Anda di halaman 1dari 27

Pengertian (definisi) 5R (5S) ialah cara (metode) untuk mengatur / mengelola tempat kerja menjadi

tempat kerja yang lebih baik secara berkelanjutan. Penerapan 5R bertujuan untuk meningkatkan efisiensi
dan kualitas di tempat kerja.

Adapun manfaat penerapan 5R (5S) di tempat kerja antara lain :

1. Meningkatkan produktivitas karena pengaturan tempat kerja yang lebih efisien.


2. Meningkatkan kenyamanan karena tempat kerja selalu bersih dan menjadi luas/lapang.
3. Mengurangi bahaya di tempat kerja karena kualitas tempat kerja yang bagus/baik.
4. Menambah penghematan karena menghilangkan berbagai pemborosan di tempat kerja.

Budaya 5R (5S) sudah banyak diterapkan pada perusahaan-perusahaan, bahkan dengan menerapkan
budaya 5R (5S) di tempat tersebut itulah perusahaan-perusahaan banyak yang berkembang menjadi
perusahaan kelas atas. Budaya 5R (5S) merupakan investasi awal bagi sebuah perusahaan untuk
menuju kesuksesan berkelanjutan.

Pengendalian Visual merupakan bentuk penerapan 5R langkah R yang ke-2 (dua) yaitu "Rapi". Langkah
ini dilakukan dengan cara menata / mengurutkan peralatan/barang berdasarkan alur proses kerja dan
juga menata /mengurutkan peralatan/barang berdasarkan keseringan penggunaan serta
pengaturan/pengendalian (manajemen) secara visual peralatan/barang di tempat kerja dengan
label/tanda dengan maksud/tujuan barang/peralatan lebih cepat/mudah ditemukan sehingga terdapat
keteraturan di tempat kerja.

Manfaat dari pengaturan (pengendalian) visual ialah supaya orang ataupun orang lain (tamu/pengunjung)
di tempat kerja dapat dengan mudah mengetahui (memahami) situasi tempat/area kerja secara langsung
bahkan tanpa harus menanyakan kepada petugas yang bekerja di tempat kerja.

Pengendalian visual dapat dilakukan dengan memberi tanda/nama/label pada lantai kerja, pada


peralatan, pada laci/rak, kotak penyimpanan, dsb. Untuk lebih memudahkan penerapannya, maka dapat
ditambahkan sistem kode warna dalam mengorganisir tanda/nama/label tempat kerja.

Berikut adalah contoh label dan kode warna sebagai pengaturan (pengendalian) visual dalam
mengorganisir tempat kerja :

LABEL KETERANGAN
Batas Area Kerja.
Batas Ruangan Kerja.
Batas Jalur Lalu Lintas.
Produk Jadi.
Sarana Umum.
Barang/Bahan Baku.
Sarana P3K.
Sarana Keselamatan.
Sarana Darurat & Evakuasi.
Jalur Pejalan Kaki.
Barang/Bahan yang akan diproses.

Barang/Bahan Inspeksi QC.


Produk/Bahan Ditolak (Reject).
Sisa Pekerjaan yang tidak terpakai.
Tanda Berhenti.
Rak/Lemari.
Meja.
Perlengkapan/Peralatan/Mesin.
Area terbatas untuk tujuan operasional.
Mesin/Alat Berbahaya.
Area terbatas untuk keselamatan.
Sarana Darurat Kebakaran.
Zona Mengandung Bahaya.

