernyataan yang berupa


seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa
emosi yang kuat.
Contoh:

Alangkah indahnya pemandangan di Derawan!


Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Merdeka!

10. Tanda Kurung ((…))

1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.


Contoh:

Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian


Kegiatan) kantor
itu.

2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan


bagian integral pokok
pembicaraan.
Contoh:

Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama yang terkenal di


Bali) ditulis pada tahun 1962.

87
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan
baru dalam pasaran dalam negeri.

3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di


dalam teks dapat dihilangkan.
Contoh:

Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain (a).


Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.

4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu


urutan keterangan.
Contoh:

Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan
(c) modal.

11. Tanda Kurung Siku ([…])

1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata


sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat
yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau
ekurangan itu memang terdapat di naskah asli.
Contoh:

Sang Parta men[d]engar bunyi gemerisik.

2. Tanda kurung siku menapit keterangan dalam kalimat penjelas


yang sudah bertanda
kurung.
Contoh:

88
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam
Bab II [lihat
halaman 35-38] perlu dibentangkan.

12. Tanda Petik (“…”)

1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari


pembicaraan daan nskah atau
bahan tertulis lain.
Contoh:

“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”


Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah bahasa
Indonesia.”

2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang
dipakai dalam kalimat.
Contoh:

Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa dari Suatu
Tempat.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai
Prestasi di SMA” dimuat dalam majalah Tempo.
Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 buku itu.

3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata
yang mempunyai arti
khusus.
Contoh:

Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “coba dan ralat” saja.

89
Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama
“cutbrai”.

4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengahkiri


petikan langsung.
Contoh:
Kata Tono, “Saya juga minta satu.”

5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di


belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang
dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Contoh:

Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “si Hitam”.


Bang Komar sering disebut “pahlawan”; ia sendiri tidak tahu
sebabnya.

Catatan:
Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda
petik itu
ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.

13. Tanda Petik Tunggal („…‟)

1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam


petikan lain.
Contoh:

Tanya Basri, “Kau dengar bunyi „kring-kring‟ tadi? “Waktu kubuka


pintu depan, kudengar teriak anakku, „Ibu, Bapak pulang‟, dan rasa
letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.

90
2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan
kata atau ungkapan
asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.)

Contoh:
feed-back „umpan balik‟

14. Tanda Garis Miring (/)

1. Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat dan nomormpada


alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun
takwim.
Contoh:

No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
tahun anggaran 1985/1986

2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.


Contoh:

harganya Rp25,00/lembar „harganya Rp25,00 tiap lembar‟

15. Tanda Penyingkat atau Apostrof

Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau


bagian angka tahun.
Contoh:

91
Ali „kan kusurati. („kan = akan)
Malam „lah tiba. („lah = telah)
1 Januari ‟88. (‟88 = 1988)

92
Latihan Soal

Periksa dan perbaiki ejaan, tata bahasa, dan tanda baca artikel di
bawah ini !

Fungsi Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah

Bahasa Indonesia adalah alat yang komunikasinya paling


penting untuk persatukan seluruh bangsa. Disamping itu, juga alat
ungkapkan diri baik secara lisan maupun tertulis, dari segi rasa,
karsa, dan cipta serta fikir baik secara etis, estetis, dan logis.
Kemahiran berbahasa Indonesia menjadi bagian dari pribadi
Indonesia. Bagi mahasiswa Indonesia kemahiran dalam bahasa
Indonesia bercermin dalam tata fikir, tata ucap, tata tulis, dan tata
baku berbahasa Indonesia dalam konteks ilmiah dan akademis.

Bahasa Indonesia termasuk dalam mata kuliah


pengembangan kepribadian mahasiswa, yang kelak sebagai insane
terpelajar akan terjun ke dalam lingkungannya masing-masing.
Mahasiswa diharapkan dapat menyebarkan pemikiran dan ilmunya,
mereka diberi kesempatan melahirkan karya tulis ilmiah dalam
berbagai bentuk dan menyajikannya dalam forum ilmiah. Jadi,
praktek menggunakan bahasa Indonesia dalam dunia
akademik/ilmiah mendapat perhatian penting dalam perkuliahan..
Kesempatan latihan menulis mendapat proporsi besaran 70 persen
dibanding dengan penyajian lisan.

Sebagaimana bahasa diumumnya, bahasa indonesia


digunakan untuk tujuan tertentu dan dalam kontek. Bahasa
Indonesia ragam keilmiahan merupakan salah satu ragam bahasa
yang digunakan dalam menulis karya ilmiah. Tujuan dan kontek

93
akan menentukan ragam bahasa Indonesia yang harus digunakan.
Mahasiswa disadarkan bahwa dalam dunia akademik/ilmiah, ragam
bahasa Indonesia yang digunakan adalah ragam ilmiah. Sebagai
bahasa yang digunakan untuk memaparkan fakta, konsep, prinsip,
teori atau gabungan dari keemppatnya, bahasa Indonesia diharapkan
bisa menjadi media efektif untuk komunikasi ilmiah, memiliki
karakteristik cendekia, lugas, dan jelas, menghindari kalimat
fragmentaris, bertolak dari gagasam, formal, objektif, ringkas, padat,
dan konsisten (Suyono, 20006:4).

Bahasa Indonesia bersifat cendekia artinya bahasa Indonesia


mampu digunakan secara tepat untuk mengungkapkan hasil berpikir
logis, yakni mampu membentukkkan pertanyaan yang tepat dan
seksama. Untuk itu, setiap gagasan yang diungkapkan secara
langsung sehingga makna yang ditimbulkan adalah makna lugas.
Sementara itu, sifat lugas dan jelas dimaknai bahwa bahasa
Indonesia mampu menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan
tepat. Kalimat ini terjadi antara lain karena adanya keinginan penulis
mengungkapkan gagasan dalam beberapa kalimat tanpa menyadari
kesatuan gagasan yang akan diungkapkan. Bahasa Indonesia ragam
ilmiah juga menghindari penggunaan kalimat fragmentaris.

Bahasa Indonesia ragam sebagaimana ragam ilmiah


mempunyai sifat bertolak belakang dari gagasan. Artinya penonjolan
diarahkan pada gagasan atau hal yang diungkapkan. Implikasinya
kalimat yang digunakan didominasi oleh kalimat pasif. Sifat formal
dan objektif ditandai antara lain oleh pilihan kosakata dan struktur
kalimat. Kosa kata yang digunakan bernada formal dan kalimat-
kalimatnya mengandung unsure yang lengkap. Sifat ringkas dan
pada direalisasikan dengan tidak adanya unsure-unsur bahasa yang
mubazir. Itu berarti menuntut adanya penggunaan bahasa yang
hemat. Terakhir sifat konsisten ditampakkan pada penggunaan

94
unsure bahasa tanda baca tanda-tanda lain dan istilah yang sesuai
dengan kaidah dan semuanya digunakan secara konsisten.

95
BAB V

PILIHAN KATA (DIKSI)

A. Pengertian Diksi

Dalam menulis ataupun berbicara, kita selalu


mendayagunakan ketersediaan kata-kata dalam suatu bahasa. Kata
tersebut disusun menjadi frasa, klausa, kalimat, paragraf dan
wacana. Diksi bisa diartikan sebagai pilihan kata penulis atapun
pembicara untuk mendeskripsikan suatu cerita. Selain itu, pilihan
kata atau diksi merupakan pemilihan kata – kata yang sesuai dengan
keinginan dan konteks. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian
kata yang tepat untuk dipakai dalam rangka mencapai suatu gagasan.
Selanjutnya, bagaimana membentuk pengelompokan kata – kata
yang tepat atau menggunakan ungkapan dan situasi. Diksi bukan
hanya permasalahan dalam pilih memilih kata, melainkan juga
digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa
tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan
sebagainya. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi berkaitan erat
dengan dengan ungkapan yang memiliki ciri khas.
Penulis ataupun pembicara yang menguasai banyak
kosakata dapat menyampaikan gagasannya dengan tepat. Ketepatan
tersebut menandakan bahwa pemilihan kata sangat bergantung pada
konteks. Penulis akan lebih baik jika dalam mengungkapkan
gagasannya, dapat memilih atau menempatkan kata secara tepat dan
sesuai konteks. Pilihan kata atau diksi merupakan hasil dari
pemilihan kata serta pendayagunaannya untuk dipakai dalam frasa,
klausa, kalimat, paragraf, sampai wacana. Setiap frasa, klausa,
kalimat, maupun paragraf membawa informasi yang mengandalkan

96
pemilihan kata yang tepat sesuai dengan kepentingannya. Pemilihan
kata di dalam wacana berita di surat kabar berbeda dengan
pemilihan di dalam karya tulis ilmiah seperti skripsi, tesis, ataupun
disertasi. Selain itu, pemilihan kata di dalam surat berbeda dengan
pemilihan kata di dalam karya sastra. Di dalam karya sastra,
pemilihan kata/diksi dalam puisi berbeda dengan pemilihan kata
dalam karya sastra prosa. Perbedaan tersebut disebabkan kepadatan
bahasa yang disajikan dalam puisi.

Gambar di atas menunjukkan diksi yang khas dalam


jurnalistik. Dalam jurnalistik, penggunaan verba metaforis sangat
sering digunakan. Penggunaan kata „hantam‟ seperti dalam judul
berita di atas merupakan kata yang memiliki makna konotatif,
afektif, serta emotif. Pembaca akan merasakan emosi dari makna
tersebut.

Gagasan-gagasan yang diinginkan penulis tercermin dalam


pemilihan kata yang didayagunakan. Pemilihan kata akan dapat
dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama.
Kemiripan arti bukan berarti sama persis sebagaimana konteks

97
sangat menentukan. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan
kemampuan sebuah kata yang dapat menimbulkan makna dan
diteruskan kepada gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi
pembaca atau pendengar. Oleh karena itu, agar gagasan yang
dimaksud tersebut dapat dengan tepat ada pada imajinasi pembaca
atau pendengar, maka ketersediaan kata yang dimiliki oleh penulis
sangat diperlukan. Kemampuan mendayagunakan perbendaharaan
kata harus memadai.

Gagasan yang ingin disampaikan menuntut kecocokan kata


yang digunalan. Pemilihan kata bukanlah sekadar kegiatan memilih
kata yang tepat, melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok
dalam hal ini berarti sesuai dengan konteks di mana kata itu berada,
dan maknanya tidak bertentangan dengan nilai rasa masyarakat
pemakainya. Untuk itu, dalam memilih kata diperlukan analisis dan
pertimbangan tertentu. Pertimbangan-pertimbangan yang harus
diperhatikan menyangkut budaya masyarakat serta di mana tulisan
disajikan. Selain itu, harus diperhatikan juga mengenai makna kata
denotasi dan konotasi kata. Selanjutnya, juga mampu mengetahui
kata yang bersifat idiomatis, serta mewaspadai penggunaan kata
asing.

Dari keseluruhan kosakata dalam sebuah bahasa, tentu


terdapat kata-kata yang bersinonim kananya. Seperti kata „bapak‟
dengan „ayah‟ yang bersinonim satu sama lain, namun berbeda
dalam konteks tertentu. Kata „bapak‟ selain diguanakn untuk kata
sapaan juga untuk menunjukkan relasi kekerabatan langsung dengan
anak. Sebaliknya, kata „ayah‟ tidak bisa digunakan untuk
menunjukkan relasi kekerabatan sedarah. Kata-kata yang bersinonim
tidak selalu bermakna yang saling melengkapi. Oleh karena itu,
penulis atau pembiacara harus berhati-hati memilih kata dari
beberapa makna yang bersinonim untuk menyampaikan apa yang
diinginkannya, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang

98
berlainan. Sebagai contoh kata mati bersinonim dengna kata
mampus, meninggal, wafat, mangkat, tewas, gugur, berpulang, dan
lain sebagainya. Kata mampus tidak bisa dipakai terhadap orang
yang terhormat seperti guru ataupun pejabat. Semua kata yang
bersinomin tersebut ditempatkan sesuai dengan konteksnya.

Persoalan ketepatan pilihan kata dari daftar kata itu akan


menyangkut pada masalah ketepatan makna kata dan kosakata
seseorang, sehingga dari kosakata itu dipilih satu kata yang
maknanya paling tepat untuk mengungkapkan suatu pengertian.
Tanpa menguasai kosakata yang cukup banyak, tidak mungkin
seseorang dapat melakukan pemilihan kata dengan baik. Seperti
pada pilihan kata mati di atas sebagaimana tidak dapat digunakan
secara bebas karena terdapat makna yang memiliki nilai rasa.
Bahasa Indonesia sebagaimana juga bahasa-bahasa daerah lainnya,
juga memiliki tingkatan tuturan terkait status sosial atuapun siapa
yang dibicarakan. Ketepatan makna kata tersebut menuntut pula
kesadaran penulis untuk mengetahui bagaimana hubungan antara
bentuk bahasa (kata) dengan referensinya. Demikian pula masalah
makna kata yang tepat meminta pula perhatian penulis ataupun
pembicara untuk dapat tetap mengikuti perkembangan makna kata
dari waktu ke waktu. Adapun perubahan makna dari waktu ke waktu
dibahas di bab tersendiri selanjutnya.

Dari uraian di atas terdapat beberapa hal, yakni kemampuan


memilih kata hanya dimungkinkan bila seseorang menguasai banyak
kosakata, pilihan kata mengandung pengertian upaya atau
kemampuan membedakan secara tepat kata-kata yang memiliki
nuansa makna yang bersinonim. Selanjutnya, pilihan kata
menyangkut kemampuan untuk memilih kata yang tepat dan cocok
untuk situasi atau konteks tertentu. Dengan demikian, pilihan kata
sebenarnya berhubungan dengan tutur dan tata tulis untuk mewadahi

99
pikiran. Untuk memilih kata dengan tepat, diperlukan penguasaan
kosakata yang memadai.

Pemilihan kata harus dapat memberi makna yang tepat.


Alasannya, masyarakat tertentu memiliki perbedaan dalam menilai
makna. Masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain belum
tentu sama dalam pemaknaan suatu kata. Pemilihan serta
penggunaan kata haruslah sesuai dengan adat istiadat dalam
masyarakat bersangkutan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
pun belum cukup untuk memberikan keterangan yang jelas akan
makna yang dipunyai sebuah kata. Oleh karena itu, penulis harus
memperhatikan kalimat-kalimat dalam suatu bacaan. Bagaimana
sebuah kata dimaknai dengan jelas. Di dalam surat kabar misalnya,
pemilihan kata semakin kaya dan multitafsir.

