Anda di halaman 1dari 10

NAMA : YUNI APRILIA NATASYA

NPM : 1914201310083

CLASS BILINGUAL 19

AIK 3

Dosen : Drs.H.Umbransyah Ali,SH,MH

1. Sebutkan pengertian Muhammadiyah menurut bahasa dan istilah


2. Sebutkan bentuk- bentuk dakwah yang dilakukan oleh Muhammadiyah
3. Bentuk dakwah yang bagaimana yang banyak menarik simpati masyarakat
4. Muhammadiyah pertama berdiri di Kalimantan Selatan
5. Jelaskan pengertian tajdid
6. Sebutkan pendiri Muhammadiyah,kapan berdirinya dan dimana
7. Sebutkan sebab subjektif dan objektif berdirinya Muhammadiyah
8. Apa maksud dan tujuan Muhammadiyah
9. Sebutkan amal usaha Muhammadiyah yang berada di kota Banjarmasin
RESUME

Pengertian Muhammadiyah bisa ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu pengertian Muhammadiyah
dari segi bahasa dan pengertian Muhammadiyah dari segi Istilah.

Muhammadiyah secara bahasa berasal dari kata Muhammad dan iyah. "Muhammad"


diambil dari nama Nabi terakhir Muhammad SAW sedangkan “iyah” berarti pengikut. Jadi
secara bahasa, muhammadiyah berarti pengikut Nabi Muhammad SAW. Meskipun
demikian ada sebagian orang yang menyatakan bahwa, sesungguhnya kata Muhammad
diambil dari nama guru pendiri Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan, yaitu Muhammad
Abduh. Tentunya hanya KH. Ahmad Dahlan yang tahu persisnya. Akan tetapi, Organisasi
Muhammadiyah, berkeyakinan bahwa nama Muhammad adalah dinisbatkan kepada Nabi dan
Rasul terakhir, Muhammad Salallahu ‘alaihi wassalam.

Muhammadiyah secara istilah adalah Sebuah Organisasi Islam, gerakan dakwah Amar


Ma’ruf Nahi Munkar yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada 18 Nopember 1912 M
atau 8 Dzulhijah 1330 H di Yogyakarta, tepatnya di Kampung Kauman. Muhammadiyah
sebagai organisasi Islam menempatkan Al-Qur’an dan As-Sunah sebagai dasar organisasi,
juga sebagai pedoman dalam pergerakannya.
Adapun pengertian Ma’ruf adalah segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah.
Sedangkan pengertian Munkar adalah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Ada bentuk- bentuk dakwah yang dilakukan Muhammadiyah diantaranya yaitu :


A. Penguatan Sumber Daya Insani
Untuk keberhasilan dan kemajuan dakwah maka Muhammadiyah harus melakukan
penguatan sumber daya insani (SDI) nya. Penguatan SDI ini menyangkut dua hal yaitu
Pertama, adalah peningkatan kuantitas mubaligh. Agar dakwah / tabligh Muhammadiyah
dapat dilakukan di mana-mana dan kapan saja, maka Muhammadiyah harus memiliki
mubaligh dalam jumlah yang banyak. Idealnya di setiap dusun (setingkat RT)
Muhammadiyah memiliki sedikitnya seorang mubaligh atau dai. Dengan demikian di setiap
desa akan terdapat sejumlah / banyak mubaligh / dai.. Jika di setiap dusun Muhammadiyah
memiliki seorang dai / mubaligh, maka setiap hari, bahkan di setiap habis shalat jamaah, di
lingkungan dusun itu bisa dilakukan pengajian, karena tidak perlu ada ketergantungan
dengan mubaligh dari luar. Mubaligh di dusun itulah yang kemudian diharapkan menjadi
inti jamaah sekaligus menjadi Bapak jamaah..
Kedua, adalah peningkatan kualitas mubaligh / dai, sehingga dai / mubaligh itu memiliki
kompetensi (standar) tertentu untuk mewujudkan Muhammadiyah menjadi gerakan amar
makruf dan nahi munkar. Kualitas mubaligh / dai itu menyangkut berbagai hal, Antara lain ;

