KEGIATAN
PEMANTAUAN, PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN PRODUK HUKUM BIDANG
PELAKSANAAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN
PERUMAHAN
LAPORAN AKHIR
TA- 2021
Oleh :
KATA PENGANTAR
Sehubungan telah ditunjuk sebagai Konsultan Individu Bidang Teknis Kajian Perundang-
Undangan Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan dalam Kegiatan di
Bidang Pengadaan Jasa Konsultasi pada Satuan Kerja Pembiayaan Pekerjaan Umum dan
Perumahan Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan
Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, berdasarkan Surat
Perjanjian Kerja Nomor: 28/SPK/TA/PK-OMP/2021, untuk melakukan kegiatan
PEMANTAUAN, PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN PRODUK HUKUM BIDANG
PELAKSANAAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN
PERUMAHAN Tahun 2021
Adapun beberapa hal yang disampaikan pada laporan ini berfokus pada upaya memahami
informasi yang disampaikan pada Satuan Kerja Pembiayaan Pekerjaan Umum dan
Perumahan dan menyusun rencana kerja sesuai yang diarahkan dalam KAK.
Selain membuat laporan, kami turut membantu memberikan ide dan masukan dalam
kegiatan Pemantauan, Pembinaan Dan Pendampingan Produk Hukum Bidang
Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum Dan Perumahan.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Tenaga Ahli
Satuan Kerja Pembiayaan Perumahan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Proses Penyelenggaran Rususn Bersubsidi dengan Skema KPBU ............ 5
Gambar 1.2. Alur Pikir Kajian Implementasi tentang Pengaturan Penyelenggaraan
KPBU pada Proyek Pembangunan Rumah Susun Bersubsidi .................... 5
Gambar 1.3. Metodologi Kajian .......................................................................................... 7
Gambar 3.1. Konsep Pengelolaan Rusun Provinsi Jawa Barat ...................................... 54
Gambar 3.2. Rusunawa di Kota Bandung ........................................................................ 62
Gambar 3.3. Sebaran Rusun dan Apartemen di Kota Bandung ..................................... 62
Gambar 3.4. Sebaran Rencana Apartemen Rakyat ........................................................ 65
Gambar 3.5. Siteplan Apartemen Rakyat PALDAM. ....................................................... 67
Gambar 3.6. Ilustrasi Apartemen Rakyat PALDAM. ........................................................ 67
Gambar 3.7. Info Grafis Rencana Apartemen Rakyat PALDAM ..................................... 68
Gambar 3.8. Siteplan Apartemen Rakyat Nyengseret ..................................................... 68
Gambar 3.9. Lokasi Perumahan Rakyat Derwati ............................................................. 69
Gambar 3.10. Lokasi Perumahan Rakyat Cingised ........................................................... 69
Gambar 3.11. Lokasi Perumahan Rakyat Kiaracondong................................................... 70
Gambar 3.12. Lokasi Perumahan Rakyat Simpang Dago ................................................. 71
Gambar 3.13. Lokasi Perumahan Rakyat Simpang Dago ................................................. 71
Gambar 3.14. Lokasi Perumahan Rakyat Simpang Dago ................................................. 72
Gambar 3.15. Lokasi Rusun Desa Besar Medan............................................................... 74
Gambar 3.16. Lokasi Rusun Desa Besar Medan............................................................... 75
Gambar 3.17. Tahapan Pembngunan Rusun Desa Besar Medan .................................... 75
Gambar 3.18. Rusunawa Limusnunggal Kecamatan Cileungsi ........................................ 77
Gambar 3.19. Rusunawa di Kota Surabaya ....................................................................... 80
Gambar 4.1. Skema Komersial KPBU ............................................................................. 94
Gambar 4.2. Prinsip Daya Tarik Pihak Swasta ................................................................ 96
Gambar 4.4. Ilustrasi Lahan satu hamparan dengan konsep peruntukan bagi MBR
secara maksimal (Rusunawa+Komersial) ................................................ 102
Gambar 4.5. Ilustrasi Lahan tidak satu hamparan dengan konsep peruntukan
Rusunawa+Komersial ............................................................................... 103
Gambar 4.6. Ilustrasi Lahan satu hamparan dengan konsep peruntukan bagi MBR
secara maksimal (Rusunami+Komersial) ................................................. 104
Gambar 4.7. Ilustrasi Lahan tidak satu hamparan dengan konsep peruntukan
Rusunami + Komersial .............................................................................. 104
Atas dasar hal tersebut, maka dalam upaya poin a dan b, dilakukan kajian
terkait pengaturan penyelenggaraan KPBU pada proyek-proyek pembangunan
perumahan bersubsidi.
Berangkat dari pemikiran bagaimana cara menarik minat investor untuk
investasi pembangunan perumahan, khususnya untuk pembangunan
perumahan MBR salah satunya perumahan vertikal. Maka investasi-investasi
pemberian peluang pengelolaan lahan yang provitable menjadi salah satu
alternatif. Atas dasar hal tersebut maka perlu adanya kajian implementasi
tentang pengaturan penyelenggaraan KPBU pada proyek-proyek
pembangunan perumahan bersubsidi. Harapan hasil kajian ini dapat menjadi
masukan bagi penyempurnaan peraturan tentang penyelenggaraan KPBU
dibidang perumahan bersubsidi khususnya penyelenggaran rumah susun sewa
(rusunawa), sehingga proyek KPBU dapat menarik bagi pihak swasta dan dapat
sinergi mendukung program pemerintah dalam pemenuhan perumahan bagi
masyarakat.
1.2.2. Tujuan
a. melakukan pembinaan produk hukum bidang Pembiayaan Infrastruktur
Pekerjaan Umum dan Perumahan; dan
b. menjaring masukan atas pelaksanaan Pemantauan, Pembinaan dan
Pendampingan Produk Hukum Bidang Pelaksanaan Pembiayaan
Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Tahun 2021 dan
Perumahan.
c. memberikan masukan bagi penyempurnaan peraturan tentang
penyelenggaraan KPBU dibidang perumahan bersubsidi khususnya
penyelenggaran rumah susun sewa (rusunawa), sehingga proyek KPBU
dapat menarik bagi pihak swasta dan dapat sinergi mendukung program
pemerintah dalam pemenuhan perumahan bagi masyarakat.
Gambar 1.2. Alur Pikir Kajian Implementasi tentang Pengaturan Penyelenggaraan KPBU
pada Proyek Pembangunan Rumah Susun Bersubsidi
1. Mengkaji Teori dan kebijakan juga best practice skema KPBU infrastruktur
lain yang dapat di adopsi untuk KPBU Rusunawa
Untuk lebih jelas mengenai pendekatan dan yang digunakan dapat dilihat pada
gambar berikut.
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan, alur pikir,
pendekatan dan metodologi, serta sistematika pembahasan.
BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN TENTANG KPBU RUMAH SUSUN
Memuat uraian tentang tinjauan teori mengenai KPBU dan RUSUN, serta
uraian mengenai analisa peraturan perundang-undangan dan kebijakan
terkait
BAB 3 PEMBANGUNAN RUSUNAWA DAN RUSUNAMI DI DAERAH
Memuat uraian tentang profil best practice pembangunan rusunawa dan
rusunami di beberapa daerah, serta terdapat identifikasi permasalahan
pembangunan dan pengelolaan rusunawa dan rusunami di daerah.
BAB 4 ANALISIS DAN INOVASI MODEL KPBU RUMAH SUSUN
Memuat uraian mengenai potensi kerjasama untuk menarik minat investor
serta pembahasan mengenai dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan
dan peraturan perundang-undangan terkait.
BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab terakhir berisi kesimpulan dan rekomendasi yang menyajikan secara
ringkas semua temua pada bab sebelumnya.
yang mengatur kewajiban hukum yang mengikat untuk mengelola (seluruh atau
sebagian) jasa, usaha dan kegiatan untuk kepentingan publik/umum dimana
swasta bertanggung jawab membiayai investasi dan manajemennya. Lain lagi
di Afrika Selatan, diimana PPP secara hukum diartikan sebagai transaksi
komersial antara sebuah lembaga dan pihak swasta dalam kondisi pihak
swasta antara lain atas nama institusi bertindak selaku institusi (publik),
dan/atau menggunakan barang milik negara untuk tujuan komersial.
