Evaluasi dan revisi prosedur tanggap darurat: Prosedur tanggap darurat harus dievaluasi
setelah latihan atau setelah keadaan darurat dihadapi. Jika perlu, prosedur darurat ini harus
diubah atau direvisi berdasarkan hasil pengujian atau latihan.
Perencanaan tanggap darurat penting bagi setiap perusahaan karena selalu lebih baik
berhati-hati dengan cara aman daripada menyesal. Membuat rencana respons yang efektif
untuk keadaan darurat mungkin membutuhkan usaha yang lebih, tetapi tentunya akan
terbayarkan dalam jangka panjang. Ini memastikan keselamatan pekerja Anda dan
membantu membangun tempat kerja yang sehat dan aman.
3. Melakukan Komunikasi K3
Guna menjamin penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, maka
Perusahaan perlu menyusun sistem komunikasi untuk mendukung pelaksanaan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang baik di tempat kerja.
Komunikasi meliputi komunikasi internal antar bagian maupun sesama bagian dalam struktur
organisasi Perusahaan maupun komunikasi eksternal dengan pihak lain seperti kontraktor,
pemasok, pengunjung, tamu dan masyarakat luas maupun pihak ke tiga yang bekerja sama
dengan Perushaaan berkaitan dengan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
Komunikasi dapat melalui beragam media, cara dan teknologi yang secara efektif dapat
menyampaikan pesan kepada semua pihak yang perlu mendapat informasi berkaitan dengan
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Perusahaan juga mengatur komunikasi eksternal dengan pihak ke tiga terkait informasi yang
diterima oleh Perusahaan maupun informasi yang diberikan oleh Perusahaan untuk pihak ke tiga.
Perusahan menjamin konsistensi dan relevansi informasi yang diberikan sesuai dengan Sistem
Manajemen K3 Perusahaan termasuk informasi mengenai pengendalian operasi K3 dan tanggap
darurat Perusahaan.
4. Mengawasi pelaksanaan izin kerja.
Sebagian pekerja mungkin masih menganggap surat izin kerja dibuat hanya sebagai formalitas
sebelum memasuki lokasi berbahaya atau melaksanakan pekerjaan tertentu. Padahal dibalik itu,
pembuatan izin kerja sangat penting untuk menyatakan kondisi tempat dimana pekerjaan tersebut
dilakukan sudah aman atau belum dan memastikan pekerja melakukan pekerjaannya dengan
aman dan efisien sesuai prosedur keselamatan yang ditetapkan. Izin kerja tidak hanya membantu
mencegah terjadinya kecelakaan kerja, tetapi juga melindungi peralatan kerja dari kerusakan.
Meski perannya sangat penting, izin kerja ini jarang dilaksanakan dengan baik, bahkan beberapa
bukti menunjukkan prosedur ini tidak dilaksanakan sama sekali. Hampir semua kecelakaan kerja
yang terjadi pada pekerjaan berbahaya, ditemukan tidak ada izin kerja yang dikeluarkan untuk
pekerjaan tersebut. Maka dari itu, baik supervisor maupun pekerja perlu memahami pentingnya
izin kerja sebelum memulai sebuah pekerjaan agar kecelakaan kerja dapat dihindari.
Izin kerja (dikenal juga dengan istilah work permit, permit to work, atau surat izin kerja aman)
adalah sebuah dokumen atau izin tertulis yang digunakan untuk mengontrol jenis pekerjaan
tertentu yang berpotensi membahayakan pekerja. Izin kerja diperlukan untuk mengidentifikasi
pekerjaan yang akan dilakukan, potensi bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan yang akan
dilakukan, dan tindakan pencegahan atau pengendaliannya.
Izin kerja juga biasanya dilengkapi dengan dokumen pendukung seperti job safety analysis (JSA)
dan tool box checklist. Contoh pekerjaan yang membutuhkan izin kerja adalah pekerjaan yang
mengharuskan pekerjanya masuk dan bekerja di ruang terbatas, kegiatan memperbaiki,
memelihara atau memeriksa instalasi listrik, dan pengoperasian alat berat.
Izin kerja dikeluarkan oleh pengawas/ supervisor/ pelaksana kepada subkontraktor/ mandor atau
pekerja yang akan memasuki area berbahaya atau melaksanakan pekerjaan yang dianggap
berbahaya. Sebelum memberikan izin kerja, pengawas/ supervisor/ pelaksana biasanya akan
melakukan pemeriksaan terhadap hal-hal berikut ini:
Kesehatan pekerja
Kelengkapan sarana dan prasarana kerja (termasuk APD yang berhubungan dengan
pekerjaan yang hendak dilakukan)
Kondisi terbaru di lokasi pekerjaan, apakah terdapat hal-hal yang membahayakan atau
tidak
Hal-hal yang berhubungan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lokasi kerja
tersebut.
Bila hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada hal-hal yang dapat membahayakan pekerja dan
lokasi kerja dinyatakan aman, maka izin kerja harus di tanda tangani oleh orang yang berwenang
(authority person) dan pekerja yang terlibat di lapangan.
Apa saja jenis-jenis izin kerja yang biasanya dibuat sebelum memulai
pekerjaan?
Jenis izin kerja ditentukan berdasarkan sifat pekerjaan yang akan dilakukan dan bahaya yang
harus dikontrol atau dihilangkan. Pasalnya satu jenis izin kerja tidak selalu berlaku untuk
berbagai kegiatan dan lokasi pekerjaan. Berikut jenis-jenis izin kerja yang paling sering
digunakan di tempat kerja:
Izin kerja pekerjaan panas (hot work permit) – Diperlukan apabila akan melaksanakan
pekerjaan panas, contohnya: pengelasan, pemotongan dengan api, pengeboran logam, dan
sandblasting.