 Keimanan, ahlak, keihlasan, keuletan / kegigihan, ruh jihad, semangat jihad,


semangat berkorban, ruh kemuhammadiyahan dll.
 Keilmuan yaitu penguasaan ilmu agama, ilmu dakwah, ilmu-ilmu pendukung
(sosiologi, antropologi, psikologi, politik, kebudayaan, manajemen dll.) ,
pemahaman visi dan misi dakwah Muhammadiyah., pemahaman strategi dan
taktik dakwah
 Penguasaan metodologi dan metode / cara (pengembangan masyarakat, termasuk
pemanfaatan media dakwah)
 Memiliki ketrmpilan-ketrampilan tertentu seperti computer dan alat-alat teknologi
lainnya.
 Untuk dai spesialis diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan khusus
seperti, kristenisasi, isme-isme modern, seni-budaya, cerpenis, novelis, komponis,
musikus, pertanian, peternakan, perkebunan, dagang dan lain-lain.
 Ketrampilan dan pengalaman seperti dalam khutbah, pidato, komunikasi, menulis,
pemaparan, praktek dakwah, berorganisasi dsb.
 Kemampuan dalam manajemen dakwah (kemampuan bekerja sama dan dalam
membangun jaringan dakwah)
 Memiliki jaringan yang luas

B. Penguatan Organisasi dan Manajemen


Jika Muhammadiyah ingin berhasil dalam dakwahnya, maka organisasi Muhammadiyah
harus dibangun sedemikian rupa, sehingga organisasi Muhammadiyah memiliki system
yang rapih dan padu, yaitu seperti sebuah tubuh dengan jaringan organnya.. Jika otak
memerintahkan, maka secara otomatis semua organ (bagian) tubuh berfungsi dan
bergerak mengikuti perintah otak. Atau seperti jaringan listrik. Jika tombol utamanya di
on kan, maka seluruh lampu yang terkait akan menyala, jika di offkan, maka seluruh
lampu terkait akan mati. Organisasi Muhammadiyah sekarang ini belum seperti jaringan
listrik, tetapi baru seperti kumpulan lampu teplok. Untuk menyalakanya harus dilakukan
satu persatu. Karena itu menjadi tugas kita bersama bagaimana kita membangun
organisasi kita menjadi sebuah system dan jaringan yang padu.
Selain dari pada itu, kita juga perlu memiliki sebuah system manajeman yang baik.
Seperti bagaimana membuat perencanaan dakwah yang baik. Bagaimana membuat
organisasi yang efisien dan efektif, menyiapkan kepemimpinan yang berkualitas.
Bagaimana menggerakkan unit-unit kerja dan orang-orang dalam organisasi supaya
dinamis, kreatif, inovatif dan produktif, Bagaimana melakukan pengawasan yang baik.
bagaimana memobilisasi dana dakwah untuk membiayi dakwah / tabligh dan
mentasharufkan secara efektif dan efisien.

