Anda di halaman 1dari 4

Parameter fisika kimia yang mempengaruhi absorbsi obat: kelarutan, hidrofobisitas/lipofolisitas,

bentuk garam dan polimorf, stabilitas, sifat partikel dan serbuk. Pka dan ionisasi

Sifat fisika kimia dari senyawa obat serta eksipiennnya merupakan salah satu hal yang penting untuk
diperhatikan dalam mendesain produk obat. Dengan mengetahui sifat fisika kimia dari obat tersebut
serta efeknya terhadap absorbsi obat penting untuk menentukan formulasi serta penghataran obat
yang paling efektif untuk meningkatkan absorbsi obat. obat yang secara fisika ato kimia tidak stabil,
memerlukan eksipien, coating, atau proses produksi yang spesial, agar menghindari obat dari
degradasi.

Ukuran partikel mempengaruhi luasnya permukaan partikel obat dan mempengaruhi kecepatan
disolusi dari obatnya, karena disolusi obat berbanding lurus dengan luas area permukaan obat.
semakin besar area permukaan obat, saturasi air lebih baik, dan disolusi obat menjadi semakin
cepat. The effective surface area of a drug is increased enormously by a reduction in the particle size (ie, more
particles for a given volume). A disintegrant may also be added to the formulation to ensure rapid
disintegration of the tablet and release of the particles. The addition of surface-active agents may increase
wetting as well as solubility of these drugs. Untuk meningkatkan disolusi obat, tekadng dilakukan naosizing –
untuk mengecilkan ukuran permukaan obat, sehingga area permukaan obat menjadi semakin besar.

Bentuk obat yang polimorfism juga mempengaruhi kelarutan dari obat. Apabila obat dapat berubah
menjadi bentuk kristal yang bermacam-macam, maka stabilitas dari setiap bentuk juga penting.
Polymorphism refers to the arrangement of a drug substance in various crystal forms or polymorphs.
Amorphous forms are noncrystalline forms, solvates are forms that contain a solvent (solvate) or water
(hydrate), and desolvated solvates are forms that are made by removing the solvent from the solvate.
Polymorphs have the same chemical structure but different physical properties, such as different solubility,
hygroscopicity, density, hardness, and compression characteristics. Some polymorphic crystals have much
lower aqueous solubility than the amorphous forms, causing a product to be incompletely absorbed. A drug
that exists as an amorphous form (noncrystalline form) generally dissolves more rapidly than the same drug in
a more structurally rigid crystalline form. Some polymorphs are metastable and may convert to a more stable
form over time. A change in crystal form may cause problems in manufacturing the product. For example, a
change in the crystal structure of the drug may cause cracking in a tablet or even prevent a granulation from
being compressed into a tablet. Some drugs interact with solvent during the manufacturing process to form a
crystal called a solvate. Water may form special crystals with drugs called hydrates.

Sifat higroskopis dari obat juga berpengaruh. Apabila terdapat bahan dari sediaan yang bersifat
higroskopis, air yang terserap dapat mengefek pada struktur fisik serta stabilitas dari produk.

Koefisien partisi dapat memberikan indikasi dari afinitas relatif obat terhadap minyak dan air.

Obat pada produk yang memiliki afinitas tinggi dengan minyak dapat dikatakan akan memiliki
pelepasan dan disolusi yang buruk. Begitu juga sebaliknya apabila obat memiliki afinitas yang tinggi
terhadap air akan mengalami pelepasan dan disolusi yang terlalu cepat.Maka ini akan berefek pada
proses kerja obat, apakah ingin dilepas lambat atau cepat larut dalam tubuh.

Interaksi bahan aktif dengan eksipien dapat berpengaruh terhadap stabilitas produk obat, termasuk
kandungan mineral yang terdapat pada produk obat, walaupun konsentrasinya kecil.

pKa dan profil pH penting untuk stabilitas obat yang optimum dan kelarutan dari produk akhir obat.
profil pH vs kelarutan merupakan plot kelarutan obat pada berbagai pH fisiologis. Profil stabilitas
pH, terutama pH dari pembawa, berpengaruh terhadap stabilitas larutan. Terutama karena pH di
lambung dan usus berbeda. pH di lambung cenderung asam sedangkan pH pada usus cenderung
bersifat basa. Obat dasar lebih mudah larut pada media asam, dan membentuk garam terlarut. Obat
yang bersifat asam lebih mudah larut pada usus, membentuk garam terlarut pada pH basa pada
usus. Profil pH vs kelarutan juga berguna untuk mengetahui selesainya disolusi untuk suatu dosis
obat di lambung atau di usus kecil. Selain itu, kelarutan dapat ditingkatkan dengan penambahan
eksipien yang bersifat asam atau basa. Contohnya pada aspirin, kelarutannya dapat ditingkatkan
dengan ditambahkan buffer basa. Pada formulasi sediaan lepas terkontrol, agen buffer dapat
ditambahkan untuk mengubhak kecepatan obat yang terlarut dengan cepat.