Izin kerja pekerjaan dingin (cold work permit) – Diperlukan apabila akan
melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan perbaikan, pemeliharaan,
atau konstruksi yang sifatnya tidak rutin (sesuai ketentuan pekerjaan tersebut) dan tidak
menggunakan peralatan yang dapat menimbulkan api terbuka atau sumber nyala.
Contohnya pengecatan, pekerjaan bangunan, dan pekerjaan sipil.
Izin kerja memasuki ruang terbatas (confined space entry permit) – Diperlukan
apabila akan memasuki dan melakukan pekerjaan di ruang terbatas, seperti silo, tanki,
atau saluran tertutup.
Izin kerja pekerjaan listrik (electrical work permit) – Diperlukan apabila akan
melakukan perbaikan, pemeliharaan, atau pemeriksaan yang berhubungan dengan
kelistrikan.
Izin kerja khusus (special permit) – Diperlukan apabila akan melaksanakan pekerjaan
melibatkan kondisi berbahaya, seperti bekerja dengan paparan bahan radioaktif, bekerja
di ketinggian, penggalian, atau melaksanakan pekerjaan dengan tingkat potensi bahaya
tinggi lainnya.
Informasi apa saja yang harus tercantum dalam surat izin kerja?
Izin kerja harus dibuat secara spesifik dan hanya berlaku bila kondisi pekerjaan tidak berubah.
Izin kerja biasanya hanya berlaku singkat, selama 8 jam atau satu shift, dan berlaku tidak lebih
dari satu hari. Rentang waktu yang ditetapkan dalam izin kerja biasanya dimulai pukul 07.00
pagi hingga pukul 17.00 waktu setempat atau jam kerja yang berlaku di tempat tersebut.
Bila kondisi lingkungan pekerjaan berubah (hujan, pergantian shift, dll.), maka izin kerja harus
diperiksa kembali sesuai kondisi lingkungan kerja saat itu. Izin kerja sebelumnya harus diganti
dengan izin kerja baru atau bila ada perubahan lingkungan dianggap tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap keselamatan kerja, maka izin kerja dapat dipergunakan kembali.
Apabila pekerjaan yang sedang berlangsung memerlukan perpanjangan waktu melebihi waktu
yang telah ditetapkan pada surat izin kerja, Anda harus memperbaharuinya dan disahkan oleh
pengawas pekerjaan di lokasi tersebut.
Bagaimana prosedur pembuatan izin kerja?
Izin kerja biasanya dibuat rangkap dua atau rangkap tiga. Ketika dibuat rangkap dua, satu salinan
disimpan sebagai dokumentasi dan satu salinan lagi diberikan untuk pekerja. Sedangkan, untuk
izin kerja yang dibuat rangkap tiga, salinan ketiga disimpan manajemen K3 perusahaan untuk
keperluan audit, apakah persyaratan izin kerja yang selama ini diterapkan sudah terpenuhi atau
belum.
Izin kerja harus dibuat sebelum pekerja memulai pekerjaan yang dianggap berbahaya. Izin kerja
harus diserahkan kembali kepada orang yang berwenang (yang mengeluarkan surat tersebut) saat
pergantian shift atau saat pekerjaan selesai dilaksanakan.
Dalam membuat atau mengeluarkan izin kerja, pekerja atau supervisor juga harus cermat dan
teliti, pasalnya banyak dari mereka yang belum kompeten memahami pentingnya izin kerja
dimasukkan ke dalam program K3 di tempat kerja. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
sistem izin kerja di perusahaan tidak efektif:
Jenis atau format izin kerja tidak mencakup semua potensi bahaya
Prosedur penerbitan izin kerja tidak memadai
Orang yang menandatangani izin kerja tidak memeriksa kondisi operasi di lapangan,
apakah sumber energi berbahaya sudah benar-benar diisolasi atau pengujian atmosfer
sudah dilakukan
Pekerja tidak mengikuti atau memahami persyaratan izin kerja, terutama perihal masa
berlaku izin kerja
Manajemen K3 perusahaan tidak melakukan audit terhadap sistem izin kerja
Izin kerja baru dibuat setelah pekerjaan dimulai atau sedang berlangsung
Petugas yang bertanggung jawab tidak memeriksa kondisi operasi di lapangan setelah
izin dikeluarkan
Sistem izin kerja yang terlalu rumit
Intinya, izin kerja merupakan alat yang efektif untuk membantu mengidentifikasi dan
mengendalikan bahaya, mencegah cedera, dan menghindari kecelakaan fatal di tempat kerja.
Semua pekerja harus memahami persyaratan izin kerja dan mengapa izin kerja diperlukan
sebelum memulai pekerjaan.
5. Melakukan Pengukuran Faktor Bahaya di Tempat Kerja
BAB I
PENDAHULUAN
Tenaga kerja merupakan modal utama dalam pengembangan usaha, sehingga mereka
harus mendapatkan perlindungan keselamatan kerja dari perusahaan. Selain itu, untuk
menunjang terciptanya suasana dan lingkungan pekerjaan yang aman dan sehat, perusahaan
harus melaksanakan beberapa program untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap tempat kerja
selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga
kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya adalah
segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit,
kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses
dan sistem kerja.
