Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH BUKTI AUDIT

MATA KULIAH AUDITING 1

Dosen Pengampu :

Fitri Ahmad Kurniawan

Disusun Oleh :

Nama : Rizky Amalia

NIM : 180221100121

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2020/2021
Dasar dari setiap audit adalah bukti yang dikumpulkan dan dievaluasi oleh auditor. Auditor
harus memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mengumpulkan bukti audit yang tepat dan
mencukupi dalam setiap audit untuk memenuhi standar profesi.

A. SIFAT AUDIT
Bukti audit mencakup informasi yang sangat persuasif, seperti perhitungan terhadap
auditor atas sekuritas yang dapat diperjual-belikan, dan informasi yang kurang persuasif seperti
respon atas pertanyaan-pertanyaan dari karyawan klien.

Perbedaan Bukti Audit Dengan Bukti Hukum Dan Ilmiah

Karakteristik Bukti Untuk Eksperimen Ilmiah, Kasus Hukum, Dan Audit Laporan Keuangan

Dasar Eksperimen Ilmiah Kasus Hukum Seseorang Audit atas Laporan


Perbandingan untuk Menguji Obat yang Dituduh Mencuri Keuangan
Menentukan
apakah laporan
Penggunaan Menentukan Memutuskan bersalah
keuangan telah
bukti pengaruh obat atau tidaknya si tertuduh
disajikan secara
wajar
Berbagai jenis
Bukti dan kesaksian
bukti audit yang
Sifat bukti yang Hasil pengulanagan langsung dari para saksi
dihasilkan oleh
digunakan eksperimen dan pihak-pihak yang
auditor, pihak
terlibat
ketiga dan klien
Pihak yang
mengevaluasi Ilmuwan Juri dan hakim Auditor
bukti
Kepastian
Bervariasi dari yang Apabila bersalah harus
kesimpulan Tingkat kepastian
tidak pasti sampai dipertimbangkan dengan
yang diperoleh yang tinggi
hampir pasti layak
dari bukti
Merekomendasikan Menerbitkan salah
Bersalah atau tidak
atau tidak satu dari beberapa
Sifat kesimpulan bersalahnya pihak
merekomendasikan alternativ jenis
tersebut
penggunaan obat itu laporan audit
Konsekuensi Para pemakai
Masyarakat akan Pihak yang bersalah tidak
umum dari laporan mengambil
menggunakan obat terkena hukuman atau
kesimpulan keputusan yang
yang tidak efektif atau pihak yang tidak bersalah
yang salah dari salah dan auditor
membahayakan dinyatakan bersalah
bukti dapat dituntut
B. KEPUTUSAN BUKTI AUDIT
Keputusan penting yang dihadapi para auditor adalah menentukan jenis dan jumlah bukti
audit yang tepat, yang diperlukan untuk memastikan bahwa laporan audit telah disajikan secara
wajar. Empat keputusan mengenai jumlah bukti yang harus dikumpulkan:
1. Prosedur audit yang akan digunakan.
Rincian instruksi yang menjelaskan bukti audit harus diperoleh selama audit. Contoh
Prosedur audit untuk verifikasi pengeluaran kas : Memeriksa jurnal pengeluaran kas dan
membandingkan nama payee, jumlah, dan tanggal yang diberikan oleh Bank tentang cek
yang diproses untuk pembayaran.

2. Berapa ukuran sempel yang akan dipilih untuk prosedur tersebut.


Setelah memilih prosedur auditor, auditor dapat mengubah ukuran sampel dari hanya
satu hingga semua item dalam populasi yang sedang diuji. Dalam suatu prosedur audit
untuk memverifikasi pengeluaran kas, anggaplah 6.600 cek telah tercatat dalam jurnal
pengeluaran kas. Auditor dapat memilih ukuran sampel sebesar 50 cek untuk
dibandingkan dengan jurnal pengeluaran kas. Keputusan tentang berapa banyak item
yang akan diuji harus dibuat oleh auditor pada setiap prosedur audit. Ukuran sampel
untuk setiap prosedur tertentu mungkin akan berbeda antara satu audit dengan audit
lainnya.