Contoh format pemasangan label pada lantai area kerja :

Penerapan Pengendalian Tanda Visual Pada Lantai Area Kerja


Contoh Penerapan Pengendalian Visual di Tempat Kerja :

Contoh Penerapan Pengendalian Visual 5R di Tempat Kerja


LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN 5R/5S

Terdapat 5 (lima) langkah dalam penerapan 5R (5S) di tempat kerja yaitu : Ringkas, Rapi Resik, Rawat
dan Rajin. Masing-masing penjelasan penerapan 5R (5S) tersebut antara lain :

1. Ringkas
o Memilah barang yang diperlukan & yang tidak diperlukan.
o Memilah barang yang sudah rusak dan barang yang masih dapat digunakan.
o Memilah barang yang harus dibuang atau tidak.
o Memilah barang yang sering digunakan atau jarang penggunaannya.
2. Rapi
o Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan alur proses kerja.
o Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan keseringan penggunaannya.
o Pengaturan (pengendalian) visual supaya peralatan/barang mudah ditemukan, teratur
dan selalu pada tempatnya.
3. Resik
o Membersihkan tempat kerja dari semua kotoran, debu dan sampah.
o Menyediakan sarana dan prasarana kebersihan di tempat kerja.
o Meminimalisir sumber-sumber kotoran dan sampah.
o Memperbarui/memperbaiki tempat kerja yang sudah usang/rusak.
4. Rawat
o Mempertahankan 3 kondisi di atas dari waktu ke waktu.
5. Rajin
o Mendisiplinkan diri untuk melakukan 4 hal di atas.
STRUKTUR DAN HAL-HAL TINDAKAN PENANGANAN KEBAKARAN

Keadaan Darurat ialah keadaan sulit yang tidak diduga (terduga) yang memerlukan penanganan segera
agar (supaya) tidak terjadi kecelakaan (fatal).

Unit Tanggap Darurat ialah unit kerja yang dibentuk untuk menanggulangi keadaaan darurat dalam
lingkungan suatu organisasi (perusahaan). Unit kerja tersebut dibentuk dengan tujuan untuk memenuhi
persyaratanOHSAS 18001:2007 klausul 4.4.7 Emergency Preparedness and Response (Persiapan
Tanggap Darurat). Bagian dari perencanaan untuk memenuhi klausul OHSAS 18001:2007 tersebut
antara lain :

Mendefisinikan Potensi Keadaan Darurat, diantaranya :

1. Kebakaran yang tidak mampu dipadamkan Regu Pemadam Kebakaran Perusahaan dalam waktu
singkat.
2. Peledakan spontan pada tangki, bin, silo, dsb.
3. Kebocoran gas/cairan/bahan material berbahaya lainnya dalam sekala besar dan tidak bisa
diatasi dalam waktu singkat.
4. Bencana alam di lingkungan Perusahaan (Banjir, Gempa Bumi, Angin Ribut, Gunung Meletus,
dsb).
5. Terorisme (Ancaman Bom, Perampokan, dsb).
6. Demonstrasi/Unjuk Rasa/Huru-hara di dalam/di luar lingkungan Perusahaan.
7. Kecelakaan / Keracunan Massal.

Mendefinisikan Tugas dan Fungsi Unit Tanggap Darurat :

1. Menentukan dan menanggulangi keadaan darurat Perusahaan.


2. Melaksanakan latihan tanggap darurat bersama serta melibatkan seluruh karyawan secara
berkala.
3. Melaksanakan pertemuan rutin/nonrutin kinerja Unit Tanggap Darurat.

Mendefinisikan Peran, Wewenang dan Tanggung Jawab Unit Tanggap Darurat :


Peran Wewenang dan Tanggung Jawab
1. Menentukan dan memutuskan Kebijakan Tanggap Darurat Perusahaan
2. Mengajukan anggaran dana yang berkaitan dengan sarana dan prasarana
tanggap darurat Perusahaan.
3. Mengundang partisipasi seluruh karyawan untuk melangsungkan latihan
Ketua
tanggap darurat di lingkungan Perusahaan.
4. Menjadwalkan pertemuan rutin maupun nonrutin Unit Tanggap Darurat.
5. Menyusun rencana pemulihan keadaan darurat Perusahaan.

Sekretaris 1. Membuat laporan kinerja Unit Tanggap Darurat.


2. Melakukan pemantauan kebutuhan dan perawatan sarana dan prasarana
tanggap darurat Perusahaan.
3. Melaksanakan kerja sama dengan pihak terkait yang berkaitan dengan
tanggap darurat Perusahaan.