Lingkungan kerja beserta semua faktor-faktornya dapat merugikan kesehatan pekerja
apabila tidak dikelolah dengan baik. Penyakit akibat kerja timbul karena pekerja terpapar
pada lingkungan kerja yang mengandung bermacam-macam bahaya kesehatan baik yang
bersifat kimia, fisik, biologi, fisiologi dan mental psikologi.
Bahaya tidak hanya berhenti pada satu tempat saja, bahaya akan muncul dimana dan kapan
saja. Identifikasi bahaya, pemeliharaan dan pemantauan terhadap lingkungan/kesehatan
kerja harus dilaksanakan secara terus-menerus sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
Keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja merupakan satu kesatuan yang saling
berkaitan, sehingga dalam prakteknya, ketiga komponen tersebut harus sinergi dan terpadu.
B. Tujuan
Untuk mengetahui faktor-faktor bahaya lingkungan kerja terhadap kesehatan, seperti
bahaya kimia, fisik, biologi, fisiologi dan mental psikologi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian
Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisik,
kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial yang mempengaruhi pekerjaan dalam
melaksanakan pekerjaannya.
Kesehatan lingkungan kerja adalah ilmu dan seni yang ditunjukkan untuk mengenal,
mengevaluasi dalam mengendalikan semua faktor-faktor dan stres lingkungan di tempat
kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan, kesejahteraan, kenyamanan dan
efisiensi dikalangan pekerjaan dan masyarakat.
Tujuan utama dari kesehatan lingkungan kerja adalah melindungi pekerja dan
masyarakat sekitar suatu RS atau perusahaan dari bahaya-bahaya yang mungkin timbul.
Untuk dapat mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya lingkungan kerja yang
diperkirakan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja, utamanya terhadap pekerja,
ditempuh tiga langkah utama yaitu: pengenalan, penilaian dan pengendalian dari berbagai
bahaya dan resiko kerja.
yaitu :
1) Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun social.
2) Adanya sumber bahaya.
3) Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus menerus maupun
hanya sewaktu-waktu.
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Untuk menghindari hazard kesehatan kerja atau bahaya terhadap keselamatan kerja
sebaiknya setiap jenis tempat kerja memperhatikan alat pelindung diri dari para tenaga
kerja agar terhindar dari bahaya terhadap keselamatan kerja.
6. Mengelola Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Kerja
(P3K) di Tempat Kerja
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) adalah pertolongan dan perawatan sementara yang
dilakukan kepada korban kecelakaan di tempat kerja menggunakan peralatan sederhana sebelum
korban mendapatkan pertolongan yang sempurna. Meski hanya menggunakan peralatan
sederhana, P3K bisa menjadi salah satu solusi untuk memberi pertolongan secara cepat dan tepat.
Meski pertolongan pertama bukanlah penanganan yang sempurna, tapi dengan adanya P3K di
tempat kerja akan memiliki banyak manfaat dalam mencegah keparahan cidera, mengurangi
penderitaan dan bahkan menyelamatkan nyawa korban. Jika tindakan P3K tidak dilakukan saat
terjadi kecelakaan di tempat kerja, akibatnya dapat memperburuk keadaan korban bahkan
menimbulkan kematian.
Kecelakaan dalam pekerjaan memang bukan sesuatu yang diinginkan oleh siapapun, termasuk
pekerja. Meski demikian, perusahaan wajib menyediakan berbagai sarana prasarana untuk
mengantisipasi terjadinya kecelakaan di tempat kerja.
Bagi perusahaan yang peduli dengan keselamatan dan kesehatan pekerjanya, menyediakan
fasilitas dan petugas P3K merupakan kewajiban yang pasti ada. Dengan adanya fasilitas dan
petugas P3K maka perusahaan dapat mengurangi berbagai konsekuensi yang ditimbulkan akibat
kecelakaan kerja. (Baca juga : Keselamatan Kerja Itu Penting. Pengusaha Harus Tahu!)
Ru
ang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan/alatkesehatan.id
Ruang P3K merupakan ruangan yang disediakan dan dirancang khusus oleh perusahaan untuk
penanganan pertama tenaga kerja yang mengalami kecelakaan maupun tempat merawat pekerja
yang sedang sakit saat bekerja.
Perusahaan yang mempekerjakan 100 orang atau lebih dan perusahaan yang mempekerjakan
kurang dari 100 orang namun memiliki potensi bahaya tinggi WAJIB memiliki ruang P3K.
Lokasi yang ideal untuk ruang P3K adalah ruangan yang dekat dengan toilet/kamar mandi, dekat
jalan keluar, mudah dijangkau dari area kerja, dan dekat dengan tempat parkir kendaraan.
Syarat utama ruang P3K adalah bersih/steril dan memiliki luas yang cukup untuk menampung
tempat tidur, lemari/kotak obat P3K, timbangan badan, tempat menyimpan tandu dan kursi roda,
tempat sampah, air minum, penyejuk ruangan, meja dan kursi. Selain itu, ruang P3K yang baik
juga terdapat petugas kesehatan yang telah terlatih P3K.
2. Lemari atau Kotak P3K dan isinya
Lemari atau kotak P3K adalah tempat yang digunakan untuk menyimpan berbagai peralatan dan
obat pertolongan pertama pada kecelakaan. Selain dipasang di ruang P3K, kotak ini biasanya
juga dipasang di beberapa tempat yang mudah dilihat dan dijangkau oleh pekerja.
Kotak P3K yang baik harus kuat dan mudah diangkat/dipindah. Biasanya kotak ini terbuat dari
bahan kayu atau logam, berwarna putih, diberi lambang palang merah dan tulisan “P3K” atau
“First Aid” dibagian kaca pintu kotak K3 sebagai penanda.