3. Item – item mana yang akan dipilih dari populasi.


Setelah menentukan ukuran sampel untuk suatu prosedur audit, auditor harus
memutuskan item-item mana dalam populasi yang akan diuji
Contoh : Jika auditor memutuskan memilih 50 cek yang dibatalkan dari populasi sebesar
6.600 untuk dibandingkan dengan jurnal pengeluaran kas, beberapa metode yang berbeda
dapat digunakan untuk memilih cek-cek tertentu yang akan diperiksa. Auditor dapat
memilih:
 suatu minggu dan memeriksa 50 cek pertama,
 50 cek yang bernilai terbesar,
 cek-cek tersebut secara acak, atau
 cek-cek yang menurut auditor paling mungkin mengandung kekeliruan.
Atau dapat mengunakan kombinasi dari berbagai metode tersebut.

4. Kapan pelaksanaan prosedur tersebut.


Audit atas laporan keuangan umumnya mencakup suatu periode seperti satu tahun.
Biasanya, suatu audit baru dianggap selesai setelah beberapa minggu atau beberapa bulan
setelah berakhirnya suatu audit. Penetapan waktu juga dipengaruhi oleh kapan auditor
merasa yakin bukti audit akan paling efektif dan kapan staf audit tersedia. Prosedur audit
sering kali memasukan ukuran sampel, item-item yang dipilih dan penetapan waktu ke
dalam prosedur itu. Berikut ini adalah suatu modifikasi atas prosedur audit yang
sebelumnya digunakan untuk menyertakan keempat keputusan bukti audit : Mengambil
jurnal pengeluaran kas bulan oktober dan membandingkan nama payee, jumlah uang, dan
tanggal cek yang dibatalkan dengan jurnal pengeluaran kas untuk suatu sampel yang
dipilih secara acak dari 40 nomor cek.

Program Audit

Adalah daftar prosedur audit untuk bidang audit tertentu atau untuk keseluruhan audit.
Program audit selalu memuat daftar prosedur audit, dan biasanya mencakup ukuran sample,
item-item yang dipilih, dan penetapan waktu pengujian.

C. PERSUASIVITAS BUKTI
Dua penentu persuasivitas bukti audit adalah ketepatan dan mencukupi.
1. Ketepatan Bukti
Adalah ukuran mutu bukti, yang berarti relevansi dan reliabilitasnya memenuhi
tujuan audit untuk kelas transaksi, saldo akun, & pengungkapan yang berkaitan.
Ketepatan bukti merupakan pengukuran terhadap kualitas bahan bukti, yang berarti bahan
bukti tersebut relevan dan andal dalam memenuhi tujuan audit untuk kelompok-kelompok
transaksi, saldo-saldo akun dan pengungkapan yang terkait (Carpenter & Reimers, 2013).
Apabila bahan bukti dianggap sangat tepat, akan sangat membantu dalam meyakinkan
auditor bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Ketepatan bahan bukti
hanya menyangkut prosedur audit yang dipilih. Ketepatan tidak dapat ditingkatkan
dengan memperbesar sampel atau pun memilih unsur populasi yang berbeda. Ketepatan
bahan bukti hanya dapat ditingkatkan dengan cara memilih prosedur audit yang paling
relevan atau memberikan bahan bukti yang paling andal.
2. Kecukupan
Kecukupan dapat dilihat dari kuantitas bahan bukti. Kecukupan bahan bukti
umumnya diukur berdasarkan ukuran sampel yang dipilih oleh auditor. Dua factor
terpenting dalam menentukan kecukupan ukuran sampel dalam pengauditan adalah
ekspektasi auditor terhadap salah saji dan efektivitas pengendalian internal klien
(Tuanakotta, 2014).