1. Mengoordinasi kinerja semua regu Unit Tanggap Darurat.


Koordinator
1. Melangsungkan pemadaman kebakaran menggunakan semua sarana
pemadam api di lingkungan Perusahaan secara aman, selamat dan
efektif.
Regu Pemadam
2. Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana
Kebakaran
pemadam api di lingkungan Perusahaan kepada Koordinator, Sekretaris
maupun Ketua Unit Tanggap Darurat.

1. Memimpin prosedur evakuasi secara aman, selamat dan cepat.


2. Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana evakuasi
di lingkungan Perusahaan kepada Koordinator, Sekretaris maupun Ketua
Regu Evakuasi Unit Tanggap Darurat.
3. Melaporkan adanya korban tertinggal, terjebak ataupun teruka kepada
Regu P3K, Koordinator maupun Sekretaris Unit Tanggap Darurat.

1. Melaksanakan tindakan P3K.


2. Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana P3K di
lingkungan Perusahaan kepada Koordinator, Sekretaris maupun Ketua
Unit Tanggap Darurat.
Regu P3K
3. Melaporkan kepada Koordinator ataupun Sekretaris Unit Tanggap
Darurat bilamana terdapat korban yang memerlukan tindakan medis
lanjut pihak ke tiga di luar Perusahaan.

1. Mengakomodasi kebutuhan umum tanggap darurat (makanan, minuman,


Logistik pakaian, selimut, pakaian, dsb).

1. Mengakomodasi sarana transportasi darurat dari dalam/luar lingkungan


Transportasi Perusahaan.

1. Memantau perkembangan penanganan kondisi darurat dan


menjembatani komunikasi antar regu Unit Tanggap Darurat.
Komunikasi
2. Memastikan alur komunikasi antar regu Unit Tanggap Darurat dapat
Internal
dilangsungkan secara baik dan lancar.

1. Memantau seluruh informasi internal dan mengakomodasi


informasi/pemberitaan untuk pihak luar.
Komunikasi
2. Menghubungi pihak eksternal terkait untuk kepentingan tanggap darurat
Eksternal
(Kepolisian/Warga).

Keamanan 1. Melaksanakan tindakan keamanan internal maupun eksternal selama


berlangsungnya tanggap darurat Perusahaan.

Struktur Susunan Unit Organisasi Tim Tanggap Darurat K3 (Emergency Response Team)
Syarat-syarat Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di tempat kerja tertuang
dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3. Di dalamnya terdapat 18
(delapan belas)syarat-syarat dasar keselamatan kerja di tempat kerja di antaranya sebagai berikut :

1. Mencegah & mengurangi kecelakaan kerja.


2. Mencegah, mengurangi & memadamkan kebakaran.
3. Mencegah & mengurangi bahaya peledakan.
4. Memberi jalur evakuasi keadaan darurat.
5. Memberi P3K Kecelakaan Kerja.
6. Memberi APD (Alat Pelindung Diri) pada tenaga kerja.
7. Mencegah & mengendalikan timbulnya penyebaran suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap,
gas, radiasi, kebisingan & getaran.
8. Mencegah dan mengendalikan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan keracunan.
9. Penerangan yang cukup dan sesuai.
10. Suhu dan kelembaban udara yang baik.
11. Menyediakan ventilasi yang cukup.
12. Memelihara kebersihan, kesehatan & ketertiban.
13. Keserasian tenaga kerja, peralatan, lingkungan, cara & proses kerja.
14. Mengamankan & memperlancar pengangkutan manusia, binatang, tanaman & barang.
15. Mengamankan & memelihara segala jenis bangunan.
16. Mengamankan & memperlancar bongkar muat, perlakuan & penyimpanan barang
17. Mencegah tekena aliran listrik berbahaya.
18. Menyesuaikan & menyempurnakan keselamatan pekerjaan yang resikonya bertambah tinggi.