Kotak P3K memiliki ukuran yang beragam, penggunaannyapun juga tergantung kebutuhan.
Semakin besar jumlah tenaga kerja yang ada di perusahaan maka akan semakin besar pula kotak
obat yang dibutuhkan. Bahkan bagi perusahaan dengan karyawan yang banyak, kotak P3K bisa
dibuat lebih banyak dan ditempatkan di berbagai tempat yang rawan terjadi kecelakaan.
Isi kotak P3K di
Tempat Kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Beberapa isi perlengkapan di kotak K3 terdiri dari : Kasa steril terbungkus, Perban, Plester,
Kapas, Kain mittela, Gunting, Peniti, Sarung tangan, Masker, Pinset, Lampu senter, Gelas untuk
cuci mata, Kantong plastik, Aquades, Povidon Iodin, Alkohol 70%, Buku panduan P3K, Buku
catatan, Tensimeter, Stetoskop, Daftar isi kotak, dan obat-obatan.
3. Alat Evakuasi dan Transportasi
Alat Evakuasi adalah peralatan yang digunakan untuk memindahkan korban kecelakaan kerja
dari lokasi kecelakaan ke tempat lain yang lebih aman dengan cara-cara yang sederhana.
Dalam melakukan evakuasi, penolong bisa menggunakan alat transportasi seadanya, dan saat
korban dievakuasi maka penolong juga wajib melakukan perawatan darurat selama perjalanan.
Beberap alat evakuasi dan transportasi yang bisa digunakan pertolongan pertama adalah tandu,
alat bantu pernafasan, kursi roda, dan jika memungkinkan bisa menggunakan mobil ambulan
atau kendaraan lain yang dapat digunakan untuk mengangkut korban.
4. Petugas P3K
Petugas P3K yang mimiliki pengetahuan dan keterampilan penanganan korban kecelakaan kerja
sangat dibutuhkan di perusahaan. Petugas yang cekatan dan mampu mengatasi berbagai situasi
kecelakaan kerja, akan dapat mengurangi resiko akibat kecelakaan.
Rasio petugas
P3K di perusahaan
5. Fasilitas Tambahan
Selain berbagai fasilitas P3K yang telah disebutkan diatas, perusahaan tertentu juga
membutuhkan berbagai fasilitas tambahan untuk menjamin kegiatan P3K dapat berjalan dengan
baik. Fasilitas tambahan tersebut bisa berupa alat pelindung diri atau peralatan khusus yang
digunakan di tempat kerja yang menangani potensi bahaya yang membutuhkan penanganan
khusus. (Baca juga : Alat Pelindung Diri dan Perlengkapan Kerja)
Alat pelindung diri ini khusus disediakan untuk perlindungan petugas K3 maupun korban
kecelakaan. Hal ini disesuaikan dengan potensi bahaya di tempat kerja, misalnya alat pencuci
mata, seragam anti api, alat pembasahan tubuh cepat, dan lain sebagainya.
Prinsip Dasar Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
Saat terjadi kecelakaan kerja, petugas P3K wajib segera menolong korban. Demi kebaikan
bersama, petugas P3K harus perhatikan prinsip dasar dalam memberikan pertolongan pertama
pada kecelakaan, yaitu :
Saat terjadi kecelakaan kerja biasanya timbul situasi panik. Sebagai petugas P3K usahakan tetap
tenang dan lihatlah situasi dengan cermat sehingga Anda tidak menjadi korban kecelakaan
berikutnya. Pastikan diri Anda dalam posisi aman untuk bisa menolong orang lain.
Untuk menangani pertolongan pertama pada kecelakaan, lakukan sesegera mungkin dengan
berbagai peralatan dan sumber daya yang ada.
Menolong orang yang sedang mengalami kecelakaan memang membutuhkan mental kuat dan
keterampilan P3K yang cukup. Beberpa tips untuk memberikan pertolongan pertama pada
kecelakaan kerja :
1. Jangan Panik.
Meski situasi dan kondisi saat terjadi kecelakaan crowded, usahakan tetap tenang dan segera
mengambil tindakan secara tepat dan cepat.
Menjauhkan korban kecelakaan dari tempat semula berfungsi untuk menghindari kecelakaan
susulan yang mungkin bisa saja terjadi. Selain itu, dengan menghindar dari lokasi terjadinya
kecelakaan, petugas P3K akan dapat lebih fokus mengurus korban.
Jangan pindahkan korban sebelum diketahui secara pasti jenis dan keparahan cidera yang
dialami, kecuali bila tempat tersebut tidak memungkinkan lagi untuk melalukan perawatan.
Apabila korban hendak diusung, hentikan pendarahan dan pastikan tulang yang patah sudah
dibidai.
Pertolongan pertama pada prinsipnya adalah pertolongan sementara. Apabila korban mengalami
luka parah, jangan segan untuk merujuk ke pusat pengobatan terdekat, bisa ke puskesmas, dokter
spesialis maupun rumah sakit.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa prosedur tanggap darurat K3 sangat penting
dibuat dan diberlakukan kepada seluruh pekerja dan orang yang berada di dalam perusahaan
tempat bekerja, untuk melindungi seluruh tenaga kerja yang ada. Oleh sebab itu, setiap
perusahaan perlu memperhatikan keadaan darurat di perusahaannya dan menyusun manajemen
K3 yang baik lewat prosedur tanggap darurat guna memberikan rasa nyaman dan perlindungan
yang aman kepada tenaga kerjanya. Prosedur tanggap darurat Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) di lingkungan kantor dapat dibuat seperti contoh lima aspek di atas.