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) di Indonesia diatur dalam
Perpres Nomor 38 Tahun 2015, yakni :
1. unit pelayanan;
Infrastruktur sistem 2. unit pengumpulan;
5 pengelolaan air 3. unit pengolahan;
limbah terpusat 4. unit pembuangan akhir; dan/atau
5. saluran pembuangan air, dan sanitasi.
1. jaringan telekomunikasi;
Infrastruktur
2. infrastruktur e-government; dan/atau
8 telekomunikasi dan
3. infrastruktur pasif seperti pipa saluran media
informatika
transmisi kabel (ducting).
1. sarana pembelajaran;
2. laboratorium;
3. pusat pelatihan;
4. pusat penelitian/pusat kajian;
Infrastruktur fasilitas
5. sarana dan prasarana penelitian dan pengembangan;
15 pendidikan, penelitian
6. inkubator bisnis;
dan pengembangan
7. galeri pembelajaran;
8. ruang praktik siswa;
9. perpustakaan; dan/atau
10. fasilitas pendukung pembelajaran dan pelatihan.
1. lembaga pemasyarakatan;
2. balai pemasyarakatan;
3. rumah tahanan negara;
Infrastruktur 4. rumah penyimpanan benda sitaan dan barang
18
pemasyarakatan rampasan negara;
5. lembaga penempatan anak sementara;
6. lembaga pembinaan khusus anak; dan/atau
7. rumah sakit pemasyarakatan.
Jenis proyek yang dapat dikerjakan dengan skema KPBU yaitu: Proyek
Solicoted (Proyek program Pemerintah/yang di prakarsai oleh Pemerintah) dan
Proyek Unsolicited (Proyek yang prakarsa diprakarsai oleh Badan Usaha).
Calon Pemrakarsa KPBU (Unsolicited) adalah suatu badan usaha berbentuk
Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), Badan Hukum Asing, dan koperasi yang mengajukan suatu
prakarsa KPBU kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah.
Dukungan dan fasilitas KPBU berupa :
Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal
dari perolehan lainnya yang sah.
Suatu hunian vertikal akan dikategorikan sebagai rusun jika memiliki ukuran
dan luas bangunan satu unit hunian rusun berkisar antara 18 m2 hingga 50 m2,
yang mencakup fasilitas pribadi mendasar seperti kamar tidur, ruang tamu atau
keluarga, kamar mandi, serta dapur atau pantry. Selain itu, lingkungan rumah
susun juga harus dilengkapi dengan fasilitas umum serta fasilitas sosial yang
memadai.
2. Biaya perawatan
3. Biaya pemeliharaan
a. Tarif Maksimum
Biaya operasional + biaya perawatan + biaya pemeliharaan
b. Tarif Minimum
Biaya perawatan +biaya pemeliharaan
No Optimalisasi Mekanisme
Pemanfaatan Rusun untuk
Sewa selama 10 tahun dan
1 instalasi Utilitas Base Tranceiver
dapat diperanjang
Station (data dan komunikasi
Kerjasama Pemerintah dan
Transit Oriented Development
2 Badan Usaha, EBA, DIRE<
(TOD)
RDPT
Sumber: Pedoman Pola Pembiayaan Investasi Infrastruktur dan Optimalisasi Aset
Bidang PUPR, DJPI-Kemen PUPR 2017
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
Butir 10. Rumah Umum dalah rumah
yang disengenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan
rumah bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
Butir 24. Masyarakat Berpenghasilan
Rendah yang selanjutnya
disingkat MBR adalah
masyarakat yang mempunyai
keterbatasan daya beli
sehingga perlu mendapat
dukungan pemerintah untuk
memperoleh rumah.
Pasal 21
Ayat (1) Jenis rumah dibedakan
berdasarkan pelaku
pembangunan dan
penghunian yang meliputi :
a. Rumah komersial;
b. Rumah umum;
c. Rumah swadaya
d. Rumah khusus; dan
e. Rumah Negara.
Pasal 22
Ayat (2) Bentuk rumah meliputi :
• Rumah tunggal;
• Rumah deret; dan
• Rumah susun.
Pasal 46
Ketentuan mengenai rumah susun
diatur sendiri dengan undang-undang.
Pasal 50
Ayat (2) Hak untuk menghuni rumah
dapat berupa :
a. Hak milik; atau
b. Sewa atau bukan
dengan cara sewa.
Pasal 119
Sumber dana untuk pemenuhan
kebutuhan rumah, perumahan,
permukiman, serta lingkungan hunian
perkotaan dan perdesaan berasal dari
:
a. Anggaran pendapatan dan
belanja Negara;
b. Anggaran pendapatan dan
belanja daerah; dan/atau
c. Sumber dana lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
2 Undang-Undang Nomor Pasal 1 Membahas mengenai
20 Tahun 2011 tentang Butir 1. Rumah susun adalah pembangunan dan
Rumah Susun bangunan gedung bertingkat pengelolaan rumah
yang dibangun dalam suatu susun, tapi tidak
lingkungan yang terbagi dalam membahas mengenai
bagian-bagian yang KPBU rumah susun
distrukturkan secara secara spesifik.
fungsional, baik dalam arah
horizontal maupun vertical dan
merupakan satuan-satuan
yang masing-masing dapat
dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk
tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama,
benda bersama, dan tanah
bersama.
Butir 7. Rumah susun umum adalah
rumah susun yang
diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan rumah
bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
Butir 14. Masyarakat berpenghasilan
rendah yang selanjutnya
disebut MBR adalah
masyarakat yang mempunyai
keterbatasan daya beli
sehingga perlu mendapat
dukungan pemerintah untuk
memperoleh sarusun umum.
Butir 15. Pelaku pembangunan rumah
susun yang selanjutnya
disebut pelaku pembangunan
adalah setiap orang dan/atau
pemerintah yang melakukan
pembangunan perumahan dan
permukiman.
Pasal 15
Butir 3. Pembangunan rumah susun
umum dan rumah susun
khusus dapat dilaksanakan
oleh lembaga nirlaba dan
badan usaha.
Pasal 45
Butir 1. Penguasaan sarusun pada
rumah susun umum dapat
dilakukan dengan cara dimiliki
atau disewa.
Pasal 50
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
Pemanfaatan rumah susun
dilaksanakan sesuai dengan fungsi
hunian atau campuran.
Pasal 86
Pemerintah memberikan bantuan dan
kemudahan dalam rangka
pembangunan, penghunian,
penugasan, pemilikan, dan
pemanfaatan rumah susun bagi MBR.
Pasal 91
Pendanaan dan system pembiayaan
dimaksudkan untuk memastikan
ketersediaan dana dan dana murah
jangka panjang yang berkelanjutan
untuk pemenuhan kebutuhan rumah
susun.
Pasal 92
Sumber dana untuk pemenuhan
kebutuhan rumah susun berasal dari:
a. Anggaran pendapatan dan
belanja Negara;
b. Anggaran pendapatan dan
belanja daerah; dan/atau
c. Sumber dana lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3 Peraturan Pemerintah Pasal 1 Membahas mengenai
Nomor 13 Tahun 2021 Butir 1. Penyelenggaraan Rumah pengelolaan rumah
tentang Penyelenggaraan Sususn adalah kegiatan susun, tapi tidak
Rumah Susun perencanaan, pembangunan, membahas mengenai
penguasaan dan KPBU rumah susun
pemanfaatan, pengelolaan, secara spesifik.
pemeliharaan dan perawatan,
pengendalian, kelembagaan,
pendanaan dan system
pembiayaan, serta peran
masyarakat yang dilaksanakan
secara sistematis, terpadu,
berkelanjutan, dan
bertanggung jawab.
Butir 2. Rumah Susun adalah
bangunan gedung bertingkat
yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian yang
distrukturkan secara
fungsional, baik dalam arah
horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan
yang masing-masing dapat
dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama,
benda bersama, dan tanah
bersama.
Butir 3. Rumah susun umum adalah
rumah susun yang
diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan rumah
bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
Butir 7. Satuan Rumah Susun yang
selanjutnya disebut Sarusun
adalah unit Rumah Susun yang
tujuan utamanya digunakan
secara terpisah dengan fungsi
utama sebagai tempat hunian
dan mempunyai sarana
penghubung ke jalan umum.