Label (Simbol) Kemasan Bahan (Material) Berbahaya / B3 (Bahan


Beracun dan Berbahaya)
secara umum merujuk pada Globally Harmonized System - United Nations (GHS) yang
diterbitkan oleh PBB (Perserikatan Bangsa - Bangsa). Label dipasang per satuan kemasan
bahan berbahaya ataupun paket kemasan bahan (material)  berbahaya. Terdapat 9 (sembilan)
Klasifikasi Bahan (Material) Berbahaya / B3 (Beracun dan Berbahaya), antara lain :

Simbol Kemasan Bahan Berbahaya Bagi Lingkungan

Simbol Kemasan Bahan Beracun

Simbol Kemasan Bahan Mudah Meledak


Simbol Kemasan bahan Mudah Menyala (Terbakar)

Simbol Kemasan Bahan Oksidator

Simbol Kemasan Bahan Berbahaya Bagi Pernafasan | Termasuk Karsinogenik


Simbol Kemasan Bahan Penyebab Iritasi (Irritant)

Simbol Kemasan Tabung Gas Bertekanan

Simbol Kemasan Bahan Korosif


27. Contoh Penerapan Label :
AWDSASD
(CxHy)

PERINGATAN !!!
BAHAN PENYEBAB IRITASI
Gunakan sarung tangan karet saat
menggunakan bahan. Selau tutup rapat
kemasan dan jauhkan dari jangkauan anak-
anak. Simpan kemasan di tempat yang sejuk.
JIKA TERKENA KULIT : Segera basuh
dengan air yang banyak.
Lihat Data Keselamatan Bahan untuk penggunaan produk
secara aman
PT. XKMW, Jln. Kicau-kicau 14, Ronorawe
22098
28. Contoh Penerapan Label (2) :
TOXFLAM
(CxHyOz)

BAHAYA !
BAHAN BERACUN & MUDAH TERBAKAR
Selalu cuci tangan sebelum dan sesudah penggunaan.
Hindarkan dari sumber api. Selalu tutup rapat kemasan.
JIKA TERTELAN  : Segera hubungi dokter dan Rumah
Sakit.
JIKA TERBAKAR  : Gunakan Media CO2 & Tepung Kimia
Kering.
Lihat Data Keselamatan Bahan untuk penggunaan produk secara aman
PT. XKMW, Jln. Kicau-kicau 14, Ronorawe 22098
29. Contoh Pemasangan Label Kemasan Bahan (Material) Berbahaya / B3 (Bahan Beracun dan
Berbahaya) :
Contoh Pemasangan Label Pada Kemasan

Lambang (Logo/Simbol) K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Beserta Arti dan


Maknanya tertuang dalam Kepmenaker RI 1135/MEN/1987 tentang Bendera Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Berikut ialah penjelasan mengenai arti dan makna lambang/logo/simbol K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) tersebut :

1. Bentuk lambang K3: palang dilingkari roda bergigi sebelas berwarna hijau di atas warna dasar
putih.
2. Arti dan Makna simbol/lambang/logo K3 :
o Palang : bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK).
o Roda Gigi : bekerja dengan kesegaran jasmani dan rohani.
o Warna Putih : bersih dan suci.
o Warna Hijau : selamat, sehat dan sejahtera.
o Sebelas gerigi roda : sebelas bab dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
Lambang/Logo K3
Secara umum logo/lambang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dapat dipasang pada seragam kerja
maupun APD (helm keselamatan) sebagai wujud komitmen Perusahaan terhadap penerapan K3 di
tempat kerja. Selain itu logo/lambang K3 juga biasa dipasang pada dokumen-dokumen K3, poster, rambu
maupun papan nama Perusahaan sebagai bagian dari komitmen Perusahaan terhadap K3 di lingkungan
Manajemen Perusahaan.