Pilihan kata menyangkut kekuatan makna sebuah kata yang


menjadi imajinasi pembaca. Kekuatan sebuah kata dapat
mempengaruhi pembaca untuk merasakan, bahkan bergerak untuk
melakukan sesuatu. Keraf (2004:87) mengungkapkan, agar maksud
serta tujuan diksi dapat tercapai maka diperlukan indikator bahwa
pendengar atau pembaca dapat memiliki gambaran atau perasaan
yang sama layaknya penulis ataupun pembicara. Adapun indikator-
indikator tersebut antara lain:

1. Dapat mengkomunikasikan gagasan dan sesuai berdasarkan


kaidah suatu bahasa, dalam hal ini adalah kaidah bahasa
Indonesia.
2. Menghasilkan komunikasi yang paling efektif tanpa salah
penafsiran atau salah makna.
3. Menghasilkan respon pembaca atau pendengar sesuai
dengan harapan penulis atau pembicara.
4. Menghasilkan target komunikasi yang diharapkan.

100
Diksi digunakan untuk untuk menyesuaikan apa yang menjadi
maksud penulis serta tidak menyinggung perasaan pembaca. Oleh
karena itu, pendayagunaan diksi amatlah penting untuk para penulis,
termasuk mahasiswa.

B. Fungsi Diksi

Diksi atau Pilihan kata memiliki fungsi terkait


penggunaannya yang disesuaikan dengan konteks dan keinginan
penulis atau pembicara. Diksi berfungsi untuk mendapatkan
keindahan agar menambah daya ekspresivitas. Makna dalam sebuah
kata menjadi lebih jekas apabila pilihan kata tersebut sesuai.
Kesesuaian pemilihan kata bertujuan agar tidak menimbulkan salah
arti ataupun interpretasi yang berlainan di antara penulis atau
pembicara dengan pembaca atau pendengar. Selain itu, kesesuaian
pemilihan kata bertujuan supaya tidak merusak suasana.

Pemilihan diksi yang tepat berfungsi untuk menghaluskan


makna kata agar dapat diterima sesuai konteks budaya masyarakat.
Dengan pemilihan kata yang tepat, seorang penulis dapat
mengungkapkan keinginan pribadinya secara lebih artistik dalam
konteks karya sastra. Adapun beberapa fungsi diksi adalah sebagai
berikut.

1. Menciptakan komunikasi antara penulis atau


pembicara dengan pembaca atau pendengar.
2. Menghindari kesalahan pemahaman serta
penafsiran.
3. Menciptakan gagasan yang sesuai dengan konteks.
4. Mengapresiasikan keindahan.
5. Membedakan kata bermakna konotasi ataupun
denotasi secara jelas.

101
C. Jenis-Jenis Makna

Terdapat beberapa jenis makna untuk dapat memahami


pilihan kata atau diksi yang didayagunakan oleh penulis. Pateda
(2001:97-132) menjabarkan 29 jenis makna. Beberapa jenis makna
tersebut dapat saling tumpang tindih satu sama lain. Beberapa jenis
makna yang dijelaskan di dalam buku ini yakni makna afektif,
makna denotatif, makna deskriptif, makna emotif, makna
gramatikal, dan makna konotatif. Adapun beberapa jenis makna
tersebut dideskripsikan sebagai berikut.

a. Makna Afektif

Makna afektif merupakan makna yang muncul akibat


reaksi pendengar atau pembaca terhadap penggunaan kata atau
kalimat. Oleh karena makna afektif berhubungn dengan reaksi
pendengar atau pembaca dalam dimensi rasa, maka dengan
sendirinya makna afektif berhubungan pula dengan gaya bahasa
(Pateda, 2001:97). Makna afektif dapat memperlihatkan adanya
reaksi yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca.
Perasaan tersebut muncul setelah mendengar atau membaca sesuatu.
Jika seseorang berkata „anjing‟ dengan intonasi yang tinggi berarti
orang tersebut sedang marah. Orang yang sedang mendengarnya
akan merasa tersinggung dengan kata tersebut.

Contoh di atas menunjukkan bahwa kata „anjing‟ memiliki


makna afektif sebagaimana memiliki nilai rasa yang negatif ketika
dituturkan dengna intonasi tinggi. Selain itu, masih banyak kata
makian dalam bahasa Indonesia maupun bahasa daerah yang
menimbulkan makna afektif, sehingga dapat menyinggung atau
membuat marah pendengarnya. Makna afektif berkaitan erat dengan
perasaan pendengar atau pembaca. Sapaan „sayang‟ tentu akan

102
membuat pendengar begitu merasa nyaman dalam sebuah hubungan
yang intim.

b. Makna denotatif

Makna denotatif merupakan makna kata atau kelompok


kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan
wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat.
Makna denotatif merupakan makna polos, makna apa adanya
(Pateda, 2001:98). Kiradalaksana (dalam Pateda, 2001:98)
mengatakan bahwa makna denotatif didasarkan atas penunjukkan
yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan pada
konvensi tertentu. Kata yang tidak mengandung makna atau
perasaan-perasaan tambahan dapat disebut pula sebagai makna
denotatif. Sebagai contoh adalah kata babi yang diartikan sebagai
hewan mamalia yang diternakkan manusia. Sebaliknya, jika kata
babi tersebut digunakan untuk memaki, maka timbullah makna
kedua. Makna kedua tersebut bukanlah makna denotatif.

Makna denotatif merupakan makna wajar sebagaimana


sesuai dengan apa adanya. Pengertian yang dikandung dalam
sbebuah makna denotatif adalah sebuah kata secara objektif. Sering
juga makna denotatif disebut maka konseptual. Pada dasarnya sama
dengan makna referensial sebab makna denotasi ini lazim diberi
penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil menurut
penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman
lainnya. Kalimat „dia selalu pulang malam‟ dengan „dia merupakan
wanita malam‟ mengandung makna „malam‟ yang berbeda.

Ketepatan pemilihan kata tersebut tampak dari


kesanggupannya untuk menuntun pembaca kepada gagasan yang
ingin disampaikan, yang tidak memungkinkan interpretasi lain,

103
selain dari sikap pembicara dan gagasan-gagasan yang akan
disampaikan (Keraf, 2004:27-29). Beberapa penulisan menuntut
penggunaan makna denotatif, seperti dalam penulisan karya tulis
ilmiah serta penulisan jurnalistik. Kedua tulisan tersebut menuntut
kejelasan serta kelugasan dalam berbahasa. Lain halnya dengan
penulisan karya sastra yang banyak mengandung makna konotatif.

c. Makna Deskripif

Makna deskriptif (deskriptif meaning) disebut pula makna


kognitif (cognitive meaning) atau makna referensial (referensial
meaning). Makna deskriptif adalah makna yang terkandung di dalam
setiap kata sebagaimana ditunjukkan oleh lambang itu sendiri. Jadi,
kalau sesorang mengatakan air, maka yang dimaksud adalah sejenis
benda cair yang digunakan untuk mandi, mencuci, atau diminum.
Semantik deskriptif cenderung memperhatikan makna terkini.
Artinya, secara historis, makna lama tidaklah dipakai dalam
pemaknaan deskriptif. Kata „sarjana‟ mengacu pada seseorang yang
telah menyelesaikan pendidikan di jenjang S1. Kata „sarjana‟
sebagaimana merupakan serapan Sanskerta bermakna orang pintar,
telah mengalami perubahan makna. Selanjutnya, kata „juara‟
digunakan untuk memaknai seseorang yang menjadi pemenang
dalam suatu perlombaan, bukan pengatur atau pelerai dalam sabung
ayam sebagai makna awalnya.

d. Makna Emotif

Makna emotif (emotive meaning) merupakan makna yang


muncul sebagaimana akibat reaksi pembicara ataupun sikapnya
mengenai/terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan. Misalnya,
kata monyet yang muncul dalam uruta-urutan kata kamu
monyet. Kata monyet menimbulkan perasaan tidak menyenangkan

104
bagi pendengar, karea monyet mengandung makna yang
berhubungan dengan perilaku malas, suka mencuri, dan tidak sopan.
Dengan kata lain, kata monyet mengandung makna emotif. Kata
„mati‟ sebagaimana memiliki kemiripan arti dengan kata „mampus‟,
„meninggal‟, „tewas‟, „wafat‟, „gugur‟, serta „mangkat‟ merupakan
contoh dari kata yang mengandung makna emotif. Masing-masing
kata tersebut haruslah digunakan secara tepat. Nilai rasa yang
ditimbulkan oleh kata satu dengan kata yang lain berbeda.

e. Makna Gramatikal

Makna gramatikal (grammatical meaning) atau makna


struktural (structural) merupakan makna yang timbul dalam suatu
rangkaian kata-kata di dalam kalimat. Kata hidung mengandung
makna leksikal alat, bagian tubuh, dan indra yang terdapat di kepala
yang berfungsi untuk membau. Namun setelah
kata hidung ditempatkan dalam kalimat, misalnya, „‟Hei, di mana
batang hidungmu? seminggu ini tidak masuk kuliah‟‟ kata hidung
tidak mengacu lagi pada makna denotatif, melainkan seudah
merupakan kesatuan yang memiliki makna yang lain sama sekali.
Contoh di atas juga dapat disebut makna idiomatis.

f. Makna Konotatif

Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan


pembaca ataupun pendengar terhadap apa yang disampaikan. Dalam
kalimat Ayu menjadi bunga desa, kata bunga dalam kalimat tersebut
bukan berarti sebagai tanaman di desanya, namun menjadi idola di
desanya karena terkenal akan kecantikannya. Dalam berita
perekonomian misalnya, terdapat kalimat harga minyak dunia
anjlok. Kata anjlok dalam kalimat tersebut merupakan makna
konotasi sebagaimana makna asli adalah penurunan harga.

105
BAB VI

KATA DAN KALIMAT BAHASA INDONESIA

1. Kata

Kata adalah satuan/unit bahasa yang mengandung arti dan


terdiri dari satu atau lebih morfem. Untuk menuliskan kata dalam
bahasa Indonesia perlulah diketahui bahwasanya kita menggunakan
dua bentuk, yakni bentuk bebas dan bentuk terikat. Dalam ilmu
bahasa, bentuk bebas disebut juga bentuk dasar yang direalisasikan
dengan kata dasar. Bentuk bebas atau kata dasar dapat berdiri sendiri
dengan bebas karena memiliki makna yang dapat dipahami tanpa
menambahkan bentuk lain yang disandingkan. Lain halnya dengan
kata turunan sebagaimana di dalamnya terdapat bentuk terikat
berupa imbuhan. Imbuhan memiliki makna yang dapat diketahui
setelah dilekatkan pada kata dasarnya. Berikut dijelaskan secara
singkat mengenai kata dasar dan kata turunan.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa tipe aglutinatif


sebagaimana pembentukan kata dilakukan dengan pelekatan
imbuhan. Adapun dalam bahasa Indonesia, imbuhan terdiri atas
awalan, sisipan, akhiran, dan gabungan awalan dengan akhiran yang
disebut konfiks. Awalan yang terdapat di dalam bahasa Indonesia
terdiri atas me(N)-, be(R)-, di-, te(R), -pe(N)-, pe(R)-, ke-, dan se-,
sedangkan sisipan terdiri atas -el-, -em-, dan –er . Akhiran terdiri
atas -kan, -i, dan -an; konfiks dan gabungan afiks terdiri atas
gabungan awalan dengan akhiran.

106
1.1 Kata Dasar

Kata dasar merupakan satuan bahasa terkecil yang memiliki


arti. Kata dasar menjadi kata bentukan kata yang lebih besar. Kata
dasar direalisasikan wujudnya berupa morfem dasar yang bebas atau
dapat berdiri sendiri. Kata dasar belum mengalami penambahan
imbuhan atau morfem terikat ataupun perubahan perubahan bentuk
yang mengalami perubahan makna. Beberapa contoh kata dasar
seperti jual, minum, Indonesia, percaya, adil, dan masih banyak
yang lain.

1.2. Kata Turunan

Kata turunan diartikan sebagai kata yang telah mengalami


perubahan dikarenakan penambahan afiks/imbuhan. Dalam bahasa
Indonesia, terdapat imbuhan berupa awalan, akhiran, sisipan, serta
konfiks.

1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata


dasarnya.
Contoh:

 bergetar, dikelola, penetapan, menengok, mempermainkan.

2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran


ditulis serangkai dengan
kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya
Contoh:

 bertepuk tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar


luaskan.

107
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan
dan akhiran sekaligus,
unsure gabungan kata itu ditulus serangkai.
Contoh:

 menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan,


penghancurleburan

4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam


kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai.
Contoh:

adipati, aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram, awahama,


bikarbonat,
biokimia, caturtunggal, dasawarsa, dekameter, demoralisasi,
dwiwarna,
ekawarna, ekstrakurikuler, elektroteknik, infrastruktur,
inkonvensional,
introspeksi, kolonialisme, kosponsor, mahasiswa, mancanegara,
multilateral,
narapidana, nonkolaborasi, Pancasila, panteisme, paripurna,
poligami,
pramuniaga, prasangka, purnawirawan, reinkarnasi, saptakrida,
semiprofessional,
subseksi, swadaya, telepon, transmigrasi, tritunggal, ultramodern
catatan:

1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah
huruf kapital, di
antara kedua unsur itu harus dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:

108
 non-Indonesia,
 pan-Afrikanisme

2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti kata esa dan kata
yang bukan kata
dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Contoh:

 Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.


 Marilah kita beersyukur kepada Tuhan Yang Maha
Pengasih.

1.3 Kata Ulang

Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda


hubung.
Contoh:

anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-


undang, biri-biri, kupukupu,
kura-kura, laba-laba, sia-sia, gerak-gerik hura-hura, lauk-pauk,
mondar-mandir,
ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-poranda,
tunggang-langgang,
berjalan-jalan, dibesar-besarkan, menulis-nulis, terus-menerus,
tukar-menukar,
hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra.

1.4 Gabungan Kata

109
1. Gabungan kata yang lazim disebuta kata majemuk, termasuk
istilah khusus, unsurunsurnya
ditulis terpisah.
Contoh:

duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata
pelajaran, meja tulis,
model linier, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum,
simpang empat.

2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin


menimbulkan kesalahan
pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan
pertalian unsur yang
bersangkutan.
Contoh:

Alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-


hitung tangan,
ibu-bapak kami, watt-jam, orang-tua muda.

3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.


Contoh:

Adakalanya, akhirulkalam, Alhamdulillah, astaghfirullah,


bagaimana, barangkali,
bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada,
darmabakti,
darmawisata, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata,
kasatmata, kepada,
karatabaasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi,
matahari, olahraga, padahal,

110
paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, saptamarga,
saputangan, saripati,
sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturrahmin, sukacita,
sukarela, sukaria,
syahbandar, titimangsa, wasalam

1.5 Kata Ganti -ku-, kau-, -mu, dan –nya

Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang


mengikutinya; -ku-, -mu, dan -nya
ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh:

Apa yang kumiliki boleh kaumabil.


Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.

1.6 Kata Depan di, ke, dan dari

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya, kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti
kepada dan daripada.
(Lihat juga Bab III, Pasal D, Ayat 3.)
Contoh:

 Kain itu terletak di dalam lemari.