Butir 14. Dana Konversi adalah dana
yang berupa dana kelola atau
dana hibah yang diperoleh dari
pelaku pembangunan sebagai
alternative kewajiban
pembangunan rumah
sederhana bersubsidi dalam
pembangunan perumahan
dengan hunian berimbang
yang dihitung berdasarkan
rumus perhitungan konversi.
Butir 15. Masyarakat Berpenghasilan
Rendah yang selanjutnya
disingkat MBR adalah
masyarakat yang mempunyai
keterbatasan daya beli
sehingga perlu mendapat
dukungan pemerintah untuk
memperoleh Sarusun umum.
Pasal 13
Jenis Rumah Susun meliputi :
a. Rumah Susun Umum;
b. Rumah Susun Khusus;
c. Rumah Susun Negara; dan
d. Rumah Sususn Komersial.
Pasal 71
Ayat (1) Sarusun umum yang
memperoleh kemudahan
dari pemerintah hanya
dapat dimiliki atai disewa
oleh MBR.
4 Perpres 38 Tahun 2015 Pasal 1 Membahas mengenai
tentang KPBU dalam Butir 3. Pananggung Jawab Proyek KPBU secara spesifik,
penyediaan infrastruktur Kerjasama yang selanjutnya tetapi tidak membahas
disingkat PJPK adalah mengenai KPBU
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
Menteri/Kepala rumah susun secara
Lembaga/Kepala Daerah, spesifik.
atau Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik
Daerah sebagai penyedia
atau penyelenggara
infrastruktur berdasarkan
peraturan perundang-
undangan.
Butir 6. Kerjasama Pemerintah dan
Badan Usaha yang
selanjutnya disebut sebagai
KPBU adalah kerjasama
antara Pemerintah dan
Badan Usaha dalam
penyediaan Infrastruktur
untuk kepentingan umum
dengan mengacu pada
spesifikasi yang telah
ditetapkan sebelumnya oleh
Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala
Daerah/Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik
Daerah, yang sebagian atau
seluruhnya menggunakan
sumber daya Badan Usaha
dengan memperhatikan
pembagian risiko dinatara
para pihak.
Butir 7. Badan Usaha adalah Badan
Usaha Milik Negara, Badan
Usaha Milik Daerah, Badan
Usaha Swasta yang
berbentuk Perseroan
Terbatas, Badan Hukum
Asing atau Koperasi.
Butir 8. Badan Usaha Pelaksana
KPBU, yang selanjutnya
disebut dengan Badan
Usaha Pelaksana, adalah
Perseroan Terbatas yang
didirikan oleh Badan Usaha
pemenang lelang atau
ditunjuk langsung.
Pasal 2
Ayat (1) Menteri/Kepala Lembaga/
Kepala Daerah dapat
bekerjasama dengan
Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur.
Pasal 3
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
KPBU dilakukan dengan tujuan untuk :
a. Mencukupi kebutuhan pendanaan
secara berkelanjutan dalam
Penyediaan Infrastruktur melalui
pengerahan dana swasta;
b. Mewujudkan Penyediaan
Infrastruktur yang berkualitas,
efektif, efisien, tepat sasaran, dan
tepat waktu;
c. Menciptakan iklim investasi yang
mendorong keikutsertaan Badan
Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktut berdasarkan prinsip
usaha secara sehat;
d. Mendorong digunakannya prinsip
pengguna membayar pelayanan
yang diterima, atau dalam hal
tertentu mempertimbangkan
kemampuan membayar
pengguna; dan/atau
e. Memberikan kepastian
pengembalian investasi Badan
Usaha dalam penyediaan
Infrastruktur melalui mekanisme
pembayaran secara berkala oleh
pemerintah kepada Badan Usaha.
Pasal 4
KPBU dilakukan berdasarkan prinsip :
a. Kemitraan,
b. Kemanfaatan,
c. Bersaing,
d. Pengendalian dan pengelolaan
risiko,
e. Efektif, dan
f. Efisien.
Pasal 5
Ayat (2) Jenis Infrastruktur ekonomi
dan infrastruktur social
mencakup :
a. Infrastruktur transportasi;
b. Infrastruktur jalan;
c. Infrastruktur sumber daya
air dan irigasi;
d. Infrastruktur air minum;
e. Infrastruktur system
pengelolaan air limbah;
f. Infrastruktur system
pengelolaan
persampahan;
g. Infrastruktur
telekomunikasi dan
informatika;
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
h. Infrastruktur
ketenagalistrikan;
i. Infrastruktur minyak dan
gas bumi dan energi
terbarukan;
j. Infrastruktur konversi
energi;
k. Infrastruktur fasilitas
perkotaan;
l. Infrastruktur fasilitas
pendidikan;
m. Infrastruktur fasilitas
sarana dan prasarana
olehraga, serta kesenian;
n. Infrastruktur kawasan;
o. Infrastruktur pariwisata;
p. Infrastruktur kesehatan;
q. Infrastruktur lembaga
pemasyarakatan; dan
r. Infrastruktur perumahan
rakyat.
Pasal 19
Ayat (1) PJPK dapat membiayai
sebagian Peyediaan
Infrastruktur.
Ayat (2) Penyediaan Infrastruktur
dilaksanakan oleh Badan
Usaha Pelaksana.
5 Peraturan Menteri Pasal 1 Membahas mengenai
Pekerjaan Umum Nomor Butir 2. Lingkungan Rumah Susun persyaratan teknis
60/PRT/M/1992 tentang adalah sebidang tanah dengan pembangunan rumah
Persyaratan Teknis batas-batas yang jelas, susun secara spesifik,
Pembangunan Rumah diatasnya dibangun rumah tetapi tidak membahas
Susun susun termasuk prasarana dan mengenai KPBU
fasilitasnya yang secara Rumah Susun.
keseluruhan meupakan
kesatuan tempat pemukiman.
Butir 4. Rumah Susun adalah
bangunan gedung bertingkat
yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian yang
distrukturkan secara
fungsional, baik dalam arah
horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan
yang masing-masing dapat
dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk
tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama,
benda bersama, dan tanah
bersama.
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
Pasal 3
Persyaratan teknis pembangunan
rumah susun, meliputi ketentuan-
ketentian teknis tentang :
a. Ruang;
b. Struktur, komponen dan bahan
bangunan;
c. Kelengkapan rumah susun;
d. Satuan rumah susun;
e. Bagian bersama dan benda
bersama;
f. Kepadatan dan tata letak
bangunan;
g. Prasarana lingkungan; dan
h. Fasilitas lingkungan.
Pasal 17
Ayat (1) Rumah susun harus dilengkapi
dengan alat transportasi
bangunan, pintu dan tangga
darurat kebakaran, alat dan
system alarm kebakaran,
penangkal petir, dan jaringan-
jaringan air bersih, saluran
pembuangan air hujan,
saluran pembuangan air
limbah, tempat perwadahan
sampah, tepat jemuran,
kelengkapan pemeliharaan
bangunan, jaringan listrik,
generator listrik, gas, tempat
untuk kemungkinan
pemasangan jaringan telepon
dan alat komunikasi lainnya
sesuai dengan tingkat
keperluan.
6 Peraturan Meteri Pasal 1 Membahas mengenai
Pekerjaan Umum Nomor Butir 1. Rumah Susun adalah pedoman teknis
05/PRT/M/2007 tentang bangunan gedung bertingkat pembangunan rumah
Pedoman Teknis yang dibangun dalam suatu susun sederhana
Pembangunan Rumah lingkungan yang terbagi dalam bertingkat tinggi secara
Susun Sederhana bagian-bagian yang spesifik, tetapi tidak
Bertingkat Tinggi distrukturkan secara membahas KPBU
fungsional, baik dalam arah Rumah Susun.
horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan
yang masing-masing dapat
dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk
tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama,
benda bersama, dan tanah
bersama.
Butir 4. Rumah Susun Sederhana
(Rusuna) adalah rumah susun
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
yang diperuntukan bagi
masyarakat berpenghasilan
menengah bawah dan
berpenghasilan rendah.