Perhitungan statistik kecelakaan kerja meliputi :

1. Frequency Rate (Tingkat Keseringan)


o Menentukan tingkat keseringan kecelakaan kerja / insiden kerja per 1.000.000 (satu juta)
jam kerja orang.
o FR = (Total Kasus Kecelakaan Kerja/Total Jam Kerja Orang) X 1.000.000
2. Severity Rate (Tingkat Keparahan)
o Menentukan tingkat hari kerja yang hilang karena kecelakaan kerja / insiden kerja per
1.000.000 (satu juta) jam kerja orang.
o SR = (Total Hari Kerja Hilang karena Kecelakaan Kerja/Total Jam Kerja Orang) X
1.000.000
3. Incident Rate (Tingkat Kejadian)
o Menentukan prosentase tingkat terjadinya kecelakaan kerja untuk tiap tenaga kerja.
o IR = (Total Kasus Kecelakaan Kerja/Total Tenaga Kerja) X 100%
4. Average Time Lost Rate (Rata-rata Hilang Hari Kerja karena Kecelakaan Kerja)
o Menentukan rata-rata hilangnya hari kerja karena kecelakaan kerja untuk tiap kasus
kecelakaan kerja.
o ATLR = (Total Hari Hilang karena Kecelakaan Kerja/Total Kasus Kecelakaan Kerja)
5. Safe-T Score (Nilai Keselamatan Kerja)
o Menunjukkan tingkat perubahan (peningkatan/perubahan) kinerja K3 yang berkaitan
dengan kecelakaan kerja / insiden kerja.
o Safe-T Score = (FR(n) - FR(n-1))/FR (n-1)
o Keterangan:
 FR(n) = Nilai FR saat ini.
 FR(n-1) = Nilai FR waktu yang lalu.
 STS antara +2,00 dan -2,00 tidak menunjukkan perubahan berarti.
 STS diatas +2,00 menunjukkan keadaan memburuk.
 STS dibawah -2,00 menunjukkan keadaan yang membaik.

Berikut adalah contoh sederhana form laporan statistik kecelakaan kerja :

Form Laporan Statistik Kecelakaan Kerja

Kumpulan rambu-rambu K3 : rambu-rambu larangan yang bermanfaat sebagai manajemen visual di


tempat kerja.

                   

                   
                   

                 

Kumpulan rambu-rambu K3 : rambu-rambu larangan yang bermanfaat sebagai manajemen visual di


tempat kerja.

         

         

         

         
         

         

         

       
Insiden, kecelakaan kerja dan nearmiss
merupakan tolak ukur utama dalam mengukur kinerja K3 secara umum. Semua kejadian yang berkaitan
dengan ketiga hal di atas perlu dicatat dan diselidiki (investigasi) guna menentukan langkah-langkah
perbaikan untuk meningkatkan kinerja K3di tempat kerja.

Form laporan insiden/kecelakaan kerja digunakan sebagai alat untuk mencatat kejadian (kronologi)
insiden, kecelakaan kerja maupun nearmissbaik itu terhadap tempat, waktu, pekerjaan, alat/mesin,
bahan, serta hal-hal terkait insiden/kecelakaan kerja. Form laporan kecelakaan kerja/insiden kerja juga
digunakan untuk mencatat kerugian-kerugianyang ditimbulkan akibat insiden, kecelakaan kerja
ataupun nearmiss.

Form insiden/kecelakaan kerja juga digunakan untuk mencatat korban-koban insiden, kecelakaan kerja
ataupun nearmiss beserta tindakan penanganannya serta keparahan yang diderita juga banyaknya hari
hilang akibat insiden kerja / kecelakaan kerja.

Selanjutnya form laporan insiden/kecelakaan kerja digunakan untuk mencatat seluruh hasil penyelidikan
(investigasi) berkaitan dengan sebab-sebab kecelakaan kerja / insiden kerja baik penyebab langsung,
penyebab tidak langsung maupun penyebab dasarnya.

Catatan paling akhir dari laporan insiden/kecelakaan kerja ialah mencatat hasil-hasil tindakan perbaikan
dan pencegahan yang direncanakan berdasarkan hasil investigasi insiden/kecelakaan kerja berikut
dengan jadwal pelaksanaan, wewenang pelaksanaan serta perkembangan pelaksanaannya.