 Bermalam sajalah di sini.
 Di mana Siti sekarang?
 Mereka ada di rumah.
 Ia ikut terjun di tengah kancah perjuangan.
 Ke mana saja ia selama ini?
 Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan.

111
 Mari kita berangkat ke pasar.
 Saya pergi ke sana-sini mencarinya.
 Ia datang dari Surabaya kemarin.
Catatan:
 Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini dtulis serangkai.
 Si Amin lebih tua daripada si Ahmad.
 Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
 Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
 Ia masuk, lalu keluar lagi.
 Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11
Maret 1966.
 Bawa kemari gambar itu.
 Kemarikan buku itu.
Semua orang terkemuka di desa hadir dalam kenduri itu.

1.7 Kata Si dan Sang


Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh:

 Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.


 Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.

1.8 Partikel

1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
Contoh:

 Bacalah buku itu baik-baik.


 Apakah yang tersirat dalam dalam surat itu?
 Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.
 Siapakah gerangan dia?

112
 Apatah gunanya bersedih hati?

2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.


Contoh:

 Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.


 Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
 Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah
datang ke rumahku.
 Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.

Catatan:
Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun,
ataupun,
bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun,
sekalipun,
sungguhpun, walaupun ditulis serangkai.

Contoh:

 Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.


 Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas
itu.
 Baik mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi.
 Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaannya dapat
dijadikan pegangan.
 Walaupun miskin, ia selalu gembira.

3. Partikel per yang berarti „mulai‟, „demi‟, dan „tiap‟ ditulis terpisah
dari bagian kalimat
yang mendahului atau mengikutinya.
Contoh:

113
 Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
 Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
 Harga kain itu Rp 2.000,00 per helai.

1.9 Singkatan dan Akronim

1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu


huruf atau lebih.

a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat


diikuti dengan tanda
titik.
Contoh:

 A.S Kramawijaya
 Muh. Yamin
 Suman Hs.
 Sukanto S.A.
 M.B.A master of business administration
 M.Sc. master of science
 S.E. sarjana ekonomi
 S.Kar. sarjana karawitan
 S.K.M sarjana kesehatan masyarakat
 Bpk. Bapak
 Sdr. saudara
 Kol. kolonel

b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,


badan atau
organisasi, serta nama dokumentasi resmi yang terdiri atas huruf
awal kata ditulis

114
dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Contoh:

 DPR Dewan Perwakilan Rakyat


 PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
 GBHN Garis-Garis Besar Haluan Negara
 SMTP sekolah menengah tingkat pertama
 PT perseroan terbatas
 KTP kartu tanda penduduk

c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu
tanda titik.
Contoh:

 dll. dan lain-lain


 dsb. dan sebagainya
 dst. dan seterusnya
 hlm. halaman
 sda. sama dengan atas
 Yth. (Sdr. Moh. Hasan) Yang terhormat (Sdr. Moh. Hasan)
 Tetapi:
 a.n. atas nama
 d.a. dengan alamat
 u.b. untuk beliau
 u.p. untuk perhatian

d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan


mata uang tidak
diikuti tanda titik.
Contoh:

 Cu cuprum

115
 TNT trinitrotulen
 cm sentimeter
 kVA kilovolt-ampere
 l liter
 kg kilogram
 Rp (5.000,00) (lima ribu) rupiah

2. Akronim kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan


mata uang tidak diikuti
tanda titik.

a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret
kata ditulis selurhnya
dengan huruf capital.
Contoh:

 ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)


 LAN (Lembaga Administrasi Negara)
 PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia)
 IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan)
 SIM (surat izin mengemudi)

b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau


gabungan huruf dan suku
kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kaptal.
Contoh:

 Akabri (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)


 Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
 Iwapi Ikatan (Wanita Pengusaha Indonesia)
 Kowani (Kongres Wanita Indonesia)
 Sespa (Sekolah Staf Pimpinan Administrasi)

116
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku
kata, ataupun
gabungan huruf dan kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan
huruf kecil.
Contoh:

 pemilu (pemilihan umum)


 radar (radio detecting and ranging)
 rapim (rapat pimpinan)
 rudal (peluru kendali)
 tilang (bukti pelanggaran)

catatan:
jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan
syarat-syarat berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi
jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim
dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan
konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.

2. Penggolongan Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia

Penggolongan kata dalam bahasa Indonesia dalam buku ini


dibagi menjadi enam kelas kelas. Beberapa ahli bahasa satu dengan
yang lain berbeda dalam menggolongkan kelas kata dalam bahasa
Indonesia, yaitu: (1) verba, (2) ajektiva,(3) nomina, (4) pronomina,
(5) adverbia, dan (6) numeralia. Berbagai jenis kata yang
dikemukakan dapat diuraikan sebagai berikut.

2.1 Verba

Verba atau kata kerja diartikan sebagai kata atau kelompok kata
yang menyatakan tindakan atau perbuatan. Beberapa contoh verba

117
dalam bahasa Indonesia antara lain: makan, tidur, mencuci,
mengangkat, menceritakan, dan lain sebagainya.

2.2 Nomina

Nomina atau kata benda diargikan sebagai kata atau kelompok kata
yang menyatakan suatu nama objek yang bersifat kebendaan,
tempat, seseorang, ataupun segala yang dibendakan. Beberapa
contoh nomina dalam bahasa Indonesia antara lain: sepatu,
Balikpapan, perumahan, badminton, dan lain sebagainya.

2.3 Ajektiva

Ajektiva atau kata sifat diartikan sebagai kata yang menjelaskan kata
benda. Selain itu kata sifat diguanakan untuk menggambarkan,
membatasi, memberi sifat, menambah suatu makna pada kata benda
atau kata ganti. Beberapa contoh kata sifat dalam bahasa Indonesia
antara lain: rajin, baik, cantik, dan lain sebagainya.

2.4 Pronomina

Pronomina atau kata ganti menunjuk pada suatu benda atau orang
tanpa menyebut nama benda atau orang tersebut. Beberapa contoh
pronominal adalah sebagai berikut.

 Orang pertama (saya,kita,kami),


 Orang kedua (kamu),
 Orang ketiga (mereka),
 Kata ganti kepunyaan (-nya),
 Kata ganti penunjuk (ini, itu)

118
2.5 Adverbia

Adverbia atau kata keterangan adalah kata untuk membatasi dan


memberikan informasi lebih banyak tentang kata kerja. Selain itu
adverbial juga diartikan sebagai kata keterangan yang digunakan
untuk menerangkan bagaimana dan mengapa suatu perbuatan
dilakukan. Pada kalimat “pasangan itu hidup dengan bahagia”
memiliki adverbial yakni dengan bahagia.

2.6 Numeralia

Numeralia atau kata bilangan merujuk pada satuan, bilangan,


ataupun kuantitas seperti menyatakan beberapa kali perbuatan
terjadi. Contoh: satu, enam puluh, ketujuh, dan lain sebagainya.

2. Kalimat

Syarat utama penulisan kalimat dalam ragam resmi, formal,


atau baku adalah setidaknya memiliki fungsi S (subjek) dan P
(predikat). Kalimat merupakan satuan kebahasaan yang
mengungkapkan makna pikiran yang utuh. Dalam ragam tulis,
kalimat diakhiri dengan tanda baca sesuai dengan intonasi, yakni
tanda titik, tanda seru, maupun tanda tanya. Pola kalimat dalam
bahasa Indonesia diwujudkan dengan susunan SPOK atau dapat juga
dibalik/inverse menjadi PSOK ataupun variasi susunan lain dengan
atau tanpa fungsi yang lengkap, seperti SPO, SPK, dan lain
sebagainya. Beberapa contohnya antara lain:

1. S+P : Adik menangis


2. S+P+K : Ibu memasak di dapur
3. S+P+O : Kakak memancing ikan
4. S+P+O+K : Bapak memperbaiki mobil di garasi

119
Pada dasarnya, kalimat dapat dibagi dalam beberapa jenis.
Selain itu, kalimat dapat ditinjau dari jumlah klausanya, bentuk
sintaksisnya, kelengkapan unsurnya, dan susunan subjek dan
predikatnya (versi atau inversi). Berdasarkan jumlah klausanya,
kalimat dapat dibagi atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk.
Kalimat tunggal dapat dibeda-bedakan lagi berdasarkan kategori
predikatnya menjadi kalimat berpredikat verbal atau kata kerja,
kalimat berpredikat adjectiva atau kata sifat, kalimat berpredikat
nominal atau kata benda, kalimat berpredikat numeral, dan kalimat
berpredikat frasa preposisional. Kalimat verbal dapat dikategorikan
berdasarkan kehadiran nomina atau frasa nominal objeknya, yakni
kalimat taktransitif, kalimat ekatransitif, dan kalimat dwitransitif.
Kalimat majemuk juga dapat dibagi menjadi kalimat majemuk setara
dan kalimat majemuk bertingkat.

Berdasarkan fungsinya, kalimat dapat dibagi atas kalimat


deklaratif atau kalimat berita, kalimat imperatif atau kalimat
perintah, kalimat interogatif atau kalimat tanya. Dilihat dari segi
kelengkapan unsurnya, kalimat dapat dibedakan atas kalimat
lengkap atau kalimat major dan kalimat tak lengkap atau kalimat
minor. Dari segi susunan subjek dan predikat, kalimat dapat
dibedakan atas kalimat biasa (S-P) dan kalimat inversi (P-S).

Suatu kalimat dapat berupa satu unsur inti saja ataupun


beberapa unsur inti. Kalimat yang hanya mengandung satu unsur
pusat atau inti adalah kalimat minor. Adapun beberapa contoh
kalimat minor adalah sebagai berikut.

 Diam !
 Pergi !
 Amat mahal !
 Yang baru
 Sudah siap !

120
Selanjutnya, suatu kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung
dua unsur pusat atau inti disebut kalimat mayor. Beberapa contoh
kalimat mayor adalah sebagai berikut.

 Ia mengambil buku itu.


 Dia ada di dalam.
 Rizal pergi ke Jogja.

2.1 Kalimat Intransitif dan Transitif

2.1.1 Kalimat Intransitif

Kalimat intransitif atau tak transitif merupakan kalimat yang


tidak berobjek dan tak berpelengkap, hanya memiliki dua unsur
fungsi wajib, yakni subjek dan predikat. Contoh:

(1) Pak Lurah sedang berbelanja


(2) Bu Ani sudah melahirkan

2.1.2 Kalimat Transitif

Kalimat transitif merupakan kalimat yang memiliki objek.


Kalimat transitif memiliki tiga unsur wajib, yakni subjek, predikat,
dan objek. Dalam kalimat aktif urutan kata dalam kalimat transitif
adalah subjek, predikat, dan objek, tentu saja ada unsur tak wajib.

Contoh:
(1) Joko mengatasi bencana banjir
(2) Ibu memasak ikan kakap

121
2.2 Kalimat Aktif dan Pasif

Kalimat aktif merupakan kalimat yang subjeknya menjadi


pelaku pekerjaan sebagaimana disebutkan pada fungsi predikat (P).
Adapun beberapa contoh kalimat aktif adalah sebagai berikut.

 Joko memancing di muara sungai.


 Adik mengangis di pojok kamar.

Kalimat pasif merupakan kalimat yang subjeknya bertindak


sebagai predikat atau dikenai pekerjaan yang disebut oleh predikat.
Pemasifan dalam bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu (1) menggunakan verba prefiks di-, dan (2) menggunakan
verba tanpa prefiks di-. Cara yang digunakan dalam pemebentukan
kalimat pasif:

a. S ditukar dengan O
b. Gantilah prefiks nasal (N), seperti prefiks meng- dengan di-
pada P.
c. Tambahkanlah kata oleh di muka unsur yang tadinya S

 Pak Anton mengangkat asisten manager Persiba Balikpapan


 Seorang asisten manager Persiba Balikpapan diangkat Pak Anton

2.3 Berdasarkan Pengucapan (Langsung dan Tidak Langsung)

Berdasarkan pengucapan, kalimat dapat dibedakan menjadi 2 jenis,


yaitu:

122
2.3.1. Kalimat Langsung
Kalimat langsung adalah kalimat yang secara cermat menirukan
ucapan atau tuturan. Kalimat langsung juga dapat diartikan kalimat
yang memberitakan bagaimana ucapan dari orang lain (orang
ketiga). Kalimat ini biasanya ditandai dengan tanda petik dua (“….”)
dan dapat berupa kalimat tanya atau kalimat perintah.

Contoh:

- Ayah berkata: “Budi, jangan membuang sampah di sembarang


tempat!”
- “Saya senang sekali”,kata ayah,”karena kamu naik kelas”.

2.3.1 Kalimat Tak Langsung


Kalimat tak langsung adalah kalimat yang menceritakan kembali
ucapan atau perkataan orang lain. Kalimat tak langsung tidak
ditandai lagi dengan tanda petik dua dan sudah dirubah menjadi
kalimat berita.

Contoh:

- Ibu berkata bahwa dia senang sekali karena aku lulus ujian.
- Kakak berkata bahwa buku itu harus segera dikembalikan.

2.4. Kalimat Berdasarkan Isi atau Fungsinya


Kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat perintah, kalimat berita,
kalimat tanya, dan kalimat seruan.

2.4.1. Kalimat Perintah


Kalimat perintah adalah kalimat yang bertujuan memberikan
perintah kepada orang lain untuk melakukan sesuatu. Kalimat
perintah biasanya diakhiri dengan tanda seru (!) dalam penulisannya.
Sedangkan dalam bentuk lisan, kalimat perintah ditandai dengan
intonasi tinggi.

123
Contoh :

Jangan membuang sampah sembarangan !


Tolong temani ibumu berbelanja di pasar !

2.4.2. Kalimat Berita


Kalimat berita adalah kalimat yang isinya memberitahukan sesuatu.
Dalam penulisannya, biasanya diakhiri dengan tanda titik (.) dan
dalam pelafalannya dilakukan dengan intonasi menurun. Kalimat ini
mendorong orang untuk memberikan tanggapan.

Contoh :

Ayah akan datang dari Manado besok sore.

2.4.3. Kalimat Tanya


Kalimat tanya adalah kalimat yang bertujuan untuk memperoleh
suatu informasi atau reaksi (jawaban) yang diharapkan. Kalimat ini
diakhiri dengan tanda tanya(?) dalam penulisannya dan dalam
pelafalannya menggunakan intonasi menurun. Kata tanya yang
dipergunakan adalah bagaimana, dimana, berapa, kapan.

Contoh:

Mengapa gapura ini dibangun tidak sesuai dengan anggaran yang


diberikan?

2.4.4. Kalimat Seruan


Kalimat seruan adalah kalimat yang digunakan untuk
mengungkapakan perasaa „yang kuat‟ atau yang mendadak. Kalimat
seruan biasanya ditandai dengan intonsi yang tinggi dalam
pelafalannya dan menggunakan tanda seru (!) atau tanda titik (.)
dalam penulisannya.

124
Contoh:

- Aduh, pekerjaan rumah saya tidak terbawa.


