Sejarah Agama Hindu Dan Buddha Di Indone
Sejarah Agama Hindu Dan Buddha Di Indone
BAB I
PENDAHULUAN
SEJARAH AGAMA HINDU DAN BUDDHA DI INDONESIA
Agama Hindu dan Buddha merupakan Agama yang berasal dari negara India, yang pada
perjalanannya menjadi salah satu agama-agama terbesar pengikutnya. Secara garis besar
perkembangan agama Hindu dibedakan menjadi tiga tahap. Tahap pertama berlangsung sekitar
abad 1500-1000 SM yang dikenal dengan agama Weda. Tahap kedua ditandai dengan
munculnya agama Brahman (1000-750 SM), tahap kedua adalah zaman agama Buddha yang
berlangsung sekitar 500 SM-300 M. yang mempunyai corak berbeda dengan agama Weda.
Tahap ketiga ditandai dengan munculnya pemikiran-pemikiran kefilsafatan yang berpusat di
sekitar sungai Gangga (750-300 M), dan tahap yang ketiga adalah apa yang dikenal dengan
agama Hindu yang berlangsung sejak 300 M. sampai sekarang.[1] Agama Hindu berkembang
hingga ke luar India termasuk Indonesia, yang dibawa oleh para Rsi atau para Brahman. Agama
Hindu merupakan agama impor yang pertama kali masuk ke Indonesia dan berinteraksi dengan
masyarakat Indonesia yang notabenenya sudah mempercayai Animisme dan Dinamisme.
Sedangkan agama Buddha sendiri bisa dikatakan sebagai pembaharu dari agama Hindu yang
dibawa oleh Sidharta Gautama. Yang pada perjalannya sang Buddha sendiri melakukan
pengembaraan untuk mencari penerahan yang abadi. Berbeda halnya dengan agama hindu,
agama Buddha lebih banyak berkembang di Cina di bandingkan dengan asal mulanya agama
tersebut yaitu India.
Sedangakan Agama Hindu dan Buddha masuk di Indonesia sekitar abad ke 7 M, yang dibawa
oleh para Rsi maupun para Bikhhu. Harun Hadiwijono mengatakan bahwa kira-kira abad ke 15
SM. nenek moyang bangsa Indonesia memasuki Indoneisa dari daratan Cina Selatan, dengan
melewati dua jalur, yaitu jalur utara dan barat. Jalur utara melewati Jepang, Taiwan, Pilipin, dan
menyebrang di Sulawesi, Indoneisa bagian Timur, Irian dan Melanesia, sedangakan jalur barat
melewati Indo Cina, Siam, Malaya, serta menyebar di Sumatra, Jawa dan Kalimantan.[2] Dan
dari perjalan atau jalur tersebut, saya berpendapat ini merupakan salah satu cara masuknya atau
berkembanganya pengaruh agama Hindu dan Buddha di Indonesia.
Dalam bab selanjutnya akan dibahas tentang kedatangan awal agama Hindu-Buddha dan
pembawanya berdasarkan analisis teori. Selanjutnya membicarakan bagaimana interaksi dengan
kebudayaan Indonesia dan perkembangan Agama Hindu-Buddha di Indonesia yang ditandai
dengan banyaknya peninggalan kerajaan atau berupa prasasti, bangunan dan segala aspek yang
bercorakan Hindu-Buddha. Pada pembahasan selanjutnya kita membahas tentang persamaan
dan perbedaan Agama Hindu-Buddha di India, Jawa dan Bali. Dan pada pembahasan terakhir
kita membicarakan Hindu Dharma dan Buddha Dharma yang mana ini merupakan ciri khas
agama Hindu-Buddha yang ada di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kedatangan Awal Agama Hindu-Buddha di Indonesia dan Pembawanya (Analisis
Teori)
Di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu
India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik
dengan Negara-negara tetangga lainnya. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran
berlangsung melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-
Cina adalah Selat Malaka. Dan Indonesia terletak di jalur dua benua dan dua samudera, serta
berada di dekat Selat Malaka.
Proses Masukknya Agama Hindu-Buddha ke Indonesia.
