Anda di halaman 1dari 63

PELATIHAN PENYELESAIAN

SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

MODUL

2 PENGETAHUAN DASAR
KONTRAK KONSTRUKSI

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI


i BAD AN PENGEMBANG AN SUMBERDAYA M ANUSI A
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BANDUNG, 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas terselesaikannya modul 2 tentang
“Pengetahuan Dasar Kontrak Konstruksi”. Modul ini adalah modul ke 2 dari 7 modul yang
harus diselesaikan untuk keperluan Pelatihan Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi.
Pelatihan tersebut diadakan mengingat kemungkinan banyaknya banyaknya potensi
sengketa dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, yang dilakukan di Indonesia antara pihak
pengguna jasa konstruksi dan penyedia jasa konstruksi yang terikat dalam kontrak
konstruksi..
Pelatihan Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi ini dimaksudkan untuk membekali para
ASN di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, khususnya yang terkait
dalam penanganan kontrak konstruksi dalam melaksanakan tugasnya, untuk mengantisipasi
bila terjadi kemungkinan sengketa dan bila perlu menyelesaikan sengketa kontrak konstruksi
Modul ini dibuat untuk merumuskan dan menyusun Kurikulum dan Silabus serta Modul
Materi dii lingkungan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Teknik penyajiannya dilakukan
secara andragogi dibarengi dengan metode metode lebih banyak diskusi dari ceramah, hal
ini dilakukan untuk memberikan keleluasaan pada para peserta mengungkapkan apa yang
sudah diketahinya.

Modul ini berkaitan dengan modul-modul lainnya ketika Anda belajar untuk dapat
menyelesaikan masalah sengketa kontrak konstruksi. Seperti layaknya sebuah modul, maka
pembahasan dimulai dengan menjelaskan tujuan yang hendak dicapai dan disertai dengan
soal yang mengukur tingkat penguasaan materi setiap topik. Dengan demikian pengguna
modul ini secara mandiri dapat mengukur tingkat ketuntasan yang dicapainya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa modul ini tentu punya banyak kekurangan. Untuk itu
penulis dengan berlapang dada menerima masukan dan kritikan konstruktif dari berbagai
pihak demi kesempurnaannya di masa yang akan datang. Akhirnya semoga bermanfaat.

Bandung, 2017

Kepala
Pusdiklat Sumber Daya Air dan Konstruksi

Modul 2
i
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ii
DAFTAR INFORMASI VISUAL .............................................................................................. iii
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL .................................................................................... iv
PENDAHULUAN.................................................................................................................... v
1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................................. v
1.2 DESKRIPSI SINGKAT ......................................................................................... v
1.3 TUJUAN PEMBELAJARAN................................................................................. vii
1.4 MATERI POKOK ................................................................................................. vii
MATERI 1 JASA KONSTRUKSI ................................................................................. viii
1.1 JENIS DAN PELAKU JASA KONSTRUKSI.......................................................... 1
1.2 PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI ...................................................... 4
MATERI 2 KONTRAK DAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI ................................... 7
2.1 DEFINISI KONTRAK DAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI ............................. 7
2.2 SYARAT-SYARAT KONTRAK KERJA KONSTRUKSI ...................................... 10
2.3 UNSUR-UNSUR KONTRAK KERJA KONSTRUKSI ......................................... 12
2.4 JENIS-JENIS KONTRAK KERJA KONSTRUKSI .............................................. 14
MATERI 3 PROSES TERJADINYA KONTRAK KONTRUKSI ..................................... 35
3.1 PROSES UMUM TERJADINYA KONTRAK KONSTRUKSI ............................... 35
3.2 TAHAP PEMBUATAN KONTRAK ...................................................................... 40
MATERI 4 PRINSIP DAN LINGKUP HUKUM KONTRAK KONTRUKSI ..................... 42
4.1 PRINSIP HUKUM KONTRAK KERJA KONSTRUKSI ........................................ 42
4.2 LINGKUP HUKUM KONTRAK KERJA KONSTRUKSI ....................................... 44
PENUTUP ........................................................................................................................... 47
KUNCI JAWABAN ............................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 51
GLOSARI............................................................................................................................. 53

Modul 2
ii
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
DAFTAR INFORMASI VISUAL

Gambar 1. Usaha Jasa dan Layanan Usaha ......................................................................... 3

Gambar 2. Proses terjadinya kontrak .................................................................................. 35

Gambar 3. Lingkup hukum Kontrak konstruksi ..................................................................... 44

Modul 2
iii
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
PETUNJUK PENGGUNAAN
MODUL

Peserta “Pelatihan Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi” yang berbahagia. Modul


“Pengetahuan Dasar Kontrak onstruksi” ini adalah modul kedua dari tujuh modul yang harus
Anda selesaikan dalam pelatihan ini. Bila Anda akan mempelajari modul ini, Anda harus
sudah menuntaskan modul sebelumnya yaitu modul 1 tentang Kebijakan Dalam Kontrak
Konstruksi.
Dalam mempelajari modul ini, seyogyanya Anda lakukan secara berurutan mulai dari materi
pertama sampai materi terakhir, agar pengetahuan yang Anda miliki menjadi lengkap.
Dengan mempelajari modul ini, Anda diharapkan akan memahami tentang kontrak kerja
konstruksi. Modul ini terdiri dari empat materi pokok, dan pada akhir pembahasan tiap materi
akan diberikan tes, untuk mengukur kemampuan Anda dalam memahami tiap-tiap materi.
Anda dapat melihat kemampuan Anda dengan mencocokkan jawaban Anda dengan kunci
jawaban yang ada pada akhir modul ini. Apabila Anda belum dapat menjawab pertanyaan
(soal) dengan benar, Anda harus mengulangi mempelajari materi tersebut. Jujurlah pada diri
Anda sendiri.
Apabila ada tugas-tugas, harap dikerjakan baik secara individual maupun kelompok. Untuk
hal-hal yang kurang jelas, Anda dapat menghubungi nara sumber di Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi.
Waktu yang diperlukan untuk mempelejari modul ini kurang lebih 14 JPL (630 Menit) sudah
termasuk waktu untuk mengerjakan tugas-tugas dan menjawab pertanyaan yang tersedia.
Akhirnya, selamat mempelajari modul ini, semoga sukses.

Modul 2
iv
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, yang lazim dilakukan di Indonesia, pelaksanaan
pengawasan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh pengguna jasa dalam pelaksanaan
pekerjaan, umumnya akan dibantu oleh penyedia jasa pengawas konstruksi dengan suatu
perjanjian jasa konsultansi pengawas konstruksi.
Setiap tahun, puluhan ribu kontrak konstruksi ditandatangani dan diimplementasikan. Dalam
hal ini sudah hampir pasti akan terjadi sengketa konstruksi akibat perbedaan intrepretasi
maupun akibat lain yang bersifat fisik maupun non fisik. Dalam menyelesaikan sengketa
kontrak konstruksi, dapat ditempuh berbagai cara. Di Indonesia penyelesaian sengketa
terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: (1) litigasi dan (2) non-litigasi. Litigasi adalah bentuk
penyelesaian sengketa dalam acara persidangan di peradilan umum. Sedangkan non-litigasi
adalah bentuk penyelesaian sengketa di luar peradilan umum. Non-litigasi menurut Undang
Undang Nomor 30 Tahun 1999 terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: (1) arbitrase dan (2) alternatif
penyelesaian sengketa.
Dalam tujuan meningkatkan kemampuan keterampilan teknis ASN bidang ke-PU-an (bidang
Konstruksi), maka Pusdiklat SDA dan Konstruksi melaksanakan penyusunan Kurikulum dan
Modul Pelatihan Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi untuk menghasilkan SDM
bidang Konstruksi yang kompeten dan berintegritas dalam rangka mendukung
pembangunan infrastruktur bidang konstruksi yang handal.

1.2 DESKRIPSI SINGKAT

Mata pelatihan ini membahas tentang pengertian jasa konstruksi, kontrak konstruksi dan
jenis-jenis kontrak konstruksi. Juga dibahas tentang proses terjadinya kontrak konstruksi.

Undang-undang no.2/2017 tentang Jasa Konstruksi menetapkan jenis-jenis Usaha Jasa


Konstruksi dan Pelaku Jasa Konstruksi. Yang dimaksud Pelaku Usaha Jasa Konstruksi di
sini adalah para pihak yang melakukan pengikatan.

Pihak-pihak atau peserta yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa oleh Pemerintah
berdasarkan Pasal 7 dan 19 Perpres No. 54 Tahun 2010 adalah sebagai berikut : (i)
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran; (ii) Pejabat Pembuat Komitmen; (iii)
ULP/Pejabat Pengadaan; (iv) Panitia/ Pejabat Penerima Hasil PekerjaanPanitia/ Pejabat
Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang
bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.

Modul 2
v
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
Lingkup pengaturan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi menurut Peraturan Pemerintah
no. 29/2000 sebagimana sudah diubah, yang terakhir PP no. Nomor 54 Tahun 2016 meliputi
pemilihan penyedia jasa, kontrak kerja konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi,
kegagalan bangunan, penyelesaian sengketa, larangan persekongkolan, dan sanksi
administratif.
Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi Pasal 1 Ayat 8,
Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan
hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Dalam hal penggunaan bahasa, Kontrak Kerja Konstruksi harus dibuat dalam bahasa
Indonesia. Sedangkan Kontrak Kerja Konstruksi yang dilakukan dengan pihak asing harus
dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Jika terjadi perselisihan dengan pihak
asing mengenai penggunaan bahasa maka digunakan Kontrak Kerja Konstruksi dalam
bahasa Indonesia.

Unsur-unsur yang harus ada dalam kontrak konstruksi adalah

a. Adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa;


b. Adanya objek, yaitu konstruksi;
c. Adanya dokumen yang mengatur hubungan antara pengguna jasa dan penyedia jasa.

Jenis-jenis kontrak kerja konstruksi dapat ditemui di

1. Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi


sebagaimana telah diubah dan terakhir perubahan-perubahannya termasuk PP No. 54
tahun 2016 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2000.
2. Peraturan Presiden no.54 tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
serta perubahan-perubahannya termasuk Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor
4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden no.54 tahun 2010

Kontrak Konstruksi sebagai bentuk perjanjian merupakan sebuah produk hukum dan oleh
karena itu, sebagai produk hukum harus mengikuti prinsip hukum. Dalam hal ini kontrak
kerja konstruksi tidak terlepas dari prinsip perikatan, yaitu terjadinya peristiwa hukum yang
mengikat para pihak.

Prinsip-prinsip yuridis mengenai kontrak konstruksi yang terdapat dalam KUH Perdata
adalah sebagai berikut :

1. Prinsip Korelasi antara tanggung jawab para pihak dengan kesalahan dan penyediaan
bahan bangunan.
2. Prinsip ketegasan Tanggung jawab Pemborong jika bangunan musnah karena cacat
dalam penyusunan atau faktor tidak ditopang oleh kesanggupan tanah.
3. Prinsip Larangan Merubah harga kontrak.
4. Prinsip kebebasan pemutusan kontrak secara sepihak oleh Pihak Bowheer.
5. Prinsip kontrak yang melekat dengan Pihak Pemborong.
6. Prinsip Vicarious Liability (Tanggung Jawab Pengganti)
7. Prinsip Hak retensi

Modul 2
vi
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
1.3 TUJUAN PEMBELAJARAN

1.3.1 Tujuan pembelajaran umum

Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu memahami jasa konstruksi kontrak
konstruksi dan proses terjadinya kontrak konstruksi.

1.3.2 Tujuan pembelajaran khusus

Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu:


 Menjelaskan pengertian jasa konstruksi. .
 Menjelaskan pengertian kontrak dan kontrak konstruksi.
 Menjelaskan proses terjadinya kontrak konstruksi.

1.4 MATERI POKOK

Modul ini terdiri dari empat (4) Materi Pokok, yaitu:


- Jasa Konstruksi

- Kontrak dan Kontrak Kerja Konstruksi

- Proses terjadinya Kontrak Kerja Konstruksi

- Prinsip dan lingkup hukum Kontrak Kerja Konstruksi

Modul 2
vii
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
MATERI

1 JASA KONSTRUKSI

Indikator Keberhasilan
Di akhir pelatihan Materi 1 ini peserta mampu menjelaskan arti jasa konstruksi,
jenis dan pelaku jasa konstruksi serta penyelenggaraan jasa konstruksi

Lembar Kerja
Matrik Diskusi Pengetahuan Dasar Kontrak Konstruksi
Kontrak dan Proses Prinsip dan
No Unsur-Unsur Jasa Konstruksi Kontrak Kerja terjadinya Kontrak lingkup hukum
Konstruksi konstruksi kontrak konstruksi

1. Dasar Hukum

2. Metode

3. Dampak yang
ada

4. Analisa

Catatan:
(1) Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, kelompok dapat memberikan
tambahan atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;
(2) Fasilitator/ Widya Iswara bersama peserta melakukan diskusi dengan mengidentifikasi
hal-hal apa saja yang membedakan antara kebijakan dalam kontrak konstruksi dan
dasar hukum kebijakan dalam kontrak konstruksi sesuai dengan aspek –aspek yang
ditetapkan dalam format diskusi di atas;
(3) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengungkapkan pemahaman dan
pengalamannya tentang kedua kerangka atau paradigma tersebut;
(4) Fasilitator/ Widya Iswara menulis hasil kesepakatan dengan mengklarifikasi hal-hal
yang perlu penegasan dan kesepakatan bersama.

Modul 2
viii
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
MATERI 1 A KONSTRUKS

1.1 JENIS DAN PELAKU JASA KONSTRUKSI

Sebelumnya, kita cari lebih dahulu apa itu Jasa Konstruksi. Definisi Jasa Konstruksi dapat
ditemui di Undang-undang no.2/2017 tentang Jasa Konstruksi pasal 1 angka 1 yang
berbunyi: Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan
konstruksi. Jadi Jasa Konstruksi adalah layanan di bidang konstruksi yang meliputi jasa
layanan konsultansi konstruksi dan/atau jasa layanan pekerjaan konstruksi.

Jasa Konsultansi Konstruksi adalah layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang
meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen
penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan. Sedangkan Jasa Pekerjaan Konstruksi adalah
keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian,
pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.

Undang-Undang No.2/2017 menetapkan jenis-jenis Usaha Jasa Konstruksi dan Pelaku Jasa
Konstruksi. Yang dimaksud Pelaku Usaha Jasa Konstruksi di sini adalah para pihak yang
melakukan pengikatan.

JENIS USAHA JASA KONSTRUKSI

Jenis usaha Jasa Konstruksi menurut UU no.2/2017 pasal 12 dibedakan menjadi tiga jenis,
a. usaha jasa Konsultansi Konstruksi;
b. usaha Pekerjaan Konstruksi; dan
c. usaha Pekerjaan Konstruksi terintegrasi

Usaha jasa Konsultansi Konstruksi ada yang bersifat umum dan besifat spesialis. Kualifikasi
usaha Jasa Konstruksi yang bersifat umum antara lain:

a. arsitektur;
b. rekayasa;
c. rekayasa terpadu; dan
d. arsitektur lanskap dan perencanaan wilayah.

Klasifikasi usaha jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat spesialis antara lain:
a. konsultansi ilmiah dan teknis; dan
b. pengujian dan analisis teknis.

Layanan usaha yang dapat diberikan oleh usaha jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat
umum meliputi: pengkajian; perencanaan; perancangan; pengawasan; dan/atau manajemen
penyelenggaraan konstruksi. Sedangkan layanan usaha yang dapat diberikan oleh jasa
Konsultansi Konstruksi yang bersifat spesialis meliputi, survei; pengujian teknis; dan/atau
analisis.

Modul 2
1
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
Tentang sifat Usaha Pekerjaan Konstruksi juga ada yang bersifat umum dan ada yang
bersifat spesialis. Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi yang bersifat umum meliputi:
a. bangunan gedung; dan b. bangunan sipil.

Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi yang bersifat spesialis antara lain:


a. instalasi;
b. konstruksi khusus;
c. konstruksi prapabrikasi;
d. penyelesaian bangunan; dan
e. penyewaan peralatan.

Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan Konstruksi yang bersifat umum
meliputi:
a. pembangunan;
b. pemeliharaan;
c. pembongkaran; dan/atau
d. pembangunan kembali.

Sedangkan layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan Konstruksi yang bersifat
spesialis meliputi pekerjaan bagian tertentu dari bangunan konstruksi atau bentuk fisik
lainnya.

Jenis usaha pekerjaan konstruksi berikutnya adalah usaha pekerjaan konstruksi terintegrasi.
Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi terintegrasi juga meliputi: (a) bangunan gedung dan
(b) bangunan sipil. Sedangkan layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan
Konstruksi terintegrasi meliputi:
a. rancang bangun; dan
b. perekayasaan, pengadaan, dan pelaksanaan.

Usaha Jasa Konsultansi Konstruksi

umum spesialis
- arsitektur, - konsultansi ilmiah dan
- rekayasa, teknis
- rekayasa terpadu, dan - pengujian dan analisis
- arsitektur lanskap dan teknis
perencanaan wilayah.
- pengkajian, survey, pengujian teknis,
- perencanaan, dan/atau analisis.
- perancangan,
Layanan - pengawasan, dan/atau
Usaha - manajemen
penyelenggaraan
konstruksi

Usaha Jasa Pekerjaan Konstruksi

Modul 2
2
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
bangunan gedung dan instalasi, konstruksi
bangunan sipil. khusus, konstruksi
prapabrikasi, penyelesaian
bangunan, dan
penyewaan peralatan.

pekerjaan bagian tertentu


- pembangunan; dari bangunan konstruksi
Layanan - pemeliharaan atau bentuk fisik lainnya.
Usaha - pembongkaran;dan/atau
- pembangunan kembali.

Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi


Usaha Jasa
a. bangunan gedung; dan b. bangunan sipil.

a. rancang bangun; dan


Layanan b. perekayasaan, pengadaan, dan
Usaha pelaksanaan

Gambar 1. Usaha Jasa dan Layanan Usaha

PELAKU USAHA JASA KONSTRUKSI

Sebagai Pelaku Usaha Jasa Konstruksi adalah para pihak dalam pengikatan Jasa
Konstruksi yang terdiri atas a. Pengguna Jasa dan b. Penyedia Jasa. Baik Pengguna Jasa
dan Penyedia Jasa terdiri atas orang perseorangan atau badan.

Dalam hal kontrak pengadaan jasa konstruksi, khususnya yang dilakukan oleh Pemerintah
telah diatur dalam ketentuan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Adapun pihak-pihak atau peserta yang terlibat dalam Pengadaan
Barang/Jasa oleh Pemerintah berdasarkan Pasal 7 dan 19 Perpres No. 54 Tahun 2010
adalah sebagai berikut :

1. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.

Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang


kewenangan penggunaan anggaran Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat
Daerah atau Pejabat yang disamakan pada institusi lain Pengguna APBN/APBD.
Sedangkan Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah Pejabat
yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau pejabat yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah untuk menggunakan APBD

2. Pejabat Pembuat Komitmen

Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang
ditetapkan PA/KPA untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa.

Modul 2
3
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
3. ULP/Pejabat Pengadaan

Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi
pemerintah yang berfungi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat
permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. Sedangkan
Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan
Barang/Jasa yang melaksanakan pengadaan barang/jasa.

4. Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh
PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.

1.2 PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI

Lingkup pengaturan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi menurut Peraturan Pemerintah


no. 29/2000 sebagimana sudah diubah, yang terakhir PP no. Nomor 54 Tahun 2016 meliputi
pemilihan penyedia jasa, kontrak kerja konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi,
kegagalan bangunan, penyelesaian sengketa, larangan persekongkolan, dan sanksi
administratif.

Pemilihan penyedia jasa

Pemilihan penyedia jasa yang meliputi perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan
pengawas konstruksi oleh pengguna jasa dapat dilakukan dengan cara pelelangan umum,
pelelangan terbatas, pemilihan langsung, atau penunjukan langsung.

Dalam pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum, pengguna jasa dapat
melakukan prakualifikasi dan pasca kualifikasi. Tetapi bila dengan cara pelelangan terbatas,
pengguna jasa wajib melakukan prakualifikasi. Perusahaan nasional yang mengadakan kerja
sama dengan perusahaan nasional lainnya dan atau perusahaan asing dapat mengikuti
prakualifikasi dan dinilai sebagai perusahaan gabungan.

Dalam pelelangan umum, pelelangan terbatas, atau pemilihan langsung penyedia jasa,
pengguna jasa harus mengikutsertakan sekurang-kurangnya 1 (satu) perusahaan nasional.

Dalam pemilihan perencana konstruksi dan pengawas konstruksi, apabila disepakati oleh
pengguna jasa dan penyedia jasa yang mengikuti pemilihan, dapat disyaratkan adanya
kewajiban:
a. jaminan penawaran dan jaminan pelaksanaan pekerjaan perencanaan untuk
perencana konstruksi; atau
b. jaminan penawaran untuk pengawas konstruksi

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI


Kontrak kerja konstruksi pada dasarnya dibuat secara terpisah sesuai tahapan dalam
pekerjaan konstruksi:
- kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan,
- kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan pelaksanaan, dan

Modul 2
4
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
- kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan pengawasan.

Dalam hal pekerjaan terintegrasi, yaitu pekerjaan rancang bangun dan perekayasaan,
pengadaan dan pelaksanaan kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dapat
dituangkan dalam 1 (satu) kontrak kerja konstruksi. Pekerjaan yang dapat dilakukan secara
terintegrasi antara lain adalah pembangunan kilang minyak/gas, pembangkit tenaga listrik,
dan reaktor nuklir

LATIHAN 1
1. PPK juga menjabat di ULP, bolehkah?
2. Bolehkah satu kontrak kerja konstruksi dibuat untuk semua tahapan konstruksi,
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan?

RANGKUMAN

Jasa Konsultansi Konstruksi adalah layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang
meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen
penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan. Sedangkan Jasa Pekerjaan Konstruksi adalah
keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian,
pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.

Undang-undang no.2/2017 menetapkan jenis-jenis Usaha Jasa Konstruksi dan Pelaku Jasa
Konstruksi. Yang dimaksud Pelaku Usaha Jasa Konstruksi di sini adalah para pihak yang
melakukan pengikatan.

Pihak-pihak atau peserta yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa oleh Pemerintah
berdasarkan Pasal 7 dan 19 Perpres No. 54 Tahun 2013 adalah sebagai berikut : (i)
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran; (ii) Pejabat Pembuat Komitmen; (iii)
ULP/Pejabat Pengadaan; (iv) Panitia/ Pejabat Penerima Hasil PekerjaanPanitia/ Pejabat
Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang
bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.

Lingkup pengaturan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi menurut Peraturan Pemerintah


no. 29/2000 sebagimana sudah diubah, yang terakhir PP no. Nomor 54 Tahun 2016 meliputi
pemilihan penyedia jasa, kontrak kerja konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi,
kegagalan bangunan, penyelesaian sengketa, larangan persekongkolan, dan sanksi
administratif.

EVALUASI MATERI 1
1. Apa yang anda ketahui tentang Jasa Konstruksi?
2. Sebutkan pihak-pihak atau peserta yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa oleh
Pemerintah!

Modul 2
5
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
UMPAN BALIK
Cocokan jawaban anda dengan Kunci Jawaban, untuk mengetahui tingkat penguasaan anda
terhadap materi Modul

TINDAK LANJUT
Bila anda dapat menjawab salah satu dari pertanyaan di atas, Anda dapat meneruskan ke
materi selanjutnya. Tetapi bila belum bisa menjawab soal di atas, Anda harus mengulangi
materi modul 1, terutama bagian yang belum anda kuasai.

Modul 2
6
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
MATERI

KONTRAK DAN KONTRAK


2 KONSTRUKSI

Indikator Keberhasilan

Di akhir pelatihan Materi 2 ini peserta mampu menjelaskan arti kontrak dan
kontrak kerja konstruksi

MATERI 2 KONTRAK DAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

2.1 DEFINISI KONTRAK DAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

2.1.1 KONTRAK

PERIKATAN DALAM KONTRAK KONSTRUKSI

Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan bahwa


perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.

Jadi perikatan dapat terjadi karena undang-undang maupun karena persetujuan. Selanjutnya
pembahasan di sini adalah perikatan yang terjadi karena persetujuan. Sedangkan
persetujuan yang kita temui dalam Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih. Pasal berikutnya menyatakan bahwa suatu persetujuan
diadakan dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan. Suatu persetujuan cuma-cuma
adalah suatu persetujuan, bahwa pihak yang satu akan memberikan suatu keuntungan
kepada pihak yang lain tanpa menerima imbalan. Suatu persetujuan memberatkan adalah
suatu persetujuan yang mewajibkan tiap pihak untuk memberikan sesuatu, melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

Jadi hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan
perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumber-sumber lain.
Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan
sesuatu.

Modul 2
7
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
Menurut “Black’s Law Dictionary”, perjanjian diartikan sebagai kesamaan pemahaman dan
kemauan antara dua pihak atau lebih tentang akibat yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban masing-masng atas fakta atau kinerja di masa lalu ataupun di masa akan datang.

What is AGREEMENT?

A concord of understanding and intention, between


two or more parties, with respect to the effect upon
their relative rights and duties, of certain past or
future facts or performances.

Dari beberapa pendapat dapat kita simpulkan antara lain:


1. Persetujuan sama dengan perjanjian;
2. baik persetujuan/perjanjian, perikatan (maupun kontrak) melibatkan setidaknya 2 (dua)
pihak atau lebih.
3. Dasar hukum persetujuan/perjanjian, perikatan maupun kontrak, mengacu pada
KUHPerdata.

Mengenai perbedaannya, dari definisi-definisi yang telah dipaparkan di atas, kita dapat
melihat perbedaannya adalah pada tahapan dan implikasinya.

Secara singkat perjanjian/persetujuan menimbulkan perikatan. Perikatan itu kemudian


disebut sebagai kontrak apabila memberikan konsekuensi hukum yang terkait dengan
kekayaan dan mengikat para pihak yang saling mengikatkan diri dalam perjanjian. Ada yang
berpendapat, sebelum memiliki konsekuensi hukum, suatu perjanjian tidak sama artinya
dengan kontrak.

Black’s Law Dictionary mendefinisikan


Kontrak sebagai sebuah kesepakatan What is CONTRACT?
yang berdasar pertimbangan yang
cukup, untuk melakukan atau tidak An agreement, upon sufficient consideration, to
melakukan sesuatu. do or not to do a particular thing

2.1.2 KONTRAK KERJA KONSTRUKSI.


Perjanjian antara dua pihak dalam pelaksanaan konstruksi bangunan maupun infrastruktur
biasa disebut sebagai Kontrak Konstruksi. Tetapi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017
Tentang Jasa Konstruksi Pasal 46 menyatakan bahwa pengaturan hubungan kerja antara
pengguna Jasa dan Penyedia Jasa harus dituangkan dalam Kontrak Kerja Konstruksi. Maka
selanjutnya perjanjian semacam itu tidak lagi disebut sebagai Kontrak Konstruksi melainkan
Kontrak Kerja Konstruksi. Menurut Pasal 1 angka 8, Kontrak Kerja Konstruksi didefinisikan
sebagai keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum antara Pengguna
Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Modul 2
8
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
.
Perjanjian antara dua pihak dalam pelaksanaan konstruksi
bangunan maupun infrastruktur biasa disebut sebagai Kontrak
Konstruksi. Tetapi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017
mengatur hubungan kerja antara Pengguna Jasa dan Penyedia
Jasa harus dituangkan dalam Kontrak Kerja Konstruksi. Maka
selanjutnya perjanjian di bidang konstruksi yang disebut
sebagai Kontrak Konstruksi adalah Kontrak Kerja Konstruksi.

Di samping itu, istilah kontrak konstruksi merupakan terjemahan dari construction contract
yang merupakan kontrak dalam pelaksanaan konstruksi bangunan, baik yang dilaksanakan
oleh Pemerintah maupun pihak swasta. Dalam kehidupan sehari-hari, kontrak konstruksi
sering juga disebut dengan perjanjian pemborongan. Dalam KUH Perdata, Perjanjian
Pemborongan dijelaskan di Pasal 1601b yang berbunyi: Perjanjian pemborongan kerja ialah
suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu pemborong, mengikatkan diri untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lain, yaitu pemberi tugas, dengan harga yang
telah ditentukan

Walau perjanjian pemborongan dan kontrak kerja konstruksi sering disamakan satu sama
lain tetapi perjanjian pemborongan memiliki cakupan yang lebih luas dari pada kontrak kerja
konstruksi. Dalam perjanjian pemborongan dapat berarti bahwa yang diperjanjikan untuk
dikerjakan bukan hanya konstruksinya saja namun dapat juga termasuk pengadaan
barang/material bangunannya.

Jika dihubungkan dengan istilah hukum, kontrak kerja konstruksi atau perjanjian
pemborongan dalam teori dan praktek hukum keduanya dianggap sama. Terutama jika
istilah konstruksi diartikan sebagai terjemahan dari construction, maka kedua istilah itu
mengandung makna adanya konstruksi dan pengadaan barang/material yang berhubungan
dengan pelaksanaan.

Kontrak kerja konstruksi juga merupakan suatu bentuk perjanjian atau persetujuan seperti
yang dinyatakan dalam Pasal 1338 KUH Perdata sebagai berikut:

Pasal 1338

Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain
dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh
undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Jadi ada tiga sifat yang harus ada dalam perjanjian, termasuk kontrak kerja konstruksi:

a. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya;

Modul 2
9
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
b. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik ·kembali selain dengan sepakat kedua belah
pihak, atau kareria alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk
itu;

c. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Dari apa yang tercantum di atas, jelas bahwa suatu perjanjian harus ditaati, karena
merupakan suatu undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (menandatanganinya).
Hal inui sesuai dengan sistem hukum yang menganut prinsip pacta sunt servanda, yang
menurut Black 's Law Dictionary adalah: Agreement must be kept, the rule that agreements
and stipulations, those contained in treaties, be observe.

Definisi Kontrak Kerja Konstruksi dari beberapa sumber:

 PMBOK (Project Management Body of Knowledge): Dokumen yang mengikat pembeli


dan penjual secara hukum. Kontrak merupakan persetujuan yang mengikat penjual dan
penyedia jasa, barang, maupun suatu hasil, dan mengikat pembeli untuk menyediakan
uang atau pertimbangan lain yang berharga.

 FIDIC: Kontrak berarti Perjanjian Kontrak (Contract Agreement), Surat Penunjukan


(Letter of Acceptance), Surat Penawaran (Letter of Tender), Persyaratan (Conditions),
Spesifikasi (Spesifications), Gambar-gambar (Drawings), Jadual/Daftar (Schedules), dan
dokumen lain (bila ada) yang tercantum dalam perjanjian kontrak atau dalam Surat
Penunjukan.

 UU Republik Indonesia Nomor 2/2017 tentang jasa konstruksi dijelaskan bahwa kontrak
kerja konstruksi merupakan keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum
antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

 Black’s Law Dictionary: An agreement between two or more parties creating obligations
that are enforceable or otherwise recognisable at law.

2.2 SYARAT-SYARAT KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

Syarat-syarat kontrak kerja konstruksi diatur dalam pasal 47 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2017
tentang Jasa konstruksi yang menyatakan bahwa kontrak kerja konstruksi paling sedikit
harus mencakup uraian mengenai:
a. para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;
b. rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai
pekerjaan, harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;
c. masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan pemeliharaan
yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;
d. hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh
hasil Jasa Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang
diperjanjikan, serta hak Penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa
serta kewajibannya melaksanakan layanan Jasa Konstruksi;

Modul 2
10
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
e. penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga
kerja konstruksi bersertifikat;
f. cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam
melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya
jaminan atas pembayaran;
g. wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
h. penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian
perselisihan akibat ketidaksepakatan;
i. pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan Kontrak
Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu
pihak;
j. keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan
dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;
k. Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa dan/atau
Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu pertanggungjawaban
Kegagalan Bangunan;
l. pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
m. pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat kewajiban
para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian atau
menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
n. aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan
tentang lingkungan;
o. jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam
pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan; dan
p. pilihan penyelesaian sengketa konstruksi.

Selain ketentuan sebagaimana dimaksud di atas, dalam pasal 47 ayat (2) diatur bahwa
Kontrak Kerja Konstruksi dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.

Ketentuan lebih lanjut mengenai kontrak kerja konstruksi diatur dalam pasal 48 yang
menyatakan bahwa kontrak kerja konstruksi :

a. Untuk layanan jasa perencananaa harus memuat Kontrak Kerja Konstruksi untuk
layanan jasa perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak kekayaan
intelektual.
b. Untuk kegiatan pelaksanaan layanan Jasa Konstruksi, dapat memuat ketentuan
tentang Sub penyedia Jasa serta pemasok bahan, komponen bangunan, dan/atau
peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku.
c. Yang dilakukan dengan pihak asing harus memuat kewajiban alih teknologi.

Modul 2
11
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
Ketentuan lain dalam pasal 49 mengatur bahwa ketentuan mengenai konrak kerja konstruksi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 berlaku juga dalam kontrak kerja konstruksi antara
penyedia jasa dan subpenyedia jasa.

Ketentuan dalam pasal 50 mengatur bahwa:


(1) Kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa indonesia.