Butir 5. Masyarakat Berpenghasilan
Rendah adalah masyarakat
yang mempunyai pendapatan
diatas Rp. 1.000.000,- sampai
dengan Rp. 2.500.000,- per
bulan, atau yang ditetapkan
oleh Menteri Negara
Perumahan Rakyat.
Butir 6. Masyarakat Berpenghasilan
Rendah Bawah adalah
masyarakat yang mempunyai
pendapatan diatas Rp.
2.500.000,- sampai dengan
Rp. 4.500.000,- per bulan, atau
yang ditetapkan oleh Menteri
Negara Perumahan Rakyat.
Butir 7. Rusuna Bertingkat Tinggi
adalah bangunan gedung
rumah susun sederhana
dengan jumlah lantai
bangunan lebih dari 8 lantai
dan maksimum 20 lantai.
Pasal 7
Ayat (1) Ketentuan biaya bangunan
rusuna bertingkat tinggi
meliputi :
a. Umum;
b. Biaya pembangunan
fisik;
c. Biaya yang dapat
dioptimasi; dan
d. Biaya-biaya yang dapat
disubsidi/dibiayai oleh
Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah.
Ayat (2) Biaya bangunan harus
dibedakan harga jualnya
sesuai dengan kemampuan
masyarakat berpenghasilan
rendah menengah bawah
dan berpenghasilan rendah.
7 Peraturan Menteri PUPR Pasal 1 Membahas mengenai
Nomor 1/PRT/M/2018 Butir 1. Bantuan Pembangunan Rumah bantuan pembangunan
tentang Bantuan Susun adalah pembangunan dan pengelolaan
Pembangunan dan rumah susun umum, rumah rumah susun secraa
Pengelolaan Rumah susun khusus, dan rumah rinci, tetapi tidak
Susun susun Negara yang diberikan membahas KPBU
oleh pemerintah pusat melalui Rumah Susun.
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
Butir 2. Rumah Susun adalah
bangunan gedung bertingkat
yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian yang
distrukturkan secara
fungsional, baik dalam arah
horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan
yang masing-masing dapat
dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk
tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama,
benda bersama, dan tanah
bersama.
Butir 3. Rumah susun umum adalah
rumah susun yang
diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan rumah
bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Menteri
meliputi:
a. Bantuan pembangunan rumah
susun;
b. Tata cara pemberian bantuan
pembangunan rumah susun;
c. Pengelolaan rumah susun; dan
d. Monitoring dan evaluasi.
Pasal 4
Ayat (3) Bantuan pembangunan rumah
susun diberikan paling tinggi
5 (lima) lantai.
Ayat (4) Dalam hal bantuan
pembangunan rumah susun
diberikan lebih dari 5 (lima)
lantai perlu mendapatakan
persetujuan dan penetapan
oleh Menteri.
Pasal 6
Ayat (1) Penerima manfaat
pembangunan rumah
susun umum diberikan
kepada MBR untuk
pemenuhan kebutuhan
rumah susun umum.
8 Permen PUPR Nomor 21 Pasal 1 Membahas mengenai
Tahun 2018 Tentang Tata Butir 1. Pelaksanaan Kerja Sama tata cara pelaksanaan
Cara Pelaksanaan Kerja Pemerintah dengan Badan kerja sama pemerintah
Sama Pemerintah Usaha dalam Penyediaan dengan badan usaha
Dengan Badan Usaha Infrastruktur di Kementerian dalam Penyediaan
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
Dalam Penyediaan Pekerjaan Umum dan Infrastruktur
Infrastruktur Kementerian Perumahan Rakyat yang Kementerian PUPR,
PUPR selanjutnya disebut tetapi tidak membahas
Pelaksanaan KPBU adalah secara spesifik KPBU
kegiatan yang bertujuan Rumah Susun.
membangun, memperluas
dan/atau meningkatkan
system fisik (teknik) dan non-
fisik (kelembagaan,
manajemen, keuangan, peran
masyarakat, dan hokum)
dalam kesatuan yang utuh
untuk melaksanakan
Penyediaan Infrastruktur
kepada masyarakat menuju
kedadan yang lebih baik.
Butir 5. Penanggung Jawab Proyek
Kerja Sama yang selanjutnya
disingkat PJPK adalah menteri,
kepala lembaga, kepala
daerah, atau direksi Badan
Usaha Milik Negara/direksi
Badan Usaha Milik Daerah
sebagai penyedia atau
penyelenggara Infrastruktur
berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Butir 6. Kerja Sama Pemerintah
dengan Badan Usaha yang
selanjutnya disingkat KPBU
adalah kerja sama antara
pmerintah dan Badan Usaha
dalam penyediaan Infrastruktur
untuk kepentingan umum
dengan mengacu pada
spesifikasi yang telah
ditetapkan sebelumnya oleh
menteri dan direksi Badan
Usaha Milik Negara/direksi
Badan Usaha Milik Daerah,
yang sebagian atau seluruhnya
menggunakan sumber daya
Badan Usaha dengan
memperhatikan pembagian
resioko diantara para pihak.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini dimaksudkan
untuk memberikan pedoman bagi Unit
Organisasi dan pemangku kepentingan
mengenai tata cara Pelaksanaan
KPBU di Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat, baik
yang diprakarsai oleh pemerintah
(solicited project) maupun yang
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
diprakarsai oleh Badan Usaha
(unsolicited project).
Pasal 4
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini
meliputi :
a. Jenis infrastruktur yang dapat
dikerjasamakan melalui skema
KPBU;
b. Kelembagaan KPBU;
c. Tata cara pelaksanaan KPBU;
d. Manajemen risiko; dan
e. Pemantauan dan evaluasi.
Pasal 5
Infrastruktur yang dapat
dikerjasamakan dengan menggunakan
skema KPBU berdasarkan Peraturan
Menteri ini mencakup :
a. Infrastruktur jalan, meliputi jalan
nasional, termasuk jembatan tol;
b. Infrastruktur sumber daya air;
c. Infrastruktur air minum;
d. Infrastruktur system pengelolaan
air limbah domestic;
e. Infrastruktur sistem pengelolaan
persampahan; dan
f. Infrastruktur perumahan, meliputi
rumah susun umum, rumah
susun khusus, dan rumah susun
Negara yang pemanfaatannya
dengan cara sewa.
Pasal 12
KPBU diselenggarakan dengan
tahapan sebagai berikut :
a. Tahapan perencanaan;
b. Tahapan penyiapan;
c. Tahapan transaksi; dan
d. Tahapan manajemen
pelaksanaan Perjanjian KPBU.
9 Peraturan Menteri PUPR Pasal 17 Membahas secara
No 19/PRT/M/2019 Ayat (1) Pengelolaan Rumag Susun spesifik mengenai
tentang Perubahan atas dilakukan terhadap bantuan pembangunan
Peraturan Menteri bangunan Rumah Susun dan pengelolaan
Pekerjaan Umum dan yang merupakan BMN atau rumah susun, tetapi
Perumahan Rakyat barang milik daerah setelah tidak membahas
Nomor 01/PRT/M/2018 dilakukan serah terima mengenai KPBU
tentang Bantuan Rumah Susun kepada Rumah Susun secara
Pembangunan dan penerima Bantuan spesifik.
Pengelolaan Rumah Pembangunan Rumah
Susun Susun.
Ayat (2) Jenis Rumah Susun terdiri
atas :
a. Rumah susun umum;
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
b. Rumah susun Negara;
dan
c. Rumah susun khusu.
Ayat (3) Rumah susun dengan
penguasaan cara sewa.
Ayat (7) Pengelolaan rumah susun
meliputi kegiatan operasional,
pemeliharaan, dan perawatan
dengan ketentuan sesuai
peraturan perundang-
undangan.
Pasal 26
Ayat (3) Sumber Pendapatan diperoleh
dari hasil penyewaan :
a. Sarusun;
b. Ruang untuk
kepentingan komersial;
dan
c. Parasaran, sarana, dan
utilitas umum.