C. Penguatan Sarana dan Media Dakwah


Agar dakwah kita mampu menciptakan / membangun kondisi yang kondusif, maka
Muhammadiyah perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan media
dakwahnya. Misalnya dalam rangka penguatan SDI perlu sarana untuk melakukan
kaderisasi mubaligh seperti lembaga pendidikan kader dan pelatihan mubaligh
(pesantren, fakultas agama, pusdiklat mubaligh, system kaderisasi mubaligh dsb.).
Sarana transportasi untuk pengiriman mubaligh atau dai seperti mobil, motor, kapal jika
mungkin pesawat. dsb. Sarana komunikasi dan penyiaran seperti majalah, bulletin, surat
kabar, telepon, radio, tv, web site, internet. Sarana untuk pertemuan seperti masjid,
gedung pertemuan dsb. .
D. Penguatan Dana Dakwah
Dana, meskipun bukan yang terpenting, tetapi merupakan hal yang sangat penting.
Keberhasilan dakwah Nabi dan para sahabat, para khulafaur rasyidin, para mubaligh
yang menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia (termasuk ke Indonesia), para pendiri
organisasi Islam), dan dakwah Islam lainnya antara lain ditentukan oleh tersedianya
dana. Jika dana cukup kemungkinan keberhasilan dakwah adalah lebih besar. Sebaliknya
jika tidak tersedia dana, biasanya dakwah menjadi tersendat. Dana diperlukan untuk
menyiapkan kader dai / mubaligh, untuk pengiriman mubaligh ke berbagai daerah, untuk
biaya hidup / gaji mubaligh, untuk jaminan kesehatan mubaligh, untuk menyediakan
sarana dan prasarana dan untuk membiayai operasional dakwah seperti penerbitan buku,
majalah, pendirian dan dana opersional radio, surat kabar dsb.
Untuk itu setiap MTDK di wilayah, daerah dan juga cabang sebaiknya mulai memikirkan
bagaimana menciptakan sumber-sumber dana dakwah, guna membiayai aktifitas dakwah
di daerahnya masing-masing. Misalnya saja penggalangan donatur, wakaf produktif
(saham, mobil untuk disewakan, rumah untuk disewakan, sawah, perkebunan, pabrik,
toko, hak cipta dsb.), wakaf tunai, usaha-usaha bisnis (pompa bensin, toko, pabrik,
perkebunan, peternakan, perikanan, percetakan, penerbitan, jasa dll.) dsb.

E. Jalur Dakwah Muhammadiyah


Muhammadiyah, menurut khithahnya memilih membina masyarakat / jalur masyarakat
dan tidak memilih jalur politik praktis. Ini tidak berarti orang-orang Muhammadiyah anti
politik dan tidak tahu politik. Justru sebaliknya, orang-orang Muhammadiyah harus
memiliki pengetahuan politik yang lebih baik dibanding para politisi. Karena dalam
kaitannya dengan politik, Muhammadiyah harus melakukan high politic, artinya politik
adiluhung. Dengan demikian orang Muhammadiyah tidak menjadi politisi tetapi menjadi
negarawan yang selalu memperjuangkan kepentingan semua orang, kepentingan Negara,
kepentingan bangsa dan bukan kepentingan partai. Dengan high politic Muhammadiyah
akan dapat menembus sekat-sekat politik dan dapat melakukan komunkasi dan
pembinaan terhadap partai dan pengikut partai apa saja, melakukan komunkasi dengan
para pejabat eksekutif dan legislative, untuk membangun bangsa dan Negara.

Pada zamanya ada bentuk dakwah yang sangat diminati masyarakat yaitu yang
dibawakan oleh Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah
Jawa pada abad ke-17. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu
Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan
Cirebon di Jawa Barat.Walisongo muncul saat runtuhnya dominasi kerajaan Hindu Budha di
Indonesia. Walisongo terdiri dari sembilan orang; Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel,
Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati,
dan Sunan Kalijaga.Kesembilan "wali" yang dalam bahasa Arab artinya "penolong" ini
merupakan para intelektual yang terlibat dalam upaya pembaharuan sosial yang pengaruhnya
terasa dalam berbagai manifestasi kebudayaan mulai dari kesehatan, bercocok-tanam,
perniagaan,kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.

Yang menarik dari kiprah para Walisongo ini adalah aktivitas mereka menyebarkan agama di
bumi pertiwi tidaklah dengan armada militer dan pedang,tidak juga dengan menginjak-injak
dan menindas keyakinan lama yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang saat itu mulai
memudar pengaruhnya,Hindu dan Budha.Namun mereka melakukan perubahan sosial secara
halus dan bijaksana.Mereka tidak langsung menentang kebiasaan-kebiasaan lama masyarakat
namun justru menjadikannya sebagai sarana dalam dakwah mereka.Salah satu sarana yang
mereka gunakan sebagai media dakwah mereka adalah wayang.