- Bukan main, eloknya.

2.5 Berdasarkan Susunan S-P


Kalimat dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

2.5.1 Kalimat Versi

Kalimat versi adalah kalimat yang susunan dari unsur-unsur


kalimatnya sesuai dengan pola kalimat dasar bahasa Indonesia (S-P-
O-K).

Contoh:

- Penelitian ini dilakukan mereka sejak 2 bulan yang lalu.


. S P O K

- Aku dan dia bertemu di cafe ini.


. S P K

2.5.2 Kalimat Inversi

Kalimat inversi adalah kalimat yang predikatnya mendahului


subjeknya. Kata atau frasa tertentu yang pertama muncul akan
menjadi kunci yang akan mempengaruhi makna untuk menimbulkan
kesan tertentu, dibandingkan jika kata atau frasa ditempatkan pada
urutan kedua. Kalimat ini biasanya dipakau untuk penekanan atau
ketegasan makna.

Contoh:

- Ambilkan koran di atas kursi itu!


. P S

125
- Sepakat kami untuk berkumpul di taman kota.
. P S K

2.6 Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal merupakan kalimat yang terdiri atas satu


klausa inti. Kalimat tunggal minimal terdiri dari satu S dan satu P.
Selain itu, unsur ini kalimat tunggal juga dapat berupa Subjek,
Predikat, Objek, Pelengkap, serta Keterangan. Kalimat tunggal
hanya terdiri dari satu pola fungsi. Jika terdapat lebih dari satu pola
kalimat maka kalimat tersebut dinamakan kalimat majemuk.
Beberapa kalimat tunggal dapat dilihat dalam contoh berikut.

1. Mahasiswa berdemo di depan kantor walikota Balikpapan


2. Mahasiswa berdiskusi
3. Laptopku rusak
4. Harga kamera itu murah.

2.7 Kalimat Majemuk Setara

Kalimat majemuk setara terdiri dari dua kalimat tunggal


atau lebih yang menghubungkan kesataraan di antara kalimat satu
dengan kalimat yang lain. Kalimat majemuk setara ditandai dengan
kata hubung dan ataupun serta untuk mengungkapkan penjumlahan
atau penambahan, seperti pada kalimat:

1. Dia menulis dan saya membaca.


2. Mereka menyanyi dan kami menari.

Selanjutnya, kalimat majemuk setara juga dapat ditandai


dengan kata tetapi atau melainkan untuk mengungkapkan
pertentangan. Oleh karena itu, kalimat majemuk setara dengan kata

126
hubung tetapi disebut juga kalimat majemuk setara pertentangan.
Berikut adalah contoh kalimat majemuk setara pertentangan.

1. Dia murid paling pintar di kelasnya, tetapi wataknya


sombong dan angkuh.
2. Mereka bukanlah penyanyi biasa, melainkan artis terkenal di
tanah air.

2.7 Kalimat Majemuk Tidak Setara

Kalimat majemuk tidak setara ditandai atas kepentingan


yang berbeda di antara satu kalimat tunggal dengan kalimat tunggal
yang lain. Kalimat majemuk tidak setara dibagi menjadi dua, yakni
sebagai induk kalimat dan anak kalimat. Kalimat induk merupakan
pusat gagasan, sedangkan anak kalimat sebagai pertalian inti
gagasan dengan hal yang lainnya, terkait dengan tujuan, sebab-
akibat, syarat, waktu, dan lain sebagainya. Contoh kalimat majemuk
tidak setara adalah sebagai berikut.

1. Joko tidak jadi kerumahmu jika hujan turun dengan deras.


2. Bowo tidak masuk ke sekolah karena sakit.

3. Ciri-Ciri Kalimat Efektif

Kalimat yang merupakan gagasan pemikiran atau konsep


yang dimiliki seseorang dituangkan ke dalam bentuk kalimat.
Kalimat yang baik merupakan kalimat yang efektif sebagaimana
harus memenuhi beberapa persyaratan. Kalimat efektif harus
disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku sebagai norma
berbahasa. Kalimat efektif akan mudah dipahami oleh orang lain
secara tepat. Selain itu, kalimat efektif haruslah disusun secara sadar
untuk mencapai daya informasi yang diinginkan penulis terhadap

127
pembacanya. Jadi, yang dimaksud kalimat efektif adalah kalimat
yang memenuhi syarat sebagai berikut.

Sebuah kalimat efektif memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri


tertentu yang membedakannya dari kalimat yang tidak efektif. Agus
Nero Sofyan dkk (2007) dalam bukunya berjudul “Bahasa Indonesia
dalam Penulisan karya Ilmiah” menyebutkan bahwa kalimat efektif
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Kesepadanan strutur

Kesepadanan struktur yakni kesepadanan yang merupakan


keseimbangan antara pikiran (gagasan) dan struktur bahasa
yang dipakai. Kesepadanan kalimat ini diperlihatkan oleh
kesatuan gagasan yang kompak dan kepaduan pikiran yang
baik. Kesepadanan memiliki beberapa ciri-ciri, seperti
kalimat yang harus memiliki fungsi-fungsi yang jelas.
Fungsi subjek dan predikat harus tersedia dengan jelas.
Ketidaktersediaan fungsi seperti subjek maupun predikat
membuat kalimat tidak efektif. Selain itu, kata penghubung
harus digunakan secara tepat.

2. Keparalelan

Keparalelan merupakan kesamaan bentuk kata yang


digunakan dalam kalimat. Penggunaan bentuk pertama
dengan kata benda haruslah diikuti bentuk kedua yang
menggunakan kata benda (nomina). Penggunaan bentuk
pertama dengan kata kerja (verba), bentuk kedua dan
seterusnya juga menggunakan kata kerja.

128
3. Kehematan

Kehematan dalam kalimat efektif ditunjukkan dengan


penggunaan kata, frasa, ataupun bentuk lain yang
fungsional serta meninggalkan bentuk-bentuk dianggap
tidak perlu. Kehematan dalam kalimat efektif mempunyai
arti penghematan terhadap kata yang memang tidak
diperlukan.

4. Tidak Menimbulkan Tafsir Ganda

Sebuah kalimat yang efektif tidak menimbulkan tafsiran


ganda, serta mempertimbangkan kecermatan dalam
pemilihan kata kata. Pemilihan kata yang tidak cermat akan
menimbulkan penafsiran ganda. Kalimat yang memiliki
tafsiran ganda berdampak pada kebingungan pembaca untuk
memahami gagasan kalimat.

5. Kepaduan/Koheresi

Kepaduan/koheresi merupakan kepaduan gagasan ataupun


pernyataan dalam kalimat itu sehingga informasi yang
disampaikannya tidak terpecah pecah sehingga
membingungkan pembaca. Kalimat yang padu merupakan
kalimat yang disusun secara sistematis. Kepaduan
menunjukkkan adanya hubungan timbal balik yang baik dan
jelas antara unsur-unsur kata, frasa, ataupun klausa yang
membentuk kalimat tersebut. Hubungan antara subjek (S)
dan predikat (P), hubungan antara predikat (P) dan objek
(O), serta fungsi keterangan (K) menjelaskan tiap-tiap unsur
pokok dalam suatu kalimat.

129
6. Kelogisan

Kelogisan yang dimaksud ialah bahwa ide kalimat dapat


diterima oleh akal dan penulisannya sesuai dengan ejaan
yang berlaku. Kalimat efektif harus mudah dipahami. Dalam
hal ini hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki
hubungan yang logis/masuk akal. Kelogisan merupakan
gagasan suatu kalimat yang dapat diterima oleh akal dan
sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kelogisan berhubungan
dengan proses berpikir untuk menghubungkan fakta yang
ada.

130
Latihan Soal

1. Tentukan benar atau salah penulisan kata di bawah ini

Kesalahan Ejaan yang Sering Dijumpai dalam Penulisan

No Kata √ X No Kata √ X
1 ada kalanya 41 personil
2 apa bila 42 teoritis
3 barangkali 43 vidio
4 bilamana 44 cengkeh
5 beasiswa 45 nasehat
6 bela sungkawa 46 resiko
7 kacamata 47 nomer
8 kosa kata 48 bus
9 mana kala 49 pastor
10 suka cita 50 sopir

2. Mengapa dalam bahasa Indonesia terdapat banyak


penyingkatan/akronim ?
3. Buatlah 3 kalimat inversi !
4. Buatkah 3 kalimat majemuk setara dan 3 kalimat majemuk tidak
setara !

131
BAB VII

PARAGRAF DALAM BAHASA INDONESIA

1. Pengertian Paragraf

Paragraf atau alinea merupakan kesatuan utuh pokok pikiran


yang disusun atas kalimat-kalimat yang padu dan runtut. Sebuah
paragraf memiliki satu gagasan, ide, atau tujuan yang disampaikan.
Sedangkan definisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
paragraf adalah bagian wacana yang mengungkapkan satu pikiran
atau satu tema yang lengkap dalam ragam tulis ditandai oleh baris
pertama yang menjorok ke dalam atau jarak spasi yang lebih.
Ditinjau dari bentuknya, awal baris alinea ditulis menjorok beberapa
spasi. Pada umumnya, satu paragraf terdiri dari susunan tiga sampai
delapan kalimat. Selain itu, satu paragraf memiliki ide/gagasan
pokok yang diletakkan di awal, akhir, maupun campuran keduanya.
Oleh karena itu, dalam kerangka paragraf terdapat kalimat topik dan
kalimat pendukung. Kalimat topik berisikan ide/gagasan yang akan
sebagai inti dari paragraf tersebut, sedangkan kalimat pendukung
merupakan kalimat yang menjelaskan ataupun menguraikan
ide/gagasan tersebut.

Sebuah paragraf yang baik memenuhi beberapa syarat yang


di antaranya adalah:

132
1. Kesatuan

Sebuah paragraf memiliki satu gagasan pokok utama. Dalam


satu paragraf tidak diperkenankan kalimat sebagai unsur-
unsur paragraf memiliki makna yang tidak berhubungan
dengan gagasan utama tersebut. Sebuah paragraf memiliki
kesatuan jika kalimat-kalimatnya tidak lepas dari gagasan
atau pikiran pokok.

2. Koherensi

Sebuah paragraf yang baik dipenuhi memenuhi syarat


koherensi atau kepaduan, yakni adanya hubungan yang
harmonis dalam rangkaian kalimat-kalimat, yang
memperlihatkan kesatuan kebersamaan antara satu kalimat
dengan kalimat yang lainnya dalam sebuah alenia. Alenia
yang memiliki koherensi akan sangat memudahkan pembaca
mengikuti alur gagasan yang disuguhkan. Tidak adanya
peaduan dalam sebuah paragraf akan menyulitkan pembaca
untuk menghubungkan satu kalimat dengan kalimat lainnya.
Keteraturan terkait urutan gagasan memudahkan pembaca
untuk dapoatmengikuti uraian yang disajikan dengan baik.

3. Perkembangan Paragraf

Sebuah paragraf yang baik memiliki gagasan pokok yang


dikembangkan dengan kalimat-kalimat penjelas. Selain itu,
dalam mengembangkan kalimat-kalimat penjelas tidak
diperkenankan untuk berkembang ke arah yang tidak
relevan dengan gagasan pokok.

133
2. Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Topik

Berdasarkan letak kalimat topik, paragraf dibagi menjadi


tiga, yakni paragraf deduktif, paragraph induktif, dan campuran.
Paragraf deduktif merupakan paragraf dengan gagasan/pokok
pikiran di awal. Paragraf induktif merupakan paragraf yang
gagasan/pokok pikirannya terletak di akhir. Paragraf campuran
merupakan paragraf yang gagasan pokonya terletak di awal dan
akhir. Berikut ini adalah contoh tiga paragraf dengan masing-masing
letak kalimat topik.

Paragraf Deduktif

Pasar tradisional merupakan jantung perekonomian


masyarakat. Di dalam pasar tradisional, berbagai macam kebutuhan
sehari-hari disediakan. Penjual dan pembeli saling berinteraksi satu
sama lain di dalam pasar tradisonal. Selain itu, pembeli dapat
menawar harga barang sesuai dengan kesepakatan dengan penjual.
Harga yang ditawarkan penjual di passer tradisional cukup
terjangkau bagi masyarakat.

Paragraf Induktif

Berkali-kali pemerintah daerah Balikpapan mengingatkan


untuk tidak membuang sampah di pantai manggar. Sampah-sampah
di pantai Manggar bertebaran sehingga merusak keindahan pantai.
Sampah-sampah yang bertebaran tersebut meliputi sampah organik
maupun sampah nonorganik. Pengunjung dan nelayan setempat
sengaja membuang sampah tersebut di pantai. Meskipun pemerintah
telah memberikan larangan keras, namun masyarakat tidak
menghiraukan aturan tersebut. Akibatnya, pengunjung pantai
Manggar semakin berukurang dari waktu ke waktu. Oleh karena

134
itu, memelihara keindahan pantai merupakan tanggung jawab
bersama untuk mengembalikan potensi pariwisata pantai
Manggar.

Paragraf Campuran

Pemerintah pusat mengalokasikan dana untuk


pendidikan sebesar 20 persen dari total pendapatan negara.
Dana tersebut dibagi ke dalam beberapa tingkatan pendidikan dari
sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Tujuan daripada pemerintah
mengalokasikan dana tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia. Dilihat dari beberapa tahun belakang ini,
perkembangan pendidikan di Indonesia kurang menunjukkan hasil
yang kurang memuaskan. Pemerintah berusaha untuk semakin
meningkatkan kualitas pendidikan dengan menaikkan anggaran.
Oleh karena itu, pemerintah menetapkan dana pendidikan
sebesar 20 persen dari total pendapatan negara pada tahun ini.

3. Paragraf Berdasarkan Jenisnya

Berdasarkan jenisnya, paragraf dibagi menjadi 5, yaitu


paragraf narasi, paragraf deskripsi,paragraf eksposisi, paragraf
argumentasi, dan paragraf persuasi. Dalam penulisan karya tulis
ilmiah, penggunaan jenis-jenis paragraf tersebut didasarkan atas
tujuannya. Penguasaan jenis paragraf menjadi tuntutan akademisi
yang akan menyusun karya tulis ilmiah. Adapun beberapa paragraf
berdasarkan jenisnya tersebut antara lain.

3.1 Paragraf Narasi

Paragraf narasi merupakan paragraf yang menceritakan


serangkaian peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu
terjadinya. Paragraf narasi mengisahkan suatu peristiwa sehingga

135
tampak seolah-olah pembaca mengalami sendiri peristiwa tersebut .
Paragraf narasi merupakan suatu paragraf yang menceritakan satu
atau beberapa kejadian dengna menjelaskan bagaimana
berlangsungnya peristiwa-peristiwa tersebut. Kalimat-kalimat dalam
paragraf narasi yang merupakan rangkaian yang disusun menurut
urutan waktu (kronologis). Adapun ciri khas daripada paragraf
narasi adalah yaitu terdapat tokoh atau pelaku, waktu terjadinya
peristiwa, dan suasana yang diceritakan. Paragraf narasi banyak
ditemukan dalam karangan fiksi atau karya sastra. Selain itu,
paragraf narasi juga ditemukan dalam karya tulis nonfiksi seperti
biografi, sejarah, maupun peristiwa di dalam berita. Berikut adalah
contoh paragraf narasi.