10 Peraturan Menteri Pasal 1 Membahas mengenai
Perencanaan Butir 1. Kerja Sama Pemerintah dan KPBU secara spesifik,
Pembangunan Badan Usaha yang tetapi tidak membahas
Nasional/Kepala Badan selanjutnya disingkat KPBU mengenai KPBU
Perencanaan adalah kerja sama antara Rumah Susun.
Pembangunan Nasional pemerintah dan badan usaha
Nomor 2 Tahun 2020 dalam penyediaan
Tentang Perubahan Atas infrastruktur untuk
Peraturan Menteri kepentingan umum dengan
PPN/Kepala Badan mengacu kepada spesifikasi
Perencanaan yang telah ditetapkan
Pembangunan Nasional sebelumnya oleh
Nomor 4 Tahun 2015 penanggung jawab proyek
Tentang Tata Cara kerja sama, yang sebagian
Pelaksanaan Kerja Sama atau seluruhnya
Pemerintah Dengan menggunakan sumber daya
Badan Usaha Dalam badan usaha dengan
Penyediaan Infrastruktur memperhatikan pembagian
risiko antara para pihak.
Butir 2. Tata Cara Pelaksanaan KPBU
yang selanjutnya disebut
panduan Umum adalah
pedoman mengenai tata cara
pelaksanaan kerja sama yang
menjadi acuan bagi
penanggung jawab proyek
kerja sama dan pemangku
kepentingan dalam
pelaksanaan KPBu
berdasarkan perjanjian
KPBU.
Butir 5. Penanggung Jawab Proyek
Kerja Sama yang selanjutnya
disingkat PJPK adalah
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
menteri/kepala
lembaga/kepala daerah, atau
direksi badan usaha milik
Negara/badan uasaha milik
daerah sebagai penyedia atau
penyelenggara Infrastruktur
berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Butir 8. Badan Usaha adalah Badan
Uasaha Milik Negara (BUMN),
Badan Usaha MIlik Daerah
(BUMD), badan usaha swasta
yang berbentuk perseroan
terbatas, badan hokum asing
atau koperasi.
Butir 9. Badan Usaha Pelaksana KPBU
yang selanjutnya disebut
Badan Usaha Pelaksana
adalah perseroan terbatas
yang didirikan oleh Badan
Usaha pemenang lelang atau
yang telah ditunjuk secara
langsung.
Butir 16. Pembayaran Ketersediaan
Layanan (Availability
Payment) adalah
pembayaran secara berkala
oleh Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah
kepada Badan Usaha
Pelaksana atas tersedianya
layanan Infrastruktur yang
sesuai dengan kualitas
dan/atau kriteria
sebagaimana ditentukan
dalam perjanjian KPBU.
Butir 18. Penjajakan Minat Pasar
(Market Sounding) adalah
poses interaksi untuk
mengetahui masukan
maupun minat calon investor,
perbankan, dan asuransi atas
KPBU yang dikerjasamakan
pada tahap penyiapan KPBU.
Butir 19. Konsultasi Pasar (Market
Consultation) adalah proses
interaksi untuk mengetahui
masukan maupun minat calon
investor, perbankan, dan
asuransi atas KPBU yang
akan dikerjasamakan pada
tahap transaksi KPBU.
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
Pasal 3
Infrastruktur yang dapat
dikerjasamakan berdasarkan
Peraturan Menteri ini mencakup :
a. Infrastruktur transportasi;
b. Infrastruktur jalan;
c. Infrastruktur sumber daya air dan
irigasi;
d. Infrastruktur air minum;
e. Infrastruktur system pengelolaan
air limbah;
f. Infrastruktur system pengelolaan
persampahan;
g. Infrastruktur telekomunikasi dan
informatika;
h. Infrastruktur ketenagalistrikan;
i. Infrastruktur minyak dan gas bumi
dan energi terbarukan;
j. Infrastruktur konversi energi;
k. Infrastruktur fasilitas perkotaan;
l. Infrastruktur fasilitas pendidikan;
m. Infrastruktur fasilitas sarana dan
prasarana olehraga, serta
kesenian;
n. Infrastruktur kawasan;
o. Infrastruktur pariwisata;
p. Infrastruktur kesehatan;
q. Infrastruktur lembaga
pemasyarakatan;
r. Infrastruktur perumahan rakyat;
dan
s. Infrastruktur bangunan neagara.
Pasal 31
Tahapan transaksi KPBU terdiri atas
kegiatan :
a. Konsultasi Pasar (Market
Consultation);
b. Penetapan lokasi KPBU;
c. Pengadaan Badan Usaha
Pelaksanaan yang mencakup
persiapan dan pelaksanaan
Pengadaan Badan Usaha
Pelaksana;
d. Penandatanganan perjanjian
KPBU; dan
e. Pemenuhan pembiayaan
penyediaan Infrastruktur
(Financial Close) oleh Badan
Usaha Pelaksana.
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
Sama Pemerintah dengan sama antara pemerintah dan tetapi tidak membahas
Badan Usaha dalam badan usaha dalam mengenai KPBU
Penyediaan Infrastruktur penyediaan infrastruktur untuk Rumah Susun.
kepentingan umum dengan
mengacu kepada spesifikasi
yang telah ditetapkan
sebelumnya oleh penanggung
jawab proyek kerja sama, yang
sebagian atau seluruhnya
menggunakan sumber daya
badan usaha dengan
memperhatikan pembagian
risiko antara para pihak.
Butir 2. Layanan infrastruktur adalah
layanan public yang disediakan
oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah melalui
Badan Usaha Pelaksana
berdasarkan Perjanjian KPBU.
Butir 6. Pembayaran Ketersediaan
Layanan (Availability Payment)
adalah pembayaran secara
berkala oleh Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah
kepada Badan Usaha
Pelaksana atas tersedianya
layanan Infrastruktur yang
sesuai dengan kualitas
dan/atau kriteria sebagaimana
ditentukan dalam perjanjian
KPBU.
Pasal 3
Ayat (1) Pembayaran ketersediaan
layanan dilakukan untuk :
a. KPBU Pemerintah Pusat
melalui mekanisme
APBN; dan
b. KPBU Pemerintah
Daerah melalui
mekanisme APBD.
Ayat (2) Pembayaran ketersediaan
layanan tidak disediakan
untuk KPBU yang telah
mendapatkan dukungan
kelayakan.
Ayat (3) pembayaran ketersediaan
layanan yang dilakukan oleh
BUMN/BUMD selaku PJPK
mengikuti mekanisme
korporasi.
Pasal 7
Ayat (2) pembayaran ketersediaan
layanan dilakukan setelah
PERATURAN
PERUNDANG-
NO ISI ANALISIS
UNDANGAN DAN
KEBIJAKAN
infrastruktur selesai
dibangun dan siap
beroperasi serta memeneuhi
spesifikasi keluaran dan/atau
indicator kinerja berdasarkan
perjanjian KPBU.
Pasal 9
Terhadap KPBU yang dilaksanakan
dengan mekanisme pembayaran
ketersediaan layanan, dapat diberikan
penjaminan infrastruktur sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan mengenai penjaminan
infastruktur untuk proyek KPBU.
Sumber : Berbagai sumber perundang-undangan dan kebijakan terkait KPBU Rumah Susun, yang
diolah/analisis 2021
3). Tarif
Tabel 3.1. Tarif iuran sewa rusunawa berdasarkan unit lantai per bulan, yaitu :
Type/Lantai Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Lantai 5
Type 21 Rp. 200.000,- Rp. 185.000,- Rp. 170.000,- - -
Type 24 Rp. 215.000,- Rp. 245.000,- Rp. 235.000,- Rp. 225.000,- Rp. 215.000,-
Type 27 :
-Non Rp. 350.000,- Rp. 300.000,- Rp. 275.000,- Rp. 250.000 Rp. 225.000,-
Difabel
-Difabel Rp. 225.000,-
Type 36 Rp. 250.000,- Rp. 350.000,- Rp. 300.000,- Rp. 275.000,- Rp. 250.000,-
3. Sistem Pengelolaan
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi
DKI Jakarta dibentuk pada tahun 2016 berdasarkan Peraturan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta Nomor 274 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman yang telah
diubah menjadi Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 158
Tahun 2019. DPRKP Provinsi memiliki 2 Unit Pelaksana Teknis (UPT) yaitu
Unit Pelaksana Rumah Susun (UPRS) dan Unit Fasilitasi Pemilikan Rumah
Sejahtera (UFPRS). UPRS dibentuk berdasarkam Peraturan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta Nomor 351 Tahun 2016 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Rumah Susun. UPRS
merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) DPRKP Provinsi DKI Jakarta
yang bertugas membantu Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan
Permukiman Provinsi DKI Jakarta dalam melaksanakan pengelolaan
rumah susun.