Peta Jalur Perdagangan Laut Asia Tenggara
Agama Hindu- Budha berasal dari India, yang kemudian menyebar ke Asia Timur dan Asia
Tenggara termasuk Indonesia. Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis,
yaitu terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik)
yang merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia. Untuk lebih jelasnya,
silahkan amati gambar peta jaringan perdagangan laut Asia Tenggara di atas.
Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur sutera) tetapi beralih
kejalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Cina dan India melewati selat
Malaka. Untuk itu Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut. Akibat hubungan
dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia dengan India, dan Indonesia
dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun
budaya Cina ke Indonesia. Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama Hindu -
Budha ke Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti, walaupun demikian para ahli
memberikan pendapat tentang proses masuknya agama Hindu - Budha atau kebudayaan India ke
Indonesia.
Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional tersebut
menyebabkan timbulnya percampuran budaya. Misalnya saja India, negara pertama yang
memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Para sejarawan
mengatakan bahwa banyak pendapat atau teori masuknya agama hindu di Indonesia, antara lain:
[3]
1. Teori Brahman
Teori ini di kemukakan oleh J.C. Van Leur, berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke
Indonesia dibawa oleh kaum Brahman. Hanya kaum Brahmanalah yang berhak mempelajari
serta mengajarkan agama Hindu karena hanya kaum Brahmanlah yang mengerti isi kitab suci
Weda. Kedatangan Kaum Brahmana tersebut diduga karena undangan Penguasa/Kepala Suku di
Indonesia atau sengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Beliau juga
mengatakan bahwa kaum Brahman sangat berperan dalam penyebaran agama dan kebudayaan
agama Hindu ke Indonesia.
2. Teori Ksatria
Terdapat dua pendapat mengenai teori Ksatria yang pertama menurut Prof.Dr.Ir.J.L.Moens
berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau
golongan prajurit, karena adanya kekacauan politik/peperangan di India abad 4 - 5 M, maka
prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga mendirikan
kerajaan di Indonesia. Yang dikemukakan oleh F.D.K. Bosch, menyatakan bahwa adanya raja-
raja dari India yang datang menaklukan daerah-daerah tertentu di Indonesia yang telah
mengakibatkan penghinduan penduduk setempat.
3. Teori Wasiya
Yang dikemukakan oleh N.J. Krom, mengatakan bahwa pengararuh Hindu masuk ke Indonesai
melalui golongan pedagang dari kasta waisya yang menetap di Indonesai dan kemudian
memegang peranan penting dalam proses penyebaran kebudayaan India termasuk agama Hindu.
4. Teori Sudra
Von van Faber, menyatakan bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawah oleh kasta sudra.
Tujuan mereka adalah mengubah kehidupan karena di India mereka hanya hidup sebagai pekerja
kasar dan budak. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi andil
dalam penyebaran agama dan kebudayaan Hindu ke Nusantara.
5. Teori Campuran
Teori ini beranggapan bahwa baik kaum brahmana, ksatria, para pedagang, maupun golongan
sudra bersama-sama menyebarkan agama Hindu ke Indonesia sesuai dengan peran masing-
masing.
6. Teori Arus Balik
Teori arus blik ini tidak hanya berlaku untuk proses masuknya agamaHindu ke Indonesia saja
melainkan untuk agama Buddha juga. Para ahli mengatakan bahwa banyak pemuda di Indonesia
yang belajar agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi
yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk
menyebarkannya. Sedangakan menurut pendapat FD. K. Bosh, teori arus balik ini menekankan
peranan bangsa Indonesia dalam proses penyebaran kebudayaan Hindu dan Budha di Indonesia.