Contoh paragraf narasi:

Sehar-hari Dini bekerja sebagai penjaga swalayan di pusat


kota. Gaji setiap bulannya hanya cukup untuk menghidupi kedua
anaknya. Suaminya yang bekerja sebagai TKI tidak kunjung pulang
ke tanah air semenjak kisruh pekerja illegal tanpa paspor di Arab
Saudi. Dini terus berupaya untuk bisa menjadikan anak-anaknya
masuk ke pendidikan yang lebih tinggi daripada dirinya sendiri. Dini
berharap agar anak-anaknya kelah tidak hidup susah seperti dirinya.

3.2 Paragraf Deskripsi

Paragraf deskripsi merupakan paragraf yang


menggambarkan sesuatu agar pembaca seolah-olah dapat melihat,
mendengar, dan merasakan sendiri semua yang ditulis oleh penulis.
Ciri-ciri utama paragraf deskripsi adalah penggambaran objek
tertentu. Penggambaran suatu objek secara rinci membuat pembaca
merasakan hadirnya objek tersebut. Paragraf deskripsi dapat dibagi
dalam tiga jenis, yaitu deskripsi objektif, deskripsi subjektif, dan
deskripsi spasial. Deskripsi objektif merupakan paragraf deskripsi

136
yang dalam penggambaran objeknya tidak disertai dengan opini
penulis atau tanpa melibatkan opini penulis. Deskripsi subjektif
merupakan paragraf deskripsi yang dalam penggambaran objeknya
disertai dengan opini penulis. Deskripsi spasial adalah paragraf yang
menggambarkan objek secara detail khususnya ruangan dan
kebendaan.

Contoh paragraf deskripsi:

Universitas Balikpapan terletak di tengah kota Balikpapan.


Universitas yang telah berumur lebih dari 30 tahun tersebut
memiliki enam fakultas. Enam fakultas tersebut telah terakreditasi
dengan baik sebagaimana masyarakat kota Balikpapan dan daerah
lain menaruh kepercayaan kepada universitas tersebut. Universitas
Balikpapan memiliki dosen yang sebagian besar lulusan S2 dan S3
dari universitas ternama, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Lulusan Universitas Balikpapan sebagaian besar bekerja pada sektor
penting di provinsi Kalimantan Timur dan sekitarnya.

3.3. Paragraf Argumentasi

Paragraf argumentasi merupakan paragraf yang


memaparkan pendapat, ide, ataupun gagasan. Dalam
mengungkapkan pendapat ataupun ide tersebut, penulis haruslah
menyatakan alasan-alasan untuk meyakinkan pembaca. Selain itu,
dalam paragraf argumentasi juga disertakan bukuti-bukti untuk
meyakinkan pembaca agar setuju dengan kebenaran yang
diungkapkan penulis.

Contoh paragraf argumentasi:

Kerusakan hutan di Kalimantan dari tahun ke tahun semakin


parah. Dalam beberapa tahun ke depan, pulau tersbesar ke tiga di
dunia tersebut tidak lagi dapat dibanggakan karena hutan tropisnya.

137
Pembukaan lahan untuk pertambangan batubara diduga menjadi
penyebab utama gundulnya hutan di Kalimantan. Akibatnya, flora
maupun fauna khas Kalimantan menjadi punah karena kerakusan
manusia. Lebih parahnya lagi, cekungan berupa danau-danau bekas
penambangan batubara dibiarkan begitu saja. Pemerintah pusat dan
daerah sebaiknya menyadari hal tersebut dan melakukan tindakan
nyata. Penambangan batubara tidak seharusnya dilakukan secara
berlebihan, apalagi banyak perusahaan tambang batubara yang tidak
resmi.

3.4. Paragraf Eksposisi

Paragraf eksposisi merupakan paragraf yang memberikan


informasi yang jelas. Paragraf eksposisi memberikan pemaparan
yang berupa fakta. Dalam paragraf eksposisi, penulis hanya
menginformasikan kepada pembaca tanpa mempengaruhinya.
Paragraf eksposisi juga bertujuan untuk memperluas pengetahuan
pembaca.

Contoh paragraf eksposisi:

Kulit manggis saat ini banyak dicari dan digunakan untuk


dijadikan obat alternatif dari berbagai macam penyakit, serta
dimanfaatkan untuk kepentingan kecantikan. Di samping buahnya
yang enak, kulit manggis memiliki segudang manfaat bagi kesehatan
tubuh. Kulit manggis mempunyai senyawa xanthone yang saat ini
banyak dikembangkan dan diproduksi dalam bentuk sirup. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa senyawa tersebut memiliki sifat
antidiabetes, antikanker, anti peradangan, antibakteri, antifungi, dan
meningkatkan kekebalan tubuh.

138
3.5. Paragraf Persuasi

Paragraf persuasi merupakan paragraf yang berusaha


membujuk pembaca untuk melakukan apa yang diinginkan penulis.
Paragraf persuasi berujuan untuk mempengaruhi dan mendorong
pembaca dengan sugesti ataupun bahasa yang menarik. Pada intinya,
paragraf persuasi merupakan paragraf yang berisi ajakan kepada
pembaca untuk melakukan sesuatu.Paragraf persuasi didahului
dengan fakta-fakta untuk meyakinkan pembaca.

Contoh paragraf persuasi:

Pencemaran lingkungan di kota Balikpapan semakin


memprihatinkan. Banyak perusahaan yang melanggar peraturan
daerah untuk membatasi pembuangan limbah industri. Akibatnya,
banyak masyarakat sekitar perusahaan merasa dirugikan karena air
sumur mereka ikut tercemari. Oleh karena itu, kita sebagai warga
kota Balikpapan harus turut aktif dalam mencegah pencemaran
lingkungan di kota Balikpapan. Beberapa cara dapat ditempuh
dengan melaporkan perusahaan-perusahaan yang diketahui
mencemari lingkungan ke pemerintah daerah. Tindakan aktif
masyarakat sangat berguna bagi kelangsungan hidup kita semua,
yakni kelangsungan hidup tanpa pencemaran lingkungan.

4. Kalimat Topik dan Kalimat Penjelas Dalam Paragraf

Suatu paragraf memiliki susunan kalimat topik dan kalimat


penjelas di dalamnya. Kalimat yang membangun sebuah paragraf
dapat dikelompokkan secara umum atas dua, yakni kaliat topik dan
kalimat penjelas. Kalimat topik dalam suatu paragraf merupakan
kalimat yang berisi ide pokok atau yang berfungsi sebagai
pengendali pikiran penulis dalam sebuah paragraf (Astar, 2009:5).
Selain kalimat topik, juga terdapat kalimat penjelas yang
memberikan informasi penjelas dari kalimat topik. Adapun yang

139
dijelaskan oleh kalimat penjelas adalah unsur yang terdapat pada
kalimat topik atau pada kalimat penjelas lainnya. Kalimat penjelas
dibagi menjadi dua, yakni kalimat penjelas mayor dan kalimat
penjelas minor. Kalimat penjelas mayor merupakan kalimat yang
langsung memberikan penjelasan kepada kalimat topik atau
memberikan informasi baru terhadap apa yang ada dalam kalimat
topik dalam bentuk gagasan lain. Kalimat penjelas minor adalah
kalimat yang menjelaskan gagasan yang termuat dalam kalimat
penjelas mayor. Adapun contoh serta gambaran hubungan kalimat
topik dalam kalimat penjelas dalam bentuk diagram adalah sebagai
berikut.

Pada abad ke-16 pengaruh kebudayaan barat


di Indonesia mulai muncul. Raja Mataram meniru
cara berpakaian ala Belanda dengan memakai jaket
kulit dan topi berbulu. Hal itu juga diikuti oleh para
kerabat istana. Inovasi teknik dalam bidang
pengecoran logam untuk membuat senjata api juga
merupakan bukti masuknya pengaruh kebudayaan
barat. Perubahan juga ditandai dengan perluasan
pendidikan ala barat, khususnya di kalangan kaum
muda di perkotaan. Baik dalam tingkah laku maupun
dalam kehidupan spiritual, kaum muda Indonesia
telah meniru model kehidupan barat. Rasionalisme,
individualisme, dan kebebasan bicara diasimilasikan
oleh kaum muda Indonesia secara mudah.

Dalam paragragf di atas dapat diuraikan menurut kalimat topik serta


kalimat penjelas sebagai berikut.

(KT) Pada abad ke-16 pengaruh kebudayaan barat di Indonesia


mulai muncul.

140
(KP) Raja Mataram meniru cara berpakaian ala Belanda dengan
memakai jaket kulit dan topi berbulu.

(KPm) Hal itu juga diikuti oleh para kerabat istana.

(KP) Inovasi teknik dalam bidang pengecoran logam untuk


membuat senjata api juga merupakan bukti masuknya
pengaruh kebudayaan barat.

(KP) Perubahan juga ditandai dengan perluasan pendidikan ala


barat, khususnya di kalangan kaum muda di perkotaan.

(KP) Baik dalam tingkah laku maupun dalam kehidupan spiritual,


kaum muda Indonesia telah meniru model kehidupan barat.

(KPm) Rasionalisme, individualisme, dan kebebasan bicara


diasimilasikan oleh kaum muda Indonesia secara
mudah.

Adapun diagram hubungan antara kalimat topik (KT) dengan


kalimat penjelas (KP) dan kalimat penjelas minor (KPm) adalah
sebagai berikut.

Kalimat Topik

Kalimat Penjelas Kalimat Penjelas Kalimat Penjelas


Mayor Mayor Mayor

Kalimat Penjelas Kalimat Penjelas Kalimat Penjelas


Minor Minor Minor

141
5. Kohesi dan Koherensi dalam Paragraf

Sebagaimana diketahui bahwa paragraf merupakan susunan


kalimat yang memiliki gagasan pokok/utama dan didukung dengan
gagasan-gagasan penjelas. Kohesi merupakan keterpaduan bentuk
antara gagasan pokok dengan gagasan penjelas, sedangkan
koherensi merupakan keterpaduan makna. Alwi (2001:10)
mengungkapkan bahwa koheresi dalam sebuah paragraf akan
terpenuhi apabila kalimat-kalimat yang menyusun paragraf tersebut
terjalin secara logis dan gramatikal, serta berkaitan satu sama lain
untuk mendukung gagasan utama. Kalimat-kalimat di dalam
paragraf tersebut dapat koheren, berkaitan satu sama lain, untuk
mendukung gagasan utama, sebagaimana penulis dapat
menggunakan kata kunci dan sinonim, pronominal, kata transisi, dan
struktur yang paralel. Kesatuan dalam sebuah paragraf dapat
terpenuhi apabila informasi-informasi dalam paragraf tersebut tetap
dikendalikan oleh gagasan utama. Penulis harus selalu mengevaluasi
apakah kalimat yang ditulisnya tersebut berhubungan dengan
gagasan utama (dalam Alwi, 2001:8).

Contoh :

Pelajaran matematika seringkali dirasakan sangat berat bagi


siswa sekolah menengah maupun atas. Hal tersebut di antaranya
disebabkan oleh materi yang disajikan guru kurang dapat dipahami
oleh siswa. Di sisi lain, juga disebabkan oleh materi pelajaran materi
matematika yang sarat dengan aplikasi yang tidak beraneka ragam
contohnya. Di samping itu, siswa yang telah mempelajari
matematika sejak duduk di bangku SD merasa tidak mampu
menggunakan bahasa Indonesia. Akibatnya, dalam menentukan
bahan pelajaran yang akan disajikan kepada siswa merupakan
keterampilan tersendiri bagi pengajar matematika agar siswa
tertarik.

142
Paragraf tersebut telah memenuhi syarat kesatuan maupun
kepaduan. Kalimat pertama merupakan kalimat utama, sedangkan
kalimat kedua sampai kalimat kelima merupakan kalimat penjelas.
Hubungan antar-kalimat dalam paragraf di atas menggunakan kata
ataupun frase penghubung yang bervariasi.

Latihan Soal !

1. Buatlah paragraf dengan tipe argumentasi, deskripsi, narasi,


eksposisi, dan persuasi dengan tema berikut :

a. Lingkungan
b. Kesehatan
c. Teknologi
d. Olahraga

143
BAB VIII

PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH

1. Pengantar

Bagi seorang mahasiswa, menulis merupakan kegiatan yang


wajib dilakukan untuk menuangkan serta mengembangkan
pemikiran terkait dengan bidang keilmuan yang dipelajari. Karya
tulis ilmiah menjelaskan tentang penelitian yang dilakukan oleh
penulis, yakni mahasiswa ataupun dosen sebagai akademisi.
Penelitian yang dilakukan penulis didasarkan atas metode yang
ilmiah. Penelitian yang dilakukan, baik penelitian dengan kajian
kepustakaan maupun penelitian lapangan dituangkan ke dalam karya
tulis ilmiah sebagaimana disusun secara sistematis.

Di perguruan tinggi, penulisan karya tulis ilmiah menjadi


kegiatan yang wajib dilakukan. Selain itu, mahasiswa dituntut untuk
menulis skripsi setelah menempuh semua mata kuliah wajib. Karya
tulis ilmiah ditulis berdasarkan ketentuan ataupun pedoman yang
disepakati oleh masing-masing perguruan tinggi. Seringkali
dijumpai bahwa ketentuan yang berdasarkan konvensi tersebut
berbeda antara perguruan tinggi satu dengan perguruan tinggi
lainnya. Adapun beberapa bentuk karya tulis ilmiah meliputi:

1. Makalah (working paper)


2. Skripsi
3. Tesis
4. Disertasi

144
a. Makalah
Makalah didefinisikan sebagai salah satu tulisan ilmiah yang
membahas suatu pokok permasalahan tertentu. Makalah merupakan
karya akademis yang bertujuan untuk dipublikasikan ataupun
diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Makalah merupakan karya tulis
ilmiah yang menyajikan permasalahan dan pembahasannya
berdasarkan data di lapangan atau kepustakaan yang bersifat empris.
Makalah memuat pemikiran tentang permasalahan yang ditulis
secara sistematis. Permasalahan tersebut dianalisis secara logis serta
objektif.

b. Skripsi
Skripsi merupakan salah satu jenis karya tulis ilmiah yang
disusun berdasarkah hasil penelitian, baik penelitian lapangan
ataupun penelitian kepustakaan yang disusun mahasiswa sebagai
tugas akhir di setiap bidang studinya. Skripsi adalah sebagai hasil
proses pengembangan intelektual mahasiswa secara mandiri dan
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, baik oleh universitas
maupun dosen pembimbing. Skripsi sebagai tugas akhir pada
jenjang pendidikan S1 memiliki bobot sebesar 6 SKS.

c. Tesis
Tesis merupakan salah satu karya tulis ilmiah untuk
mendapatkan gelar di jenjang S-2. Sifat dari karya tulis ilmiah
berbentuk tesis adalah lebih mendalam dari segi pengkajian terhadap
suatu objek penelitian. Oleh karena itu, penelitian berbentuk tesis
cenderung lebih luas serta mendalam untuk membahas objek
penelitian, baik lapangan maupun kepustakaan.