(2) Dalam hal kontrak kerja konstruksi dilakukan dengan pihak asing harus dibuat dalam
bahasa indonesia dan bahasa inggris.
(3) Dalam hal terjadi perselisihan dengan pihak asing sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) digunakan kontrak kerja konstruksi dalam bahasa indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kontrak kerja konstruksi, sesuai dengan pasal 51 akan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2.3 UNSUR-UNSUR KONTRAK KERJA KONSTRUKSI


Sebuah kontrak kerja konstruksi, sebagaimana kontrak pada umumnya akan menimbulkan
hubungan hukum antara para pihak yang membuat perjanjian. Hubungan hukum tersebut
merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum antara pengguna jasa dan penyedia
jasa dalam bidang konstruksi berupa timbulnya hak dan kewajiban di antara para pihak.
Momentum timbulnya akibat itu adalah sejak ditandatanganinya kontrak kerja konstruksi oleh
pengguna jasa dan penyedia jasa. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa unsur-unsur
yang harus ada dalam kontrak kerja konstruksi adalah
1. Adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa;
2. Adanya objek, yaitu konstruksi yang berhubungan dengan konstruksi bangunan dan
perwujudan fisik lainnya
3. Adanya dokumen yang mengatur hubungan antara pengguna jasa dan penyedia jasa,
yaitu Kontrak Kerja Konstruksi keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan
hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi sesuai pasal 47 UU No.2/2017
Mengenai Pengguna Jasa, Perpres No.54/2010 Pasal 7 menyebutkan bahwa organisasi
Pengguna Jasa untuk Pengadaan melalui Penyedia Barang/Jasa terdiri atas:
a. PA/KPA;
b. PPK;
c. ULP/Pejabat Pengadaan; dan
d. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.
Ketentuan tentang Penyedia Jasa diuraikan di Pasal 19 ayat (1).
(1) Penyedia Barang/Jasa dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
c. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan
kegiatan/usaha;

Modul 2
12
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
d. memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk
menyediakan Barang/Jasa;
e. memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia Barang/Jasa
dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir baik dilingkungan pemerintah
maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak;
f. ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dikecualikan bagi Penyedia
Barang/Jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;
g. memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang
diperlukan dalam Pengadaan Barang/Jasa;
h. dalam hal Penyedia Barang/Jasa akan melakukan kemitraan, Penyedia
Barang/Jasa harus mempunyai perjanjian kerja sama operasi/kemitraan yang
memuat persentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan
tersebut;
i. memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha Mikro,
Usaha Kecil dan koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang pekerjaan
yang sesuai untuk usaha non-kecil;
j. memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha non-kecil, kecuali untuk
Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi;
k. khusus untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Lainnya, harus
memperhitungkan Sisa Kemampuan Paket (SKP) sebagai berikut:
SKP = KP – P
KP = nilai Kemampuan Paket, dengan ketentuan:
a) untuk Usaha Kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan
sebanyak 5 (lima) paket pekerjaan; dan
b) untuk usaha non kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan
sebanyak 6 (enam) atau 1,2 (satu koma dua) N.
P = jumlah paket yang sedang dikerjakan.
N = jumlah paket pekerjaan terbanyak yang dapat ditangani pada saat
bersamaan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
l. tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak
sedang dihentikan dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama
perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan
dengan surat pernyataan yang ditandatangani Penyedia Barang/Jasa;
m. sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan
telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir (SPT Tahunan) serta
memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi),
PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi Pengusaha Kena Pajak) paling kurang
3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan.
n. secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada Kontrak;
o. tidak masuk dalam Daftar Hitam;

Modul 2
13
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
p. memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa
pengiriman; dan
q. menandatangani Pakta Integritas.
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, huruf h dan huruf
i, dikecualikan bagi Penyedia Barang/Jasa orang perorangan.

Penyelengaraan pengadaan bidang konstruksi di Indonesia telah diatur secara khusus


dalam UU no.2/2010 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Jasa Konstruksi. Dari segi substansinya, undang-undang ini cukup lengkap mengatur
pengadaan jasa konstruksi.
Latar belakang lahirnya undang-undang ini karena berbagai peraturan perundang-undangan
yang berlaku belum berorientasi pada pengembangan jasa konstruksi yang sesuai dengan
karakteristiknya. Hal ini mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang
mendukung peningkatan daya saing secara optimal maupun bagi kepentingan masyarakat.
Pengaturan lebih lanjut dari undang-undang ini tertuang dalam tiga peraturan pemerintah
yaitu : Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Serta
Masyarakat Jasa Konstruksi (PP No. 28/2000) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 4 Tahun 2000 (PP No. 4/2010), Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun
2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (PP No. 29/2000) sebagaiman telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2010 (Perpres No. 59/2010), dan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi
(PP No. 30/2000).
Dalam kaitannya dengan pengadaan jasa konstruksi, tata cara dan prosedur pengadaan
barang dan jasa untuk kepentingan instansi Pemeritah, telah diatur dalam Keputusan
Presiden (Keppres) No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah yang telah disempurnakan melalui Peraturan Presiden (Perpres)
No. 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 70
Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah dan terakhir Perpres no.4/2015.

2.4 JENIS-JENIS KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

Jenis-jenis kontrak kerja konstruksi dapat ditemui di

1. Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi


sebagaimana telah diubah dan terakhir perubahan-perubahannya termasuk PP No. 54
tahun 2016 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2000.

2. Peraturan Presiden no.54 tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah


serta perubahan-perubahannya termasuk Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor
4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden no.54 tahun 2010

Modul 2
14
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
Di samping itu ada jenis kontrak selain yang peraturan di atas tetapi dipakai di Indonesia.

i. Jenis-jenis kontrak kerja konstruksi di PP no.29/2000.


Pasal 20 ayat 3 berbunyi:
Kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibedakan berdasarkan:
a. Bentuk imbalan yang terdiri dari:
1. Lump Sum;
2. harga satuan;
3. biaya tambah imbalan jasa;
4. gabungan Lump Sum dan harga satuan; atau
5. Aliansi.
b. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang terdiri dari:
1. tahun tunggal; atau
2. tahun jamak.
c. Cara pembayaran hasil pekerjaan:
1. sesuai kemajuan pekerjaan; atau
2. secara berkala.

ii. Jenis-jenis kontrak kerja konstruksi di Perpres 54/2010

Uraian jenis kontrak kerja konstruksi di Perpres 54/2000 tidak diubah. Yang diubah
adalah pelaku yang menetapkan jenis kontrak yaitu diubah menjadi oleh PPK di Perpres
70/2012.

Pasal 50 Perpres tersebut menyebutkan jenis-jenis kontrak yang berbeda dengan Jenis-
jenis kontrak kerja konstruksi di PP 29/2000. Kontrak Pengadaan Barang/Jasa
dibedakan berdasar:
a. cara pembayaran;
b. pembebanan Tahun Anggaran;
c. sumber pendanaan; dan
d. berdasarkan jenis pekerjaan.

(1) Kontrak Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan cara pembayaran terdiri atas:


a. Kontrak Lump Sum;
b. Kontrak Harga Satuan;
c. Kontrak gabungan Lump Sum dan Harga Satuan;
d. Kontrak Persentase; dan
e. Kontrak Terima Jadi (Turnkey).
(2) Kontrak Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan pembebanan Tahun Anggaran
terdiri atas:
a. Kontrak Tahun Tunggal; dan

Modul 2
15
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
b. Kontrak Tahun Jamak.
(3) Kontrak Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan sumber pendanaan terdiri atas:
a. Kontrak Pengadaan Tunggal;
b. Kontrak Pengadaan Bersama; dan
c. Kontrak Payung (Framework Contract).
(4) Kontrak Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan jenis pekerjaan terdiri atas:
a. Kontrak Pengadaan Pekerjaan Tunggal; dan
b. Kontrak Pengadaan Pekerjaan Terintegrasi.

iii. Bentuk-bentuk kontrak kerja konstruksi ditinjau dari 4 (empat) aspek


Bentuk-bentuk kontrak kerja konstruksi yang dikenal di Indonesia dapat dipandang dari
dari empat aspek:
1. Aspek Perhitungan Biaya
2. Aspek Perhitungan Jasa
3. Aspek Cara Pembayaran
4. Aspek Pembagian Tugas
Untuk konstruksi sektor publik ada kontrak kerja konstruksi yang ditinjau dari jangka
waktu pelaksanaan sehubungan dengan pendanaannya.

iv. Aspek Perhitungan Biaya

Ditinjau dari aspek perhitungan biaya Kontrak kerja konstruksi dibedakan dari cara
menghitung biaya pekerjaan/harga borongan yang akan dicantumkan di dalam kontrak.
Ada dua jenis kontrak, yaitu Kontrak dengan nilai kontrak yang besarnya pasti dan tetap
(fixed) serta kontrak dengan nilai kontrak yang besarnya diperoleh dari perhitungan
berdasar harga satuan (unit price) yang tetap. Yang pertama biasa disebut Kontrak
Harga Pasti (Fixed Lump Sum Price Contract) dan yang kedua Kontrak Harga Satuan
(Fixed Unit Price Contract)

Dalam satu kontrak dimungkinkan terjadi gabungan dari kedua macam cara perhitungan
biaya ini sesuai kebutuhan/mengingat kondisi pekerjaan. Dalam suatu kontrak harga
pasti (Fixed Lump Sum Price Contract) terdapat beberapa bagian pekerjaan yang hanya
ditentukan harga satuannya saja.

Kontrak Lump Sum (Fixed Lump Sum Price Contract)

Bentuk kontrak yang paling biasa adalah Kontrak Lump Sum. Dalam kontrak ini,
pengguna jasa dan penyedia jasa sepakat pada suatu jumlah pasti yang harus dibayar
oleh pengguna jasa kepada penyedia jasa untuk pelaksanaan seluruh pekerjaan.

- Kontrak Lump Sum nilainya akan tetap sepanjang tidak ada perubahan pada
lingkup/scope pekerjaan, baik menyangkut kuantitas maupun kualitasnya

Modul 2
16
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
- Kuantitas pekerjaan pada RAB hanya dipakai sebagai dasar perhitungan dalam
penawaran, dan pembayaran prestasi pekerjaan, sedangkan risiko kekurangan
kuantitas atau kelebihan kuantitas menjadi tanggung jawab Pihak II/kontraktor

Secara umum, kontrak Fixed Lum Sum Price adalah suatu kontrak yang volume
pekerjaannya yang tercantum dalam kontrak tidak boleh diukur ulang. “A Fixed Lump
Sum Price Contract is a contract where the Bill of Quantity is not subject to
remeasurement”.

Pada prinsipnya nilai kontrak semacam ini tetap, tidak berubah selama pelaksanaan
sampai selesainya pekerjaan. Nilai kontrak ini adalah suatu harga pasti dan tertentu
yang telah disetujui para pihak sebelum kontrak ditandatangani dan tidak dapat diubah
kecuali karena perubahan lingkup pekerjaan atau kondisi pelaksanaan dengan perintah
tambahan dari pengguna jasa.

Dalam kontrak lump sum, resiko biaya bagi pengguna jasa minimal dan memberi cukup
pengawasan atas pelaksanaan dan pengikatan. Sebaliknya Penyedia jasa memikul
risiko untuk dapat melaksanakan seluruh pekerjaan dengan jumlah biaya tercantum
dalam kontrak. Keuntungan penyedia jasa, bilamana ada, didapat dari selisih antara nilai
kontrak dan biaya yang dikeluarkan penyedia jasa, termasuk overhead dan biaya-biaya
tidak langsung. Oleh karena itu penyedia jasa harus menambahkan sejumlah biaya
untuk menutupi resiko-resiko kenaikan biaya/harga-harga.

Dalam memperkirakan biaya pekerjaan untuk kontrak harga pasti, penyedia jasa harus
mempertimbangkan kondisi terburuk yang mungkin mempengaruhi biaya yaitu yang
dikaitkan dengan dengan harga untuk memperoleh pekerjaan melalui proses penawaran
teerrendah. Pengguna jasa akan membayar harga-harga pasti yang diduga menjadi
maksimum biaya yang dapat diantisipasi tidak pandang apakah biaya maksimum ini
benar terjadi atau tidak.

Jika tidak ada pasal yang mengatur mengenai kenaikan harga dalam kontrak maka
Penyedia jasa tidak akan mendapat tambahan biaya tas kenaikan harga-harga yang
meningkat.

Walau ada kata fixed, bukan berarti nilai kontrak tidak boleh berubah. Nilai kontrak
memang tidak berubah bila tidak ada perintah perubahan yang mengakibatkan
pekerjaan tambah dan atau kurang sedangkan kuantitas pekerjaan yang menjadi bagian
kontrak tidak boleh diukur kembali. Dengan demikian pihak penyedia jasa . memikul
risiko cukup besar dalam hal perbedaan kuantitas pekerjaan. Pekerjaan yang
sesungguhnya (setelah diukur ulang) lebih besar dari yang tercantum dalam kontrak
maka yang dibayarkan kepada penyedia jasa adalah berdasarkan volume kontrak. Bila
terjadi hal sebaliknya, bila pekerjaan ternyata lebih kecil volumenya maka penyedia jasa
mendapatkan keuntungan mendadak. Selanjutnya, dalam menghitung pekerjaan
tambah/kurang harus benar-benar dipahami bahwa penambahan atau pengurangan
dihitung terhadap volume yang tercantum dalam kontrak dan bukan volume yang
sebenarnya (hasil pengukuran ulang).

Dalam hal ada perubahan pekerjaan, pengguna jasa cenderung berusaha


mempertahankan nilai kontrak agar tidak berubah. Bila diperlukan pekerjaan tambah

Modul 2
17
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
maka dibuat perintah pekerjaan tambah dan sekaligus dibuat perintah pekerjnaan
kurang di jenis pekerjaan lain. Ini menjadi sulit bila sifat, jenis dan harga satuan
pekerjaan kurang berbeda dari pekerjaan tambahnya.

Nilai kontrak juga tak boleh berubah walau pekerjaan diukur ulang karena permintaan
badan pemeriksa dan menghasilkan volume yang lebih besar atau kecil. Mungkin sekali
badan pemeriksa akan minta nilai kontrak dikurangi atau minta pengembalian
pembayaran bila hasil pengukuran lebih kecil. Penyedia jasa juga akan keberatan
karena menyimpang dari asas fixed lump sum price. Ketidak-sepahaman ini bisa
dihindari jika pengertian fixed lump sum contract dan ketentuan tentang pekerjaan
tambah/kurang dicantumkan di kontrak.

Oleh karena itu di dalam kontrak sebaiknya diberikan definisi dari kata-kata atau istilah
yang memiliki arti khusus agar tidak terjadi salah pengertian yang dapat menimbulkan
perselisihan atau sengketa setelah kontrak ditandatangani.

Kontrak Harga Satuan (Fixed Unit Price Contract)

Secara umum, kontrak unit price adalah kontrak yang volume pekerjaannya dalam
kontrak hanya merupakan perkiraan dan akan diukur ulang untuk menentukan volume
pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan (dan nilai kontraknya).

“A Unit Price Contract is a contract where the Bill of Quantity is subject to


remeasurement”.

Jelas bahwa Kontrak Harga Satuan berbeda dari kontrak lump sum. Kontrak lump sum
meliputi satu harga pasti/tetap untuk semua atau beberapa bagian pekerjaan,
sedangkan kontrak harga satuan hanya mengatur harga satuan yang pasti dan tetap.
Total nilai kontrak diperoleh dengan mengalikan harga satuan dengan volume pekerjaan
yang di laksanakan.

Resiko pengguna jasa dengan sistim harga satuan relative kecil dari pada kontrak lump
sum. Di samping itu, kontrak harga satuan menuntut pemantauan ketat dan verifikasi
dari jumlah yang sesungguhnya. Menelusuri berapa banyak yang ditambah, dikurangi,
dipasang atau dibongkar benar-benar merupakan suatu pekerjaan yang harus
dikerjakan secara sungguh-sungguh.

Dalam menggunakan metode harga satuan, pengguna jasa memperkirakan resiko atas
jumlah pekerjaan yang akan dilaksanakan; termasuk perkiraan resiko pekerjaan yang
dibuat pengguna jasa atau Perencana (Arsitek). Perkiraan ini, meskipun baru perkiraan
harus akurat agar total biaya konstruksi dapat diperkirakan dengan tepat.

Penyedia jasa menanggung resiko kenaikan harga satuan yang tercantum dalam
kontrak. Bila penyedia jasa mengajukan penawaran atas dasar satuan pekerjaan, dia
mendasarkan harganya atas biaya melaksanakan jumlah pekerjaan yang diantisipasi.
Jika selama masa pelaksanaan pekerjaan jumlah pekerjaan tersebut banyak sekali
berkurang, maka biaya per satuan pekerjaan biasanya akan lebih besar dari yang
diperkirakan. Sebaliknya, jika jumlah satuan pekerjaan tersebut banyak sekali
bertambah, maka harga satuan yang dikerjakan dapat turun, sehingga harga satuan asli

Modul 2
18
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
menjadi tinggi.

Dari uraian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa bentuk kontrak harga satuan tidak
mengandung resiko kelebihan membayar bagi pengguna jasa jika volume pekerjaan
sesungguhnya lebih kecil dari yang tercantum dalam kontrak. Penyedia jasa juga tidak
menanggung resiko rugi dalam hal volume pekerjaan sesungguhnya lebih besar dari
yang tercantum dalam kontrak karena yang dibayarkan kepada penyedia jasa adalah
pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan. Bahkan penyedia jasa mendapat
keuntungan tak terduga

Yang menjadi masalah dalam menggunakan bentuk kontrak ini adalah banyaknya
pekerjaan pengukuran ulang yang harus dilakukan bersama antara pengguna jasa dan
penyedia jasa untuk menetapkan volume pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan.

Adanya opname/pengukuran hasil pekerjaan secara bersama-sama ini menimbulkan


peluang terjadi kolusi antara petugas pengguna jasa dan petugas penyedia jasa. Di
samping itu hal ini akan merepotkan pengguna jasa yang harus menyediakan tenaga
dan biaya guna keperluan pengukuran ulang (remeasurement)

Barangkali inilah salah satu pertimbangan mengapa pengguna jasa lebih suka memilih
bentuk kontrak fixed lump sum price, baik Pemerintah maupun sektor swasta.