Menurutnya penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh para cendikiawan atau
golongan terdidik. Golongan ini dalam penyebaran budayanya melakukan proses penyebaran
yang terjadi dalam dua tahap yaitu sebagai berikut: Pertama, proses penyebaran di lakukan oleh
golongan pendeta Buddha atau para biksu, yang menyebarkan agama Budha ke Asia termasuk
Indonesia melalui jalur dagang, sehingga di Indonesia terbentuk masyarakat Sangha, dan
selanjutnya orang-orang Indonesia yang sudah menjadi biksu, berusaha belajar agama Budha di
India. Sekembalinya dari India mereka membawa kitab suci, bahasa sansekerta, kemampuan
menulis serta kesan-kesan mengenai kebudayaan India. Dengan demikian peran aktif
penyebaran budaya India, tidak hanya orang India tetapi juga orang-orang Indonesia yaitu para
biksu Indonesia tersebut. Hal ini dibuktikan melalui karya seni Indonesia yang sudah mendapat
pengaruh India masih menunjukan ciri-ciri Indonesia. Kedua, proses penyebaran kedua
dilakukan oleh golongan Brahmana terutama aliran Saiva-siddharta. Menurut aliran ini seseorang
yang dicalonkan untuk menduduki golongan Brahmana harus mempelajari kitab agama Hindu
bertahun-tahun sampai dapat ditasbihkan menjadi Brahmana. Setelah ditasbihkan, ia dianggap
telah disucikan oleh Siva dan dapat melakukan upacara Vratyastome / penyucian diri untuk
menghindukan seseorang
Pada dasarnya teori Brahmana, Ksatria dan Waisya memiliki kelemahan yaitu, golongan Ksatria
dan Waisya tidak mengusai bahasa Sansekerta. Sedangkan bahasa Sansekerta adalah bahasa
sastra tertinggi yang dipakai dalam kitab suci Weda. Dan golongan Brahmana walaupun
menguasai bahasa Sansekerta tetapi menurut kepercayaan Hindu kolot tidak boleh menyebrangi
laut.
Jadi hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses masuknya penganut Hindu - Budha
ke Indonesia. Beberapa teori di atas menunjukan bahwa masuknya pengaruh Hindu - Budha
merupakan satu proses tersendiri yang terpisah namun tetap di dukung oleh proses perdagangan.
Untuk agama Budha diduga adanya misi penyiar agama Budha yang disebut dengan
Dharmaduta, dan diperkirakan abad 2 Masehi agama Budha masuk ke Indonesia. Hal ini
dibuktikan dengan adanya penemuan arca Budha yang terbuat dari perunggu diberbagai daerah
di Indonesia antara lain Sempaga (Sulsel), Jember (Jatim), Bukit Siguntang (Sumsel). Dilihat
ciri-cirinya, arca tersebut berasal dari langgam Amarawati (India Selatan) dari abad 2 - 5 Masehi.
Dan di samping itu juga ditemukan arca perunggu berlanggam Gandhara (India Utara) di Kota
Bangun, Kutai (Kaltim).
Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya budaya
Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri. Bukti
tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Buddha di daerah
Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama
dengan arca yang dibuat di Amarawati (India). Para ahli memperkirakan, arca Buddha tersebut
merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci agama Buddha.
Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta dan Malayu kuno.
Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar
di Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.[4]
2. Interaksi Dengan Kebudayaan Indonesia dan Perkembanganya
Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya, dan sangat erat kaitanya dengan tindak tutur
manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Khususnya Pulau Jawa tradisi lokal pribumi Jawa
sendiri sejak dulu telah mewarnai kebudayaan setempat. Di tambah lagi dengan masuknya
pengaruh dari Hindu-Buddha yang di terima dengan baik dan ramah oleh orang-orang Jawa
karena memang banyak kesamaan dengan kepecayaan asli bangsa Indonesia. Perkembangan
Hindu-Buddha di Indonesia banyak ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan serta
bangunan-bangunan yang bercorakan Hindu-Buddha, diantaranya:
Kerajaan dan Bangunan Yang Bercorak Hindu
a. Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua bercorak Hindu di Indonesia. Kerajaan ini terletak di
Kalimantan, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai sendiri diambil dari nama tempat
ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut. Tujuh buah yupa merupakan
sumber utama bagi para ahli untuk menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Dari salah satu
yupa tersebut, diketahui bahwa raja yang memerintah Kerajaan Kutai saat itu adalah
Mulawarman.