Pementasan wayang konon katanya telah ada di bumi Nusantara semenjak 1500 tahun yang
lalu. Masyarakat Indonesia dahulu memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh
nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang, yang diwujudkan dalam bentuk arca atau
gambar.Pada mulanya sebelum Walisongo menggunakan media wayang,bentuk wayang
menyerupai relief atau arca yang ada di Candi Borobudur dan Prambanan.Pementasan
wayang merupakan acara yang amat digemari masyarakat.Masyarakat menonton pementasan
wayang berbondong-bondong setiap kali dipentaskan.

Sebelum Walisongo menggunakan wayang sebagai media mereka,sempat terjadi perdebatan


diantara mereka mengenai adanya unsur-unsur yang bertentangan dengan aqidah,doktrin
keesaan tuhan dalam Islam.Selanjutnya para Wali melakukan berbagai penyesuaian agar
lebih sesuai dengan ajaran Islam.Bentuk wayangpun diubah yang awalnya berbentuk
menyerupai manusia menjadi bentuk yang baru.Wajahnya miring,leher dibuat
memanjang,lengan memanjang sampai kaki dan bahannya terbuat dari kulit kerbau.

Dalam hal esensi yang disampaikan dalam cerita-ceritanya tentunya disisipkan unsur-unsur
moral ke-Islaman. Dalam lakon Bima Sucimisalnya, Bima sebagai tokoh sentralnya
diceritakan menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Esa itulah yang
menciptakan dunia dan segala isinya. Tak berhenti di situ, dengan keyakinannya itu Bima
mengajarkannya kepada saudaranya, Janaka. Lakon ini juga berisi ajaran-ajaran tentang
menuntut ilmu, bersikap sabar, berlaku adil, dan bertatakrama dengan sesama manusia.

Dalam sejarahnya,para Wali berperan besar dalam pengembangan pewayangan di Indonesia.


Sunan Kali Jaga dan Raden Patah sangat berjasa dalam mengembangkan Wayang. Bahkan
para wali di Tanah Jawa sudah mengatur sedemikian rupa menjadi tiga bagian. Pertama
Wayang Kulit di Jawa Timur, kedua Wayang Wong atau Wayang Orang di Jawa Tengah, dan
ketiga Wayang Golek di Jawa Barat. Masing masing sangat bekaitan satu sama lain yaitu
"Mana yang Isi (Wayang Wong) dan Mana yang Kulit (Wayang Kulit) dan mana yang harus
dicari (Wayang Golek)".

Disamping menggunakan wayang sebagai media dakwahnya,para wali juga melakukan


dakwahnya melalui berbagai bentuk akulturasi budaya lainnya contohnya melalui penciptaan

Kelebihan intelektual yang mereka miliki sebagai kelompok yang datang dari peradaban yang
lebih maju mereka abdikan untuk membangun masyarakat Indonesia pada saat itu.Sarana lain
yang mereka lakukan dalam dakwah mereka adalah dengan membentuk keluarga-keluarga
Islam dengan jalan menikahi penduduk pribumi serta putri para raja.Selanjutnya mereka
berhasil mengislamkan keluarga kerajaan serta mengangkat harkat hidup mereka dari segi
intelektual maupun ekonomi.Para penyebar agama Islam yang kebanyakan merupakan
pedagang memiliki bargaining position yang kuat serta disegani oleh masyarakat.Selain itu
akhlak mereka juga mampu mengambil simpati masyarakat.