Kontrak gabungan

Namun mungkin saja kedua bentuk kontrak ini digabungkan. Dalam suatau kontrak kerja
konstruksi ada sebaian pekerjaan dinyatakan lump sum dan sebagian lainnya
dinyatakan dalam harga satuan tetap. Hal ini secara hukum dapat dibenarkan karena
PP No. 29/2000 pasal 20 ayat (3) huruf a angka 4 dan Pasal 21 ayat (4) mengatur hal
ini. Secara teknis hal ini tak terhindarkan karena dalam suatu pekerjaan/proyek besar
yang kompleks mungkin saja beberapa bagian pekerjaan belum dapat ditentukan
volumenya dari semula um,sehingga untuk pekerjaan ini diberlakukan bentuk harga
satuan.

v. Aspek Perhitungan Jasa

Di sini hanya di bahas 3 (tiga) macam bentuk yaitu Biaya Tanpa Jasa (Cost Without
Fee), Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee), dan Biaya Ditambah Jasa Pasti (Cost Plus
Fixed Fee) yang pernah dikenal dan dipakai di Indonesia.

Biaya Tanpa Jasa (Cost Without Fee)

Dari namanya dengan mudah diketahui, ini adalah suatu bentuk kontrak yang hanya
dibayar sebesar biaya pekerjaan yang dilaksanakan tanpa mendapatkan imbalan jasa.
Mengingat tujuan penyedia jasa mengerjakan suatu pekerjaan/proyek adalah
mendapatkan laba (profit oriented), bentuk kontrak seperti ini tetap ada yang bersedia
melaksanakannya. Yaitu untuk pekerjaan yang bersifat sosial (charity purpose) antara
lain seperti pembangunan tempat-tempat ibadah (masjid, pesantren, gereja, kuil),
yayasan-yayasan sosial, panti asuhan, atau pekerjaan promosi suatu metode atau
sistim baru.

Modul 2
19
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
Walaupun secara resmi penyedia jasa hanya dibayar biaya pekerjaan tanpa imbalan
jasa, penyedia jasa masih berharap memperoleh sedikit keuntungan dari efisiensi
pemakaian bahan (sehemat mungkin, tanpa harus mencuri mutu) dan mengelola
pekerjaan sebaik mungkin serta mengusahakan percepatan pekerjaan untuk menekan
biaya overhead. Hal ini dapat lebih ditingkatkan bila mendapatkan pekerjaan sejenis tapi
berulang-ulang seperti pekerjaan pembuatan Masjid Yayasan Amal Bakti Muslim
Pancasila (YAMP) yang jumlahnya ratusan dan berulang-ulang.

Biaya yang diganti kemudian, tak ada jasa (Cost Reimbursable, no fee)

Dalam pengaturan ini, penyedia jasa hanya memperoleh penggantian atas biaya-biaya
yang telah dikeluarkan. Tidak ada jasa yang dibayarkan. Alternatip ini sangat sedikit
pemakaiannya dalam dunia konstruksi komersial. Bila digunakan, biasanya terbatas
pada pekerjaan yang dilaksanakan untuk organisasi-organisasi nirlaba (perguruan
tinggi, yayasan-yayasan sosial, dan sebagainya) atau untuk riset dan pengembangan.
Pekerjaan di mana penyedia jasa memperoleh keuntungan dengan berperan serta
dalam usaha Konstruksi-konstruksi atau usaha pabrik di mana penyedia jasa mendapat
keuntungan dari uji coba produksinya, atau metode kerja yang mungkin mengarah pada
suatu kontrak”.

Biaya ditambah Jasa secara proporsional

Dalam bentuk kontrak seperti ini, penyedia jasa dibayar seluruh biaya untuk
melaksanakan pekerjaan, ditambah jasa yang biasanya dalam bentuk prosentasi dari
biaya (misalnya 10%). Dalam hal ini tidak ada batasan besarnya biaya seperti apa saja
yang dapat dikategorikan sebagai biaya selain yang sudah jelas seperti biaya bahan,
peralatan, alat bantu, upah, sewa dan sebagainya seperti overhead penyedia jasa. Juga
termasuk overhead kantor pusat penyedia jasa. Oleh karena tak ada batasan yang
tegas, maka semua pengeluaran dapat digolongkan biaya dan penyedia jasa mendapat
jasa (fee) termasuk biaya-biaya yang ikut dinikmati oleh penyedia jasa.

Sejak tahun 1966 Pemerintah melarang Contract Cost Plus Fee.

Dalam pengaturan ini, para penyedia jasa dibayar untuk biaya-biaya yang sudah
dikeluarkan dan diberi jasa secara proporsional bagi biaya-biaya yang berhubungan
langsung dengan beberapa bagian atau seluruh pekerjaan. Makin tinggi biaya-biaya
langsung makin tinggi jasa konstruksi. Kebanyakan pengguna jasa sepakat bahwa
pengaturan ini paling tidak menguntungkan. Bukan hanya karena penyedia jasa tidak
memiliki rangsangan untuk mengawasi biaya, mereka juga merasa diberi keleluasaan
untuk menaikkan biaya. Oleh karena itu pengawasan atas biaya, usaha pengguna jasa
dalam pemilihan penyedia jasa dan pemantauan biaya berikutnya serta usaha
pengawasan biayanya menjadi sangat penting.

Dalam banyak kasus prosentase jasa dirundingkan kembali selama masa


pelaksananaan, terutama jika biaya-biaya yang bersangkutan telah melampaui
perkiraan semula. Hal ini juga menuntut pertimbangan waktu dan usaha, Pengaturan
biaya ditambah prosentase atas biaya tidak di anjurkan untuk digunakan. Jika tetap
akan menggunakannya batasi untuk pelaksanaan yang pendek, biaya rendah atau
pekerjaan darurat .yang dilaksanakan para penyedia jasa yang dapat dipercaya.

Modul 2
20
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
Bentuk kontrak ini tidak disukai bahkan tidak dianjurkan karena pengawasannya sukar,
Penyedia Jasa terangsang untuk menambah biaya agar fee bertambah. Dapat dipilih
untuk proyek-proyek kecil dengan waktu pelaksanaan pendek dan dipilih penyedia jasa
yang dapat dipercaya.

Jilka dalam hal penentuan biaya ada kata “dan lain-lain” yang dapat berarti macam-
macam mulai dari biaya-biaya pengetesan bahan overhead, asuransi, selamatan. Bila
hal ini sukar dibantah sehingga akan di akui sebagai biaya maka harga pekerjaan akan
bertambah dan akibatnya jasa akan bertambah pula.

Biaya Ditambah Jasa Pasti (Cost Plus Fixed Fee)

Bentuk kontrak seperti ini pada dasarnya sama dengan bentuk kontrak biaya ditambah
jasa (cost plus fee) sebagaimana diuraikan sebelumnya. Bedanya pada jumlah imbalan.

Bila dalam bentuk kontrak cost plus fee, imbalan/jasa penyedia jasa merupakan jumlah
yang bervariasi mengikuti besarnya biaya maka dalam bentuk kontrak ini (cost plus fixed
fee) sejak awal imbalan bagi penyedia jasa sudah ditetapkan secara pasti dan tetap
tidak berubah (fixed fee) walaupun biaya berubah.

Terlihat di sini bahwa bentuk kontrak ini dari sisi pengguna sedikit lebih baik dari bentuk
kontrak cost plus fee karena satu hal sudah pasti yaitu jumlah imbalan/fee yang tetap.

Namun tetap saja bentuk ini masih mengandung risiko bagi pengguna jasa karena tidak
ada kepastian mengenai batas biaya yang diperlukan. Sebaliknya dari segi penyedia
jasa tidak ada rangsangan untuk menaikkan/ menambah biaya karena bila hal ini terjadi,
dia tidak mendapat tambahan imbalan/fee.

Pilihan ini mengizinkan penyedia jasa untuk dibayar atas semua biaya yang di keluarkan
dan menerima sejumlah imbalan/fee pasti/tetap untuk jasa yang di berikan. Imbalan
pasti tersebut ditetapkan sebelum kontrak ditandatangani dan tidak berubah kecuali
lingkup pekerjaan dirubah. Oleh karena penyedia jasa akan dibayar seluruh biaya yang
di keluarkan, tanpa batas, dan imbalan/jasanya terjamin, penyedia jasa tidak memiliki
rangsangan atas harga atau biaya.

Jumlah imbalan pasti harus ditetapkaan sehubungan dengan tingkat kesulitan dalam
pelaksanaan pekerjaan, biaya pekerjaan dan lamanya pelaksanaan. Tambahan lagi,
definisi dari biaya-biaya yang akan dibayar dan terkait dengan imbalan jasa serta biaya-
biaya yang sesungguhnya merupakan imbalan/jasa harus sudah dicermati sbelumnya.
Perubahan pekerjaan membutuhkan evaluasi detail yang akan berdampak pada
imbalan.

vi. Aspek Cara Pembayaran

Dari Aspek ini, dibedakan 3 (tiga) macam cara yaitu

1. pembayaran bulanan (monthly payment),


2. pembayaran atas prestasi (stage payment) dan

Modul 2
21
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
3. pembayaran atas seluruh hasil pekerjaan setelah pekerjaan selesai 100% atau
yang sering disebut pra pendanaan penuh dari penyedia jasa (contractor’s full
prefinanced)

Di Indonesia lazimnya yang dipakai adalah cara pembayaran atas prestasi pekerjaan
(stage payment), namun ada juga yang memilih cara pembayaran bulanan (monthly
payment)

Ketiga macam kontrak dengan sistem pembayaran ini tentunya mempunyai konsekwensi
hukum, risiko/permasalahan sendiri yang akan diuraikan sebagai berikut:

Cara Pembayaran Bulanan (Monthly Payment)

Pembayaran dilakukan sehubungan dengan pengukuran hasil pekerjaan secara berkala


yang umumnya dilakukan secara bulanan pada tiap akhir bulan seperti yang dinyatakan di
Penjelasan PP 29/2000 Pasal 20 ayat (3) huruf c angka 2 Dalam sistem/cara pembayaran
ini, setiap akhir bulan prestasi penyedia jasa dihitung. Setelah prestasi tersebut diakui
pengguna jasa maka penyedia jasa dibayar sesuai prestasi tersebut.

Kelemahan cara ini adalah berapapun kecilnya prestasi penyedia jasa pada suatu bulan
tertentu dia tetap harus dibayar. Hal ini akan sangat tergantung prestasi pekerjaan yang
seharusnya dicapai sesuai jadual pelaksanaan sehingga dapat membahayakan waktu
penyelesaian.

Oleh karena itu sering cara pembayaran ini dimodifikasi dengan mempersyaratkan jumlah
pembayaran minimum yang harus dicapai untuk setiap bulan diselaraskan dengan prestasi
yang harus dicapai sesuai jadual.

Namun karena kekurangan prestasi pekerjaan kadang-kadang masih belum cukup aman
untuk menyerap anggaran oleh penyedia jasa dan dibenarkan dalam dokumen kontrak,
maka perhitungan prestasi pekerjaan dikompensasikan dengan prestasi bahan yang sudah
tersedia di lapangan (Material on Site, MOS). Kondisi kontrak semacam ini sering
dimanfaatkan oleh penyedia jasa dengan menimbun bahan di lapangan untuk
memperbesar prestasi walau sebenarnya kemajuan pekerjaan tetap saja rendah.

Untuk mengatasi hal ini bisa saja dipersyaratkan dalam kontrak bahwa bahan yang ada di
lapangan (belum menjadi pekerjaan) tidak dihitung sebagai prestasi seluruhnya atau dinilai
rendah.

Dapat pula yang boleh diprestasikan selain pekerjaan yang betul-betul selesai/terpasang
adalah barang-barang setengah jadi, misalnya rangka kuda-kuda yang sudah ada di
lapangan namun belum terpasang.

Cara pembayaran seperti ini menuntut persyaratan kontrak yang jelas dan ketat, kerena
kecenderungan penyedia jasa untuk menuntut sebesar-besarnya pembayaran tanpa terlalu
memikirkan kemajuan pekerjaan.

Cara Pembayaran Atas Prestasi (Stage Payment)

Pembayaran kepada penyedia jasa dilakukan atas dasar prestasi/kemajuan pekerjaan

Modul 2
22
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
yang telah dicapai. Kemajuan pekerjaan yang dijadikan dasar pembayaran ditentukan
dalam kontrak. Jadi tidak atas dasar prestasi yang dicapai dalam satuan waktu (bulanan).

Biasanya besarnya prestasi dinyatakan dalam prosentase terhadap nilai kontrak. Sering
pula cara pembayaran seperti ini disebut pembayaran termijn/angsuran dan tidak dilakukan
atas prestasi seluruhnya, biasanya 95%

Dengan cara pembayaran tersebut pada saat prestasi penyedia jasa telah mencapai 100%
(pekerjaan selesai) dan telah diterima baik oleh pengguna jasa (berdasarkan berita acara
serah terima pertama pekerjaan), penyedia jasa menerima 95% dari nilai kontrak. Yang 5%
dari nilai kontrak ditahan pengguna jasa selama masa tanggung jawab atas cacat
(retention money) sebagai jaminan agar penyedia jasa mau memperbaiki cacat/ketidak
sempurnaan pekerjaan sewaktu serah terima pertama pekerjaan.

Setelah terjadi serah terima kedua (terakhir) maka jumlah 5% harga kontrak dibayarkan
kepada penyedia jasa.

Belakangan ini sistim retention money ini banyak diubah dengan cara lain yaitu pada saat
serah terima pertama pekerjaan (prestasi 100%) jumlah pembayaran juga 100% dengan
ketentuan penyedia jasa menyerahkan suatu jaminan bank sebesar 5% x nilai kontrak
kepada pengguna jasa yang masa berlakunya sampai masa tanggung jawab atas cacat
berakhir dan seluruh cacat telah diperbaiki.

Cara pembayaran seperti prosentase tersebut dalam tabel di atas dapat berubah dalam hal
penyedia jasa mendapat uang muka (advance payment)

Biasanya jumlah uang muka ini dikembalikan berangsur-angsur secara proporsional sesuai
angsuran/termijn yang dibayar.

Jadi jelas bahwa yang menjadi kriteria dalam pembayaran adalah prestasi dan bukan
waktu seperti dalam cara pembayaran bulanan. Namun seperti halnya dengan
pembayaran bulanan, pembayaran atas prestasi juga hal ini sesungguhnya tidak aman
bagi pengguna jasa karena yang diakui sebagai prestasi juga prestasi bahan di lapangan
(Material on Site), bukan saja prestasi fisik (pekerjaan selesai).

Dengan adanya peluang untuk memprestasikan bahan (yang diperkenankan dalam


kontrak) maka pastilah penyedia jasa akan berusaha memasukkan bahan sebanyak
mungkin kelapangan untuk dapat mengejar prestasi tanpa terlalu menghiraukan prestasi
fisik. Ini yang biasa dikenal dengan istilah “front end loading”. Sebagaimana diketahui pada
umumnya komponen bahan dalam suatu pekerjaan cukup dominan (antara 75-85% dari
nilai pekerjaan). Hal ini dapat dikurangi dengan mempersyaratkan (dalam kontrak) bahwa
selain pekerjaan terpasang, yang boleh diprestasikan adalah barang setengah jadi yang
sudah dirakit dan khusus dibuat untuk proyek tersebut.

Pembayaran Angsuran/Termin.

Kepentingan penyedia jasa dalam hal ini dengan mudah dapat dilihat yaitu mereka
menginginkan pembayaran dalam waktu sesingkat mungkin.

Ada juga kepentingan-kepentingan dan resiko-resiko pengguna jasa yang menonjol.

Modul 2
23
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
Oleh karena pembayaran merupakan pemenuhan kebutuhan tunggal yang paling kuat,
pengguna jasa harus yakin bahwa pembayaran termyn di lakukan secara obyektif dan
direncanakan untuk meningkatkan ketepatan pelaksanaan.

Pembayaran terlalu dini, dan kelebihan pembayaran selama kontrak berlangsung


merupakan dua risiko yang harus dihindarkan oleh pengguna jasa. Pertimbangan-
pertimbangan cash-flow, biaya keuangan yang tinggi menuntut pengguna jasa hanya
membayar pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan dan tidak untuk pekerjaan yang
belum dilaksanakan. Sebaliknya para pengguna jasa yang tanpa alasan menunda atau
menahan pembayaran-pembayaran membuat risiko ketidak puasan penyedia jasa, yang
dapat diwujudkan dalam penurunan mutu, pengurangan tenaga kerja dan peralatan atau
bahkan bangkrut.

Pra pendanaan penuh dari penyedia jasa (Contractor’s Full Prefinanced)

Dalam bentuk kontrak dengan sistim/cara pembayaran seperti ini dimaksudkan bahwa
penyedia jasa harus mendanai dahulu seluruh pekerjaan sesuai kontrak. Setelah
pekerjaan selesai 100% dan diterima baik pengguna jasa barulah penyedia jasa
mendapatkan pembayaran sekaligus. Dapat saja pada saat itu yang dibayar pengguna
jasa adalah sebesar 95% dari nilai kontrak karena yang 5% ditahan (retention money)
selama masa tanggung jawab atas cacat atau pembayaran penuh 100%, tapi penyedia
jasa harus memberikan jaminan untuk masa tanggung jawab atas cacat, satu dan lain hal
sesuai kontrak.

Bentuk kontrak ini sering disalah artikan sebagai kontrak design build/turn key. Ini adalah
suatu kekeliruan. Memang benar bila ditinjau dari cara pembayaran saja. Namun bila
ditinjau dari aspek-aspek lain kedua hal ini berbeda. Hal ini akan dijelaskan dalam paragraf
berikut.