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kudungga, Nama Mulawarman dan
Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sansekerta. Putra Kudungga, Aswawarman,
kemungkinan adalah raja pertama kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai
pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk
Keluarga.
Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa, diketahui bahwa pada masa pemerintahan
Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi
hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
b. Kerajaan Tarumanegara
Sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara diperoleh dari prasasti-prasasti yang berhasil ditemukan.
Namun, tulisan pada beberapa prasati, seperti pada Prasati Muara Cianten dan Prasasti Pasir Awi
sampai saat ini belum dapat diartikan. Banyak informasi berhasil diperoleh dari tulisan pada
kelima prasasti lainnya, terutama Prasasti Tugu yang merupakan prasasti terpanjang, Tujuh
prasasti dari kerajaan Tarumanegara adalah: Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti
Jambu, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Tugu, Prasasti Pasir Awi, dan Prasasti Munjul.
Sumber sejarah penting lain yang dapat menjadi bukti keberadaan kerajaan Tarumanegara adalah
catatan sejarah pengelana Cina. Catatan sejarah pengelana Cina yang menyebutkan keberadaan
Kerajaan Tarumanegara adalah catatan perjalanan pendeta Cina Fa-Hsein, pada tahun414 dan
catatan kerajaan Dinasti Sui dan Dinasti Tang. Dari salah satu prasasti, yakniPrasati Ciaruteun
yang ditemukan di Desa Ciampea, Bogor, diketahui bahwa Purnawarman dikenal sebagai raja
yang gagah berani. Data sejarah yang lebih jelas, terdapat pada Prasasti Tugu. Pada prasasti yang
panjang ini, dikatakan bahwa pada tahun pemerintahannya yang ke-22, Purnawarman telah
menggali Sungai Gomati. Dari prasati tersebut, dapat disimpulkan bahwa Purnawarman
memerintah dalam waktu yang cukup lama.
Kerajaan dan Bangunan Yang Bercorak Buddha
a. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya didirikan ± abad ke-7 hingga tahun 1377.[5] Pada mulanya Kerajaan
Sriwijaya berpusat di sekitar Sungai Batanghari, pantai timur Sumatra, tetapi pada
perkembangannya wilayah kerajaan Sriwijaya meluas hingga meliputi wilayah Kerajaan Melayu,
Semenanjung Malaya, dan Sunda (kini wilayah Jawa Barat). Catatan mengenai kerajaan-kerajaan
di Sumatra didapat dari seorang pendeta Buddha dari Tiongkok yang bernama I-Tsing yang
pernah tinggal di Sriwijaya antara tahun 685-689 M.
Dari Prasasti Kedukan Bukit (683), dapat diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukan daerah Minangatamwan, Jambi. Daerah
Jambi sebelumnya adalah wilayah kerajaan Melayu. Daerah itu merupakan wilayah taklukan
pertama Kerajaan Sriwijaya. Dengan dikuasainya wilayah Jambi, Kerajaan Sriwijaya memulai
peranannya sebagai kerajaan maritim dan perdagangan yang kuat dan berpengaruh di Selat
Malaka. Ekspansi wilayah Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 menuju ke arah selatan dan
meliputi daerah perdagangan Jawa di Selat Sunda.
Kerajaan Sriwijaya mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa. Pada
masa itu, kegiatan perdagangan luar negeri ditunjang juga dengan penaklukan wilayah-wilayah
sekitar. Sepanjang abad ke-8, wilayah Kerajaan Sriwijaya meluas kea rah utara dengan
menguasai Semenanjung Malaya dan daerah perdagangan di Selat Malaka dan Laut Cina
Selatan. Sejarah tentang Raja Balaputradewa dimuat dalam dua prasasti, yaitu Prasasti Nalanda
dan Prasasti Ligor.