Form laporan insiden/kecelakaan kerja divalidasi oleh saksi-saksi, korban, petugas/pengawas K3,
manajer area bersangkutan juga manajemen atas. Bagian paling akhir dari laporan insiden/kecelakaan
kerja dapat diisi gambar-gambar (foto) dokumentasi kecelakaan kerja serta catatan-catatan penting
lainnya yang diperlukan (dibutuhkan) di dalam laporan.

Selanjutnya laporan tersebut dicatat dalam laporan statistik kecelakaan kerja untuk mengetahui faktor-
faktor lain yang berkaitan (berhubungan) dengan kinerja K3 di tempat kerja.
Form Laporan Kecelakaan Kerja
Job Safety Analysis (JSA) atau dikenal juga dengan Job Hazard Analysismerupakan upaya mempelajari
dan pencatatan tiap-tiap urutan langkah kerja suatu pekerjaan, mengidentifikasi bahaya-bahaya di
dalamnya serta menentukan upaya terbaik untuk mengurangi ataupun menghilangkanbahaya-
bahaya pada suatu pekerjaan tersebut. Dengan menyusun dan mensosialisasikan Job Safety Analysis
pada tenaga kerja merupakan suatu salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja di tempat kerja.

Langkah-langkah dalam menyusun JSA (Job Safety Analysis) antara lain :

1. Menentuan Jenis Pekerjaan

Pekerjaan yang memiliki riwayat kecelakaan kerja paling parah ataupun sering merupakan
prioritas utama untuk dianalisa keselamatannya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
menentukan pekerjaan yang akan dianalisa ialah sebagai berikut :

o Tingkat keseringan kecelakaan kerja.


o Tingkat kecelakaan yang menyebabkan cacat.
o Potensi keparahan kecelakaan kerja.
o Pekerjaan yang bersifat baru.
o Pekerjaan yang memiliki riwayat hampir celaka (nearmiss).
2. Merinci urutan-urutan / langkah-langkah pekerjaan dari awal dimulai pekerjaan sampai dengan
selesainya pekerjaan.
3. Mengidentifikasi bahaya dan potensi kecelakaan kerja terhadap tiap-tiap urutan kerja yang
dilakukan.
4. Menentukan langkah pengendalian terhadap bahaya-bahaya tiap urutan kerja yang dilakukan.

Berikut ialah contoh JSA (Job Safety Analysis) :


Contoh Job Safety Analysis (JSA)
Form Statistik Kecelakaan Kerja digunakan untuk mengukur kinerja K3 ditempat kerja yang berkaitan
dengan tingkat kecelakaan kerja / insiden kerja serta keparahannya. Form tersebut diperlukan untuk
menentukan (merencanakan) langkah-langkah perbaikan untuk mengurangi angka kecelakaan kerja /
insiden kerja dan keparahannya.

Perhitungan statistik kecelakaan kerja meliputi :

1. Frequency Rate (Tingkat Keseringan)


o Menentukan tingkat keseringan kecelakaan kerja / insiden kerja per 1.000.000 (satu juta)
jam kerja orang.
o FR = (Total Kasus Kecelakaan Kerja/Total Jam Kerja Orang) X 1.000.000
2. Severity Rate (Tingkat Keparahan)
o Menentukan tingkat hari kerja yang hilang karena kecelakaan kerja / insiden kerja per
1.000.000 (satu juta) jam kerja orang.
o SR = (Total Hari Kerja Hilang karena Kecelakaan Kerja/Total Jam Kerja Orang) X
1.000.000
3. Incident Rate (Tingkat Kejadian)
o Menentukan prosentase tingkat terjadinya kecelakaan kerja untuk tiap tenaga kerja.
o IR = (Total Kasus Kecelakaan Kerja/Total Tenaga Kerja) X 100%
4. Average Time Lost Rate (Rata-rata Hilang Hari Kerja karena Kecelakaan Kerja)
o Menentukan rata-rata hilangnya hari kerja karena kecelakaan kerja untuk tiap kasus
kecelakaan kerja.
o ATLR = (Total Hari Hilang karena Kecelakaan Kerja/Total Kasus Kecelakaan Kerja)
5. Safe-T Score (Nilai Keselamatan Kerja)
o Menunjukkan tingkat perubahan (peningkatan/perubahan) kinerja K3 yang berkaitan
dengan kecelakaan kerja / insiden kerja.
o Safe-T Score = (FR(n) - FR(n-1))/FR (n-1)
o Keterangan:
 FR(n) = Nilai FR saat ini.
 FR(n-1) = Nilai FR waktu yang lalu.
 STS antara +2,00 dan -2,00 tidak menunjukkan perubahan berarti.
 STS diatas +2,00 menunjukkan keadaan memburuk.
 STS dibawah -2,00 menunjukkan keadaan yang membaik.