145
d. Disertasi
Disertasi merupakan tulisan ilmiah untuk mendapatkan gelar
akademik S-3, yaitu Doktor. Selain itu, disertasi adalah karya ilmiah
yang berupaya menciptakan suatu teori baru dengan menguji
hipotesis yang disusun berdasarkan teori yang sudah ada. Disertasi
berupa paparan diskusi yang menyertai sebuah pendapat atau
argumen. Penemuan dalam hasil penelitian berbentuk disertasi
bersifat asli dari penulis sendiri.

Menulis karya tulis ilmiah memiliki beberapa manfaat selain


daripada manfaat pragmatis, yakni sebagai syarat kelulusan dalam
suatu jenjang pendidikan. Adapun beberapa manfaat menulis karya
tulis ilmiah adalah sebagai berikut.
1) Mengembangkan sikap kritis terhadap suatu persoalan di
lapangan.
2) Memperdalam khazanah keilmuan sesuai dengan bidang
kajian yang dipelajari.
3) Memperoleh kepuasan secara intelektual.
4) Mengembangkan keterampilan membaca serta menulis.
5) Mampu bersifat terbuka serta objektif terhadap suatu
permasalahan yang ada di tengah masyarakat.
6) Menyumbangkan keilmuan berdasarkan hasil riset kepada
masyarakat.

2. Syarat Penulisan Karya Tulis Ilmiah

Beberapa syarat harus dipenuhi dalam penulisan karya tulis


ilmiah. Salah satu syarat yang penting adalah kejururan. Penulis
tidak diperkenankan mengutip pemikiran atau karya orang lain tanpa
mencantumkan sumber rujukannya. Tindakan curang tersebut
disebut dengan plagiat. Penulis harus menghindari tindakan plagiat
jika tidak ingin berurusan dengan sanksi perguruan tinggi sampai

146
sanksi hukum pidana. Adapun beberapa syarat dalam penulisan
karya ilmiah adalah sebagai berikut.

1. Menyajikan fakta ilmiah


2. Hasil daripada penelitian
3. Empiris
4. Ditulis dengan metodologi yang benar serta sistematis
5. Objektif
6. Rasional
7. Lugas
8. Ditulis dengan bahasa yang baku sesuai dengan EYD

Karya tulis ilmiah menyajikan fakta-fakta ilmiah, bukan


data fiktif atau gossip. Karya tulis ilmiah merupakan hasil daripada
penelitian yang dilakukan penulis. Penelitian yang dihasilkan
haruslah dapat dibuktikan bukti empirisnya. Selanjutnya, karya tulis
ilmiah disusun dengan metodologi yang tepat, seperti penelitian
kuantitatif ataupun penelitian kualitatif. Karya tulis ilmiah ditulis
dengan sudut pandang yang objektif dan rasional. Penggunaan
bahasa dalam karya tulis ilmiah haruslah sesuai dengan tata bahasa
yang baku dan sesuai dengan EYD.

3. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan karya tulis ilmiah setiap perguruan


tinggi, bahkan setiap fakultas dapat terjadi perbedaan. Perbedaan
tersebut diharapkan tidak menimbulkan kebingungan bagi
mahasiswa yang akan atau sedang menyusun karya tulis ilmiah,
khususnya skripsi. Setiap universitas memiliki pedoman penulisan
skripsi yang menjadi acuan setiap mahasiswa dalam menyusun
skripsi. Adapun pada umumnya, sistematika penulisan karya tulis
ilmiah adalah sebagai berikut.

147
I. BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
II. BAB II KAJIAN PUSTAKA
III. BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Sumber Data
B. Populasi dan Sampel
C. Lokasi Penelitian
D. Instrumen Penelitian
E. Analisis Data
IV. BAB IV PEMBAHASAN
V. BAB V PENUTUP
VI. DAFTAR PUSTAKA

Beberapa universitas menggunakan susunan seperti di atas,


namun beberapa universitas lain menggunakan bentuk sistematika
ataupun format yang berbeda. Kajian pustaka juga sama dengan
landasan teori atau kajian teori. Pembahasan juga sama dengan
analisis.

4. Menulis Rujukan dalam Karya Tulis Ilmiah

Dalam penulisan karya ilmiah, rujukan haruslah disertakan


secara jelas. Rujukan tersebut dituliskan dalam teks dan dituliskan
dalam daftar pustaka. Adapun cara untuk menuliskan rujukan baik di
dalam teks maupun di dalam daftar pustaka adalah sebagai berikut.
Contoh daftar pustaka berupa buku ataupun tesis adalah sebagai
berikut.

148
1. Buku

 Widodo, Joko. 2014. Pengantar Ilmu Bahasa. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.
 Subianto, Prabowo. 2014. Pengantar Ilmu Pertanian.
Jakarta: Bumi Aksara.

2. Skripsi, Tesis, dan Disertasi

 Yuniarto, Hendy. 2013. Analisis Kata Penyukat pada


Bahasa Indonesia. Skripsi. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Penulisan daftar pustaka berupa buku pertama kali adalah


menulis nama pengarang. Nama pengarang ditulis dengan
mengedepankan nama belakang, dilanjutkan menulis nama depan
dengan memberikan tanda koma di antara keduanya. Langkah
berikutnya adalah menuliskan tahun terbit buku. Selanjutnya, judul
buku ditulis dengan memperhatikan huruf kapital yang digunakan
seperti contoh di atas. Kota penerbit dituliskan dengan memberi titik
dua setelahnya, lalu disambung dengan nama penerbit. Adapun
penulisan daftar pustaka berupa skripsi, tesis, dan disertasi hampir
sama dengan penulisan buku, namun yang membedakan adalah
keterangan jenis penelitian yang ditulis setelah judulnya.
Selanjutnya, nama universitas sebagaimana hasil penelitian tersebut
berasal.

5. Pemakaian bahasa Indonesia Dalam Karya Tulis Ilmiah

Untuk menulis karya ilmiah, bahasa Indonesia yang


digunakan haruslah bahasa Indonesia ragam formal dan baku.
Bahasa merupakan sarana atau media pengungkap gagasan dari
penulis. Oleh karena itu, ketepatan dan kejelasan dalam penggunaan

149
bahasa harus diterapkan secara baik agar dapat dipahami pembaca.
Oleh karena itu, pemakaian bahasa Indonesia dalam karya tulis
ilmiah haruslah mengikuti aturan ejaan, tata bahasa, dan tanda baca
yang tepat. Beberapa syarat penggunaan bahasa tulis pada karya
tulis ilmiah adalah sebagai berikut.

1. Pemilihan kata yang cermat dan tepat


2. Penggunaan bahasa yang jelas dan lugas
3. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia baku
sebagaimana termuat dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indoensia Yang Disempurnakan (EYD).
4. Fungsi dalam kalimat yang disusun harus terdapat subyek,
predikat, obyek dan/atau keterangan.
5. Pengembangan paragraf yang padu. Paragraf yang disusun
minimal terdapat kalimat inti dan kalimat penjelas.
6. Istilah asing ditulis dengan huruf miring.
7. Penggunaan kata ganti orang pertama atau orang kedua
(saya, aku, kami, kita, kamu) harus dihindari. Kata ganti
saya ataupun aku dapat diganti menjadi “penulis”.
8. Penggunaan kata yang formal

Latihan Soal !

1. Buatlah makalah menggunakan sistematika penulisan karya tulis


ilmiah di atas dengan tema sesuai dengan bidang studi masing-
masing !

150
BAB IX
Tantangan Bahasa Indonesia Masa Mendatang

1. Pengantar

Bahasa Indonesia menghadapi tantangan yang besar dalam


menghadapi pengaruh globalisasi. Era globalisasi ditandai dengan
arus komunikasi yang besar dan cenderung tidak terbatas, baik dari
media cetak maupun elektronik terutama internet. Selama lebih dari
10 tahun terakhir, internet telah menjadi media komunikasi umat
manusia secara global. Internet sebagaimana merupakan sistem yang
saling berhubungan di antara jaringan komputer secara global
membuat komunikasi di antara manusia semakin meluas.
Masyarakat Indonesia semakin sering berhadapan dengan bahasa-
bahasa asing yang masuk melalui arus komunikasi tersebut.
Masyarakat Indonesia

Merujuk pada internetworldstats.com tahun 2013, pengguna


internet di seluruh dunia mencapai lebih dari 2,8 milyar jiwa.
Dalam statistik yang disajikan, terdapat sepuluh bahasa terbesar
yang digunakan para pengguna internet. Adapun urutan kesepuluh
bahasa terbesar tersebut adalah: Inggris, Tiongkok, Spanyol, Arab,
Portugis, Jepang, Rusia, Jerman, Perancis, dan Melayu. Bahasa
Inggris menempati peringkat pertama dengan jumlah pengguna
sebanyak 800.625.314. Peringkat kedua ditempati oleh bahasa
mandarin dengan jumlah pengguna sebanyak 649.375.491.
Peringkat kesepuluh ternyata ditempati oleh bahasa Melayu dengan
pengguna sebanyak 75.549.025. Sumber lain seperti dalam berita di
laman kominfo.go.id dibeberkan bahwa jumlah pengguna internet di
Indonesia tahun 2014 mencapai 82 juta dan menduduki peringkat
ke-8 di dunia. Dari jumlah pengguna internet di Indonesia tersebut,
80 persen di antaranya adalah remaja berusia 15-19 tahun. Remaja
memiliki posisi vital dalam perubahan bahasa.

151
Internet menjadi media komunikasi yang penting saat ini
karena berbagai kepentingan penggunaannya. Setiap saat manusia
menggunakan internet. Apa yang dilakukan manusia setelah bangun
tidur adalah mengecek akun sosial media di Internet. Waktu sarapan
pagi pun juga tidak ketinggalan untuk membuka internet, apakah itu
laman berita online atau blog pribadi. Pada saat berada di commuter
line ataupun bus umum dalam perjalanan menuju tempat kerja
sekalipun, seseorang sibuk dengan perangkat internetnya, seperti
smartphone atau tablet. Kontak sosial secara langsung di dalam bus
umum pun jarang terjadi, yang terlihat hanyalah orang-orang yang
sibuk dengan perangkat internetnya.

Beberapa tantangan yang dihadapi bahasa Indonesia


meliputi penggunaan ragam informal yang semakin marak
digunakan. Penggunaan bahasa Indonesia ragam informal banyak
dilakukan oleh remaja sebagaimana remaja memiliki peran yang
penting dalam perubahan bahasa. Selanjutnya, masuknya kosakata
asing yang semakin banyak menjadikan bahasa Indonesia dibanjiri
kata-kata asing tanpa adanya kejelasan penyerapan. Pengaruh bahasa
Inggris di berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia
mempengaruhi eksistensi bahasa Indonesia sebagaimana kata
serapan bahasa Inggris membanjiri kosakata bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa Inggris dalam posisi suatu pekerjaan tidak
banyak lagi menggunakan bahasa Indonesia, seperti jurnalis, editor,
supervisor, customer service, accounting staff, security, sales, dan
lain sebagainya. Pelaksanaan kebijakan Masyarakat Ekonomi Asean
menjadikan tantangan terhadap bahasa Indonesia semakin nyata.

2. Ragam Informal dan Degradasi Bahasa Indonesia

Penggunaan ragam informal dalam bahasa Indonesia


semakin banyak digunakan seiring dengan arus komunikasi melalui
media internet. Ragam informal dalam bahasa Indoensia seringkali
disebut dengan bahasa prokem, bahasa gaul ataupun juga bahasa
alay. Ragam informal banyak ditemukan pada komunikasi lisan
ataupun tulisan di jejaring sosial ataupun aplikasi chatting seperti
facebook, twitter, blackberry messenger, line, whatsap, dan lain

152
sebagainya. Remaja membuat ragam informal di jejaring sosial
dengan mendayagunakan keyboard. Pendayagunaan keyboard
merupakan satu-satunya cara remaja mengungkapkan ekspresi diri.
Melalui perangkat keyboard, para remaja tidak hanya
mendayagunakan setiap fungsi tombolnya untuk berkomunikasi,
melainkan juga untuk menunjukkan eksistensinya. Salah satu bentuk
pendayagunaan keyboard untuk eksistensi diri dalam komunikasi
para remaja di Facebook terlihat sebagai berikut.
Fazartriirawan Ciecowok Bandael
18 January 2013 ·
AikH nGanTok aLi aQ aH GaRa2 bOcaH kYak pUkiMak nUe...........
diE sUrUh Tdor bKan Na maO mala meMbrOntaK.............

Bentuk ortografis di atas dapat dijumpai dalam komunikasi


para remaja di Facebook. Tidak semua remaja menggunakan bentuk
ortografis seperti status di atas. seperti yang terlihat pada pemilik
akun di atas. Bagaimanapun, tidak mudah untuk menentukan dan
membatasi kelompok sosial yang tepat dalam penggunaan bentuk
ortografis tersebut. Peneliti beranggapan bahwa bentuk ortografis
tersebut merupakan bentuk pendayagunaan keyboard untuk
menunjukkan eksistensi komunikasinya sesama umur ataaupun
kelompok. Remaja benar-benar sadar untuk memanfaatkan fitur
Capslock, angka, dan symbol-simbol di keyboard untuk
memodifikasi bentuk ortografis tuturannya.

Dalam tuturan berbentuk status di atas, terdapat banyak


modifikasi leksikon, pemendekan, dan makian. Interjeksi aih
dimodifikasi menjadi AikH, kata ngantuk menjadi nGanTok, suruh
menjadi sUrUh, dan lain sebagainya. Pemendekan terjadi pada kata
sekali menjadi aLi, bukan menjadi bKan, dan malah menjadi mala.
Selanjutnya, makian terdapat pada status di atas, yakni pada kata
pUkiMak yang berarti „alat kelamin perempuan‟. Makian tersebut
merupakan makian berbahasa daerah yang dapat menunjukkan asal
penutur.

Penggunaan ragam informal menjadikan eksisten bahasa


Indonesia semakin terdegradasi. Oleh karena itu, diperlukan

153
pemahaman bahasa Indonesia yang baik dan benar di tingkat
pendidikan dasar, menengah, atas, dan pendidikan tinggi.
Pemahaman kepada bahasa Indonesia yang baik dan benar akan
mengurangi degradasi eksistensi bahasa Indonesia sehingga posisi
bahasa Indonesia tetap mantap sebagai bahasa nasional maupun
bahasa negara.