Data tentang profil stabilitas dapat membantu mencegah terjadinya degradasi dari prduk obat
selama penyimpanan maupun setelah pemakaian. The stability–pH profile is a plot of the reaction rate
constant for drug degradation versus pH. If drug decomposition occurs by acid or base catalysis, some
prediction of degradation of the drug in the gastrointestinal tract may be made.

Adanya pengotor bergantung kepada rute sintesis bahan aktif obat dan proses purifikasi selanjutnya.
Oleh karena itu kadar pengotor pada sediaan perlu diuji sesuai standar kualifikasi yang ada agar
aman. Karena pengotor bergantung kepada proses sintesis bahan aktif yang digunakan, maka
berbeda proses sintesis akan mengubah ketidakmurniaan obat tersebut.

Yang terakhir, adanya kiralitas dapat berpengaruh terhadap aktifitas farmakodinamik, perbedaan
posisi isomer maka aktifitas farmakodinamiknya dapat berbeda.

SHARGEL HALAMAN 421

DARI PAK DION – catatan minggu ke 2:


Perbedaan absorbsi dan permeasi? Apa itu absorbsi? Absorbsi adalah .Disolusi? merupakan
parameter pelepasan obat, merupakan jumlah zat terlarut per satuan waktu. Kinetika .larut berarti
terdistribusi secara molekuler ke dalam pelarut. Kelarutan? Konsentrasi zat terlarut dalam pelarut
dalam kondisi setimbang. Setimbang berarti dalam kondisi jenuh. Jenuh-> dalam kondisi setimbang
antara zat padat dengan pelarut.

Hubugannya disolusi dengan biofarmasetika? Contohnya pada tablet, tablet harus pecah dulu
(disintegrasi) baru terlarut (terdisolusi). Namun tablet bisa jadi terdisolusi tanpa mengalami
disintegrasi. Bisa jadi pada pinggir tablet langsung terdisolusi karena langsung kontak dengan
pelarut. Namun pada bagian dalam obat tentunya harus mengalami disintegrasi dlu hingga bagian
dalam kontak dengan pelarut dan mengalami disolusi.

disolusi dipengaruhi oleh kelarutan tapi kelarutan bukan disolusi. kalau kelarutan tinggi
mudah terdisolusi namun kalau kelarutan tinggi disolusi tinggi-> BCS gol 1 (disolusi dan
permeasi tinggi). stlh disolusi mengalami permeasi. permeasi-> proses menembuh membran
(saluran cerna) umumnya melalui difusi pasif karena memiliki perbedaan tingkat konsentrasi.
dari sisintegrasi hingga permeasi disebut absorbsi. jdi kalau menjelaskan absorbsi harus
jelasin semua. tapi biasanya disintegrasi diignore. kalau disolusi dan permeasi bagus
disintegrasi pasti bagus. kalau disolusi bagus permeasi blm tentu bagus.

kelarutan-> KONSENTRASI zat terlarut pada kondisi setimbang antara fase padat dan
terlarut/kondisi jenuh.
disolusi -> Jumlah zat terlarut per satuan waktu
permeasi-> proses menembus membran (saluran cerna)
absorbsi-> keseluruhan proses dri disolusi hingga permeasi

implikasi BCS- kebanyakan obat di gol 2 dan 3. kls 2 kalau kelarutan rendah permeasi tinggi,
kelarutan dimodifikasi. kls 3 kalau permeasi rendah, kasi eksipien yg bisa menambah
permeasi. kls 4 dua2nya ditingkatkan.

apa bedanya obat dengan produk obat?


obat itu zat aktifnya (bahan baku/ruahan) produk obat-> obat jadi. tablet suspensi dll.

obat paten boleh ditiru, asal bioekivalen. atau obatnya antivirus, yg menyelamatkan jiwa,
beda aturan. bioekivalen-> membandingkan antara 2 produk obat . biasanya antara obat
paten/originator/inovator (merk pertama) dengan obat generik. ekivalen secara
farmakokinetik. jdi membandingkan profil farmakokinetiknya. masuk ke rentang auc, tmax,
cmax ekivalen. ekivalen masuk ke rentang yg diperbolehkan. kalau tidak slah 80-120% dri
originator.

apakah semua obat harus lewat uji bioekivalensi? tidak harus. tergantung peraturan. contoh
antibiotik oral. aturan bpom.

SIFAT2 FISIKA KIMIA YG MEMPENGARUHI ABSORBSI OBAT:


aturan lipinski-> obat yg absorbsi/permeasi buruk. bwnya >500, log p>5 hidrogen donor >5
akseptro hidrogen lebi dri 10. kemudian disempurnakan polar surface area. dan molekular
flexibility.
log p-> p nya koefisien partisi. perbandingan kobsentrasi molar antara zat terlarut di fase
oktanol dan fase air di sistem oktanol air pada keadaan setimbang.

Donor ikatan hidrogen lebih dari 5. Ikatan hidrogen adalah ikatan yang terbentuk antar
hidrogen dengan atom2 yg elektronegatif.

Anda mungkin juga menyukai