Berikut adalah contoh sederhana form laporan statistik kecelakaan kerja :


Form Laporan Statistik Kecelakaan Kerja

Form Pemantauan dan Pengendalian Bahaya digunakan untuk mencatat semua bahaya yang


ditemukan selama aktivitas kerja berlangsung ditempat kerja baik itu dari kondisi bahaya maupun
tindakan bahaya beserta tindakan pengendalian yang diperlukan. Form tersebut juga diperlukan untuk
mengukur kinerja K3 di tempat kerja apakah tempat kerja telah aman dari bahaya serta apakah semua
bahaya di tempat kerja telah dilakukan upaya pengendalian bahaya yang diperlukan.

Pencatatan dan pemantauan pengendalian bahaya dapat dilaksanakan setiap hari ataupun setiap shift.
Pencatatan bahaya didokumentasikan dengan gambar (foto) berikut detail tanggal dan waktu,
area/lokasi/tempat, pekerjaan yang dilakukan, potensi bahaya, resiko & tingkat resiko (prioritas),
rekomendasi, wewenang, jadwal penyelesaian, status dan keterangan lainnya. Pengendalian yang sudah
diterapkan atau yang belum bisa diterapkan dicatat dan didokumrntasikan berupa gambar (foto) berikut
keterangan lainnya.

Berikut adalah contoh sederhana Form Pemantauan dan Pengendalian Bahaya di tempat kerja :
Form Laporan Pemantauan dan Pengendalian Bahaya di Tempat Kerja

Pengertian (Definisi) APAR (Alat Pemadam Api Ringan) adalah alat yang ringan serta mudah dilayani
untuk satu orang untuk memadamkan apipada mula terjadi kebakaran (berdasarkan Permenakertrans RI
No 4/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan). Dan
berikut ialah tata cara penggunaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) / Tabung Pemadam :

1. Tarik/Lepas Pin pengunci tuas APAR / Tabung Pemadam.


2. Arahkan selang ke titik pusat api.
3. Tekan tuas untuk mengeluarkan isi APAR / Tabung Pemadam.
4. Sapukan secara merata sampai api padam.
Yang perlu diperhatikan :

1. Perhatikan arah angin (usahakan searah dengan arah angin) supaya media pemadam benar-
benar efektif mengarah ke pusat api.
2. Perhatikan sumber kebakaran dan gunakan jenis APAR yang sesuai dengan klasifikasi sumber
kebakaran.

KATEGORI JENIS APAR

1. APAR A (Kebakaran Padat Non-Logam).


2. APAR B (Kebakaran Gas/Uap/Cairan Mudah Terbakar).
Kelas 3. APAR C (Kebakaran Listrik).
Kebakaran 4. APAR D (Kebakaran Logam).
5. APAR K (Kebakaran Bahan Masakan).
6. APAR Kombinasi (ABC;AB;BC;BK).

1. APAR Air.
2. APAR Uap Air.
3. APAR Busa.
Media
4. APAR Serbuk Kimia Kering.
Pemadam
5. APAR Cairan Kimia.
6. APAR Gas CO2.
7. APAR Halon (sekarang dilarang karena efek rumah kaca)
1. APAR Kartu Gas (Menggunakan tabung gas bertekanan yang dipasang di luar
tabung APAR untuk mengeluarkan isi tabung APAR).