Para Walisongo juga membangun pusat-pusat penyebaran agama Islam berupa


pesantren.Dengan adanya pesantren-pesantren ini penyebaran Islam di tanah Jawa
berlangsung dengan cepat.Selanjutnya dari pusat-pusat kegiatan sosial ini berkembang lahan-
lahan pertanian dan perikanan termasuk juga aktivitas politik dengan berdirinya kerajaan-
kerajaan Islam.

Fakta sejarah memberikan gambaran kepada kita bahwa Islam hadir ke bumi pertiwi tidak
dengan penumbangan kekuasaan maupun agresi militer ataupun jalan-jalan pemaksaan
lainnya,namun melalui jalan damai yaitu akulturasi budaya.Secara cerdas Walisongo
menginisiasi pencerdasan dan pembangunan masyarakat secara kultural dan dari sanalah
penyebaran Islam dilakukan.Sebuah pelajaran berharga mengenai bagaimana menyikapi
perbedaan.Bahkan kita melihat bagaimana wayang sekalipun yang notabene berasal dari
ajaran animisme yang sangat kontras dengan ajaran Islam dapat digunakan sebagai sarana
untuk menyebarkan Islam setelah dilakukan modifikasi terlebih dahulu.Para penyebar agama
Islam di tanah air dahulu mencoba menggali dan memahami adat istiadat dan khazanah
budaya yang ada terlebih dahulu untuk kemudian dimanfaatkan untuk berdakwah.

Pelajaran lainnya adalah bagaimana misi keagamaan yang diemban para wali disertai dengan
kerja-kerja sosial sehingga menghasilkan sebuah kerja relijius yang lebih membumi dan
mampu diterima dengan basis penerimaan yang kuat.Upaya mereka dengan membangun
pusat-pusat pendidikan dan penggerak ekonomi merupakan buktinya.

Hal ini menjadi pelajaran bagi segenapa elemen bangsa bahwa perbedaan keyakinan agama
diantara kita tidak menjadi panghalang untuk bersama menjalin harmonisasi dalam
melaksanakan pembangunan.Bahkan aktivitas relijius sepatutnya juga memiliki implikasi
positif bagi tatanan sosial masyarakat bukan sekedar upaya propaganda jargon-jargon kosong
semata bahkan malah berujung pada konflik atau bahkan kekerasan terhadap
sesama.Walisongo dan para penyebar agama Islam pada masa lalu di Nusantara telah
membuktikan bahwa ajaran Islam adalah rahmatan lil alamin dan dapat menjadi harapan
dalam memperbaiki dan membangun masyarakat.

Muhammadiyah banyak tersebar di seluruh penjuru Indonesia salah satunya di


Kalimantan Selatan. Lahirnya gerakan Muhammadiyah sa di Kalimantan Selatan bukan
sekadar transfer dari struktur Muhammadiyah yang lebih luas di tingkat nasional (Darban dan
Pasha, 1995), namun juga merupakan ‘buah’ dari modernisasi yang terjadi di Kalsel pasca-
Perang Banjar. Dengan demikian, ada proses-proses transformasi lokal yang memungkinkan
hadirnya Muhammadiyah dan memungkinkan ia terus bertahan hingga saat ini di tanah
Banjar.
Berdasarkan penelitian Lemlit IAIN Antasari di tahun 2009, Muhammadiyah di Kalsel
berdiri pertama di Alabio pada 1925, 13 tahun setelah berdirinya Persyarikatan
Muhammadiyah di Yogyakarta.

Berdirinya Muhammadiyah di Alabio ini cukup menarik mengingat Alabio di Hulu Sungai
bukanlah ‘pusat’ baik Kesultanan Banjar maupun pemerintahan Kolonial. Baru setelah
berdiri di Alabio, Muhammadiyah kemudian menyebar ke Rantau (1937), Kandangan (1931),
Martapura dan Banjarmasin (1932), Haruai (1934), dan Marabahan (1939).
Pertanyaannya, mengapa Muhammadiyah justru muncul pertama kali di Alabio, bukan
Banjarmasin (pusat ‘perkotaan’ zaman Kolonial) atau Martapura (pusat pemerintahan
Kerajaan Banjar)? Bisa jadi ada dua penjelasan di sini.