D. JENIS – JENIS BUKTI AUDIT


Menurut Arens, dkk yang diterjemaahkan oleh tim Dejacarta (2003:251) mengatakan
bahwa dalam memutuskan audit prosedur yang mana yang akan digunakan, terdapat beberapa
jenis bukti-bukti audit yang dapat dipilih oleh auditor, antara lain:
1. Pemeriksaan Fisik (Physical Examination)
Pengujian fisik adalah inspeksi atau perhitungan yang dilakukan oleh auditor
atas akiva yang berwujud (tangible assets). Jenis bukti ini sering berkaitan dengan
persediaan dan kas tetapi dapat pula diterapkan untuk berbagai verifikasi atas surat
berharga, surat piutang serta aktiva tetap yang berwujud.
2. Konfirmasi (Confirmation)
Konfirmasi menggambarkan penerimaan tanggapan baik secra tertulis maupun
lisan dari pihak ketiga yang independen yang memverifikasikan keakuratan informasi
sebagaimana yang diminta oleh auditor. Permintaan ini ditunjukan bagi klien, klien
meminta pihak ketiga yang independen untuk memberikan tanggapannya secara
langsung kepada auditor.
3. Inspeksi (inspection)
Adalah pemeriksaan oleh auditor atas dokumen dan catatan klien untuk
mendukung informasi yang tersaji, atau seharusnya tersaji, dalam laporan keuangan.
4. Prosedur Analitis (Analytical Procedures)
Terdiri dari evaluasi informasi keuangan melalui analisis atas hubungan yang
masuk akal antara data keuangan dan non keuangan.
5. Wawancara kepada klien (Inquires of The Client)
Adalah upaya untuk memperoleh informasi secara lisan maupun tertulis dari
klien sebagai respons atas pertanyaan yang diajukan auditor.
6. Rekalkulasi (recalculation)
Melibatkan pengecekan ulang atas sampel kalkulasi yang dilakukan oleh klien.
7. Pelaksanaan-ulang (reperformance)
Adalah pengujian independen yang dilakukan auditor atas prosedur atau
pengendalian akuntansi klien, yang semula dilakukan sebagai bagian dari sistem
akuntansi dan pengendalian internal klien.
8. Observasi (observation)
Yaitu terdiri dari mengamati proses atau prosedur yang sedang dilaksanakan
oleh pihak lain, dan observasi pun memberikan bukti tentang pelaksanaan proses atau
prosedur tetapi terbatas pada poin-poin ketika observasi dilakukan.

E. DOKUMENTASI AUDIT
Tujuan dokumentasi audit secara keseluruhan adalah untuk membantu auditor dalam
memberikan kepastian yang layak bahwa audit yang memadai telah dilakukan sesuai dengan
standar audit, secara lebih khusus dokumentasi audit yang berkaitan dengan audit tahun
berjalan. Tujuan khusus dokumentasi audit memberikan:

a. Dasar bagi perencanaan audit


Jika auditor akan merencanakan audit yang memadai, informasi tentang referensi yang
diperlukan harus tersedia dalam file audit yang meliputi bermacam informasi
perencanaan sebagai informasi deskritif tentang pengendalian internal, anggaran waktu
untuk masing-masing area audit, program audit dan hasil audit tahun sebelumnya.
b. Catatan bukti yang dikumpulkan dan hasil pengujian
Auditor harus mampu memperlihatkan kepada lembaga pembuat peraturan dan
pengadilan bahwa audit telah direncanakan dengan baik dan diawasi secara memadai,
bukti yang dikumpulkan telah tepat dan mencukupi dan laporan audit tepat dengan
mempertimbangkan hasil audit.
c. Data untuk menentukan jenis laporan audit yang tepat
Dokumentasi audit menyediakan sumber informasi yang penting untuk membantu
auditor dalam memutuskan apakah bukti yang tepat dan mencukupi telah dikumpulkan
guna menjustifikasi laporan audit berdasarkan situasi tertentu.
d. Dasar bagi review oleh supervisor dan partner
File audit adalah kerangka referensi utama yang digunakan oleh supervisor untuk
mereview pekerjaan asisten, review yang cermat oleh supervisor juga memberikan bukti
bahwa audit telah diawasi secara memadai.
Pembahasan Jurnal 1
Subjek penelitian ini dilakukan pada Instansi Aparatur Penegak Hukum (APH) di salah
satu kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia. Berdasarkan Indonesia Corruption Watch
tahun 2012, kota ini merupakan kota yang paling banyak memberikan vonis bebas terhadap
para terdakwa tindak pidana korupsi dan instansi yang memiliki keterlibatan sesuai dengan
penelitian ini, yaitu instansi yang membuat Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan
Negara (LHPKKN) meliputi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP), dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang memiliki
kewenangan dalam memutuskan LHPKKN tersebut sah atau tidak.