Raja kerajaan Sriwijaya yang terakhir adalah Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada masa
pemerintahan Sri Sanggrama Wijayatunggawarman, hubungan Kerajaan Sriwijaya dan kerajaan
Chola dari India yang semula sangat erat mulai renggang. Hal itu disebabkan oleh seranggan
yang dilancarkan Kerajaan Chola di bawah pimpinan Rajendracoladewa atas wilayah Sriwijaya
di semenanjung Malaya. Serangan-serangan tersebut menyebabkan kemunduran kerajaan
Sriwijaya.
b. Sailendra di Mataram
Sekitar tahun ± 775-850 M di daerah Bagelan dan Yogyakarta berkuasalah raja-raja dari Wangsa
Sailendra yang memeluk agama Buddha. Dan pada kerajaan inilah Mataram mengalami masa
keemasaan dan daerah-daerah yang berada dibawah pemerintahan Sailendra. Dan pada masa
raja Sailenra lah banyak seniman-seniman Indonesia yang telah melahirkan karya-karya yang
mengagumkan, misalnya candi Borobudur, candi paling besar yang dibangun pada masa
pemerintahan raja Sailendra. Selain itu ada candi Pawon, Mendut, Kalasan dan Sewu[6].
c. Kerajaan Majapahit
Kerajaan bercorak Hindu yang terakhir dan terbesar di pulau Jawa adalah Majapahit. Nama
kerajaan ini berasal dari buah maja yang pahit rasanya. Ketika orang-orang Madura bernama
Raden Wijaya membuka hutan di Desa Tarik, mereka menenukan sebuah pohon maja yang
berubah pahit. Padahal rasa buah itu biasanya manis. Oleh karena itu mereka menamakna
permukiman mereka itu sebagai Majapahit. Daerah ini merupakan daerah yang diberikan Raja
Jayakateang dari Kerajaan Kediri kepada Raden Wijaya. Raja Wijaya adalah menantu Raja
Kertanegara dari kerajaan Singasari. Pada saat Kerajaan Singasari diserbu dan dikalahkan oleh
Jayakatwang, Raden Wijaya berhasil melarikan diri. Ia mencari perlindungan kepada Bupati
Madura yang bernama Arya Wiraraja. Dengan bantuan orang-orang Madura, ia membangun
pemuliman di Desa Tarik yang kemudian diberi nama Majapahit tersebut.
Pada tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal dengan 20.000 orang prajurit
tiba di Tuban, Jawa Timur. Tujuan mereka adalah menghukum Raja Kertanegara yang
menyatakan tidak mau tunduk kepada Kaisar Kubilai Khan dari Cina. Mereka tidak mengetahui
bahwa Raja Kertanegara dari Singasari itu telah meninggal dikalahkan oleh Raja Jayakatwang
dari Kediri.
Melihat peluang ini, Raden Wijaya mengambil kesempatan untuk merebut kembali Kerajaan
Singasari. Ia menggabungkan diri dengan pasukan cina dan menyerang Raja Jayakatwang di
Kediri. Kerajaan Kediri tidak mampu menghadapi serangan itu. Raja Jayakatwang berhasil
dikalahkan. Kemenangan itu membuat pasukan Cina bergembira dan berpesta pora. Mereka
tidak menyaka kalau kesempatan itu dipakai oleh Raden Wijaya untuk balik menyerang mereka.
Pasukan Raden Wijaya berhasil mengusir armada Cina kembali ketanah airnya. Sejak saat itu
Kerajaan Majapahit dianggap sudah berdiri.
Raden Wijaya naik tahta sebagai Raja Majapahit pada tahun 1293 dengan gelar Sri Kertarajasa
Jayawardhana. Pada tahun 1295., berturut-turut pecah pembrontakan yang dipimpin oleh Rangga
lawe dan disusul oleh Saro serta Nambi. Pembrontakan-pembrontakan itu bisa dipadamkan.
Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 dan mendapat penghormatan di dua tempat, yaitu Candi
Simping (Sumberjati) dan Candi Artahpura.
Setelah Raden Wijaya wafat, putera permaisuri Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara
menggantikannya sebagai Raja Majapahit. Pada awal pemerintahannya Jayanegara harus
menghadapi sisa pemberontakan yang meletus dimasa ayahnya masih hidup. Selain
pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja Jayanegara diselamatkan oleh pasukan pengawal
(Bhayangkari) yang dipimpin oleh Gajah Mada ia kemudian diungsikan ke Desa Bedager.