3. Perubahan Makna Dalam Bahasa Indonesia

Perubahan bahasa dapat kita amati dengan mudah pada


tingkatan kosakata, seiring dengan masuknya puluhan bahkan
ratusan kata-kata baru (Trask, 2010:7). Kebanyakan kata-kata baru
tersebut merupakan kata pinjaman atau serapan, seperti e-mail, wifi,
internet, smartphone, hacker, software, gadget, laptop. Bahkan kata
topless tidak pernah kita didengarkan sebelum diperkenalkan di
media cetak ataupun elektronik terkait mode pakaian. Kata-kata
tersebut pastinya tidak pernah didengarkan oleh almarhum presiden
Soekarno sekalipun. Istilah perokok pasif juga baru kita dapatkan
setelah penelitian tentang bahaya merokok dilakukan. Dalam bahasa
Indonesia, ratusan kata-kata baru muncul dalam beberapa tahun
belakangan ini. Kata-kata baru muncul seiring dengan penemuan-
penemuan atau konsep baru yang lahir. Oleh karena itu, perubahan
dalam suatu bahasa adalah nyata dan dapat diamati.

Banyaknya kata-kata dalam bahasa asing yang masuk


menjadikan bahasa Indonesia juga mengalami perubahan bahasa.
Kata-kata pinjaman atau serapan pada dasarnya telah muncul sejak
awal abad pertama saat masyarakat nusantara melakukan kontak
budaya dengan orang India. Setelah itu, masyarakat nusantara
kontak budaya dengan orang timur tengah, Tiongkok, Portugis,
Jepang, dan Belanda. Saat ini, ribuan kata serapan terdapat dalam
bahasa Indonesia. Kata-kata pinjaman tersebut semakin banyak
jumlahnya. Ribuan kata serapan yang masuk dalam bahasa
Indonesia juga banyak mengalami perubahan makna aslinya.

Perubahan bukan hanya terjadi pada bahasa yang kita


tuturkan, seperti halnya bahasa Indonesia, namun pada hakikatnya

154
semua bahasa mengalami perubahan. Dalam perkembangannya,
bahasa terus mengalami perubahan. Tidak ada satu bahasapun yang
tidak mengalami perubahan. Dari waktu ke waktu, unsur-unsur
kebahasaan berubah secara berkelanjutan. Beberapa unsur tersebut
meliputi sistem fonologi atau bunyi bahasa, sistem morfologi dan
sintaksis atau tata bahasa, dan semantik atau makna. Dari ketiga
unsur tersebut, sistem fonologi dan tata bahasa merupakan unsur
kebahasaan yang sulit untuk mengalami perubahan. Adapun yang
paling rentan untuk mengalami perubahan adalah unsur semantik
atau makna. Makna memegang peran yang penting karena
mencerminkan pemikiran ataupun perasaan penutur bahasa. Kata
alim yang merupakan serapan bahasa Arab memiliki makna berilmu
pengetahuan, khususnya ilmu agama Islam. Sekarang, kata alim
tidak hanya untuk menunjukkan orang yang pandai dalam agama
Islam, namun juga untuk menyebut orang yang tidak nakal dan
cenderung pendiam.

Manusia merupakan anima intelektiva sebagaimana


memiliki kemampuan untuk berpikir dan berkemauan. Kebudayaan
hanya dihasilkan oleh manusia dengan cara berpikir dan belajar
secara terus menerus demi menghadapi lingkungannya. Oleh karena
itu, dari waktu ke waktu pemikiran manusia terus berkembang dan
mempengaruhi perkembangkan makna. Kata mouse tidak lagi hanya
berarti binatang pengerat, namun juga perangkat keras untuk
mengendalikan program di komputer. Begitu pula dengan kata
apple yang bukan lagi merupakan nama buah berwarna merah
kekuning –kuningan yang berdaging serta berair. Kata apple juga
merujuk pada sebuah perusahaan teknologi dari Amerika. Makna
kata apple yang merujuk pada merk atau perusahaan teknologi dapat
kita buktikan pada mesin pencari google. Hasil pencarian pada kata
apple menunjukkan perusahaan teknologi pada halaman pertama.

Makna merupakan salah satu unsur bahasa yang paling


rentan. Makna merupakan acuan daripada lambang. Hakikat bahasa
yang arbitrer menunjukkan bahwa tidak ada hubungan langsung
antara lambang yang berwujud bunyi bahasa ataupun tulisan dengan
yang diacu sebagai konsep daripada lambang tersebut. Acuan dapat

155
saja bergeser seiring pemahaman penutur bahasa dari waktu ke
waktu. Kata Begawan yang berarti orang suci atau pertapa
merupakan kata serapan Sanskerta mengalami pergeseran
sebagaimana sekarang kita mengetahui terdapat kalimat seperti
Sumitro Djojohadikusumo merupakan begawan perekonomian di
Indonesia. Selanjutnya, kata belantara yang dalam bahasa Sanskerta
adalah vanantara yang bermakna hutan. Dalam perkembangannya,
kata belantara berarti keadaan lebat yang diperuntukkan untuk
hutan.

Kata sayembara merupakan kata serapan Sanskerta


svayambara yang berarti kontes kontes yang diadakan raja untuk
memilih pemenang sebagai suami putri raja. Acuan sayembara
sekarang bergeser pada suatu kontes atau kompetisi berhadiah. Kata
butuh yang dalam bahasa Melayu awalnya bermakna alat kelamin
laki-laki, berubah maknanya menjadi kata butuh yang muncul
seperti pada membutuhkan, dibutuhkan, dan kebutunan. Kata citra
yang merupakan serapan Sanskerta sebagaimana berarti beraneka
warna juga mengalami perubahan makna aslinya. Selanjutnya, kata
citra memiliki makna gambaran atau deskripsi atas penampakan
permukaan objek, potret diri, kesan mental atau bayangan visual,
dan masih banyak arti yang lain terkait ragam bahasa. Kata citra
sekarang memiliki makna yang luas, selain daripada penampakan
permukaan objek. Selain itu, perubahan makna juga terjadi pada
kata pencitraan terkait pada ragam bahasa politik. Kata pencitraan
dapat bermakna negatif dalam ragam bahasa politik.

Dalam pemberitaan di media cetak maupun media online


dikatakan bahwa pejabat sering melakukan blusukan untuk
peninjauan. Kata blusukan merupakan kata pinjaman dari bahasa
Jawa yang bermakna masuk ke tempat yang jarang atau bahkan
belum pernah dikunjungi sebelumnya, khususnya di tempat seperti
hutan belantara. Makna kata blusukan dalam bahasa Indonesia
mengalami pergeseran makna dari makna aslinya. Konteks blusukan
dalam berbagai pemberitaan menunjukkan bahwa sang pejabat
masuk ke tempat yang jarang dikunjungi oleh pejabat, meskipun di
tempat tersebut terdapat banyak orang. Kata blusukan dapat dipakai

156
untuk pejabat yang mengunjungi pasar tradisional, namun penutur
bahasa Jawa tidak menggunakan kata tersebut untuk pergi ke pasar.
Perubahan makna tersebut merupakan perubahan makna dari bahasa
daerah yang dipinjam ke bahasa Indonesia.

Tinjauan terhadap perubahan semantik telah dilakukan oleh


banyak peneliti sebelumnya. Perubahan makna dalam bahasa
Indonesia tidak pernah berhenti untuk diteliti. Alasannya adalah
karena kata-kata yang mengalami perubahan terus bermunculan
seiring perkembangan waktu. Perubahan makna merupakan tinjauan
secara diakronis sebagaimana meninjau perubahan makna yang
terjadi dari waktu yang lampau sampai waktu sekarang. Perubahan
makna dapat diklasifikasikan menurut jenis atau tipe perubahannya.
Metode untuk melakukan kajian terhadap perubahan makna adalah
dengan pencarian pada suatu teks. Teks yang digunakan tidak
terbatas pada teks tertentu. Karya sastra seperti novel dan cerpen
merupakan salah satu objek penelitian dalam perubahan makna.
Selain itu, surat kabar baik terbitan cetak maupun online dapat dikaji
untuk mencari kata-kata yang mengalami perubahan makna. Kamus
juga merupakan objek yang dapat dikaji untuk menemukan
perubahan makna.

Beberapa tipe dalam perubahan makna yang terjadi dalam


bahasa Indonesia meliputi perluasan makna, penyempitan makna,
emeliorasi, peyorasi, dan metafora. Proses perubahan makna dapat
digambarkan dengan fenomena invisible hand sebagaimana
perubahan makna tidak nampak dilakukan oleh penuturnya namun
memiliki efek berantai yang kemudian meluas. Perubahan makna di
masa mendatang terjadi karena perbuatan penutur bahasa di masa
sekarang. Selanjutnya, perubahan makna disebabkan oleh beberapa
penyebab yang meliputi perubahan dalam kehidupan sosial.

Pemikiran manusia yang semakin berkembang juga


menyebabkan makna berubah. Pemikiran manusia yang berkembang
dalam berbagai bidang merupakan potensi yang besar dalam
perubahan makna. Terakhir, perubahan lingkungan dan perubahan
tangkapan indera merupakan penyebab terjadinya perubahan makna

157
pada bahasa. Temuan-temuan atas kata yang mengalami perubahan
makna, tipe perubahan makna, dan penyebabnya dapat terus
bertambah karena hakikat bahasa yang tidak diam, melainkan
berubah secara berkelanjutan dari waktu ke waktu.

3.1 Perluasan Makna

Perluasan makna atau generaliasai merupakan suatu proses


perubahan makna dari makna khusus ke makna yang lebih umum
atau dari makna yang lebih sempit ke makna yang lebih luas. Dalam
perluasan makna, jangkauan makna sebuah kata meningkat
asebagaimana pemakaiannya makna kata dapat lebih luas
konteksnya daripada makna kata pada awalnya (Campbell,
1999:255). Kata bapak yang dahulu bermakna ayah kandung, kini
meluas maknanya sebagaimana kata bapak dapat digunakan lebih
luas, termasuk untuk menyapa seorang laki-laki yang telah memiliki
anak ataupun sapaan terhadap laki-laki yang lebih tinggi
kedudukannya. Sama halnya dengan kata ibu yang semula adalah
wanita sebagai orang tua yang melahirkan, sekarang meluas
maknanya yaitu untuk menyapa wanita yang telah memiliki anak
atau wanita dengan kedudukan sosial yang tinggi.

Kata saudara pada awalnya juga merupakan seseorang yang


masih ada hubungan darah. Sekarang, kata saudara digunakan
secara lebih luas untuk menyapa seseorang dengan sopan.
Selanjutnya, kata berlayar bermakna melakukan perjalanan dengan
menggunakan kapal layar. Sekarang, kata berlayar lebih luas
penggunaannya sebagaimana kata berlayar pada saat ini digunakan
untuk perjalanan dengan menggunakan segala macam kapal.
Perkembangan teknologi mengubah kapal yang dulu menggunakan
layar menjadi mesin. Kata petani nampaknya juga telah mengalami
perluasan makna.

Dahulu kata petani bermakna seseorang yang mengolah


lahan sawah, namun sekarang petani juga merupakan suatu profesi
yang membudidayakan hewan, seperti pada petani ikan lele ataupun

158
petani tambak. Kata ikan yang semula berarti hewan yang hidup di
air mengalami perubahan makna menjadi lauk pauk. Kata jurusan
yang semula bermakna arah atau tujuan dalam jalur lalu lintas, kini
juga bermakna arah atau tujuan dalam bidang studi di universitas,
seperti pada jurusan Ekonomi Manajemen.

3.2 Penyempitan Makna

Perubahan makna kata sebagaimana sekarang hanya


digunakan terbatas pada suatu konteks tertentu dinamakan dengan
penyempitan makna atau spesialisasi. Dalam penyempitan makna,
cakupan makna yang sekarang lebih sempit atau terbatas
penggunaannya dibandingkan makna awalnya (Campbell,
1994:257). Kata pembantu kini bermakna orang yang membantu
terkait dengan pekerjaan rumah tangga. Pada awalnya, kata
pembantu bermakna orang yang membantu segala pekerjaan.
Selanjutnya, kata bau juga mengalami penyempitan makna
sebagaimana makna awalnya adalah apa yang ditangkap oleh indera
penciuman. Sekarang kata bau digunakan untuk menyatakan
ketidaksedapan tangkapan indera penciuman. Istilah bau harum, bau
wangi ataupun bau sedap digunakan mengungkapkan tangkapan
indera penciuman yang baik. Kata kawin pada awalnya memiliki
makna perjodohan laki-laki dengan perempuan menjadi suami-istri,
menikah, bersuami atau beristri, dan bersetubuh. Kata kawin pada
saat ini lebih terbatas pada makna bersetubuh.

Kata sarjana dahulu berarti orang yang pandai dalam bidang


ilmu tertentu ataupun orang yang berilmu tinggi, namun sekarang
maknanya menyempit menjadi seseorang yang lulus pendidikan
jenjang S1. Pada kalimat tetangga sebelah membeli televisi
berwarna adalah berarti televisi tersebut berwarna selain hitam dan
putih. Kata guru nampaknya bermakna semakin menyempit karena
penggunaannya sekarang terbatas pada pengajar dalam pendidikan
formal. Kata pendeta yang semula berarti orang yang ahli dalam
bidang agama kini menyempit maknanya menjadi seseorang yang

159
ahli dalam agama Kristen. Seseorang yang menulis disebut penulis.
Sekarang seseorang disebut penulis adalah sebagai profesi.

Kata sastra yang semula bermakna segala jenis tulisan


dalam arti yang luas juga mengalami penyempitan makna menjadi
tulisan yang bergaya seni. Kata motor berarti mesin penggerak. Pada
perkembangannya, kata motor digunakan untuk menyebut sepeda
motor. Kata kitab yang semula berarti semua jenis buku menjadi
terbatas pemakaiannya untuk menyebut kitab suci agama, seperti
pada kitab Al-Quran ataupun kitab Injil. Kata kecap yang
merupakan serapan bahasa di Tiongkok memiliki makna penyedap
rasa. Sekarang, kata kecap maknanya terbatas pada penyedap rasa
yang terbuat dari olahan kedelai.

Kata ahli yang merupakan kata serapan Arab makna orang


yang mahir atau paham dalam suatu bidang keilmuan. Selain itu,
kata ahli juga memiliki makna kaum, golongan, sanak saudara, dan
yang termasuk dalam suatu golongan, seperti pada ahli waris, ahli
kubur, dan ahli sunah waljamaah. Kata ahli dalam
perkembangannya menyempit pada makna orang yang mahir atau
paham dalam suatu bidang keilmuan. Kata ahad dalam KBBI
memiliki makna yaitu satu serta hari pertama dalam seminggu.
Sekarang, kata ahad hanya mengacu pada hari Minggu.