Pertama, Alabio merepresentasikan lahirnya kelas menengah muslim yang lepas dari
pertarungan ‘Kesultanan’ dan ‘pemerintah Kolonial Belanda’. Kesultanan merepresentasikan
kekuasaan ‘tradisional’ elite-elite lama, sementara pemerintah Kolonial Belanda
menampilkan modernitas yang ‘sekuler’.
Kemunculan Muhammadiyah di Alabio, dari sudut pandang ini, bisa dilihat sebagai respons
kelas menengah muslim yang, di satu sisi, menolak cara beragama lama yang ditampilkan
oleh ulama-ulama Kesultanan, namun di sisi lain juga tampil dengan kesalihannya serta
menolak modernisasi pihak kolonial.

Kedua, soal pertukaran pengetahuan dan informasi. Alabio punya kultur dagang yang sangat
kuat serta tradisi untuk merantau. Salah satu faktor pendorong kemunculan Muhammadiyah
adalah sisi ini. Tradisi dagang memungkinkan adanya penyerapan ide-ide baru, termasuk
salah satunya ide pembaharuan pemikiran Islam dari Yogyakarta.
Muhammadiyah di Kalsel dipelopori oleh H Jaferi dan H Usman Amin. H Jaferi adalah
‘intelektual’ Banjar, pernah belajar di Tanah Suci, dan kemudian mulai berkenalan dengan
gerakan pembaharuan Islam setelah sering berdiskusi dengan H Usman Amin, ‘diaspora’
Banjar yang membangun usaha toko buku di Surabaya.

Dalam Muhammadiyah ada 3 gerakan yaitu salah satunya Tajdid, merupakan gerakan
pokok pada Muhammadiyah, saya akan membeberkan apa itu Tajdid.
Dari segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan. Dari segi istilah, tajdid memiliki arti
pemurnian, peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya. Dalam
arti “pemurnian”, tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam yang
berdasarkan dan bersumber pada Al Qur’an dan As Sunnah As Shahihah. Dalam arti
“peningkatan”, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya, tajdid
dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap
berpegang teguh kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Untuk melaksanakan tajdid diperlukan
aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang bersih yang dijiwai oleh
ajaran Islam. Jadi gerakan tajdid adalah suatu gerakan untuk menjaga dan memelihara matan
ajaran Islam yang berdasarkan dan bersumber kepada Al Qur’an dan As Sunnah.

Sebelum mengenal faktor subyektif dan objektif berdirinya Muhammadiyah kita harus
mengetahui siapa yang mendirikan, dimana dan kapan berdiri Muhammadiyah. Jadi
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman
Yogyakarta, pada 18 November 1912.

Ada faktor subyektif dan objektif yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah yaitu :
A. Faktor subyektif
            Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan
faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman
KHA. Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan
mengkaji kandungan isinya. Sikap KHA. Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka
melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat
82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan
mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti
ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 :
"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung ".
Memahami seruan diatas, KHA. Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah
perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya
berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah
masyarakat kita.

B. Faktor Obyektif
            Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi berdirinya
Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-
faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia,
dan sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam faktor eksternal, yaitu faktor-faktor
penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.
Faktor obyektif yang bersifat internal
a. Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Quran dan as-Sunnah
sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia
b. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi
yang siap mengemban misi selaku ”Khalifah Allah di atas bumi”
Faktor obyektif yang bersifat eksternal
a. Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia
b. Penetrasi Bangsa-bangsa Eropa, terutama Bangsa Belanda ke Indonesia
c. Pengaruh dari Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam.