8. Mengelola Alat Pelindung Diri (APD) di Tempat Kerja
Bagaimana Pedoman Penggunaan APD Menurut Regulasi Nasional?
Cara terbaik untuk mencegah kecelakaan kerja adalah dengan menghilangkan risikonya atau
mengendalikan sumber bahayanya secara teknis.
Jika pengendalian sumber bahaya secara teknis tidak dapat memberikan perlindungan yang
cukup untuk para pekerja, maka perusahaan wajib menyediakan APD yang sesuai untuk
meminimalkan risiko dan potensi bahaya di tempat kerja.
Poster K3 APD
Pengusaha/pengurus dan pekerja harus memahami jenis dan fungsi APD, kewajiban yang harus
dilaksanakan terkait APD, manajemen APD, dan hal penting lainnya mengenai APD di tempat
kerja.
Berikut empat poin penting mengenai penggunaan APD di tempat kerja sesuai dengan
Permenakertrans No.8 Tahun 2010:
Alat pelindung kepala berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau
terpukul benda tajam atau benda keras yang melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh
radiasi panas, api, percikan bahan-bahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang
ekstrem.
Alat pelindung mata dan muka berfungsi untuk melindungi mata dan muka dari paparan bahan
kimia berbahaya, paparan partikel-partikel yang melayang di udara dan di badan air, percikan
benda-benda kecil, panas, atau uap panas, radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion
maupun yang tidak mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau benda
tajam.
Alat pelindung telinga berfungsi untuk melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau
tekanan. Jenis alat pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan penutup telinga
(ear muff).
Alat pelindung pernapasan berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan cara
menyalurkan udara bersih dan sehat dan/atau menyaring cemaran bahan kimia, mikro-organisme,
partikel yang berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/fume, dan sebagainya.
Masker
Respirator
Katrit
Kanister
Re-breather
Airline respirator
Continues Air Supply Machine/Air Hose Mask Respirator
Tangki selam dan regulator (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus/SCUBA)
Self-Contained Breathing Apparatus (SCBA)
Emergency breathing apparatus.
Pelindung tangan (sarung tangan) berfungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari
pajanan api, suhu panas, suhu dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik,
bahan kimia, benturan, pukulan dan tergores, terinfeksi zat patogen (virus, bakteri) dan jasad
renik.
Jenis pelindung tangan terdiri dari sarung tangan yang terbuat dari logam, kulit, kain kanvas,
kain atau kain dengan pelapis, karet, dan sarung tangan yang tahan bahan kimia.
Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau berbenturan dengan
benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, terpajan
suhu yang ekstrem, terkena bahan kimia berbahaya dan jasad renik, serta tergelincir.
Jenis pelindung kaki berupa sepatu keselamatan pada pekerjaan peleburan, pengecoran logam,
industri, konstruksi bangunan, pekerjaan yang berpotensi bahaya peledakan, bahaya listrik,
tempat kerja yang basah atau licin, bahan kimia dan jasad renik, dan/atau bahaya binatang dan
lain-lain.
g. Pakaian Pelindung
Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan sebagian atau seluruh bagian badan dari
bahaya temperatur panas atau dingin yang ekstrem, pajanan api dan benda-benda panas, percikan
bahan-bahan kimia, cairan dan logam panas, uap panas, benturan (impact) dengan mesin,
peralatan dan bahan, tergores, radiasi, binatang, mikro-organisme patogen dari manusia,
binatang, tumbuhan dan lingkungan seperti virus, bakteri dan jamur.
Rompi (vests)
Celemek (apron/coveralls)
Jaket
Pakaian pelindung yang menutupi sebagian atau seluruh bagian badan.
Alat pelindung jatuh perorangan berfungsi membatasi gerak pekerja agar tidak masuk ke tempat
yang mempunyai potensi jatuh atau menjaga pekerja berada pada posisi kerja yang diinginkan
dalam keadaan miring maupun tergantung dan menahan serta membatasi pekerja jatuh sehingga
tidak membentur lantai dasar.
i. Pelampung
Pelampung berfungsi melindungi pengguna yang bekerja di atas air atau di permukaan air agar
terhindar dari bahaya tenggelam dan atau mengatur keterapungan (buoyancy) pengguna agar
dapat berada pada posisi tenggelam (negative buoyant) atau melayang (neutral buoyant) di
dalam air.
Jenis pelampung terdiri dari:
Sesuai Pasal 5 dalam Permenakertrans No.8 Tahun 2010, pengusaha atau pengurus wajib
mengumumkan secara tertulis dan memasang rambu-rambu mengenai kewajiban penggunaan
APD di tempat kerja.
Rambu K3 APD
Sementara sesuai Pasal 7, pengusaha atau pengurus wajib melaksanakan manajemen APD di
tempat kerja. Manajemen APD tersebut meliputi:
Sesuai pasal 6, tanggung jawab pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib:
Memakai atau menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan risiko
Menyatakan keberatan untuk melakukan pekerjaan apabila APD yang disediakan tidak
memenuhi ketentuan dan persyaratan.
4. Apa yang harus dilakukan jika APD mengalami kerusakan, retak, atau tidak berfungsi
dengan baik?
Jika APD atau komponen APD yang digunakan mengalami kerusakan, retak, sudah kedaluwarsa,
tidak berfungsi dengan baik, atau tidak memenuhi persyaratan, segera beri tahu atasan Anda,
guna menemukan solusi perlindungan lain atau model APD yang berbeda. Anda juga harus
berkonsultasi masalah ketidakmampuan menggunakan APD dengan atasan Anda.