Oleh karena seluruh pekerjaan dibiayai terlebih dahulu oleh penyedia jasa maka untuk
menjamin penyedia jasa mendapatkan pembayaran atas pekerjaannya, pengguna jasa
harus memberikan jaminan kepada penyedia jasa antara lain berupa jaminan bank yang
diberikan pada saat mulai pekerjaan dan jaminan tersebut harus tetap berlaku selama
masa pelaksanaan pekerjaan.

Satu hal yang perlu dihayati, bahwa jaminan pembayaran ini (payment guaranty) bukanlah
suatu instrumen pembayaran dalam arti bahwa apabila pekerjaan telah selesai 100%
penyedia jasa secara otomatis dapat mencairkan jaminan tersebut kecuali secara tegas
dinyatakan dalam kontrak bahwa jaminan pembayaran tersebut memang boleh dicairkan
sebagai alat pembayaran kepada penyedia jasa.

Jaminan pembayaran tersebut baru boleh dicairkan apabila terbukti pengguna jasa telah
cidera janji karena tidak membayar penyedia jasa dalam waktu yang ditetapkan dalam
kontrak.

Dalam kasus-kasus tertentu bentuk kontrak ini dikombinasikan dengan bentuk kontrak cara
pembayaran atas prestasi. Misalnya suatu proyek gedung bertingkat. Pekerjaan struktur
seluruhnya memakai sistim pra pendanaan penuh. Pekerjaan penyelesaian menggunakan
cara pembayaran atas prestasi. Hal ini mungkin disebabkan keterbatasan dana dari

Modul 2
24
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
pengguna jasa atau pengaturan cash flow-nya.

Jangan lupa dalam bentuk kontrak cara pendanaan penuh ini. Penyedia jasa harus
menanggung biaya uang (cost of money) dan tentunya ini akan dibebankan pada nilai
kontrak (interest during construction). Tak heran bila kontrak bentuk ini nilainya lebih tinggi
dari pekerjaan yang sama tapi menggunakan cara pembayaran bulanan atau atas dasar
prestasi karena disini penyedia jasa tidak menanggung seluruh biaya uang atau jumlahnya
terbatas.

vii. Aspek Pembagian Tugas

Kontrak kerja konstruksi dapat dibedakan pula dari aspek atau segi pembagian tugas para
pihak yang berkontrak atau yang dikenal di Indonesia seperti kontrak biasa/ konvensional,
kontrak spesialis, Rancang Bangun, BOT/BLT dan Swakelola. Selain kontrak
konvensional, bentuk-bentuk lain belum banyak dikenal di Indonesia dan sering
menimbulkan salah pengertian/penafsiran. Uraian berikut akan menjelaskan hal ini.

Beberapa Pengertian Bentuk Kontrak Konvensional

Barangkali inilah kontrak yang paling tua yang dikenal di Indonesia dan masih banyak
dipakai hingga saat ini. Mungkin hal ini pula yang menyebabkan namanya konvensional /
biasa.

Pembagian tugasnya sederhana saja yaitu pengguna jasa menugaskan penyedia jasa
untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Pekerjaan tersebut sudah dibuat rencananya oleh
pihak lain, tinggal melaksanakan sesuai kontrak. Beberapa bagian pekerjaan dapat
diborongkan kepada sub penyedia jasa. Sebagai pengawas biasanya pengguna jasa
menunjuk apa yang biasa disebut direksi pekerjaan atau pimpinan proyek (pimpro).
Dikalangan dunia barat disebut architect atau engineer.

Dialah yang mengawasi pekerjaan penyedia jasa. Hubungan kerja antara Penyedia jasa
dan pengguna jasa biasanya melalui direksi/pimpro atau architect /engineer. Instruksi-
instruksi dari pengguna jasa disampaikan oleh direksi/pimpro. Demikian pula pemeriksaan
prestasi pekerjaan, pengesahan sertifikat pembayaran serah terima pekerjaan,
pengesahan sertifikat pekerjaan sampai pengakhiran perjanjian (pemutusan kontrak)
biasanya dilakukan melalui direksi / pimpro.

Jadi dalam bentuk kontrak seperti ini sedikitnya diperlukan 3 kontrak terpisah yaitu :
a. Kontrak antara pengguna jasa dan konsultan perencana sebagai penyedia jasa untuk
merencanakan proyek.
b. Kontrak antara pengguna jasa dan konsultan pengawas sebagai penyedia jasa untuk
mengawasi jalannya proyek.
c. Kontrak antara pengguna jasa dan penyedia jasa yang mengerjakan proyek tersebut.

Dalam beberapa kasus sering terjadi tugas perencanaan dan pengawasan diberikan oleh
pengguna jasa kepada satu konsultan yang sama.

Modul 2
25
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
PENYEDIA JASA UMUM

Inilah bentuk kontrak tradisional yang sering dijumpai dalam proyek konstruksi bangunan
yang kecil-kecil seperti rumah sakit-rumah sakit, gereja-gereja, sekolah-sekolah, pusat
belanja, tetapi juga sering dipakai untuk proyek-proyek industri. Dengan bentuk ini pengguna
jasa membuat kontrak/perjanjian dengan perusahaan perencanaan teknik (biro-arsitek) yang
akan merencanakan fasilitas, dan membuat perjanjian terpisah dengan suatu penyedia jasa
konstruski besar untuk membangun fasilitas tersebut.

Kebanyakan penyedia jasa yang besar, memborongkan lagi beberapa bagian pekerjaan
konstruksi kepada penyedia jasa yang lebih kecil atau lebih khusus (sub penyedia jasa).

Perbedaan bentuk kontrak ini dengan Rancang Bangun adalah fungsi perencanaan
diberikan terpisah dari fungsi membangun. Pihak ketiga – direksi pekerjaan diletakkan di
dalam kontrak di bawah pengguna jasa, bukan sebagai bagian atau sub penyedia jasa.

Pengguna jasa di sini berurusan dengan dua organisasi di bawah kontrak. Keduanya –
direksi pekerjaan dan penyedia jasa – harus berhubungan satu sama lain secara akrab
dalam pengaturan ini. Sebagai kebalikan dari situasi Rancang Bangun, penutupan kontrak
perencanaan mendahului kontrak untuk pembangunan. Hasil-hasil perencanaan (gambar-
gambar, spesifikasi, dan sebagainya) diperlukan penyedia jasa untuk menetapkan lingkup,
biaya dan jadual kerja mereka. Pekerjaan direncanakan dengan baik, jadual dapat
ditetapkan, dan perhitungan harga dapat dibuat dengan pelelangan penyedia jasa.
Pendekatan ini memberikan pembagian tanggung jawab proyek antara usaha teknik dan
konstruksi. Pengguna jasa tidak khusus terlibat dalam tanggung jawab dalam salah satu
usaha/kegiatan kontrak ini. Pekerjaan yang dilaksanakan oleh setiap sub penyedia jasa di
koordinasikan dengan Direksi Pekerjaan dan/atau penyedia jasa yang bertanggung jawab
atas perusahaan-perusahaan bersangkutan.

KONTRAK UMUM

Beberapa tahun belakangan ini, peranan dari kebanyakan penyedia jasa umum telah
berkembang dari pembangun utama, yang sesungguhnya membangun seluruh proyek
dengan menyewa langsung tenaga kerja dan membeli dan memasang bahan-bahan menjadi
manager dan koordinator seluruh rencana pekerjaan konstruksi untuk proyek. Pekerjaan
konstruksi itu sendiri pada pokoknya sekarang dilaksanakan oleh para penyedia jasa dan
sub penyedia jasa khusus.

Penyedia jasa umum sekarang tidak lagi berusaha untuk menjadi ahli disegala bidang. Dia
membagikan banyak pekerjaan kepada para sub penyedia jasa yang berbeda yang masing-
masing memiliki keahlian khusus. Dengan menyerahkan beberapa pekerjaan kepada sub
penyedia jasa, penyedia jasa umum juga menggeser tanggung jawab hukum untuk
pelaksanaan setiap bagian pekerjaan kepada sub penyedia jasa khusus dan menetapkan
suatu harga pasti untuk setiap bagian pekerjaan yang di sub kontrakkan.

Modul 2
26
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
Ada beberapa hal yang menjadi kepentingan dasar bagi penyedia jasa yang harus
dimasukkan kedalam kontrak. Pengguna jasa harus mempunyai cukup uang yang dapat
dibayarkan pada waktu yang tepat untuk memungkinkan dia membiayai pekerjaan para sub
penyedia jasa dan juga untuk pekerjaan yang dikerjakan langsung. Kontrak harus
menyebutkan jumlah, metode dan waktu pembayaran yang dilakukan oleh pengguna jasa
kepada penyedia jasa umum dan prosentase uang retensi (jika ada) yang akan ditahan dari
pembayaran termyn oleh pengguna jasa. Kontrak juga harus menetapkan secara tepat
lingkup pekerjaan yang harus dilaksanakan dan waktu pekerjaan tersebut harus
diselesaikan.

Sebagai tambahan, ketentuan-ketentuan/syarat-syarat adalah penting untuk menegakkan


prosedur yang adil dan tepat untuk penanganan perubahan pekerjaan yang akan
dilaksanakan, termasuk definisi/batasan hak-hak kedua belah pihak atas kelalaian atau
pemutusan kontrak.

Dua pertanyaan kritis mengenai klausul pembayaran yang penting bagi penyedia jasa
adalah : “Berapa banyak pembayaran dan kapan saya mendapatkannya?”.

Satu pertanyaan yang bahkan lebih penting adalah : “Apakah pengguna jasa memiliki dana
yang siap untuk dibayarkan ?”. Oleh karena itu pertanyaan pokok dari penyedia jasa
seharusnya : “Apakah pengguna jasa memiliki dana konstruksi yang cukup dan tetap untuk
memenuhi seluruh pembayaran sesuai kontrak ?”. (Stokes, 1977)

BENTUK KONTRAK SPESIALIS

Apabila dalam bentuk kontrak konvensional antara pengguna jasa dan penyedia jasa hanya
ada 1 (satu) kontrak kerja konstruksi dimana si penyedia jasa lazim disebut sebagai
penyedia jasa utama. Para penyedia jasa lain yang mengerjakan bagian-bagian tertentu
pekerjaan adalah para sub penyedia jasa yang dipekerjakan oleh penyedia jasa utama,
maka dalam bentuk kontrak ini terdapat lebih dari 1 (satu) kontrak kerja konstruksi. Misalnya
untuk suatu proyek gedung bertingkat banyak, dengan teknologi yang cukup kompleks,
pengguna jasa membagi-bagi kontrak beberapa buah berdasarkan bidang pekerjaan
khusus/spesial seperti : pekerjaan pondasi (substructure) dikontrakkan kepada Penyedia
Jasa A, pekerjaan bangunan atas (super structure) diberikan kepada Penyedia Jasa B,
pekerjaan mekanikal & elektronikal diserahkan kepada Penyedia Jasa C, pekerjaan
Sewarage dan Sewage kepada Penyedia Jasa D, pekerjaan lift kepada Penyedia Jasa E,
pekerjaan telekomunikasi diserahkan kepada Penyedia Jasa F, seluruh pekerjaan
penyelesaian diberikan kepada Penyedia Jasa G, pekerjaan tanah & lingkungan kepada
Penyedia Jasa H.

Semua penyedia jasa (dari A s/d H) masing-masing menandatangani kontrak langsung


dengan pengguna jasa. Disini tak ada penyedia jasa utama, semua sama-sama sebagai
penyedia jasa yang masing-masing punya keahlian khusus; karena itulah disebut kontrak
spesialis. Bentuk kontrak seperti ini di Indonesia belum banyak dipakai.

Dengan menggunakan bentuk kontrak ini, 4 (empat) keuntungan sekurang-kurangnya yang


ingin dicapai yaitu :

Modul 2
27
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
1. Mutu pekerjaan yang lebih handal
2. Penghematan waktu
3. Penghematan biaya
4. Keleluasaan dan kemudahan untuk mengganti penyedia jasa

Bila ingin menggunakan kontrak bentuk ini agar diperoleh mutu pekerjaan yang lebih baik,
maka tujuan tersebut dapat dengan mudah dicapai. Pilihlah penyedia jasa yang benar-benar
ahli dibidangnya. Bila masih ragu dapat minta referensi kepada pihak lain.

Mengenai penghematan waktu, hal ini masih harus diuji, karena yang menjadi masalah disini
adalah pertemuan/persinggungan (interfacing) dengan pekerjaan penyedia jasa lain, bila
batasnya kurang jelas. Ingat, masing-masing penyedia jasa bertanggung jawab langsung
kepada pengguna jasa. Disinilah pentingnya pengawasan yang ketat dari pengguna jasa.
Jadual pelaksanaan secara terpadu (intregated time schedule) yang sudah disetujui harus
ditaati dengan baik oleh seluruh penyedia jasa tanpa kecuali.

Mengenai efisiensi, kiranya memang benar dalam bentuk kontrak ini tidak terjadi lagi jasa
untuk satu pekerjaan yang sama dikenakan 2 (dua) kali seperti dalam bentuk kontrak
konvensional, misalnya, pekerjaan listrik diberikan kepada sub penyedia jasa, tentunya sub
penyedia jasa tersebut berhak mendapatkan fee/imbalan jasa dari penyedia jasa utama.
Penyedia jasa utama juga ingin mendapatkan fee/imbalan jasa dari pengguna jasa untuk
pekerjaan ini. Terlihat disini pengguna jasa menanggung beban jasa 2 kali untuk pekerjaan
yang sama.

Dengan bentuk kontrak ini semula di harapkan harga dapat di hemat, namun hal ini tidak
dapat serta merta terjadi. Pemilihan bentuk kontrak ini membutuhkan kwalitas pengawasan
yang lebih baik dengan jumlah personel yang jauh lebih banyak karena ada sekian penyedia
jasa spesialis. Dapat saja terjadi biaya penghematan fee dihabiskan untuk overhead
pengawas. Jadi dalam hal ini pengguna jasa harus secara seksama membuat analisis biaya

BEBERAPA PENYEDIA JASA UTAMA.

Pendekatan bentuk beberapa penyedia jasa utama ini tidak berbeda dengan bentuk lainnya
yang telah diterangkan sebelumnya.

Hal ini dapat di pandang sebagai pencerminan “dasar menengah” antara Rancang Bangun
yang ekstrim dan swaklola. Dalam hal ini pengguna jasa memberikan lebih banyak kontrak
untuk konstruksi daripada menggunakan satuan penyedia jasa tapi lebih sedikit dari yang di
berikan di bawah strategi banyak penyedia jasa utama.

Suatu ciri khas beberapa penyedia jasa utama adalah kontrak-kontrak spesialis/khusus
terpisah (sebagai lawan dari kontrak kepada sub penyedia jasa) diberikan antara pengguna
jasa dan katakanlah lima penyedia jasa. Dalam banyak kasus, pembagian pekerjaan
diantara para penyedia jasa utama ini adalah menurut disiplin jenis pekerjaan seperti sipil,
mekanikal dan elektrikal.

Mungkin satu penyedia jasa direncanakan sebagai “penyedia jasa umum” tetapi semua

Modul 2
28
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
penyedia jasa lain tidak perlu menjadi sub penyedia jasanya.

Resiko memberikan seluruh pekerjaan konstruksi pada satu penyedia jasa berkurang
dengan pendekatan beberapa penyedia jasa spesialis sampai pada batas lebih banyak
penyedia jasa terlibat dalam usaha konstruksi.

Begitu salah satu penyedia jasa mengalami masalah stabilitas atau pelaksanaan, akan lebih
mudah memberhentikan atau mengganti daripada jika dia bertanggung jawab untuk seluruh
pekerjaan.

Resiko biaya dapat dikurangi melalui pemilihan kontrak harga pasti, di ikuti penutupan
kontrak sesudah informasi perencanaan lengkap diperoleh. Waktu konstruksi yang lebih
pendek untuk setiap penyedia jasa juga mengurangkan ketergantungan pada biaya. Unsur
risiko terbesar bagi seorang pengguna jasa bekerja dengan pendekatan ini adalah
melibatkan penggunaan penyedia jasa yang lebih kecil (mungkin kurang stabil) yang
penampilannya sangat tergantung pada manajemen, koordinator dan kemampuan
pengawasan dari pengguna jasa. Kekurangan penyedia jasa umum terletak dalam hal
jadual, urut-urutan dan koordinasi pekerjaan konstruksi termasuk administrasi dan sengketa-
sengketa konstruksi, permintaan untuk mengikatkan keterlibatan proyek. Sampai pada batas
seorang pengguna jasa tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban ini, risiko-risiko
meningkat secara dramatis.

KONTRAK RANCANG BANGUN (DESIGN CONSTRUCT/BUILD, TURN KEY).

Bentuk kontrak semacam ini lebih dikenal/populer di masyarakat dengan istilah kontrak turn
key. Secara teknis istilah rancang bangun (design build atau design construct) lebih tepat,
karena lebih menggambarkan secara jelas pembagian tugas dalam kontrak tersebut.

Akan tetapi sistim kontrak FIDIC membedakan pengertian antara “Design Build” dan
“Turnkey” dari segi/cara pembayaran.

Bila Design Build pembayarannya per termyn sesuai kemajuan pekerjaan (seperti kontrak
biasa) sedangkan Turnkey pembayarannya sekaligus setelah seluruh pekerjaan
diselesaikan.

Dari segi penugasan yang harus dilakukan baik Design Build maupun Turnkey sama-sama
melaksanakan perencanaan dan sekaligus membangun.