Adapun pembagian wilayah kerja dari setiap kantor pengelola rumah susun
berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 351 Tahun
2016 adalah sebagai berikut :
4. Tarif
Besaran tarif sewa atau retribusi unit rusunawa sudah ditetapkan dalam
Peraturan Gubernur Nomor 29 Tahun 2019 tentang Perubahan atas
Pergub Nomor 55 Tahun 2018 tentang Penyesuaian Tarif Retribusi
Layanan Perumahan. Dengan ketentuan harga sewa belum termasuk
pemakaian air dan listrik. Ada 3 jenis harga sewa Rusunawa di Provinsi
DKI Jakarta, yaitu:
• Harga sewa berkisar antara Rp. 350.000 – Rp. 650.000 per bulan
• Harga sewa Rp. 765.000 per bulan
• Harga sewa Rp. 1.500.000 per bulan
1. Warga Umum/Pendaftar
Cingised 5 Twin
1 483 2. Warga Sekitar
Blok
3. Buruh dan Guru Honorer
1. Warga Umum/Pendaftar
Rusunawa Rancacili 3 Twin
2 272 2. Warga Sekitar
Blok
3. Relokasi Jalan Jakarta
Sadang Serang 1 Warga relokasi dari Babakan
3 99
Twin Blok Siliwangi dan Caringin
Apartemen Rakyat
Rancacili
Tower Silinder 1 107 2015, APBN (Selesai 2016)
1 Tower Cross 1 278 2016, APBD (Proses)
Tower Silinder 2 187 2017, APBD (Proses)
Apartemen Tower Cross 2 287 2019, APBD/APBN
Rakyat Total 850
Rumah Deret
Tamansari
2 Tahap 1 194 2017, APBD (Proses)
Tahap 2 303 2019/2020, APBD
Total 497
Sumber : Profil Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman di Kota Bandung
4. Tarif
Rencana pembangunan Tahap 1 akan dibangun 684 unit pada kurun waktu
2023-2024 dan Tahap 2 akan dibangun 442 unit pada kurun waktu 2024-
2026. Total biaya pembanguan Tahap 1 dan Tahap 2 yaitu Rp.
393.816.621.616,-. Untuk ilustrasi dan periode pembangunan tahap 1 dan
tahap 2, dapat dilihat pada gambar berikut.
4. Tarif
Tarif sewa rusunawa di Kota Medan berdasarkan Peraturan Walikota Nomor
29 Tahun 2013 yaitu :
a. Rumah Susun Seruai
• Lantai 2 Rp 130.400.000
• Lantai 3 Rp 110.200.000
• Lantai 4 Rp 95.400.000
• Lantai 5 Rp 75.000.000
yang dibangun pada tahun 2012 oleh Kementerian PUPR sebanyak 2 Twin
Block, 5 lantai dengan jumlah unit 196 unit. Rusun Limusnunggal
diperuntukan bagi pekerja, buruh dan pedagang. Rusunawa Limusnunggal
dibangun diatas tanah PSU yang diserahkan oleh Perumahan Kota Wisata
(PT. Mekanusacipta).
Sumber:https://issuu.com/ipwbappedalitbangbogor/docs/ipw_bappedalitban
g_-_rusunawa_limus
4. Tarif
Iuran pengelolaan rumah susun umum sewa yang dikelola oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Bogor di Desa Limusnunggal Kecamatan Cileungsi,
adalah sebagai berikut :
a. Unit Hunian
• Lantai 1 peuntukan difable Rp 250.000 per bulan
• Lantai 2 peruntukan umum Rp 350.000 per bulan
• Lantai 3 peruntukan umum Rp 325.000 per bulan
• Lantai 4 peruntukan umum Rp 300.000 per bulan
• Lantai 5 peruntukan umum Rp 275.000 per bulan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan sistem angsur sampai tahun 2005
menggunakan APBD. Tahap II dilaksanakan pada Tahun 2006 berupa 2
twin block dengan menggunakan hibah bantuan pembangunan
menggunakan APBN. Tahap III dilaksanakan pada tahun 2008 berupa
pembangunan 1 twin block menggunakan APBD Pemerintah Provinsi Jawa
Timur dengan anggaran lebih kurang Rp7,3 milyar (AP Indonesia, 2008).
4. Tarif
Tarif sewa yang ditetapkan untuk penghuni tidak termasuk penggunaan air,
gas, listrik dan/atau telepon yang dipergunakan oleh penghuni. Pemerintah
daerah dapat mensubsidi biaya operasional dan pemeliharaan
menggunakan alokasi dana APBD sesuai dengan kewenangannnya.
Sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, berbunyi
“Biaya pemeliharaan barang milik negara/daerah dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah”, sepanjang tidak ada
kerjasama pemanfaatan Rusunawa dengan pihak
lain. Biaya anggaran pemeliharaan bangunan Rusunawa digunakan dalam
rangka mempertahankan gedung dan bangunan kantor dengan tingkat
kerusakan kurang dari atau sampai dengan 2% (termasuk cleaning service).
Contoh pengenaan tarif sewa sosial minimum dengan memperhitungkan
biaya pemeliharaan dan perawatan rutin termasuk eskalasi harga karena
inflasi, yang ditetapkan berdasarkan perhitungan kebutuhan biaya
pemeliharaan setiap bulan dibagi jumlah satuan rumah susun, seperti yang
diberlakukan pada Rusunawa Penjaringan Sari II dan Rusunawa
Penjaringan Sari III sebagaimana dalam Tabel berikut.
Selanjutnya contoh pengenaan tarif sosial maksimum atau tarif sewa dasar
meliputi biaya pemeliharaan, perawatan dan biaya operasional yang
ditetapkan berdasarkan perhitungan setiap bulan dibagi jumlah satuan
rumah susun, diberlakukan pada Rusunawa Penjaringan Sari III dan
Rusunawa Warugunung, sebagaimana disajikan seperti dalam Tabel
berikut.
Sumber: https://www.biaya.net/2016/03/tarif-sewa-rusunawa-di-surabaya.html
Isu pengelolaan rumah susun menduduki peringkat pertama yang paling sering
dibahas dan rnemang sesuai dengan kondisi faktual di iapangan. Permasalahan
yang terjadi dalam pegelolaan rumah susun yaitu keterbatasan biaya operasional
dan pemeliharaan sehingga mengakibatkan kurang terpeliharanya rumah susun
(karena kendala dari aspek institusi, aspek teknis, aspek biaya, dan karakter
penghuni masyarakat menengah ke bawah yang kurang peduli terhadap
pemeliharaan bangunan) serta besarnya pengeluaran pemerintah dalam
pengelolaan rumah susun
Apabila dilihat dari prioritas pemecahan masalah yang harus dicarikan solusinya,
maka prioritas pertama adalah masalah pengelolaan, disusul oleh masalah kepemilikan
dan penghunian, terakhir masalah pembangunan. Masalah pengelolaan terkait
pemanfaatan dan penggunaan ruang dan fasilitas di rusun, serta pemeliharaan dan
perawatan bangunan rumah susun menjadi penting diselesaikan lebih dahulu,
karena apabila masyarakat merasa nyaman dan kebutuhannya terpenuhi tinggal di
rumah susun, maka budaya tinggal di rumah susun akan terbentuk dengan
sendirinya. Masyarakat akan lebih dapat bertahan menetap di rumah susun karena
kondisinya lebih baik dari hunian dan lingkungan tempat tinggal mereka sebelumnya.
Bahkan bila peluang peningkatan kesejahteraan masyarakat berpenghasilan
menengah ke bawah terpenuhi saat mereka tinggal di rumah susun, maka
masyarakat golongan tersebut akan saling mernpengaruhi sesamanya untuk berhuni
di rumah susun.