“Pekerja/buruh berhak menyatakan keberatan untuk melakukan pekerjaan apabila APD yang
disediakan tidak memenuhi ketentuan dan persyaratan.”
(1) APD yang rusak, retak atau tidak dapat berfungsi dengan baik harus dibuang dan/atau
dimusnahkan.
(2) APD yang habis masa pakainya/kedaluwarsa serta mengandung bahan berbahaya, harus
dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
(3) Pemusnahan APD yang mengandung bahan berbahaya harus dilengkapi dengan berita
acara pemusnahan.
Bagi pengusaha atau pengurus yang tidak menyediakan APD sesuai SNI secara cuma-cuma bagi
pekerja, mewajibkan penggunaan APD di tempat kerja sesuai yang disebutkan dalam peraturan,
dan tidak mengumumkan secara tertulis dan memasang rambu-rambu APD dapat dikenakan
sanksi sesuai UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Perlu Anda ketahui, besarnya manfaat APD pada saat bekerja tidak menjamin semua pekerja
yang memakainya, karena ternyata masih banyak juga pekerja yang tidak menggunakannya.
Keefektifan penggunaan APD tergantung dari pemilihan APD yang sesuai, penggunaan yang
benar, pemeliharaan dan penggantian secara berkala sesuai kebijakan yang berlaku, dan
tergantung kepatuhan para pekerja dalam menggunakan APD.
Dasar hukum:
Adapun dalam membuat dokumen, harus mengacu pada criteria minimum yaitu tanggal terbit,
tanggung jawab, persetujuan, judul dokumen, nomor dokumen, nomor revisi, tujuan pembuatan
dokumen, ruang lingkup, referensi, definisi, halaman, dan uraian dokumen.
Penilaian Risiko
Penilaian risiko yaitu proses identifikasi dan analisa area-area dan proses-proses teknis
yang memiliki risko untuk meningkatkan kemungkinan dalam mencapai sasaran biaya,
kinerja/performance dan waktu penyelesaian kegiatan
Identifikasi risiko (Identify risk) Adalah proses peninjauan area-area dan proses-proses
teknis yang memiliki risiko potensial yang akan dikelola.
Analisa risiko (Analyse risk) Adalah proses menilai risiko yang telah teridentifikasi
menggunakan matrix risiko untuk menentukan besarnya risiko. (risk = likelihood x
consequences)
Evaluasi risiko ( Evaluate the risk) Adalah proses penilaian risiko untuk menentukan
apakah risiko yang terjadi dapat diterima atau tidak dapat diterima.
Pengendalian risiko ( Treats the risk)
Pengendalian risiko meliputi identifikasi alternatifpengendalian risiko, dengan cara
menghindari risiko, mengurangi frekuensi terjadinya risiko, mengurangi konsekuensi dari
terjadinya risiko, mentransfer risiko secara penuh atau sebagian kepada pihak lain yang
lebih berkompeten menangani risiko tersebut dan mempertahankan risiko.
Adalah proses evaluasi yang sistematis dari hasil kerja proses penanganan risiko yang
telah dilakukan dan sebagai dasar dalam penyusunan strategi penanganan risiko yang lebih
baik di kemudian hari.
Identifikasi risiko merupakan upaya sistimatis untuk mengetahui adanya risiko dalam aktivitas
organisasi. Lalu untuk menganalisa risiko mengunakan analisa kualitatif untuk memberikan
gambaran tentang tingkat risiko, dengan menggunakan skala deskriptif untuk menjelaskan
seberapa besar potensi risiko yang akan diidentifikasi. Setelah di analisa selanjutnya di evaluasi.
Suatu risiko akan memberikan makna yang jelas bagi stakeholders jika diketahui apakah risiko
tersebut signifikan bagi kelangsungan bisnis. Sehingga diperlukan tindak lanjut dari penilaian
risiko untuk menentukan apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak dan menentukan
prioritas pengendalian risiko. Setelah dilakukannya evaluasi risiko, selanjutnya dilakukan
pengendalian risiko. Pengendalian adalah proses, pengaturan, alat, pelaksanaan atau tindakan
yang berfungsi untuk meminimalisasi efek negatif atau meningkatkan peluang positif (AS/NZS
4360:2004). Proses pengendalian risiko yang terjadi menurut AS/NZS 4360: 2004 adalah sebagai
berikut:
Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi risko dapat ditentukan apakah suatu risiko dapat
diterima atau tidak. Pengendalian lebih lanjut tidak dilakukan jika risiko dapat diterima
(Generally Acceptable)
Dalam peringkat risiko, dikategorikan sebagai risiko yang dapat di toleransi (Tollerable)
maka risiko dapat dikendalikan menggunakan konsep ALARP. Jika risiko berada di atas
batas yang dapat diterima toleransi (Generally Unacceptable) maka perlu dilakukan
pengendalian lebih lanjut.Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan beberapa alternatif
yaitu:
o Hindari risiko (avoid risk)
o Pengurangan Probabilitas (reduce probability)
o Pengurangan Konsekuensi (reduce consequence)
o Transfer risiko (risk transfer)
Pada prinsipnya kecelakaan bisa kita cegah, dengan melakukan tindakan preventif dan
berpedoman pada prinsip zero accident. Mematuhi segala peraturan, perundangan dan kebijakan
yang menyangkut K3.Dengan mengacu kesimpulan diatas maka saran-saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut :
Melakukan pelatihan yang berkaitan dengan risiko K3 kepada setiap tenaga kerja.