Di dalam kontrak rancang bangun, suatu penyedia jasa bertugas untuk membuat suatu
perencanaan lengkap suatu proyek dan sekaligus melaksanakannya dalam satu kontrak
kerja konstruksi. Jadi penyedia jasa tersebut selain mendapatkan pembayaran atas
pekerjaan konstruksi (termasuk imbalan jasanya) dia mendapatkan pula imbalan jasa atas
pembuatan rencana/design proyek tersebut.

Dalam bentuk kontrak ini, konsultan perencana tidak mengikatkan diri/ menerima tugas dari
pengguna jasa tetapi menerima tugas dari penyedia jasa yang biasanya dalam bentuk
kontrak ini disebut design build -contractor atau turn key-builder. Pengguna jasa biasanya
tidak lagi menempatkan pengawas di lapangan tetapi cukup menunjuk wakil (owner’s

Modul 2
29
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
representative) yang fungsi dan tugasnya mengamati jalannya pekerjaan apakah sesuai
spesifikasi teknis dan jadual. Berita acara prestasi pekerjaan perbulan tak diperlukan lagi.
Demikian pula sertifikat pembayaran. Perintah-perintah perubahan hampir-hampir tidak ada
karena segala sesuatu ditetapkan dari awal.

Yang perlu diperhatikan dalam bentuk kontrak ini adalah tuntutan dari turn-key builder yaitu
jaminan pembayaran (payment guarantee) dari pengguna jasa minimal senilai harga kontrak
dengan masa berlaku selama masa pelaksanaan (construction period). Tetapi hendaklah
dipahami bahwa jaminan pembayaran ini sama sekali bukanlah instrumen pembayaran. Bila
ternyata pengguna jasa cidera janji untuk membayar dalam waktu yang ditetapkan kontrak
barulah jaminan pembayaran tersebut tadi dapat dicairkan tanpa syarat.

Selain itu ketentuan-ketentuan mengenai isi kontrak tidak berbeda dengan ketentuan kontrak
kerja konstruksi seperti harga kontrak, lingkup pekerjaan, masa pelaksanaan, sanksi-sanksi
serta pengaturan hak dan kewajiban lainnya dari para pihak.

Tentu saja pengguna jasa harus sangat berhati-hati dalam memilih turn key builder karena
seluruh aspek pembangunan proyek tersebut dipercayakan kepada satu perusahaan. Jadi,
profesionalisme dan bonafiditas perusahaan harus benar-benar dipertimbangkan dalam
memilih turn key builder.

RANCANG BANGUN

Ini adalah suatu contoh ekstrim dari pengguna jasa yang mendelegasikan seluruh tanggung
jawab kepada pihak luar. Seperti akan kita lihat nanti, ini adalah cerminan dari lawan bentuk
swaklola dimana pengguna jasa melimpahkan tanggung jawab penyelesaian proyek secara
dominan, bila tidak keseluruhan.

Dengan pendekatan rancang bangun ini (juga disebut kontrak serah kunci) pengguna jasa
memilih sebuah perusahaan untuk merencanakan dan sekaligus membangun fasilitas.

Hal ini memberikan penyedia jasa rancang bangun satu perangkat kriteria yang dia harapkan
untuk menyelesaikan proyek, seperti cara-cara pengoperasian dan pelaksanaan, biaya,
lokasi lahan, pertimbangan estetika, tanggal dibutuhkan, pilihan-pilihan fasilitas misalnya
kesamaan dengan fasilitas yang sudah ada, penggunaan material setempat, gaya
arsitektural dan menge-cek peralatan yang dipilih. Dengan parameter-parameter umum ini,
penyedia jasa harus merencanakan proyek dan sekaligus membangunnya.

Resiko komersial utama sehubungan dengan konsep rancang bangun adalah mengenai
kekurang luwesan pengelolaan yang diberikan pengguna jasa. Dengan memilih satu
perusahaan merencanakan dan membangun fasilitas, keberhasilan proyek menjadi
bergantung langsung kepada stabilitas keuangan, pengawasan pengelolaan dan efektivifitas
operasional perusahaan tersebut.

Begitu sesuatu terbukti tidak memuaskan, sulit untuk mencabut kontrak proyek, tanpa biaya
besar, jadual dan dampak teknis.

Modul 2
30
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
Kontrak Engineering, Procurement & Construction (EPC).

Bentuk kontrak ini sesungguhnya adalah juga kontrak rancang bangun seperti terurai dalam
paragraf butir 3 di atas. Kontrak rancang bangun yang dikenal dengan istilah design
build/turnkey dimaksudkan untuk pekerjaan konstruksi sipil/bangunan gedung sedangkan
kontrak EPC dimaksudkan untuk pembangunan pekerjaan-pekerjaan dalam industri minyak,
gas bumi dan petrokimia.

Dalam kontrak EPC yang dinilai bukan saja pekerjaan selesai tetapi juga unjuk kerja
(performance) dari pekerjaan tersebut.

Sebagai contoh : pembangunan sebuah pabrik pupuk urea.

Dalam hal ini penyedia jasa hanya mendapat pokok-pokok acuan tugas (term of reference –
tor) dari pabrik yang diminta, sehingga mulai dari perencanaan/design (Engineering)
dilanjutkan dengan penentuan proses dan peralatannya (Procurement) sampai dengan
pemasangan / pengerjaannya (Construction) menjadi tanggung jawab penyedia jasa.

Pekerjaan akan dinilai apakah unjuk kerjanya (performance) sesuai dengan TOR yang telah
ditentukan.

Pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan pada umumnya bersifat kompleks, memerlukan


teknologi canggih serta bereriko besar seperti : pembangunan minyak, pembangkit tenaga
listrik dan reaktor nuklir.

KONTRAK BUILD, OPERATE AND TRANSFER, BOT.

Sesungguhnya bentuk kontrak ini merupakan suatu bentuk/pola kerja sama antara pemilik
tanah/lahan dan investor yang akan menjadikan lahan tersebut menjadi suatu fasilitas untuk
perdagangan, hotel, resort atau jalan tol, dan lain-lain. Terlihat disini kegiatan yang dilakukan
oleh investor dimulai dari membangun fasilitas seperti dikehendaki pemilik lahan/tanah.
Inilah yang diartikan dengan B (=Build). Kemudian setelah fasilitas telah selesai, investor
diberi hak untuk mengelola dan memungut hasil dari fasilitas tersebut selama kurun waktu
tertentu. Inilah yang diartikan dengan 0 (=Operate). Setelah masa pengoperasian/konsesi
selesai, fasilitas tadi dikembalikan kepada pengguna jasa. Inilah arti T (=Transfer), sehingga
disebut kontrak Build, Operate and Transfer (BOT).

Sesungguhnya bentuk kontrak ini mirip dengan rancang bangun. Bedanya pada bentuk
rancang bangun setelah fasilitas dibangun, tidak ada masa konsesi yang diberikan kepada
penyedia jasa rancang bangun untuk mendapatkan pengembalian dana yang sudah ditanam
(return of investment) karena biaya fasilitas dibayar langsung oleh pengguna jasa.
Selanjutnya karena fasilitas tersebut setelah masa pengoperasian/konsesi dikembalikan
kepada Pemilik (transfer) maka tentunya diharapkan fasilitas tersebut masih dalam keadaan
terawat baik. Oleh karena itu biasanya ada kontrak tersendiri mengenai hal ini. Selain
misalnya fasilitas tersebut membutuhkan cara pengoperasian tersendiri dan cara
perawatannya, maka dibuatkan perjanjian terpisah yang disebut Operating & Maintenance
Contract/Agreement antara pemilik fasilitas dan investor.

Perjanjian mengenai perencanaan dan pembangunan rancang bangun/sendiri beserta

Modul 2
31
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
masa/lamanya masa konsesi disebut Concession Contract/Agreement. Biasanya lebih
disukai masa membangun (construction period) disatukan dengan masa pengelolaan
(concession period) supaya ada rangsangan bagi investor untuk mempercepat konstruksi
agar masa pengelolaan lebih panjang.

Bentuk kontrak Build, Lease, Transfer (BLT) sedikit berbeda dengan bentuk BOT. Disini
setelah selesai dibangun (built), pemilik fasilitas seolah menyewa fasilitas yang baru
dibangun untuk suatu kurun waktu (lease) kepada investor untuk dipakai sebagai angsuran
dari investasi yang sudah ditanam atau dapat juga yang menyewa pihak lain. Tentunya
untuk ini diperlukan perjanjian sewa (lease agreement). Setelah masa sewa berakhir,
fasilitas dikembalikan kepada pemilik fasilitas (transfer).

SWAKELOLA (FORCE ACCOUNT).

Sesungguhnya bentuk ini bukanlah suatu bentuk kontrak. Pekerjaan dilaksanakan sendiri
tanpa memborongkan kepada penyedia jasa. Karena tidak menggunakan penyedia jasa,
maka dalam uraian ini juga tidak digunakan kata pengguna jasa tetapi Pemilik Proyek.
Bentuk ini biasa pula disebut “eigen beheer”. Jadi misalnya suatu instansi pemerintah
melaksanakan suatu pekerjaan dengan mempekerjakan sekumpulan orang-orang di dalam
instansi itu sendiri. Yang memberi perintah, yang mengawasi dan yang mengerjakan adalah
orang-orang dari satu instansi yang sama.

Swakelola adalah suatu tindakan Pemilik proyek yang melibatkan diri dan bertanggung
jawab secara langsung dalam pelaksanaan proyek tersebut. Ini adalah pendekatan klasik :
“kerjakan sendiri”.

Dalam kasus yang ekstrim, pemilik proyek merencanakan dan atau membangun seluruh
proyek, menggunakan pegawai dan peralatan sendiri.

Seperti dalam semua pendekatan yang sudah diterangkan. Pemilik proyek mempunyai
pegawai yang di tugaskan mengerjakan proyek. Akan tetapi dengan pihak-pihak lain, pemilik
proyek membentuk fungsi-fungsi pengelolaan, pengawasan atau pemantauan.

Dengan swa-kelola, pemilik proyek juga memiliki angkatan kerja yang sesungguhnya (tukang
kayu, tukang besi, tukang beton) dalam daftar pembayarannya.

Pekerja-pekerja/tukang-tukang (tenaga/angkutan) masuk dalam pengeluaran mereka.


Biasanya, dengan sistim swakelola. Pemilik proyek memberikan beberapa pekerjaan khusus
ke pihak luar.

Kontrak Berbasis Kinerja (Performance Based Contract, PBC)

Belakangan ini di Indonesia mulai diperkenalkan suatu bentuk Kontrak yang berbasis kinerja
atau didunia Barat lazim disebut Performance Based Contract (PBC).

Bentuk Kontrak ini memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut :

Modul 2
32
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
 Pemilihan penyedia jasa berdasarkan kinerja yang dihasilkan bukan berdasarkan
nilai/harga penawaran yang terendah. Dengan kata lain yang dinilai adalah sistem
tertentu yang kinerjannya baik dan memenuhi kerangka acuan tugas (Term Of Reference
- TOR) yang diminta. Jadi disini yang diprioritaskan adalah kinerja dari suatu system
tertentu, bukan harga.

 Bentuk kontrak adalah bentuk terintegrasi seperti Rancang Bangun/Design Built atau
Engineering Procurement and Construction – EPC) yaitu perencanaan/Engineering,
pengadaan – Procurement dan pelaksanaan – Construction). Bahkan kontrak ini
ditambah dengan tugas pemeliharaan.

 Pembayaran dilakukan seperti kontrak EPC (secara bertahap) sesuai tahapan yang telah
dicapai seperti tersebut butir 5.7.2.

 Setelah proyek selesai, pengguna jasa yang memenangkan tender akan mendapatkan
kontrak pemeliharaan.

 Yang dimaksud dengan penilaian kinerja antara lain adalah misalnya biaya
konstruksi/sistem relatif mahal, namun biaya pemeliharaan sangat rendah, sehingga
secara keseluruhan proyek tersebut kinerjanya baik. Dengan kata lain, mahal pada waktu
pembangunan, murah didalam pemeliharaan.

LATIHAN 2
Bentuk kontrak yang mana lebih disukai, fixed lump sum price contract atau fixed unit price
contract? Jelaskan alasan anda.

RANGKUMAN
Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi Pasal 1 Ayat 8,
Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan
hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Dalam hal penggunaan bahasa, Kontrak Kerja Konstruksi harus dibuat dalam bahasa
Indonesia. Sedangkan Kontrak Kerja Konstruksi yang dilakukan dengan pihak asing harus
dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Jika terjadi perselisihan dengan pihak
asing mengenai penggunaan bahasa maka digunakan Kontrak Kerja Konstruksi dalam
bahasa Indonesia.

Unsur-unsur yang harus ada dalam kontrak konstruksi adalah

d. Adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa;


e. Adanya objek, yaitu konstruksi;

Adanya dokumen yang mengatur hubungan antara pengguna jasa dan penyedia jasa.

Jenis-jenis kontrak kerja konstruksi dapat ditemui di

Modul 2
33
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
3. Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
sebagaimana telah diubah dan terakhir perubahan-perubahannya termasuk PP No. 54
tahun 2016 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2000.
4. Peraturan Presiden no.54 tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
serta perubahan-perubahannya termasuk Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor
4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden no.54 tahun 2010

EVALUASI MATERI 2
1. Aspek hukum apa sajakah yang perlu diperhatikan dalam kontrak kerja konstruksi
sehingga tidak berdampak hukum?
2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya sengketa konstruksi ?
3. Jenis Sengketa kontrak kerja konstruksi apakah yang sering terjadi dalam pelaksanaan
suatu kontrak kerja konstruksi?
4. Kekuatan dokumen apa yang diperlukan dalam sengketa konstruksi?

UMPAN BALIK
Cocokan jawaban anda dengan Kunci Jawaban, untuk mengetahui tingkat penguasaan anda
terhadap materi Modul

TINDAK LANJUT
Bila anda dapat menjawab salah satu dari pertanyaan diatas, Anda dapat meneruskan ke
materi selanjutnya. Tetapi belum bisa menjawab soal diatas, Anda harus mengulangi materi
modul 2, terutama bagian yang belum anda kuasai.

Modul 2
34
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
MATERI

PROSES TERJADINYA

3 KONTRAK KERJA
KONSTRUKSI

Indikator Keberhasilan

Di akhir pelatihan Materi 3 ini peserta mampu menjelaskan proses terjadinya


kontrak kerja konstruksi sejak pengumumen sampai dengan tanda tangan
kontrak,

MATERI 3 PROSES TERJADINYA KONTRAK KONTRUKSI

3.1 PROSES UMUM TERJADINYA KONTRAK KONSTRUKSI

Gambar 2. Proses terjadinya kontrak

Proses terjadinya kontrak kerja konstruksi dalam industri konstruksi umumnya dimulai
dengan tahap perencanaan dan diakhiri dengan penandatanganan kontrak itu sendiri.

Dalam tahap persiapan, dokumen tender disusun meliputi penetapan kebutuhan barang
atau jasa, membuat spesifikasi, menetapkan metode pemilihan yang akan dimuat dalam
dokumen tender.

Modul 2
35
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
Tender, atau juga disebut pelelangan dilakukan apabila dokumen tender sudah siap. Proses
tender diawali dengan menerbitkam pengumuman bahwa akan dilakukan tender lengkap
dengan informasi tentang tempat dan waktu tender. Dalam pengumuman itu dijelaskan
mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan, tempat lokasi pekerjaan, tempat dan cara
pendaftaran serta batas waktu pendaftaran, tempat dan waktu pelelangan akan diadakan.
Perusahaan yang bermaksud mengikuti tender harus mengambil dokumen tender agar
dapat mengetahui langkah yang harus diambil untuk menyampaikan penawaran.

Selanjutnya dokumen penawaran yang diterima pada tanggal dan tempat yang ditetapkan
dari peserta lelang/calon penyedia jasa dievaluasi dengan cara-cara sesuai dengan
dokumen tender. Unsur yang dinilai meliputi segi administrasi, teknis dan harga, mengacu
pada keriteria, metode dan tatacara yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan
penyedia jasa. Hasil evaluasi yang menghasilkan usulan peserta lelang yang menang,
dibukukan dalam Laporan Evaluasi Tender. Jika persyaratan lain sudah dipenuhi (antara lain
telah menyerahkan jaminan pelaksanaan) maka kontrak dapat ditanda tangani.

PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH,

Prosedur terjadinya Kontrak Kerja Konstruksi untuk pekerjaan konstruksi Pemerintah diatur
dengan prosedur pengadaan barang/jasa Pemerintah yang dapat ditemui di:

1. UU no.2/2017 tentang Jasa Konstruksi


2. PP no.29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan PP no.54/2016
3. Perpres no.54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi sebagaimana telah
diubah dan terakhir dengan Perpres no.4/2016
4. Permen PU No 7 Tahun 2011, sebagaiman telah diubah dan terakhir dengan Permen
PUPR No.31/2015

Undang-undang no.2/2017 memuat ketentuan tentang pemilihan Penyedia Jasa (paragraph


2 tentang pemilihan Penyedia Jasa, pasal 41 sampai dengan Pasal 44). Namun ketentuan-
ketentuan ini ditutup dengan pasal 45 yang berisi tentang adanya ketentuan lebih lanjut
mengenai pemilihan Penyedia Jasa dan penetapan Penyedia Jasa dalam hubungan kerja
Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 44 yang
diatur dalam peraturan pemerintah. Namun sampai dengan saat ini belum ada Peraturan
Pemerintah yang terbit sebagai tindak lanjut UU no.2/2017 ini. Peraturan Pemerintah yang
ada dan tidak bertentangan dengan UU ini masih berlaku.