Raja Jayanegara wafat tahun1328 karena dibunuh oleh salah seorang anggota dharmaoutra yang
bernama Tanca. Oleh karena ia tidak mempunyai putra ia kemudian digantikan oleh adik
perempuannya Bhre Kahuripan yang bergelar Tribuanatunggadewi Jayawishnuwardhani.
Suaminya bernama Cakradhara yang berkuasa di Singasari dengan gelar Kertawerdhana.
Kawi
Tampak Siring,
Bali
Abad 11 M
Kerajaan
Tampak Siring
- Bangunannya di pahat dari tebing batu
Dieng
Kab. Banjarnegara,
Jawa Tengah
Antara abad 8 – 11 M
Kerajaan Kalingga
- Atap tidak kerucut
- Ruangan candinya kecil dan sempit
- Terdiri dari beberapa kelompok candi yang tersebar di atas pegunungan Dieng
Sambisari
Desa Sambisari,
Sleman – Yogyakarta
Sekitar abad 10 M
Raja dari Wangsa Sanjaya
- Terdapat patung siwa pada bilik utamanya
Gedong Songo
Kab. Semarang,
Jawa Tengah
Abad 9 M (Th. 927 M)
Raja dari zaman Dinasti Syailendra
- Memiliki 9 buah candi yang tersebar di lereng Gunung Ungaran
Prambanan
Klaten - Yogyakarta
Antara abad 9 - 10 M
Raja Rakai Pikatan,
Mataram Kuno
- Candi Hindu terbesar di Indonesia
- Terbagi menjadi 3 bagian : halaman pertama (terdapat 3 candi utama, yaitu : candi Wisnu,
Brahma dan Siwa), halaman kedua (terdapat 224 buah candi ) dan halaman ketiga
- Memiliki relief yang memuat kisah Ramayana
- Terdapat relief pohon kalpataru
Sawentar
Kab. Blitar,
Jawa Timur
Sekitar abad 13 M
Majapahit
- Menghadap ke arah barat
- Reliefnya berbentuk simbolis
Kidal
Kab. Malang
Jawa Timur
Thn. 1248 M
Kerajaan Singosari
- Terbuat dari batu andesit
- Terdapat banyak hiasan (hiasan medallion yang melingkar menghiasi badan candi & hiasan
kepala kala diatas pintu masuk )
Mendut
Kab. Magelang,
Jawa Tengah
Abad 9 M
Ada patung Budha dari emas
Ngawen
Kab. Magelang,
Jawa Tengah
Abad 8 M
Mataram Kuno,
Dinasti Syailendra
- Memiliki 5 buah candi
- Candi ke 2 dan 4 terdapat patung singa di sudut
Borobudur
Kab. Magelang,
Jawa Tengah
Thn 760 SM
Mataram Kuno,
Dinasti Syailendra
- Candi Budha terbesar di Indonesia
- Banyak terdapat relief
- terdiri dari 3 bagian dasar (arupadatu, rupadatu & bagian puncak)
Kalasan
Desa Kalasan,
Yogyakarta
Akhir Abad 8 M (th. 778 M)
Raja dari zaman Dinasti Syailendra
- Tinggi candi 24 m
- Ada ukiran yang dipahat dan dilapisi getah yang berfungsi sebagai pelindung lumut
- Pondasinya dibangun dengan bentuk Greek Cross
Plaosan
Kab. Klaten
Surakarta – Solo
Abad 9 M (Th. 824 M)
Raja Rakai Pikatan,
Mataram Kuno
- Terdiri dari 2 kelompok candi ( lor dan kidul )
- Dikelilingi 116 buah stupa pewara dan 50 candi pewara
- Terdapat 6 buah arca di dalam kamar candi induk
Pawon
Kab. Magelang,
Jawa Tengah
Thn. 826 M
Mataram Kuno
- Terdapat 3 buah gambar di bagian depannya
- Banyak dihiasi stupa
- Memiliki 2 buah jendela kecil di belakang temboknya
Jabung
Kab. Probolinggo,
Jawa Timur
Thn. 1354 M
Kerajaan Singosari
- Bangunannya tidak terlalu besar
Jago
Kab. Malang,
Jawa Timur
Abad 12 M
Kerajaan Singosari
- Terdapat beberapa relief
- Bangunan bagian atas hanya tersisa sebagian karena tersambar petir
1. Persamaan dan perbedaan Agama Hindu-Buddha di India, Jawa dan Bali
Dilihat dari sisi luar, perbedaan antara Hindu Indonesia dengan Hindu India sangat kentara. Baik
dari makanan yang dimakan, Pakaian sembahyang, Hari Suci yang dirayakan maupun hal-hal
lain yang bisa dilihat dengan kasat mata. Sebagai contoh, orang-orang india dimana Veda
diwahyukan, mereka mayoritas vegetarian, sementara orang Hindu Indonesia (Bali,Jawa)
mayoritas non vegetarian. Umat hindu Bali dan Jawa sembahyang tiga kali yang disebut dengan
Tri Sandhya, sedangkan umat hindu dari India biasanya sembahyang dua kali pagi dan sore.