Konstruksi
2. APAR Tekanan Tetap (Gas bertekanan untuk mengeluarkan isi APAR dijadikan
satu dengan tabung APAR).

1. APAR Gantung.
Penempatan
2. APAR Troli (Roda Dorong) untuk APAR kapasitas besar.

Kapasitas 1. APAR 0.6 kg s.d. APAR 90 kg


Penempatan Tabung Pemadam / APAR (Alat Pemadam Api Ringan) diatur melalui Permenakertrans RI
No 4/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api
Ringan. Persyaratan tersebut antara lain :

1. Mudah dilihat, diakses dan diambil serta dilengkapi dengan tanda pemasangan APAR / Tabung
Pemadam.
2. Tinggi pemberian tanda pemasangan ialah 125 cm dari dasar lantai tepat di atas satu atau
kelompok APAR bersangkutan (jarak minimal APAR / Tabung Pemadam dengan laintai minimal
15 cm).
3. Jarak penempatan APAR / Tabung Pemadam satu dengan lainnya ialah 15 meter atau
ditentukan lain oleh  pegawai pengawas K3 atau Ahli K3.
4. Semua Tabung Pemadam / APAR sebaiknya berwarna merah.

Syarat Tanda Pemasangan APAR / Tabung Pemadam :

1. Segitiga sama sisi dengan warna dasar merah.


2. Ukuran tiap sisi 35 cm.
3. Tinggi huruf 3 cm berwarna putih.
4. Tinggi Tanda Panah 7.5 cm berwarna putih.

Tanda Pemasangan APAR / Tabung Pemadam

Syarat Pemasangan Tanda APAR / Tabung Pemadam pada kolom (tiang) bangunan :
Tanda Pemasangan APAR / Tabung Pemadam Pada Kolom (Tiang) Bangunan

Kebakaran ialah nyala api baik kecil maupun besar pada tempat, situasi dan waktu yang tidak diinginkan
dan umumnya bersifat merugikan dan sulit dikendalikan.

Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya kebakaran diantaranya ialah :

1. Faktor terjadinya kebakaran karena alam :


o Petir (misal : sambaran petir pada bahan mudah terbakar).
o Gempa bumi (misal: gempa bumi yang mengakibatkan terputusnya jalur gas bahan
bakar)
o Gunung meletus (dikarenakan lava pijar yang panas membakar tumbuhan kering
disekitarnya).
o Panas matahari (misal : panas matahari yang memantul dari kaca cembung ke dedaunan
kering di sekitarnya).
o Dsj.
2. Faktor terjadinya kebakaran karena manusia :
o Disengaja (pembalakan liar, balas dendam, dsj).
o Kelalaian (lupa mematikan tungku pembakaran saat akan meninggalkan rumah, dsj).
o Kurang pengertian (membuang rokok sembarangan, merokok di dekat tempat pengisian
bahan bakar, dsj).
3. Fartor penyebab kebakaran karena binatang : tikus, kucing dan binatang peliharaaan lainnya
yang berpotensi menimbulkan kebakaran akibat terdapat sumber api di sekitar rumah tanpa
pengawasan, dsj.

Oleh karena sifat kebakaran dimana mengakibatkan banyak kerugian, maka untuk mencegah terjadinya
kebakaran dapat diupayakan langkah-langkah berikut :

1. Mengadakan penyuluhan mengenai bahaya kebakaran dari pemerintah kepada masyarakat.


2. Pengawasan bersama terhadap segala potensi-potensi kebakaran secara bersama-sama saling
mengingatkan.
3. Menyediakan sarana pemadam kebakaran aktif maupun pasif di area yang berpotensi tinggi
terjadi kebakaran.

Dengan demikian dapat diupayakan pencegahan kebakaran secara dini.

Anda mungkin juga menyukai