Selanjutnya tahapan yang lebih detil mengenai pemilihan Peyedia Jasa Pekerjaan
Konstruksi dapat diikuti di Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagai yang sudah beberapa kali diubah dan terakhir dengan Perpres no. 4 th
2015. Berikut ini tahapan secara ringkas berdasarkan Perpres tersebut.

Modul 2
36
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
Sebelum proses pemilihan, Pengguna Jasa harus sudah menyiapkan Isi dokumen tender
yang menurut Perpres 54/2010 pasal 64 ayat (3) paling tidak terdiri dari:

a. undangan/pengumuman kepada calon Penyedia Barang/Jasa;


b. instruksi kepada peserta Pengadaan Barang/Jasa;
c. syarat-syarat umum Kontrak;
d. syarat-syarat khusus Kontrak;
e. daftar kuantitas dan harga;
f. spesifikasi teknis, KAK dan/atau gambar;
g. bentuk surat penawaran;
h. rancangan Kontrak;
i. bentuk Jaminan; dan
j. contoh-contoh formulir yang perlu diisi.

PEMBERITAHUAN ATAU PENGUMUMAN

Pada umumnya pengguna jasa akan terlebih dahulu membuat pengumuman atau
pemberitahuan dengan membuka penawaran melalui suatu pelelangan untuk mencari
penyedia jasa yang sanggup untuk melaksanakan pekerjaan. Pengumuman dilakukan
diumumkan paling kurang diwebsite K/L/D/I, dan papan pengumuman resmi
untukmasyarakat serta Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE,sehingga masyarakat luas
dan dunia usaha yang berminat danmemenuhi kualifikasi dapat mengikutinya (Pasal 36 ayat
(3) Perpres No. 54 Tahun 2010).

Dalam hal ini juga dijelaskan mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan tempat lokasi
proyek atau pekerjaan, dimana tempat pendaftaran dan batas waktu pendaftaran, dimana
dan kapan saat pelelangan akan diadakan.

Bagi pihak penyedia jasa atau kontraktor yang berminat untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut dapat mendaftar secara tertulis dengan memasukkan dokumen penawaran sesuai
dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dalam pengumuman untu ikut sebagai peserta
pelelangan (tender).

Selanjutnya pejabat pemilihan penyedia jasa akan melakukan evaluasi terhadap dokumen
penawaran yang masuk. Pada fase penawaran, pejabat pemilihan wajib melakukan
penilaian terhadap semua penawaran yang masuk. Unsur yang dinilai meliputi segi
administrasi, teknis dan harga, menagcu pada keriteria, metode dan tatacara yang telah
ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia jasa.

PERSYARATAN KUALIFIKASI DAN KLASIFIKASI

1. Kualifikasi

Kualifikasi merupakan proses penilaian kompetensi dankemampuan usaha serta


pemenuhan persyaratan tertentulainnya dari Penyedia Barang/Jasa (Pasal 56 ayat (1)
Perpres 54 Tahun 2010). Dalam tahap kualifikasi ditentukan juga beberapa persyaratan
bagi penyedia jasa yakni

Modul 2
37
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
 Penyedia jasa harus memiliki surat izin usaha pada bidang usahanya (IUJK);
 Mempunyai kapasitas menandatangani kontrak pengadaan;
 Tidak masuk daftar hitam dan tidak dalam pengawasan pengadilan;
 Tidak bangkrut/pailit;
 Kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksinya tidak sedang
menjalani sanksi pidana.

Kualifikasi dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu prakualifikasi atau pascakualifikasi,
berikut penjelasannya :

a) Prakualifikasi

Sebelum menentukan pihak pemenang yang dipilih untuk mengerjakan pekerjaan


konstruksi tersbut, terlebih dahulu dilakukan prakualifikasi terhadap calon-calon
penyedia jasa yang ada. Prakualifikasi merupakan proses penilaian kualifikasi yang
dilakukan sebelum pemasukan penawaran. Berdasarkan Perpre No. 54 Tahun 2010,
prakualifikasi dilaksanakan untuk pengadaan sebagai berikut:

 Pemilihan penyedia jasa konsultasi;


 Pemilihan penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang bersifat
kompleks melalui pelelangan umum;
 Pemilihan penyedia barang/pekerjaan kontruksi/jasa lainnya yang
menggunakan metode penunjukan langsung, kecuali untuk penanganan
darurat.

Perbuatan prakualifikasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan dasar


perusahaan, baik yang berbentuk badan hukum, maupun yang tidak bentuk badan
hukum dimana mereka mempunyai usaha pokok berupa pelaksanaan pekerjaan
pemborongan, konsultasi, dan pengadaan barang/jasa lainnya.

b) Pascakualifikasi

Pascakualifikasi merupakan proses penilaian kualifikasi yang dilakukan setelah


pemsukan penawaran. Berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010 Pasal 56 ayat (9),
pascakualifikasi dilaksanakan untuk pengadaan sebagai berikut :

 Pelelangan Umum, kecuali Pelelangan Umum untukPekerjaan Kompleks;


 Pelelangan Sederhana/Pemilihan Langsung; dan
 Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi Perorangan.

2. Klasifikasi

Klasifikasi adalah bagian dari kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan


perusahaan pemborong di bidang jasa pemborongan/konstruksi sesuai bidang dan sub
bidang pekerjaan atau penggolongan profesi keterampilan dan keahlian kerja orang
perseorangan di bidang jasa pemborongan tersebut. Klasifikasi usaha jasa
pemborongan/konstruksi terdiri dari:

Modul 2
38
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
(1) Klasifikasi usaha bersifat umum, diberlakukan kepada badan usaha yang mempunyai
kemampuan untuk melaksanakan satu atau lebih bidang pekerjaan. Bidang usaha
jasa pemborongan yang bersifat umum ini harus memenuhi kriteria mampu
mengerjakan bangunan konstruksi atau bentuk fisik lain, mulai dari penyiapan lahan
sampai penyerahan akhir atau berfungsinya bangunan konstruksi.

(2) Klasifikasi usaha bersifat spesialis, diberlakukan kepada usaha orang perseorangan
dan atau badan usaha yang mempunyai kemampuan hanya melaksanakan satu sub
bidang atau satu bagian subbidang pekerjaan. Badan usaha jasa
pemborongan/konstruksi yang bersifat spesialis ini harus memenuhi criteria mampu
mengerjakan bagian tertentu dari bangunan konstruksi atau bentuk fisik lain.

(3) Klasifikasi usaha orang perseorangan yang berketerampilan kerja tertentu,


diberlakukan kepada usaha orang perseorangan yang mempunyai kemampuan
hanya melaksanakan suatu keterampilan tertentu. Badan usaha jasa pemborongan
ini mampu mengerjakan subbagian pekerjaan pemborongan dan bagian tertentu
bangunan konstruksi dengan menggunakan teknologi sederhana.

Pelaksanaan klasifikasi dan kualifikasi usaha orang perorangan dan badan usaha dapat
dilakukan oleh asosiasi perusahaan yang telah mendapat akreditasi dari lembaga.
Tujuan diadakannya standarisasi klasifikasi dan kualifikasi jasa pemborongan/konstruksi
yaitu untuk mewujudkan standar produktivitas dan mutu hasil kerja sehingga mendorong
berkembangnya tanggung jawab profesional di antara para pihak.

PELELANGAN DAN PELULUSAN

Dalam melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan, pejabat pengadaan


harus terlebih dahulu menetapkan metode pemilihan penyedia barang/jasa, metode
penyampaian dokumen, metode evaluasi penawaran, metode penilaian kualifikasi dan jenis
kontrak yang paling sesuai dengan pengadaan barang/jasa yang bersangkutan. Untuk
pengadaan pekerjaan pemborongan sendiri dapat digunakan metode pelelangan umum,
pelelangan terbatas, pemilihan langsung, penunjukan langsung, atau pengadaan langsung.

1. Pelelangan Umum adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan


secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan
pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat dunia usaha yang
berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.

2. Pelelangan Terbatas adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa yang diumumkan


secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi dengan
mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu, guna memberi
kesempatan kepada penyedia barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi.

3. Pemilihan Langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tanpa melalui
pelelangan umum atau pelelangan terbatas yang dilakukan dengan membandingkan
sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawar dari penyedia
barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi dan langsung dilakukan negosiasi baik teknis
maupun harga.

Modul 2
39
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
4. Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa dengan cara
menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa.

5. Pengadaan Langsung adalah pemilihan penyedia barang/jasa dengan penunjukan


langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik
teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat
dipertanggungjawabkan.

Ukuran untuk menentukan pelulusan adalah penawaran yang paling menguntungkan bagi
Negara dan yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai calon pemenang, dengan
memperlihatkan keadaan umum dan keadaan pasar, baik untuk jangka pendek atau jangka
menengah. Dalam praktek pelaksanaan pelelangan, penentuan pelulusan pelelangan
didasarkan atas penawaran yang terendah yang dapat dipertanggung-jawabkan (the lowest
responsible bid).

SANGGAHAN DAN PENUNJUKAN PEMENANG

Dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 ditentukan bahwa peserta pemilihan Penyedia atau
lelang yang merasa keberatan atas penetapan pemenang lelang diberikan kesempatan
untuk mengajukan sanggahan secara tertulis, selambat- lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari
kerja setelah pengumuman pemenang lelang (Pasal 82 ayat (1) Perpres No. 54 Tahun
2010). Dalam Pasal 81 ayat (1) ditentukan bahwa Peserta pemilihan yang merasa dirugikan
dapat mengajukan surat sanggahan kepada instansi pemerintah pengguna jasa konstruksi,
apabila menemukan :

1. Penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang telah diatur dalam Peraturan
Presiden ini dan yang telah ditetapkan dalam dokumen Pengadaan Jasa;
2. Adanya rekayasa tertentu yang mengakibatkan terjadinya persaingan yang tidak
sehat;
3. Adanya penyalahgunaan wewenang oleh ULP dan/ atau Pejabat yang berwenang
lainnya.

Kemudian Pengguna Jasa akan mengeluarkan surat penunjukan penyedia barang/jasa


(SPPBJ) sebagai pelaksana pekerjaan yang dilelangkan, dengan ketentuan :

1. Tidak ada sanggahan dari peserta lelang;


2. Sanggahan maupun sanggahan banding yang diterima pejabat yang berwenang
terbukti tidak benar;
3. Sanggahan yang diterima melewati waktu masa sanggah atau telah berakhir.

3.2 TAHAP PEMBUATAN KONTRAK

Dengan catatan bahwa pelelangan tidak dinyatakan gagal dan diperoleh calon penyedia jasa
yang dinyatakan menang, maka tahapan selanjutnya adalah pembentukan kontrak antara
pihak pengguna jasa atau PPK dengan penyedia jasa yang dinyatakan sebagai pemenang.
Para pihak harus segera melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pembuatan
kontrak, setelah semua lengkap maka dikeluarkanlah surat perjanjian (kontrak). Selanjutnya

Modul 2
40
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
para pihak akan saling merevisi, melengkapi isi atau klausul dalam perjanjian tersebut.
Apabila telah terjadi kesepakatan, para pihak wajib menandatangani kontrak tersebut.
Selanjutnya kontrak tersebut akan menjadi acuan atau pedoman bagi para pihak untuk
melaksanakan pekerjaan.

LATIHAN 3

1. Tahukah anda perubahan yang di lakukan di pasal 4b Permen PU No.07/MRT/M/2014?


2. Ingatkah anda tentang pacta sunt servanda? Tentang apakah itu?

RANGKUMAN

Sebagaimana yang disusun dalam Prosedur Pengadaan Barang/Jasa, proses terjadinya


suatu kontrak kerja konstruksi dilakukan sesuai dengan tahapan-tahapan yang sudah
ditetapkan dan harus dilakukan oleh para pihak. Proses terjadinya kontrak kerja konstruksi
dimulai dengan proses pemilihan pihak kontraktor atau penyedia jasa oleh pihak pengguna
jasa. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam proses terjadinya kontrak kontruksi
pada umumnya diawali dengan pengumuman akan diselenggarakannya pemilihan penyedia
jasa. Dalam pengumuman itu dijelaskan mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan,
tempat lokasi pekerjaan, tempat dan cara pendaftaran serta batas waktu pendaftaran,
tempat dan waktu pelelangan akan diadakan. Selanjutnya penyedia jasa yang berminat
mengikuti lelang mengajukan penawaran sesuai persyaratan. Setelah itu penawaran-
penawaran yang masuk dievaluasi.. Unsur yang dinilai meliputi segi administrasi, teknis dan
harga, mengacu pada keriteria, metode dan tatacara yang telah ditetapkan dalam dokumen
pemilihan penyedia jasa.

EVALUASI MATERI 3
1. Sebutkan tahapan proses terjadinya kontrak!
2. Apa yang dimaksud dengan pelelangan Umum?

UMPAN BALIK
Cocokan jawaban anda dengan Kunci Jawaban, untuk mengetahui tingkat penguasaan anda
terhadap materi Modul

Tindak Lanjut
Bila anda dapat menjawab salah satu dari pertanyaan diatas, Anda dapat meneruskan ke
materi selanjutnya. Tetapi belum bisa menjawab soal diatas, Anda harus mengulangi materi
modul 3, terutama bagian yang belum anda kuasai.

Modul 2
41
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
MATERI

PRINSIP HUKUM KONTRAK


4 KERJA KONSTRUKSI

Indikator Keberhasilan

Di akhir pelatihan Materi 4 ini peserta mampu menjelaskan prinsip hukum


kontrak kerja konstruksi dan lingkup hukum kontrak kerja konstruksi.

MATERI 4 PRINSIP DAN LINGKUP HUKUM KONTRAK KONTRUKSI

4.1 PRINSIP HUKUM KONTRAK KERJA KONSTRUKSI


Kontrak kerja konstruksi sebagai bentuk perjanjian merupakan sebuah produk hukum dan
oleh karena itu, sebagai produk hukum harus mengikuti prinsip hukum. Dalam hal ini kontrak
kerja konstruksi tidak terlepas dari prinsip perikatan, yaitu terjadinya peristiwa hukum yang
mengikat para pihak.
Perikatan yang berhubungan dengan kontrak kerja konstruksi adalah suatu hubungan
hukum yang menyatakan bahwa satu pihak berhak menuntut suatu prestasi kepada pihak
lain dan pihak lain berkewajiban memenuhi suatu prestasi. Pihak yang berhak menuntut
prestasi disebut kreditor sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi disebut
debitor.
Suatu perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang sedang
tujuannya untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu. (KUHPerdata Pasal 1234}
Pasal-pasal berikutnya menguraikan masing-masing tujuan perikatan tersebut di atas. Dalam
perikatan untuk memberikan sesuatu, termasuk kewajiban untuk menyerahkan barang yang
bersangkutan dan untuk merawatnya sampai saat penyerahan. Luas tidaknya kewajiban
merawat ini tergantung pada persetujuan tertentu; sedangkan akibatnya ditunjuk dalam bab-
bab yang bersangkutan. Dalam hal debitur menjadi tidak mampu untuk menyerahkan barang
itu atau tidak merawatnya dengan baik, maka ia wajib memberi ganti biaya, kerugian dan
bunga kepada kreditur.

Modul 2
42
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan
kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang
bersangkutan, maka barang itu menjadi tanggungannya semenjak perikatan dilakukan,.
Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, bila debitur tidak
memenuhi kewajibannya. wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya,
kerugian dan bunga, Walaupun demikian, kreditur berhak menuntut penghapusan segala
sesuatu yang dilakukan secara bertentangan dengan perikatan dan ia dapat minta kuasa
dari Hakim untuk menyuruh menghapuskan segala sesuatu yang telah dibuat itu atas
tanggungan debitur. Hal ini tidak mengurangi hak untuk menuntut penggantian biaya,
kerugian dan bunga, jika ada alasan untuk itu.
Bila perikatan itu tidak dilaksanakan, kreditur juga boleh dikuasakan untuk melaksanakan
sendiri perikatan itu atas biaya debitur.
Jika perikatan itu bertujuan untuk tidak berbuat sesuatu, maka pihak mana pun yang berbuat
bertentangan dengan perikatan itu, karena pelanggaran itu saja, diwajibkan untuk mengganti
biaya, kerugian dan bunga.
Seperti telah ditulis sebelumnya prinsip hukum Kontrak Kerja Konstruksi dalam Undang-
Undang Jasa Konstruksi, berdasarkan pada azas-azas Kejujuran dan keadailan, Azas
manfaat, azas keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan serta azas
keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat dan negara.
Dalam merencanakan, melaksanakan dan mengawasi sebuah proyek konstruksi diperlukan
suatu bentuk perikatan tertulis antara pengguna jasa (pemilik proyek/pemberi tugas) dan
penyedia jasa (konsultan).
Bentuk perikatan mengenai kegiatan industri jasa konstruksi inilah yang dikenal dengan
kontrak konstruksi atau perjanjian konstruksi yang di negara barat dikenal dengan istilah
construction contract/construction agreement. (Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia, Ir.
H. Nazarkhan Yasin)
Sedangkan Imam Soehanto (1995 : 552) mendefinisikan kontrak konstruksi sebagai suatu
proses dimana pemilik proyek membuat suatu ikatan dengan agen dengan tugas
mengkoordinasikan seluruh kegiatan penyelenggaraan proyek termasuk studi kelayakan,
desain, perencanaan, persiapan kontrak konstruksi dan lain-lain, kegiatan proyek dengan
tujuan meminimkan biaya dan jadwal serta menjaga mutu proyek.
Undang-Undang Nomer 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dalam pasal 46 ayat (1)
mengatur sebagai berikut : “Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak
yang mengatur hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam
penyelenggaraan Jasa Konstruksi”.
Praktek Kontrak Konstruksi di Indonesia, dapat digolongkan menjadi versi Pemerintah, versi
swasta nasional dan versi swasta asing.
a. Versi pemerintah
Biasanya tiap departemen memiliki “standar” sendiri. Standar yang biasanya dipakai
adalah standar departemen pekerjaan umum. Bahkan pekerjaan umum memiliki lebih
dari satu standar karena masing-masing direktorat jendral mempunyai standar sendiri-
sendiri.