Apabila kondisi seperti penjelasan di atas terjadi di rumah susun, maka tujuan
pemerintah menyediakan hunian bagi masyarakat golongan menengah ke bawah
dapat dianggap berhasil. Untuk mencapai hal tersebut, perlu upaya kerjasarna
antara pemerintah, pengembang, dan masyarakat dalam mewujudkan hal ini.
4.1. USULAN SKEMA KPBU RUMAH SUSUN (UNTUK MENARIK MINAT INVESTOR/
SWASTA)
4.1.1. Pendahuluan
Pelaksanaan KPBU bidang perumahan sudah dilaksanakan di banyak Negara.
Sebagai contoh Negara yang sudah menerapkan KPBU bidang perumahan
yaitu Kenya dan India. Untuk saat ini, Indonesia masih pada tahap persiapan.
Pemerintah sedang melakukan studi pendahuluan terhadap empat proyek
KPBU sebagai pilot project yaitu KPBU Pasar Sekanak di Palembang, KPBU
Gang Waru di Pontianak, KPBU PALDAM di Bandung, dan KPBU Cisaranten
di Bandung.
Rencana indikasi proyek KPBU infrastruktur tahun anggaran 2022 yakni untuk
sektor perumahan terdapat enam proyek, daeri keenam tersebut semua
merupakan rencna pembangunan rumah susun.
Untuk tahapan OBC (outline business case), terdapat dua proyek perumahan
dengan estimasi jumlah investasi Rp20,37 triliun, yakni rusun (rumah susun)
TOD Makassar dan penyediaan perumahan KIPP ibu kota negara (rusun
negara tahap I). Lalu untuk tahap FBC (final business case) terdapat empat
proyek di sektor perumahan dengan estimasi investasi Rp22,22 triliun.
Keempat proyek itu yakni rusun TOD Makassar, penyediaan perumahan KIPP
IKN (rusun negara tahap I), Rusun Daan Mogot, dan Rusun Sei Mangke
Lalu untuk tahap transaksi terdapat dua proyek di sektor perumahan dengan
estimasi investasi Rp2,18 triliun. Kedua proyek itu yakni Rusun Kerawang
Spuur dan Rusun Desa Besar.
Dari segala kendala yang dimiliki masing-masing lokasi proyek KPBU tersebut
diatas, selain aspek kebijakan yang lebih di utamakan terdahulu sebagai pionir
pembangunan KPBU di bidang perumahan, sejalan dengan itu dilakukan
pendekatan skema kerjasama dengan badan usaha swasta tersebut.
Dimasa yang akan datang, penyediaan perumahan akan lebih banyak
memakai pembiayaan dari swasta. Dukungan yang bisa diberikan pemerintah
antara lain dengan skema KPBU. Pembangunan hunian dengan skema KPBU
fokus sasarannya yaitu pembangunan hunian vertikal diperkotaan yang
lahannya terbatas.
Penyelenggaran rumah susun tidak hanya menjadi monopoli pemerintah,
namun dapat pula melibatkan sektor swasta melalui skema KPBU tersebut.
Investasi pembangunan rumah susun sepenuhnya oleh pemerintah dan untuk
pengembalian investasi sektor swasta pada tahap pembangunan
Sumber: Bappenas,” Kebijakan Umum Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha”, paparan
Workshop Perencanaan Pembangunan Daerah dan Alternatif Pembiayaan di Luar
APBD Pemkot Semarang, 2019
Selain itu secara umum pengusaha real estate kurang berminat dengan skema
KPBU apabila hunian yang dibangun bukan menjadi hak milik, melainkan sewa.
5. Lahan yang dibangun dan kemudian akan dikelola merupakan lahan yang
pemanfaatannya bundling antara lahan yang dapat dimanfaatkan secara
komersial dan lahan bagi pembangunan rusun, baik dalam satu hamparan
lahan proyek dan/atau tidak dalam satu hamparan lahan proyek.
7. Skema KSO dalam operasional / pengelolaan rusun dan PSU atau dapat
dikelola sendiri dengan perjanjian konsesi BOT;
8. Ada payung hukum yang lebih spesifik (les specialis) sebagai landasan
keterlibatan badan usaha swasta sebagai pelaku pembangunan rumah
susun
Sumber: Bappenas,” Kebijakan Umum Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha”, paparan
Workshop Perencanaan Pembangunan Daerah dan Alternatif Pembiayaan di Luar APBD
Pemkot Semarang, 2019
3. Peluang
BMN atau Barang Milik Negara sebagaimana kita ketahui dalam berbagai
peraturan yang yang terkait dengan BMN adalah “Semua barang yang
dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan
lainnya yang sah”. Sementara itu BMN idle sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan No.250/PMK.06/2011 yang kemudian diperbaharui
dengan Peraturan Menteri Keuangan No.71/PMK.06/2016, adalah “BMN
berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk
kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi
Kementerian/Lembaga”. Namun kemudian dijelaskan lagi tidak hanya
BMN yang sedang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan
fungsi (tusi) kementerian/Lembaga (K/L) saja yang disebut BMN idle, BMN
yang sedang digunakan tetapi tidak sesuai dengan tusi K/L juga bisa
dikategorikan sebagai BMN idle. Ada mekanisme tahapan yang harus
ditempuh sehingga suatu BMN terindikasi idle (tak terpakai), di sisi yang
lain ada aspek efisiensi uang negara ketika BMN terindikasi idle yaitu
adanya biaya pemeliharaan yang tetap dibebankan pada APBN.
Ketika BMN idle terindikasi, kemudian diserahkan kepada Pengelola
Barang (DJKN) maka akan segera timbul kewajiban pemeliharaan dan
pengamanan yang dampaknya membebani APBN, oleh karena itu tindakan
pemanfaatan dengan segera sangat diperlukan, disamping untuk menekan
biaya pemeliharaan juga kemungkinan potensi penerimaan negara dari
suatu BMN Idle yang akan dimanfaatkan. Di sini analisa highest and best
use sangat diperlukan guna melihat peruntukan yang tepat dan potensi
pasarnya. Jika merupakan aset yang berada pada lokasi strategis dan
memiliki nilai ekonomis tinggi maka bisa disewakan atau melalui sistem bagi
hasil keuntungan dengan pihak swasta yang berminat untuk kerjasama
pemanfaatan, sehingga diperoleh PNBP yang lumayan bagi Negara. Nilai
sewa properti secara umum memang berkisar antara 3%-5% dari harga
pasaran suatu properti, namun dengan pengelolaan yang baik, dengan cara
meng-upgrade baik itu dengan merubah atau menambah fungsi dan
fisiknya maka nilai sewa bisa menjadi lebih tinggi. Bahkan untuk jenis
properti tertentu seperti hotel, memiliki potensi pendapatan yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan jenis properti yang lain.
Lokasi BMN idle merupakan lokasi yang cukup strategis, bahkan memiliki
nilai plus jika berada di zona atau kawasan komersial. Perlu diperhatikan
juga insfrastruktur dan fasilitasnya apakah bisa menunjang sehingga BMN
idle bisa dimanfaatkan secara optimal. Karakteristik lokasi dan kemudahan
akses menjadi salah satu pertimbangan suatu BMN idle memiliki potensi
untuk dimanfaatkan. Bukan hanya lokasi yang strategis saja, potensi
keuntungan paling maksimal apa yang bisa dimanfaatkan sehingga BMN
idle bisa memberikan pemasukan uang ke negara. Namun jangan
dilupakan untuk aspek legalitasnya, apakah suatu BMN idle sudah clear
and clean sehingga tidak ada potensi permasalahan hukum di kemudian
hari.
Lahan yang dibangun dan kemudian akan dikelola adalah lahan yang
pemanfaatannya bundling antara lahan yang dapat dimanfaatkan secara
komersial dan lahan bagi pembangunan rusun sederhana, baik dalam satu
hamparan lahan proyek dan/atau tidak dalam satu hamparan lahan proyek.
Adapun komposisinya sangat bergantung pada luas lahan dan jumlah tower
hunian yang dibangun, baik itu penyediaan fasilitas untuk penghuni MBR dan
MBMB maupun masyarakat umum/ komersial.