Memberlakukan sistim shift dan memberikan hari libur kepada pekerja secara bergantian.
Mengendalikan lingkungan kerja yang berbahaya dan memiliki risiko tinggi dan terhadap
peluang terjadinya risiko K3.
12. Mengevaluasi Pemenuhan Persyaratan dan Prosedur
K3
Langkah evaluasi peraturan K3:
a. Area
Akan lebih mudah bagi HSE Officer untuk mengidentifikasi peraturan apa saja yang
perlu organisasinya patuhi dengan memetakan area kerja operasional suatu organisasi.
Misalnya, pembagian area didasarkan pada letak geografisnya.
Persyaratan peraturan untuk wilayah kerja area port sangat mungkin juga melibatkan
pemenuhan aturan dari Kementerian Perhubungan, tidak hanya aturan Kemenaker dan
Kementerian ESDM. Hal ini tentu berbeda dengan area kerja office/building yang
pemenuhan persyaratan perundangannya terkait bangunan/gedung dan orang di
dalamnya.
b.Work/task
Pada tiap area kerja, identifikasi material/bahan apa saja yang digunakan dalam
melaksanakan job/task di masing-masing area tersebut. Tidak hanya material/bahan
namun juga alat/perangkat/mesin yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan.
d.person
Pada masing-masing area kerja juga diidentifikasi personil apa saja yang bertugas disitu. Hal
ini menjadi lebih mudah karena sebelumnya karena kita sudah mengidentifikasi karakteristik
pekerjaan dan bahan yang digunakan di area tersebut. Contoh, di gudang ABC di Karawang
menggunakan forklift dan dioperasikan oleh seorang operator forklift. Maka, dapat
diidentifikasi bahwa perlu mematuhi pemenuhan peraturan perundangan terkait kompetensi
seorang operator forklift.
2. Identification
Pada langkah ini kita mengidentifikasi jenis peraturan perundangan negara. Identifikasi
peraturan perundangan dapat membuat kita memahami jenis aturan berdasarkan institusi
pembuatnya, tingkatan peraturan, dan sifat aturan itu sendiri. Peraturan yang dikeluarkan
oleh Kementerian Ketenagakerjaan mengatur hak-kewajiban pekerja, hubungan
industrial, dan segala hal terkait penggunaan sumber daya tenaga manusia.
Adapun peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM mengatur hal teknis dan
administratif terkait pemanfaatan ESDM, seputar teknologi, alat dan kompetensi teknis,
dan sebagainya. Begitu pun dengan peraturan yang dikeluarkan oleh kementerian lainnya.
Dengan langkah mapping sebelumnya, sudah dapat membantu kita untuk melakukan
tracking jenis peraturan menurut regulatornya.
Identifikasi peraturan memudahkan kita untuk mengetahui peraturan
Identifikasi aturan berdasarkan tingkatannya dapat kita bagi menurut hierarki peraturan
perundangan-undangan. Hierarki peraturan perundangan saat ini diatur di dalam UU
Nomor … Tahun … tentang …. Peraturan yang didalamnya dapat diberlakukan sanksi
pidana dan denda terdapat pada dua jenis tingkatan peraturan yaitu Undang-Undang dan
Peraturan Daerah/Gubernur.
Adapun jenis tingkatan peraturan lainnya menerapkan sanksi berupa administratif. Oleh
karena itu, sepatutnya organisasi memerhatikan dengan baik persyaratan perundangan
apa saja yang harus dipenuhi dari suatu Undang-Undang atau Perda/Pergub tertentu agar
terhindari dari sanksi pidana dan denda. Setiap organisasi dapat menyesuaikan langkah
identifikasi aturan ini menurut business core atau main business process mereka.
Identifikasi peraturan perundangan menurut sifatnya dapat dibagi menjadi peraturan yang
bersifat normatif dan persyaratan teknis. Peraturan normatif biasanya berisi pengaturan
topik masalah tertentu sedangkan peraturan yang berisi persyaratan teknis mengatur
tentang pemenuhan standar teknis alat, personil, pengukuran, dan material. Contoh
peraturan normatif yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja. Adapun contoh peraturan yang bersifat persyaratan teknis dapat ditemui pada
peraturan dibawah tingkat Undang-Undang, misalnya Permenaker Nomor 9 Tahun 2016
tentang K3 Dalam Pekerjaan Pada Ketinggian.
Hal yang perlu diperhatikan juga pada saat identifikasi ini adalah masa
berlaku/keterbaruan suatu peraturan. Pastikan bahwa peraturan yang kita identifikasi
merupakan peraturan keluaran terbaru (tidak obsolete). Oleh karena itu, pada tahapan ini
kita juga dapat sekaligus memperbarui daftar peraturan perundangan yang telah dimiliki
sehingga bersih dari peraturan yang sudah tidak berlaku (obsolete).
3.Listing
Tahapan ini dapat dilakukan sejalan ketika kita melakukan identifikasi peraturan. Proses
mendaftar jenis peraturan ini dapat menjadi lebih mudah dan cepat jika proses mapping
di awal dilakukan dengan baik dan komprehensif. HSE Officer mendata setiap jenis
peraturan perundangan yang timbul dari setiap area kerja aktivitas kerja yang didapatkan
dari informasi mapping sebelumnya.
Jangan lupa untuk membuang peraturan-peraturan perundangan yang sudah tidak berlaku
(obsolete) dari daftar peraturan perundangan perusahaan. Jenis listing pun dapat dibuat
berdasarkan jenis regulatornya atau dibagi menjadi beberapa section/area kerja.