Bukti audit dapat dikatakan sebagai segala informasi yang digunakan oleh auditor untuk
menentukan apakah informasi yang sedang diaudit telah dinyatakan sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan (Arens, 2013:150). Bahan bukti yang dimaksud yaitu mencakup informasi
yang dapat meyakinkan, misalnya penghitungan fisik yang dilakukan oleh auditor dan
informasi yang kurang meyakinkan (Kassem & Higson, 2016; Pike, Chui, Martin, & Olvera,
2016; Priantara, 2013). Informasi ini dianggap kurang meyakinkan karena berasal dari internal
perusahaan atau klien. Standar audit ketiga yaitu pekerjaan lapangan mengharuskan auditor
untuk mengumpulkan bukti yang tepat dan memadai untuk mendukung opini audit (Reffett,
2011; Gimbar, Hansen, & Ozlanski, 2016b; Umar, 2011).
Unsur bukti audit yang tepat menurut Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SKPN)
yaitu bukti harus cukup, kompeten, dan relevan untuk mendukung dasar yang sehat bagi
temuan pemeriksaan dan rekomendasi (Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006). Bukti harus
cukup untuk mendukung temuan pemeriksaan. Dalam menentukan cukup atau tidaknya suatu
bukti, pemeriksaan harus yakin bahwa bukti yang cukup tersebut akan bisa meyakinkan
seseorang bahwa temuan pemeriksaan adalah valid (Reffett, 2011; Siriwadane, Hu, & Low,
2014)). Apabila dimungkinkan, metode statistik bisa digunakan untuk menentukan cukup atau
tidaknya bukti pemeriksaan (Ramamoorti, 2008).

Bukti kesaksian yang diperoleh dalam kondisi yang memungkinkan orang berbicara
dengan bebas lebih kompeten dibandingkan dengan bukti kesaksian yang diperoleh dalam
kondisi yang dapat terjadi kompromi. Misalnya, kondisi di mana terdapat kemungkinan orang
diancam (diintimidasi). Bukti kesaksian yang diperoleh dari individu yang tidak memihak atau
mempunyai pengetahuan yang lengkap mengenai bidang tersebut lebih kompeten dibandingkan
dengan bukti kesaksian yang diperoleh dari individu yang memihak atau yang hanya
mempunyai pengetahuan sebagian saja mengenai bidang tersebut (Boritz, Kochetova-Kozloski,
& Robinson, 2015; Dilla, Harrison, Mennecke, & Janvrin, 2013).

Melalui sebuah proses yang dikenal dengan audit investigatif, akan membuka jalan untuk
pengumpulan fakta-fakta dan penyajian bukti-bukti audit yang kompeten serta dapat diterima
dalam sistem hukum di Indonesia dengan tujuan untuk pengungkapan terjadinya tindak pidana
korupsi dan dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil Audit Investigatif (LHAI). Berdasarkan
definisi dari Departemen Humas BPKP dalam rangka penyamaan persepsi dengan Aparat
Penegak Hukum lainnya yang menjadi mitra dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi
dapat dijelaskan bahwa audit investigasi adalah audit yang dilakukan terhadap kasus yang
masih dalam proses penyelidikan, sedangkan audit PKKN adalah untuk kasus yang telah masuk
ke dalam tahapan proses penyidikan. Pada proses audit PKKN, buktibukti diperoleh melalui
penyidik atau bersama-sama dengan penyidik.

Beberapa peneliti (Butcher, Harrison, & Ross, 2013; Cohen & Leventis, 2013; Holm &
Thinggaard, 2016) berargumentasi bahwa bukti dalam persepsi hukum dan bukti audit terdapat
kesamaan dalam tujuannya yaitu menyajikan bukti-bukti yang dapat meningkatkan keyakinan
mengenai kebenaran atau kesalahan setiap pernyataan/asersi atas suatu masalah. Keyakinan
(assurance) dibentuk atas pertimbangan (judgement profesional) dari informasi yang tersedia.
Informasi tersebut kemudian disajikan dalam bentuk apa pun yang dapat dipersamakan dengan
bukti/alat bukti.

KESIMPULAN

Auditor adalah pihak yang membuat LHPKKN sedangkan yang menjustifikasi adalah
hakim pada pengadilan tipikor. Dalam hal ini, walaupun Hakim meyakini atas LHPKKN yang
telah dibuat auditor, tetapi pada kenyataannya tidak dapat dipungkiri bahwa hakim bukan hanya
menjadikan LHPKKN sebagai satu-satunya bahan pertimbangan kasus korupsi pada pengadilan
tipikor, melainkan juga mempertimbangkan kesaksian ahli, saksi-saksi, bahkan kesaksian
tersangka.