Gambar 4.4. Ilustrasi Lahan satu hamparan dengan konsep peruntukan bagi MBR
secara maksimal (Rusunawa+Komersial)
Gambar 4.5. Ilustrasi Lahan tidak satu hamparan dengan konsep peruntukan
Rusunawa+Komersial
Gambar 4.6. Ilustrasi Lahan satu hamparan dengan konsep peruntukan bagi MBR
secara maksimal (Rusunami+Komersial)
Gambar 4.7. Ilustrasi Lahan tidak satu hamparan dengan konsep peruntukan
Rusunami + Komersial
Sumber: Buku “Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) di Indonesia: Acuan Alokasi
Risiko”, PT PII (persero), 2016
Sumber: Buku “Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) di Indonesia: Acuan Alokasi Risiko”,
PT PII (persero), 2016
UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, dalam Pasal 1 Angka 20,
menyatakan bahwa “Pengelola adalah suatu badan hukum yang bertugas
untuk mengelola rumah susun”;
A. Model Swakelola
Berdasarkan data dari sampling daerah yang diuraikan pada Bab 3, maka
badan pengelola rusunawa yang sudah berjalan saat ini antara lain
berbentuk UPT (unit pelaksana teknis) dari dinas yang berwenang
mengelola rusun/rusunawa dimasing-masing daerah, kecuali di DKI
Jakarta kelembagaan rusunawa ada yang berbentuk pola kerjasama
dengan Perumnas atau model skema Penyertaan Modal Pemerintah
(PMP). Masing-masing skema yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan data sampling Provinsi Jawa Barat, Provinsi Sumatera
Utara, Provinsi DKI Jakarta (sebagian dari sejumlah Rusunawa), Kota
Bandung, Kota Medan, Kota Surabaya dan Kabupaten Bogor, badan
pengelola masih berbentuk UPT yang dibentuk oleh Peraturan
Gubernur/walikota/bupati.
b. Berdasarkan data sampling Provinsi DKI Jakarta badan pengelola
berbentuk pola kerjasama dengan Perumnas atau model skema
Penyertaan Modal Pemerintah (PMP)yang dibentuk oleh Peraturan
Gubernur.
Sumber: Diklat Pemeliharaan dan Perawatan Rusunawa, Modul 4 Pengelolaan Rusunawa, 2016
Sumber: Diklat Pemeliharaan dan Perawatan Rusunawa, Modul 4 Pengelolaan Rusunawa, 2016,
berdasarkan studi PU-JICA tentang Kajian Pengelolaan Operasional Rusunawa, 2007
Catatan: Untuk Provinsi Jawa Barat, dalam proses perubahan UPT menjadi BLUD
KPBU memberikan fleksiblitas bagi badan usaha untuk melakukan pengelolaan biaya
(cost management) diantaranya melalui negosiasi dengan subkontraktor dan
fleksiblitas pengelolaan tenaga kerja. Secara konsep, dalam KPBU risiko tersebut
dialokasikan kepada badan usaha karena dianggap lebih mampu untuk mengelolanya.
Selain itu motif badan usaha untuk mencari keuntungan juga akan mendorong efisiensi
dalam pengelolaan biaya proyek.
Badan usaha akan meminimalisasi risiko kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan
perencanaan dan pengeluaran sumberdaya dalam jumlah dengan mengurangi biaya
kontruksi agar dapat margin yang lebih besar.
PIHAK
KATEGORI RISIKO DESKRIPSI TERDAMPAK
RISIKO
Rework yang substantial
Risiko perbedaan terkait perbedaan standar /
Badan Usaha
standar/metode layanan metode layanan yang
digunakan
Miskomunikasi di dalam
internal dan eksternal
organisasi, termasuk
mengakibatkan
Risiko relasi keterlambatan/ kesalahan Badan Usaha
proses karena kurang
pengalaman di proyek
KPBU/Project Financing
PIHAK
KATEGORI RISIKO DESKRIPSI TERDAMPAK
RISIKO
Ketidakjelasan spesifikasi Kesiapan dokumen lelang, di
output antaranya adalah spesifikasi
Badan Usaha
teknis minimum (basic design)
yang harus dipenuhi.
Kenaikan biaya konstruksi Biaya konstruksi sangat
sensitif dengan
penyesuaian-penyesuaian
yang dapat saja terjadi
akibat kondisi lapangan Badan Usaha
yang tidak terduga
faktor inflasi dan
kemungkinan terjadinya
kenaikan harga-harga.
Kesalahan desain Dokumen KPBU hanya
Risiko Desain, menyediakan basic design,
Konstruksi, uji detailed design merupakan
operasi kewajiban dari pemenang
lelang sehingga perlu
diperhatikan bahwa BUP Badan Usaha
pemenang lelang dapat
melakukan DED dengan
baik
Desain harus memenuhi
spesifikasi output
Terlambatnya penyelesaian Penyelesaian konstruksi harus
konstruksi sesuai dengan perkiraan
waktu pada studi kelayakan
Pemerintah/Pemda/
dan merupakan risiko yang
PJPK
dialokasikan kepada Badan
Dan Badan usaha
Usaha Pelaksana kecuali
keterlambatan disebabkan
oleh PJPK.
Buruk atau tidak Akibat fasilitas tidak bisa
Badan Usaha
Resiko tersedianya layanan beroperasi
Operasional Risiko sosial dan budaya Masyarakat yang menolak
Badan Usaha
lokal untuk direlokasi.
Kegagalan manajemen Kegagalan atau
proyek ketidakmampuan Badan
Usaha dalam mengelola Badan Usaha
operasional Proyek
Kerjasama
Kegagalan kontrol dan PJPK dan Badan Usaha
monitoring proyek Pelaksana masing-masing
memiliki fungsi monitoring,
PJPK memonitoring kinerja
Pemerintah/Pemda/
BUP dan juga layanan yang
PJPK
tersedia sementara BUP
Dan Badan usaha
memonitoring pekerjaan
proyek. Kantor bersama juga
membantu monitoring proyek
KPBU.
PIHAK
KATEGORI RISIKO DESKRIPSI TERDAMPAK
RISIKO
Kenaikan biaya O&M Proyek dengan feasibility
study yang kurang memadai
umumnya berdampak kepada Badan Usaha
biaya O&M ketika beroperasi.
Rendahnya kesadaran
penghuni untuk membayar Badan Usaha
sewa
PIHAK
KATEGORI RISIKO DESKRIPSI TERDAMPAK
RISIKO
tingkat pengembalian
investasi yang tidak sesuai Badan Usaha
dengan rencana.
Bencana alam Terjadinya bencana alam
sehingga tidak dapat Pemerintah/Pemda/
beroperasi secara normal PJPK
Dan Badan usaha
Force majeure politis Peristiwa perang, kerusuhan,
Risiko Force gangguan keamanan Badan Usaha
Majeure masyarakat.
Force majeure Jika di atas 6-12 bulan,dapat
berkepanjangan mengganggu aspek ekonomis
(pandemic atau lainnya) pihak yang terkena dampak
(terutama bila asuransi tidak Badan Usaha
tercover), seperti pandemic
atau lainnya
Pengadaan tanah, keterbatasan, dan harga lahan yang semakin tinggi menjadi
penghambat terlaksananya pemenuhan target perumahan dan kawasan permukiman
sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode
2020-2024. Arah kebijakan dengan meningkatkan akses masyarkat terhadap
perumahan dan permukiman yang layak, aman, dan terjangkau, dimana salah satu
strategi dari sisi supply adalah pemanfaatan tanah milik Negara/BUMN untuk
mendukung penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah
kebawah.
Model skema KPBU bundling komersial dan rumah susun bersubsidi menjadi
suatu usulan skema yang akan menadi daya Tarik pihak swasta untuk turut serta
dalam pembangunan rumah susun bersubsidi.
Pola pengusahaan komersial pada lahan BMN/D baik dalam satu hamparan atau
bukan satu haparan dapat diimplementasikan dalam pengusahaan rumah susun
bersubsidi, dengan memperhatikan prinsip-prinsip bisnis ke dalam skema KPBU
Kajian Implementasi Tentang Pengaturan Penyelenggaraan KPBU
Pada Proyek Pembangunan Rumah Susun Bersubsidi
5.1 KESIMPULAN
5.2 SARAN
2021