Keuntungannya adalah pekerja dapat lebih cepat memahami jenis dan nomor peraturan
apa saja yang harus mereka penuhi di section/area kerja mereka jika HSE dapat membuat
daftar peraturan perundangan berdasarkan lokasi kerja dibandingkan daftar peraturan
perundangan secara umum.
4. Evaluating
Tahap evaluasi peraturan k3 dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara
kuantitatif, HSE Officer dapat menganalogikan pemenuhan suatu Pasal atau Ayat dengan
skor 1 dan skor 0 jika tidak terpenuhinya Pasal atau Ayat yang dimaksud. Lalu, dihitung
persentase pemenuhan peraturannya dari keseluruhan total Pasal atau Ayat yang harus
dipenuhi dari seluruh jenis dan nomor peraturan perundangan.
Evaluasi secara kualitatif dilakukan dengan menafsirkan pemenuhan peraturan per pasal
atau ayat dengan deskripsi berupa fakta implementasi yang dilakukan. Bisa juga dengan
menyisipkan referensi dokumen perusahaan. Kedua metode evaluasi dapat digabungkan
dalam satu dokumen kerja sehingga didapatkan hasil evaluasi pemenuhan yang lengkap.
Evaluasi peraturan k3 ini dapat dilakukan untuk tiap lokasi kerja atau jenis pekerjaan
yang sudah kita kelompokkan pada tahapan mapping di awal. Keuntungannya adalah kita
dapat mengetahui tingkatan pemenuhan peraturan perundangan di tiap-tiap lokasi/section
kerja. Proses evaluasi ini melibatkan unsur pekerja, manajemen, dan personil di luar HSE
untuk mendapatkan informasi seluas-luasnya.
Secara umum, untuk melakukan Evaluation of Compliance dapat memakan waktu sekitar 3
hingga 6 bulan bergantung dari luas dan kompleksitas area kerja/jenis pekerjaan yang akan
dievaluasi. Hasil akhir dari evaluasi ini dapat memberikan kita gambaran besar gap yang
dihadapi perusahaan antara standar pemenuhan yang diminta dengan fakta penerapan yang
sudah berjalan. Perlu keaktifan, rasa ingin tahu yang tinggi, dan ketelitian untuk menganalisis
persyaratan pasal demi pasal bahkan ayat dari tiap peraturan perundangan.
1. Isolasi area.Ini penting agar mesin dan barang bukti tidak berubah tempat, bentuk dan
masih sama dengan awal waktu kejadian.
2. Pengawas/supervisor area kerja. Penting untuk mengetahui siapa yang bertanggung
jawab terhadap lokasi kejadian. Sebab merekalah gerbang pertama interview dilakukan.
Mulai dari nama korban, kronologis, kondisi mesin, keadaan korban (fisik, mental,
psikologi), riwayat kerja karyawan hingga asistensi untuk interview lanjutan terhadap
saksi mata.
3. Saksi mata umumnya adalah rekan kerja terdekat saat kejadian. Mereka akan defensif
dengan banyak menjawab “saya tidak tahu saat kejadian”, ini wajar karena mereka takut
akan disalahkan. Perspektif ini memang belum matang sepenuhnya, maka dari itu butuh
pendampingan dari pengawas area kerja atau seseorang yang mereka kenal.
4. Mencatat kondisi tempat kejadian. Mulai dari merk, jenis, dan tipe mesin yang terlibat.
Perlu juga diketahui umur penggunaan mesin tersebut. Apakah pengaman (safe guarding)
sudah sesuai standar atau belum. Apakah pengaman otomatis, semua sensor berfungsi
atau tidak. Apakah telah terjadi pelanggaran melewatkan (bypass) fungsi dari pengaman-
pengaman tersebut.
5. Cari penyebab kejadian. Dari kronologis yang sudah didapat serta kondisi mesin dan
lingkungan kerja, kita dengan mudah dapat menarik kesimpulan penyebab. Apakah
karena tindakan tidak aman (unsafe act) atau kondisi tidak aman (unsafe condition).
Untuk kedua hal ini semua orang K3 sudah pasti paham. Juga sudah pernah saya bahas
dalam artikel Mengenal Nearmiss, Unsafe Act dan Unsafe Condition
6. Memberikan rekomendasi. Setelah investigasi dilakukan, hal pertama yang diharapkan
oleh pihak gedung biasanya adalah rekomendasi yang sifatnya perintah. Misal men-stop
laju produksi sementara atau hanya mesin tersebut. Serta meminta pihak lain (spt
mekanik atau tooling) untuk segera melakukan perbaikan mesin. Rekomendasi seorang
praktisi K3 didasarkan oleh standard safety yang dipakai. Serta didasarkan oleh hasil
yang didapat dari investigasi penyebab dan kronologi kecelakaan
7. Pembuatan laporan. Biasanya akan ada banyak jenis laporan yang diperlukan.
Perusahaan/pabrik akan memberikan laporan sesuai dengan jenis kepentingannya, tidak
bisa satu laporan dengan format yang sama dikirimkan ke pihak-pihak yang berbeda.
Namun yang pasti laporan kecelakaan kerja harus mencakup semua poin dari nomor 1–6
Langkah-langkah yang ditulis diatas hanyalah gambaran sederhana. Kalau mau dibuat komplit
koq agaknya bisa jadi satu buku tersendiri. Dan bukan tidak mungkin langkah-langkah ini akan
sangat berbeda sesuai dengan kondisi tempat kerja masing-masing.