Jadi Muhammadiyah berdiri tidak lain dan tidak bukan pasti ada maksud dan
tujuannya terbentuk yaitu sebagai berikut :
A. Menegakkan, Yang mempunyai makna membuat dan mengupayakan agar Islam
dapat tegak, tidak condong bahkan roboh.
B.Menjunjung tinggi,berarti menempatkan Agama Islam di atas segalanya,
mengindahkan, serta menghormati dan melaksanakannya.
C. Agama Islam, ialah agama Allah SWT (Subhanahu wa Ta’ala ) yang diwahyukan
kepada para Rasul-Nya sejak zaman Nabi Adam,Nuh,Ibrahim,Musa,Isa, hingga
Nabi Kita Muhmmad saw (shallallahu alaihi wasallam) sebagai hidayah dan
rahmatan lil alamin kepada manusia sepanjang zaman yang menjamin kesejahteraan
hakiki duniawi maupun ukhrawi.
D.Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, berarti masyarakat yang mempunyai
kualitas yang baik, yaitu kualitas yang dibina oleh ajaran Islam, masyarakat yang
berprikemanusiaan dan masyarakat yang mengabdi kepada Allah SWT “baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafur.”

Ada banyak sekali amal usaha yang dilakukan Muhammadiyah khususnya di Banjarmasin
yaitu dibidang pendidikan meliputi :
a. Pendidikan Umum
Sekolah Dasar 10 buah, Sekolah Menengah Pertama 5 buah, Sekolah Menengah Atas 2
buah, Sekolah Menengah Kejuruan 3 buah
Pendidikan Keagamaan meliputi: Madrasah Ibtidaiyah 2 buah Madrasah Tsanawiyah 3
buah Madrasah Aliyah 1 buah, dan Pondok Pesantren 1 buah.
b. Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarkat
Lembaga kesehatan yang di miliki oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah kota
Banjarmasin meliputi : Rumah Sakit 1 buah, Balai Pengobatan 3 buah, Panti Asuhan 3
buah
c. Sarana Ibadah
Sarana Ibadah yang dimiliki Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Banjarmasin
meliputi : Masjid 21 buah, Mushalla 52 buah,
d. Ekonomi
Bidang Ekonomi Pimpinan Muhammadiyah Kota Banjarmasin memiliki BMT/BTM 2
buah, Koperasi 2 buah.

e. Wakaf dan Kehartabendaan


Bidang Wakap dan kehartabendaan Pimpinan Muhammadiyah Kota Banjarmasin
memiliki tanah untuk amal usaha 2 ha, Alkah Muhammadiyah 2 buah.
f. Aktivitas Rutin
Aktivitas rutin di lakukan oleh Pimpinan Muhammadiyah Kota Banjarmasin adalah :
Pengajian Dakwah Rutin di 12 Cabang ,Pengajian Dakwah di tingkat Daerah (berkala),
Pembinaan kepada Muballigh/ ulama Muhammadiyah, Pembinaan terhadap, Generasi
Muda Muhammadiyah, dan lain sebagainya.
g. Program Kerja 2005-2010

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas amal usaha Muhammadiyah


2. Meningkatkan hubungan kemitraan dengan Pemerintah Daerah
3. Meningkatkan hubungan kemitraaan dengan Organisasi Islam lainnya
4. meningkatkan kapasitas dan kualitas organisasi Muhammadiyah.
5. Melakukan pembinaan konsolidasi secara konsen terhadap cabang dan ranting
termasuk terhadap ortom-ortom tingkat daerah
6. Mengupayakan terlaksananya dakwah Muhammadiyah secara rutin melalui media
komunikasi informasi baik media elektronik maupun media cetak.
h. Organisasi Otonom
Organisasi Otonom yang dimiliki Pimpinan Daerah Muhammadiyah : Aisyiyah, Pemuda
Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Kepanduan Hizbul Wathan (HW), Ikatan Remaja
dan Pelajar Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Tapak Suci
Muhammadiyah, Komando Keamanan Muhammadiyah (KOKAM).

Anda mungkin juga menyukai