Perubahan makna seringkali ditemukan pada kata-kata


serapan asing. Kata-kata serapan asing didonorkan ke dalam bahasa
Indonesia dengan konsep sesuai dengan pemikiran yang diterapkan
di Indonesia. Oleh karena itu, makna kata serapan di dalam bahasa
Indonesia banyak yang mengalami perubahan makna. Kata syajaroh
yang bermakna pohon atau silsilah, dalam bahasa Indonesia diserap
menjadi sejarah yang berarti peristiwa masa lalu.

3.3 Ameliorasi

Perubahan makna sebagaimana makna sekarang memiliki


pengertian yang lebih baik daripada makna dahulu disebut dengan

160
ameliorasi (Campbell, 1999:263). Kata istri memiliki makna yang
lebih baik daripada bini. Kata hamil juga memiliki makna yang
memiliki nilai rasa lebih baik daripada kata bunting. Begitu pula
dengan kata melahirkan yang memiliki makna lebih positif daripada
beranak. Kata beranak sekarang lebih tepat digunakan untuk hewan.
Kata tuna yang dirangkaikan pada tunanetra, tunarungu, dan
tunawicara memiliki nilai makna yang lebih positif daripada kata
buta, tuli, dan bisu.

3.4 Peyorasi

Peyorasi merupakan perubahan makna sebagaimana makna


sekarang dianggap memiliki nilai yang negatif daripada makna
awalnya (Campbell, 1999:260). Perubahan makna peyorasi diartikan
juga sebagai perubahan makna yang mengalami penurunan nilai rasa
pada saat ini daripada pada saat awal pemakaiannya. Kata bini
memiliki makna yang mengalami penurunan nilai rasa.

Begitu juga dengan kata bunting dan beranak yang memiliki


makna yang lebih negatif daripada makna awalnya. Selain itu,
terdapat kata oknum dan kaki tangan yang mengalami penurunan
nilai rasa daripada makna asalnya. Kata kongkalikong yang
merupakan kata serapan dari bahasa di Tiongkok berarti kerjasama
mengalami penurunan makna. Sekarang, kata kongkalikong
memiliki makna yang lebih negatif seperti pada kalimat Kejati endus
kongkalikong dana aspirasi.

3.5 Metafora

Perubahan makna metafora memiliki cakupan yang luas dan


seringkali samar-samar. Perubahan makna metafora mencakup
pemahaman ataupun pengalaman manusia pada satu jenis objek ke
objek yang lain yang memiliki kesamaan sifat (Campbell,
1994:257). Selain perubahan makna metafora, juga terdapat
perubahan makna asosiasi. Slametmuljana (dalam Pateda, 2001:178)

161
mengatakan bahwa asosiasi merupakan hubungan makna asli,
makna di dalam lingkungan tempat tumbuh semula kata yang
bersangkutan dengan makna yang baru; yakni makna di dalam
lingkungan tempat kata itu dipindahkan ke dalam pemakaian bahasa.
Antara makna lama dan mana yang baru terdapat pertalian erat.

Perubahan makna metafora teradi karena persamaan sifat


pada maknanya yang dihubungkan atau dibandingkan dengan objek
lain. Kata amplop yang berarti tempat surat mengalami perubahan
makna secara asosiasi sebagaimana sekarang berarti uang sogokan.
Selain itu, kata suap juga mengalami perubahan makna metafora
sebagaimana makna sekarang adalah memberikan sesuatu untuk
melancarkan urusan. Kata kursi yang berarti tempat duduk juga
mengalami perubahan makna metafora yang sekarang bermakna
kedudukan.

Kata kepala nampaknya mengalami perubahan makna


metafora yang sekarang sering kita jumpai pada kepala desa, kepala
perusahaan, kepala sekolah, dll. Selain perubahan makna asosiasi,
kata kepala tersebut juga mengalami perluasan makna. Kata benih
yang dahulu bermakna bibit tanaman, sekarang mengalami
perubahan makna metafora menjadi awal mula, seperti pada benih
konflik, benih pertikaian, dll. Adapun hubungan makna di antara
makna awal dengan makna yang baru nampak jelas. Kata cendana
pada keluarga cendana memiliki asosiasi pada keluarga mantan
presiden Suharto, di mana keluarga tersebut tinggal di jalan
Cendana, bukan cendana yang berarti jenis kayu. Perubahan terjadi
dari nama jenis kayu ke nama jalan dan kemudian nama keluarga.

Kata gali, timba, dan tempa pada menggali potensi diri,


menimba ilmu pengetahuan, dan menempa mental sebelum
bertanding juga merupakan wujud dari perubahan makna metafora.
Kata gali yang makna awalnya membuat lubang di tanah kemudian
diaosiasikan dengan pencarian ilmu pengetahuan. Kata timba
memiliki makna perkakas untuk menyauk air. Kata menimba yang
berarti menyauk/mencari air mengalami perubahan makna metafora
menjadi mencari.Begitu pula dengan kata tempa yang bermakna

162
memukul-mukul besi untuk perkakas dsb mengalami perubahan
makna pada menempa mental.

3.6 Proses Perubahan Makna dalam Bahasa Indonesia

Perubahan makna dapat diamati melalui prosesnya. Rudi


Keller (1994) mengistilahkan perubahan bahasa, juga perubahan
makna dengan istilah invisible hand phenomenon. Bahasa
merupakan benda ciptaan manusia yang sewaktu-waktu dapat
berubah karena perbuatan manusia sendiri. Bahasa merupakan
instrument atau alat yang dapat dimodifikasi sesuai dengan
kehendak pemiliknya, yaitu si penutur. Rudi Keller (2005:60)
mengilustrasikan fenomena invisible hand dengan kejadian
kemacetan lalu lintas.

Dalam sebuah jalan yang besar, beberapa mobil „a‟, „b‟, „c‟,
dan seterusnya melaju dengan kencang. Mobil „a‟ melaju dengan
kecepatan 100 km/jam dengan diikuti mobil b, c, d, dan seterusnya
di belakang. Tiba-tiba mobil A menurunkan kecepatannya dari 100
km/jam menjadi 80 km/jam, atua bahkan mengurangi kecepatan
secara mendadak. Akibat daripada pengurangan kecepatan tersebut,
mobil b, mobil c, mobil d, dan seterusnya juga mengurangi
kecepatan. Proses pengurangan kecepatan berlangsung secara
beruntun dari a sampai z.

Ilustrasi di atas adalah untuk menunjukkan proses


perubahan bahasa, dalam hal ini juga proses perubahan makna. Kata
blusukan akhir-akhir ini diperkenalkan media yang merujuk pada
kegiatan pejabat untuk mengunjungi lokasi yang jarang dikunjungi.
Kata blusukan yang dimunculkan media melalui wartawan
kemudian menyebar luas sampai sekarang. Makna kata blusukan
juga menjadi lebih luas daripada makna aslinya. Proses invisible
hand terjadi sebagaimana hasil daripada campur tangan dengan
maksud tertentu dalam penggunaan kata dengan makna yang baru.

163
3.7 Beberapa Penyebab Perubahan Makna dalam Bahasa
Indonesia

Tinjauan pada perubahan makna tidak cukup dengan


menunjukkan kehadiran makna baru pada kata-kata yang ditemukan.
Beberapa penyebab perubahan makna perlulah dijelaskan untuk
mengetahui bagaimana proses kemunculan makna baru terjadi.
Pertama, perubahan makna dapat terjadi karena perubahan dalam
kehidupan sosial masyarakat penutur bahasa. Seseorang dapat
dikatakan sebagai seorang sarjana jika telah menempuh pendidikan
strata satu. Contoh tersebut mencerminkan pemikiran manusia yang
terus berkembang, khususnya dalam bidang pendidikan. Dalam
bidang teknologi, kata mouse digunakan untuk menyebut perangkat
keras pengendali perangkat lunak komputer. Manusia memegang
kendali atas bahasa yang dimilikinya. Penambahan makna atau
pengurangan makna disesuaikan dengan kebutuhan manusia di
lingkungannya. Kata mati pada kalimat sudah tiga hari airnya mati
menunjukkan kata mati yang mengalami perubahan makna dari
makna awalnya.

Penyebab daripada perubahan makna juga dapat disebabkan


oleh karena perubahan lingkungan (Pateda, 2001:159). Kata asrama
merupakan kata asli Sanskerta yang semula bermakna tempat para
pertapa tinggal. Seiring perubahan lingkungan dalam masyarakat,
kata tersebut bergeser maknanya menjadi tempat siswa atau pelajar
tinggal. Penyebab selanjutnya adalah karena pertukaran tanggapan
indera. Kata gelap dan terang merupakan kata yang dihasilkan oleh
indera penglihatan, sedangkan harum dan busuk merupakan kata
yang dihasilkan oleh indera penciuman. Dalam perkembangannya
seseorang dapat mengatakan perbuatan busuk. Selain itu, terkait
dengan manis dan pahit, seseorang dapat mengatakan perkataannya
manis ataupun juga dia pernah mempunyai pengalaman yang pahit
tentang mantannya.

164
4. Tantangan Bahasa Indonesia Terhadap Masyarakat
Ekonomi Asean

Berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015


menjadi tantangan nyata sebagaimana persaingan di dalam bursa
kerja, pasar barang dan jasa, serta permodalan semakin meningkat.
Diberlakukannya MEA memungkinkan satu negara menjual barang
dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia
Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat. Selain itu, MEA
tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga
pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan,
dan lainnya. Masyarakat Ekonomi Asean atau pasar tunggal Asia
Tenggara dibentuk untuk meningkatkan daya saing, serta untuk
meningkatkan investasi asing. Investasi asing dibutuhkan untuk
memperluas lapangan pekerjaan dan meningkatkan lapangan
pekerjaan.

MEA menjadi tantangan bagi para penutur bahasa Indoensia


untuk tetap menunjukkan eksistensi bahasa Indonesia sebagai
nasional atau negara. Sebaliknya, MEA dapat menggerus eksistensi
apabila bahasa Indonesia tidak memainkan peranan yang penting
dalam kebijakan MEA. Mengutip dari laman bbc Indonesia
disebutkan bahwa dalam menghadapi pasar bebas tenaga kerja
haruslah disiapkan beberapa strategi. Salah satu strategi tersebut
adalah kewajiban berbahasa Indonesia. Kewajiban berbahasa
Indonesia tentu merupakan strategi pemertahanan, pembinaan serta
pengembangan bahasa Indonesia yang baik di tengah tantangan
MEA.

Upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia


perlu ditingkatkan, baik bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
maupun bahasa negara, apalagi di tengah kebijakan MEA. Hal
tersebut bertujuan agar posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional maupun bahasa negara semakin jelas dan kuat. Bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional mencirikan identitas bangsa
Indonesia, yakni sebagai bahasa pemersatu. Selain itu, bahasa

165
Indonesia diharapkan menjadi bahasa untuk komunikasi tingkat
ASEAN di tengah kebijakan MEA.

Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


secara intensif melakukan penyuluhan untuk pemasyarakatan bahasa
Indonesia. Kegiatan penyuluhan dilakukan secara langsung ataupun
tidak langsung. Penyuluhan langsung dilakukan dengan cara tatap
muka, sedangkan penyuluhan tidak lagsung dilakukan dengan cara
melalui media elektronik. Terkait menghadapi tantangan MEA,
Badan Bahasa harus melakukan penyuluhan dengan cara interaktif
melalui media elektronik secara lebih intesif. Hal tersebut bertujuan
untuk meningkatkan sikap positif bahasa Indonesia di tengah
masyarakat. Penggunaan media elektronik sangat efektif
sebagaimana segala lapisan masyarakat Indonesia sangat familiar
dengan penggunaan media elektronik tersebut.

Selama ini, penyuluhan secara tidak langsung melalui media


elektronik oleh Badan Bahasa adalah dengan penyuluhan di TVRI
maupun RRI. Penyuluhan di TVRI dan RRI tidaklah efektif
sebagaimana kedua media tersebut tidak menyerap penonton televisi
serta radio tersebut secara maksimal. Penyumbang degradasi
penggunaan bahasa adalah para remaja, sedangkan kedua media
tersebut tidak terlalu digemari para remaja. Remaja merupakan
penyumbang terbesar penggunaan bahasa informal/prokem.
Akibatnya, perubahan bahasa dapat terjadi seiring dengan frekuensi
penggunaan bahasa yang informal tersebut. Oleh karena itu,
penyuluhan melalui media elektronik seperti internet sangat perlu
dilakukan.

Internet memang media para remaja yang populer. Remaja


menggunakan banyak media di internet seperti jejaring sosial,
website, ataupun blog. Para remaja menggunakan facebook, twitter,
youtube, kaskus, website, dan blog untuk berkomunikasi. Bahasa
yang mereka gunakan untuk berkomunikasi cenderung informal.
Oleh karena itu, sangat tepat apabila pembinaan bahasa melalui
penyuluhan dapat dilakukan dengan memanfaatkan media internet.
Seperti layaknya bahasa-bahasa di dunia, bahasa Indonesia memiliki

166
sifat yang dinamis sesuai dengan perkembangan kebudayaan, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Kedinamisan bahasa Indonesia
menuntut upaya pembinaan bahasa Indonesia agar ragam baku tetap
dipertahankan. Pembinaan bahasa merupakan upaya yang harus
dierencanakan serta sistematis untuk meningkatkan mutu bahasa
sehingga masyarakat pemakainya memiliki kebanggaan terhadap
bahasa Indonesia.

167
Daftar Pustaka

Alex. 2011. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:


Kencana Prenada Media Grup.
Alwi, Hasan. Paragraf. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Astar, Hidayatul. 2009. Kalimat Topik dan Kalimat Penjelas Dalam
Beberapa Jenis Paragraf. Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional.
Campbell, Lyle. 1999. Historical Linguistics: An Introduction.
Edinburg: Edinburg University Press.
Junus, Husain dkk. 1996. Bahasa Indonesia Tinjauan Sejarahnya
dan Pemakaian Kalimat dengan Baik dan Benar. Surabaya:
Usaha Nasional.
Keller, Rudi. 2005. On Language Change, The Invisible Hand In
Language. London: Routledge.
Keraf, Gorys. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Cetakaan Keempat
Belas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Munsyi, Alif. 2003. 9 Dari 10 Kata Bahasa Indonesia Adalah
Asing. Jakarta: Gramedia.
Nababan, P.W.J. 1986. Sosiolinguistk Sebuah Pengantar. Jakarta:
Gramedia.
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal (Edisi Kedua). Jakarta:
Rineka Cipta.
Satata, Sri dkk. 2012. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Sneddon James. 2003. The Indonesian Language. New South
Wales: UNSW Press.
Tanjung, Bahdin Nur & Ardial. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Tim Penyusun. 2011. Pedoman Umum EYD dan Dasar Umum
Pembentukan Istilah. Yogyakarta: Diva Press.
Trask, R.L. 2010. Why Do Languages Change. New York:
Cambridge University Press.

168

Anda mungkin juga menyukai