Penelitian ini tidak dapat menjangkau permasalahan rumit di mana tidak semua bukti audit
yang telah dikumpulkan oleh auditor dapat diterima hukum atau dapat dijadikan sebagai bukti
hukum. Dengan demikian, Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara
(LHPKKN) tidak memiliki tingkat keyakinan yang memadai kecuali didukung dengan bukti-
bukti hukum lain yang memperkuat dan dapat memenuhi keempat unsur tindak pidana korupsi.
Selain itu LHPKKN merupakan salah satu dan bukan satu-satunya yang digunakan hakim
sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan putusan pada persidangan tindak pidana
korupsi.

Pemberantasan korupsi tidak akan berhasil apabila tidak ada sinergi yang baik dan
maksimal antara auditor, penyidik atau aparat penegak hukum, termasuk lembaga negara yang
bertugas memberantas tindak pidana korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta
hakim yang mengadili dan memberikan putusan pada pengadilan tindak pidana korupsi.

Sumber:

 https://jamal.ub.ac.id/index.php/jamal/article/view/689
 https://www.researchgate.net/publication/318746532_Mengungkap_Korupsi_Melalui_Bu
kti_Audit_Menjadi_Bukti_Menurut_Hukum
Pembahasan Jurnal 2
Faktor lain yang diduga mempengaruhi kualitas audit dalam penelitian ini yaitu bukti audit.
Mulyadi (2000:74), mendefinisikan bukti audit sebagai segala informasi yang mendukung
angka-angka untuk informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat
digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya. Bukti audit dapat berupa
data akuntansi dan informasi penguat. Pengumpulan bukti audit merupakan hal yang sangat
penting bagi auditor untuk menentukan kebenaran angka yang dilaporkan. Semakin banyak
jumlah bukti yang kompeten dan relevan yang dikumpulkan, semakin tinggi tingkat keyakinan
yang dicapai auditor (Mulyadi, 2002). Permasalahan yang dihadapi oleh KAP di Kota
Yogyakarta yang didasarkan dari hasil wawancara dengan salah satu auditor yang bekerja di
KAP di Yogyakarta terkait dengan bukti audit yaitu auditor masih sering menemukan bahwa
bukti audit yang diberikan klien belum cukup, selain itu juga keandalan bukti yang diberikan
masih belum kuat.

Terdapat pengaruh positif dan signifikan bukti audit terhadap kualitas audit pada
KAP di Yogyakarta. Hal ini dibuktikan dengan nilai hitung 2,517 lebih besar dari tabel 1,6679
(2,517 > 1,6679) dan nilai signifikansi yang diperoleh 0,014 (0,014 < 0,05). Nilai koefesien
regresi sebesar 0,511 yang memiliki arah positif yang berarti semakin baik bukti audit maka
kualitas audit akan semakin meningkat. Nilai koefesien korelasi sebesar 0,298 dan koefesien
determinasi sebesar 0,089 (8,9%) yang berarti bukti audit berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap kualitas audit sebesar 8,9%.

Berdasarkan data responden skor terendah pada variabel bukti audit adalah indikator
ketepatan waktu. Ketepatan waktu dalam pengumpulan bukti audit oleh auditor KAP di
Yogyakarta masih rendah, sebaiknya untuk mengatasi hal ini auditor memberikan batasan
waktu dalam pengumpulan bukti audit, atau memberikan sanksi apabila dalam waktu yang
sudah ditentukan bukti audit yang dibutuhkan masih belum cukup.

Sumber: http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/profita/article/view/9947
DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A. dkk. (2015). Auditing & Jasa Assurance Edisi kelimabelas Jilid 1. Terjemahan
oleh Herman Wibowo dan Tim Perti. Jakarta: Erlangga Salemba Empat

Setyawan, Made Dudy dan Khusna. (2017). Jurnal Akuntansi Multliparadigma JAMAL Vol. 8
Nomor 1 Halaman. 1–227. Mengungkap Korupsi Melalui Bukti Audit Menjadi Bukti
Menurut Hukum

Anda mungkin juga menyukai