Modul 2
43
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
b Versi Swasta Nasional
Versi ini beraneka ragam sesuai pengguna jasa / pemilik proyek. Kadang-kadang
mengutip standar departemen atau yang sudah lebih maju mengutip (sebagian) system
kontrak luar negeri seperti FIDIC (Federation Internationale Des Ingenieurs Counsels),
JCT (Joint Contract Tribunals)
c Versi swasta/asing
Umumnya para pengguna jasa / pemilik proyek asing manggunakan kontrak dengan
system FIDIC atau JCT. (Mengenal Kontrak Konstruksi Di Indonesia, Ir. H. Nazarkhan
Yasin).

4.2 LINGKUP HUKUM KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

Kontrak Kerja Konstruksi berada dalam lingkup hukum sejak mulai proses awal terjadinya
kontrak tersebut, yaitu sejak proses pengadaan yang terkait dengan pengadaan barang dan
jasa. Bidang hukum yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa adalah:
1. . hubungan antara penyedia jasa dan pengguna jasa pada proses persiapan sampai
dengan proses penerbitan surat penetapan penyedia jasa konstruksi diatur menurut.
Hukum Administrasi Negara, (HAN)/Hukum Tata Usaha Negara
2. hubungan antara penyedia jasa dan pengguna jasa sejak penandatanganan kontrak
sampai dengan berakhirnya kontrak kerja konstruksi diatur menurut Hukum Perdata.
3. hubungan antara penyedia jasa dan pengguna jasa sejak proses pengadaan sampai
dengan selesainya kontrak konstruksi Hukum Pidana.

KONTRAK
PERSIAPAN PELAKSANAAN
SELESAI

HAN Hukum Perdata

Hukum Pidana

Gambar 3. Lingkup hukum Kontrak konstruksi

Modul 2
44
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
Hukum Administrasi Negara (HAN)/Hukum Tata Usaha Negara yang berlaku untuk
pengadaan jasa oleh Pemerintah, mengatur bahwa Pengguna jasa bertindak sebagai
pejabat Negara, bukan mewakili Negara sebagi individu/pribadi. Semua keputusan yang
diambil merupakan keputusan Negara. Hukum ini mengatur pelakssanaan teknis dalam
mengelola negara. Lingkup pengaturan hukum adalaah bentuk dan tingkah laku
pemerintahan, hukum kepegawaian dan peradilan administrasi Negara.

Hukum Perdata mengatur kepentingan perorangan, terdiri dari:

1. Hukum pribadi, yaitu ketentuan hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban serta
kedudukannya dalam hukum.
2. Hukum Keluarga, yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hubungan lahir batin
antara dua orang yang terikat perkawinan dan akibat hukumnya.
3. Hukum Kekayaan, yaitu ketentuan-ketentuan hukum tentang hak-hak perolehan
seseorang dalm hubungannya dengan orang lain yang mempunyaai uang.
4. Hukum waris, yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang tata cara
pemindahan hak miilk seseorang yang meninggal dunia kepada yang berhak memilik
selanjutnya,

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa
yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya. Hukum ini bertujuan untuk melindungi
kepentingan unum yang memiliki implikasi secara langsung pada masyarakar secara luas,
apabila suatu tindak pidana dilakukan akan berampak buruk pada keamanan, ketentraman,
kesejahteraan dan ketetiban umum di masyarakat.

LATIHAN 4

Bagaimana hukum Perdata terkait dengan proses pengadaan barang/jasa Pemerintah?

RANGKUMAN

Kontrak Konstruksi sebagai bentuk perjanjian merupakan sebuah produk hukum dan oleh
karena itu, sebagai produk hukum harus mengikuti prinsip hukum. Dalam hal ini kontrak
kerja konstruksi tidak terlepas dari prinsip perikatan, yaitu terjadinya peristiwa hukum yang
mengikat para pihak.

Prinsip-prinsip yuridis mengenai kontrak konstruksi yang terdapat dalam KUH Perdata
adalah sebagai berikut :

1. Prinsip Korelasi antara tanggung jawab para pihak dengan kesalahan dan penyediaan
bahan bangunan.

2. Prinsip ketegasan Tanggung jawab Pemborong jika bangunan musnah karena cacat
dalam penyusunan atau faktor tidak ditopang oleh kesanggupan tanah.

3. Prinsip Larangan Merubah harga kontrak.

Modul 2
45
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
4. Prinsip kebebasan pemutusan kontrak secara sepihak oleh Pihak Bowheer.

5. Prinsip kontrak yang melekat dengan Pihak Pemborong.

6. Prinsip Vicarious Liability (Tanggung Jawab Pengganti)

7. Prinsip Hak retensi

EVALUASI MATERI 4

Prinsip-prinsip Hukum apakah yang harus dipatuhi dalam suatu kontrak konstruksi?

UMPAN BALIK
Cocokan jawaban anda dengan Kunci Jawaban, untuk mengetahui tingkat penguasaan
anda terhadap materi Modul

TINDAK LANJUT
Bila anda dapat menjawab salah satu dari pertanyaan diatas, Anda dapat meneruskan ke
materi selanjutnya. Tetapi belum bisa menjawab soal diatas, Anda harus mengulangi
materi modul 4, terutama bagian yang belum anda kuasai.

Modul 2
46
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
PENUTUP
Peserta Diklat yang berbahagia,

Anda telah berhasil menyelesaikan modul pelatihan “Pengetahuan Dasar Kontrak


Konstruksi”. Beberapa hal yang bisa kita jadikan pembelajaran ialah di modul ini telah
dijelaskan pengertian jasa konstruksi, jenis-jenis jenis dan pelaku jasa konstruksi. Juga
dijelaskan tentang kontrak dan kontrak konstruksi, syarat-syarat, unsur-unsur kontrak
konstruksi. Jenis-jenis kontrak konstruksi juga diurakan, secara singkat disampaikan proses
terjadinya kontrak konstruksi serta prinsip dan lingkup kontrak konstruksi.

Demikian rangkuman dari materi pada modul “Pengetahuan Dasar Kontrak Konstruksi”. Apa
yang telah Anda pelajari dari modul ini semoga mampu menambah wawasan Anda.

Modul 2
47
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
KUNCI JAWABAN

EVALUASI MATERI 1
1. Apa yang anda ketahui tentang Jasa Konstruksi?
Definisi Jasa Konstruksi dapat ditemui di Undang-undang no.2/2017 tentang Jasa
Konstruksi. Definisi Jasa Konstruksi dalam Undang-undang berbunyi: Jasa Konstruksi
adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi.

2. Sebutkan pihak-pihak atau peserta yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa


oleh Pemerintah!
Pihak-pihak atau peserta yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa oleh Pemerintah
berdasarkan Pasal 7 dan 19 Perpres No. 54 Tahun 2013 adalah sebagai berikut : (i)
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran; (ii) Pejabat Pembuat Komitmen; (iii)
ULP/Pejabat Pengadaan; (iv) Panitia/ Pejabat Penerima Hasil PekerjaanPanitia/ Pejabat
Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang
bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.

EVALUASI MATERI 2

1. Aspek hukum apa sajakah yang perlu diperhatikan dalam kontrak konstruksi
sehingga tidak berdampak hukum?
Aspek Hukum Kontrak kerja konstruksi
Sesuai dengan pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwasanya seluruh perjanjian
yang dibuat secara syah merupakan undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Sehingga suatu dokumen kontrak sesungguhnya adalah hukum. Adapun beberapa
aspek hukum yang sering menimbulkan dampak hukum yang cukup luas yaitu :
 Penghentian Sementara Pekerjaan
 Pengakhiran perjanjian/Pemutusan kontrak.
 Ganti rugi keterlambatan
 Penyelesaian perselisihan
 Keadaaan memaksa/Force majeure
 Hukum yang berlaku
 Bahasa Kontrak
 Domisili

Modul 2
48
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya sengketa konstruksi ?
Faktor Penyebab sengketa Konstruksi
Berbagai faktor potensial penyebab perselisihan dalam pelaksanaan suatu proyek
konstruksi, dikelompokkan dalam 3 aspek yang saling terkait satu dengan yang lainnya,
sbb :
a. Aspek teknis/mutu
 faktor perubahan lingkup pekerjaan
 faktor perbedaan kondisi lapangan
 faktor kekurangan material yang sesuai dengan spesifikasi teknis
 faktor keterbatasan peralatan
 faktor kurang jelas atau kurang lengkapnya gambar rencana dan/atau spesifikasi
teknis.
b. Aspek waktu
 faktor penundaan waktu pelaksanaan pekerjaan
 faktor percepatan waktu penyelesaian pekerjaan
 faktor keterlambatan waktu penyelesaian pekerjaan
c. Aspek biaya
 faktor penambahan biaya pengadaan sumber daya proyek
 faktor penambahan biaya atas hilangnya produktivitas
 faktor penambahan biaya atas biaya overhead dan keuntungan.

3. Jenis Sengketa kontrak kerja konstruksi apakah yang sering terjadi dalam
pelaksanaan suatu kontrak kerja konstruksi?
Yang paling sering terjadi adalah gabungan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan. Jenis
sengketa ini sering terjadi saat pelaksanaan konstruksi karena sering terjadinya
perubahan perubahan lingkup pekerjaan pada waktu pelaksanaan konstruksi, yang bagi
penyedia jasa (kontraktor) dapat mengakibatkan adanya perubahan biaya pada
pelaksanaan pekerjaan dan juga dapat berakibat adanya perubahan waktu pelaksanaan
konstruksi. Dalam hal ini, batasan dana (anggaran) yang dimiliki oleh pemilik pada saat
pelaksanaan konstruksi juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya sengketa.

4. Kekuatan dokumen apa yang diperlukan dalam sengketa konstruksi?


Dokumen yang terbit lebih akhir adalah yang lebih kuat/mengikat untuk dilaksanakan.
Apabila tidak ditentukan lain, sesuai dengan prinsip tersebut diatas, maka urutan
prioritas pelaksanaan pekerjaan adalah berdasarkan :
 Instruksi tertulis dari Konsultan MK (jika ada)
 Addendum Kontrak (jika ada)
 Surat Perjanjian Pemborongan dan Syarat-syarat perjanjian
 Surat Perintah Kerja, Surat Penunjukan
 Berita Acara Negosiasi
 Berita Acara Klarifikasi

Modul 2
49
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
 Berita Acara Aanwijzing
 Syarat-syarat Administrasi
 Spesifikasi teknis
 Gambar Rencana dan Rincian Nilai Kontrak

EVALUASI MATERI 3

1. Sebutkan tahapan proses terjadinya kontrak!


Pada umumnya diawali dengan pengumuman akan diselenggarakannya pemilihan
penyedia jasa. Dalam pengumuman itu dijelaskan mengenai pekerjaan yang akan
dilaksanakan, tempat lokasi pekerjaan, tempat dan cara pendaftaran serta batas waktu
pendaftaran, tempat dan waktu pelelangan akan diadakan. Selanjutnya penyedia jasa
yang berminat mengikuti lelang mengajukan penawaran sesuai persyaratan. Setelah itu
penawaran-penawaran yang masuk dievaluasi

2. Apa yang dimaksud dengan pelelangan Umum?


Pelelangan Umum adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan
secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan
pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat dunia usaha yang
berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.

EVALUASI MATERI 4
1. Prinsip-prinsip Hukum apakah yang harus dipatuhi dalam suatu kontrak
kontstruksi?
Dalam KUH Perdata Indonesia tidakbanyak mengatur tentang kontrak kerja konstruksi.
Kebanyakan ketentuan tenatang hukum konstruksi tersebut bersifat hukum mengatur,
jadi umumnya dapat dikesampingkan oleh para Pihak. Adapun prinsip-prinsip yuridis
mengenai kontrak konstruksi yang terdapat dalam KUH Perdata adalah sebagai berikut:
 Prinsip Korelasi antara tanggung jawab para pihak dengan kesalahan dan
penyediaan bahan bangunan.
 Prinsip ketegasan Tanggung jawab Pemborong jika bangunan musnah karena cacat
dalam penyusunan atau faktor tidak ditopang oleh kesanggupan tanah.
 Prinsip Larangan Merubah harga kontrak.
 Prinsip kebebasan pemutusan kontrak secara sepihak oleh Pihak Bowheer.
 Prinsip kontrak yang melekat dengan Pihak Pemborong.
 Prinsip Vicarious Liability (Tanggung Jawab Pengganti)
 Prinsip Hak retensi

Modul 2
50
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
DAFTAR PUSTAKA
Perundang-undangan.
 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
 Undang-undang nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
 Peraturan Pemerintah No. 28/2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa
Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan PP No. 4/2010 Tentang Perubahan Atas
PP No. 28/2000 dan PP No. 92/2010 Tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 28/2000
Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
 Peraturan Pemerintah No. 29/2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
54 Tahun 2016 tentang perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah no. 29 Tahun 2000
tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
 Peraturan Pemerintah No. 30/2000 Tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa
Konstruksi
 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015
Tentang Perubahan Keempat Atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah
 Peraturan Menteri PU no. 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan
Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi sebagaimana telah diubah dengan Permen
PU no.14/PRT/M/2013 Tentang Perubahan atas Permen PU no.07/PRT/M/2011, Permen
PU no.07/PRT/M/2014 Tentang Perubahan kedua atas dan Permen PUPR
no.31/PRT/M/2015 Tentang Perubahan Ketiga

Literatur:
Yasin, Ir.H.Nazarkhan, “Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia”, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2006
Hansen, Seng, “Manajemen Kontrak Konstruksi”, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2015
Hardjomuljadi, Sarwono, “Pengantar Kontrak Konstruksi, FIDIC Conditions of Contract”
Logoz Publishing, Bandung, 2014
Mudjisantosa & Arif Rachman, “Pengantar Pengadaan dan Kontrak Jasa Konstruksi”,
CV. Primaprint Yogyakarta, Yogyakarta, 2014
Marks, Raymond John, “Aspects of Civil Engineering Procedures”, Pergamon Press, 1978

Modul 2
51
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
Referensi:
 thelawdictioary.org
 http://business-law.binus.ac.id/2017/04/29/sekilas-perihal-kontrak-kerja-konstruksi/

Modul 2
52
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
GLOSARI

Almatsus : Alat material khusus


Alutsista : alat utama sistem senjata
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
ASN : Aparatur Sipil Negara
BUMD : Badan Usaha Milik Daerah
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
construction contract : Lihat Kontrak Konstruksi
e-procurement : pengaturan pengadaan melalui sistem elektronik
FIDIC : Federations Internationale des Ingenieurs-Conseils
Jasa Konstruksi : layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan
konstruksi
Kontrak Konstruksi : Perjanjian antara dua pihak dalam pelaksanaan
konstruksi bangunan maupun infrastruktur. Menurut
UU No.2/2017 perjanjian semacam ini disebut Kontrak
Kerja Komstruksi
Kuasa Pengguna Anggaran; : Pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan
KPA APBN atau pejabat yang ditetapkan oleh Kepala
Daerah untuk menggunakan APBD
Litigasi : bentuk penyelesaian sengketa dalam acara
persidangan di peradilan umum
Non-litigasi : bentuk penyelesaian sengketa di luar peradilan umum
Panitia/ Pejabat Penerima : panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang
Hasil Pekerjaan; PPHP bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan
Pejabat Pengadaan : Personil yang memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan
Barang/Jasa yang melaksanak-an pengadaan
barang/jasa.
Pengguna Anggaran, PA : Pejabat pemegang kewenangan penggunaan
anggaran Kementrian/ Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada
institusi lain Pengguna APBN/APBD
Pengguna Jasa; Pengguna : Orang perseorangan atau badan sebagai pemberi
Jasa Konstruksi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan
layanan jasa konstruksi.

Modul 2
53
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi
Di sektor publik, lembaga negara dengan
menggunakan anggaran yang telah ditentukan baik
(APBN dan APBD)
Penyedia Jasa; Penyedia : Orang perseorangan atau badan, yang kegiatan
Jasa Konstruksi usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi
Permen : Peraturan Menteri
Perpres : Peraturan Presiden
PMBOK : Project Management Body of Knowledge
PP : Peraturan Pemerintah
PU : Pekerjaan Umum
TKDN : Tingkat Komponen Dalam Negeri
Unit Layanan Pengadaan; : Unit organisasi pemerintah yang berfungi
ULP melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat
permanen
UU : Undang-undang

Modul 2
54
Kontrak Konstruksi dan Perundang-Undangan Kontrak Konstruksi

Anda mungkin juga menyukai