Salah satu contoh kesamaan ajaran yang bisa dijumpai di berbagai daerah di Indonesia maupun
di India adalah Lima Keyakinan yang dikenal dengan nama Panca Sradda yaitu:
1. Percaya dengan adanya Tuhan,
2. Percaya dengan adanya Atman,
3. Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala,
4. Percaya dengan adanya Reinkarnasi/Punarbawa/Samsara,
5. Percaya dengan adanya Moksa.
Di Bali ada lagi lontar-lontar yang ditulis oleh para Mpu yang telah mencapai tingkatan spiritual
yang tinggi seperti: lontar sundari gama, lontar buana kosa, lontar sangkul putih, dan lain-lain.
Perbedaan Agama Hindu-Buddha di India, Jawa dan Bali
Perbedaan mulai tampak pada kerangka dasar yang ketiga yaitu yang disebut dengan Upacara
atau Ritual dan Hari Raya. Di sini tradisi dari masing-masing wilayah mewarnai setiap upacara
yang ada. Histori di setiap daerahpun berbeda, peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dalam
perjalanan juga tidak sama, sehingga melahirkan perayaan Hari Raya yang berbeda guna
memperingati peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah kehidupan manusia yang pernah terjadi,
yang nantinya bisa selalu diingat dan dijadikan suri teladan dalam mengarungi kehidupan di
maya pada ini.
Jangankan Hindu India dan Indonesia, antara Hindu Bali dengan di Jawa saja ada banyak
perbedaan, untuk memahami perbedaan-perbedaan ini mari kita tengok sejarah perkembangan
Hindu di Bali seperti yang dituturkan oleh Ida Pandita Nabe Sri Bhagavan Dwija dalam
karyanya: “Hindu dalam Wacana Bali Sentris”
DAFTAR PUSTAKA
Ali Mukti, Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h. 94.
Hadiwijono Dr. Harun, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1987), h.
83
Mukti Krishnanda wijaya, Wacana Buddha Dharma. Jakarta: Sangha Agung Indonesia. 2006
Widyadharma Maha Pandita S., Agama Buddha dan Perkembangnnya di Indonesia(Jakarta: PC.
MAPANBUDHI TANGERANG, 1982), h. 7-8.
Widyadharma Maha Pandita S., Agama Buddha dan Perkembangnnya di Indonesia,h. 8
www.google.com, Agama Hindu-Buddha di Indonesia.
www.google.com, persamaandanperbedaan hindu india, bali dan jawa.
[1]Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h. 94.
[2][2]Dr. Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia,
1987), h. 83
[5]Maha Pandita S. Widyadharma, Agama Buddha dan Perkembangnnya di Indonesia (Jakarta:
PC. MAPANBUDHI TANGERANG, 1982), h. 7-8.
[6]Maha Pandita S. Widyadharma, Agama Buddha dan Perkembangnnya di Indonesia, h. 8