Anda di halaman 1dari 31

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

di Intensive Care Unit (ICU)

Grup 2 : KELOMPOK 5

Devid lestari Tenaga Administrasi S1


Risa Bilqis Febriana Tenaga Administrasi S1
Lia Daniasih Tenaga Administrasi S1
Aevyn Sekar Perdani Tenaga Administrasi S1
Tria Wijayanti Tenaga Administrasi S1
Khabib Mustain Tenaga Administrasi S1
Rera Febriana Tenaga Administrasi S1

1
Daftar Isi

2
Daftar Gambar

3
Daftar Tabel

4
BAB I
Pengenalan Intensive Care Unit (ICU)

ICU (Intensive Care Unite) adalah ruang rawat di rumah sakit dengan staf dan perlengkapan
khusus ditunjukan untuk mengelola pasien dengan penyakit, trauma atau komplikasi yang
mengancam jiwa akibat kegagalan disfungsi satu organ atau lebih akibat penyakit, bencan atau
komplikasi yang masih ada harapan hidup. Dalam mengelola ICU diperlukan dokter ICU yang
memahami teknologi kedokteran, fisiologi, Farmakologi dan kedokteran konvensional dengan
kolaborasi erat bersama perawat yang terdidik dan terlatih untuk critical care. Kebutuhan pelayanan
ICU berhubungan dengan demografi, ekonomi dan teknologi, tetapi dapat juga berasal dari aktifitas
dokter (missal bedah syaraf, bedah jantung dll). Biaya ICU mencapai tiga kali dari bed bangsal akut
dalam perharinya.

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonessia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang
Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Menimbang :
a. bahwa untuk mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan profesional
khususnya upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan diperlukan
penanganan secara komprehensif melalui suatu pedoman;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 270 /Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman
Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Lainnya, dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya, perlu
dilakukan perubahan sesuai dengan perkembangan mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi di
fasilitas pelayanan kesehatan.

5
Sedangkan peralatan kesehatan yang ada di ruang ICU sebagai berilut;

ICU sendiri terbagi atas beberapa jenis / level sebagai berikut :

1. Level I di rumah sakit daerah (tipe Cdan D)


Di sini ICU lebih tepat disebut sebagai unit ketergantungan tnggi (high dependency). Dapat
melakukan observasi ketat dengan EKG monitor dan resusitasi dengan cepat tetapi ventilator
hanya di berikan kurang dari 24 jam.
2. Level rumah skait tipe B
Di sini dapat melakukan ventilasi jangka lama, ada dokter residen yang selalu siap di tempat
dan mempunyai fasilitas hubungan dengan fasilitas fisioterapi, patologi dan radiologi.
Bentuk fasilitas lengkap untuk menunjang kehidupan misalnya dialysis, monitor invasive dan
pemeriksaan canggih (CT scan) jika menunjang peran rumah sakit sebagai trauma
center.
3. Level III rumah sakit tertier (tipe A)
Biasanya pada RS tipe A mempunyai semua aspek yang di butuhkan ICU agar dapat
memenuhi peran sebagai RS rujukan.
Dari segi fungsinya ICU dapat di bagi menjadi :
1. ICU medic.
2. ICU trauma/ bedah.

3. ICU umum.

6
4. ICU pediatric.

5. ICU neonates.
6. ICU respiratori.
Semua jenis ICU mempunyai tujuan yang sama yaitu mengelola pasien sakit serius yang
terancam jiwanya. Personil (Sumber daya manusia) di ICU meliputi tenaga dokter, perawat ICU,
paramedic lain dan non medic tergantung pada level ICU. Peran perawat di perluas dalam menangani
pasien antara lain :
1. Dalam proses sapih ventilator yang dilakukan berdasarkan keadaan pasien dan data
laboratorium atau monitor bedside.
2. Dalam pengobatan titrasi obat inotropik, vasodilator, sedative, analgetik, insulin dan
obat lain dapat dilakukan penyesuaian oleh perawat ICU berdasarkan data klinis
dan laboratorium.
3. Dalam menangani kasus hipotensi dapat melakukan challenge test lebih dahulu
apabila gagal dibicarakan dengn dokter ICU.
4. Perawat di ICU dapat bertindak dalam segi administrasi, bicara dengan teman atau
keluarga pasien. Tugas lain bias sebagai fisioterpis, tata usaha ruangan, pekerja
sosial dan pengawas ruangan.

7
BAB II
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI UNIT ICU

A. Pengertian Dasar PPI dan HAIs


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan
terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas
pelayanan kesehatan.
Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated Infections) yang selanjutnya
disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam
masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga
infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses
pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah
suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

B. Latar Belakang
Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated Infection (HAIs)
merupakan salah satu masalah kesehatan diberbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Dalam forum Asian Pasific Economic Comitte (APEC) atau Global health Security Agenda
(GHSA) penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan telah menjadi agenda yang di bahas.
Hal ini menunjukkan bahwa HAIs yang ditimbulkan berdampak secara langsung sebagai
beban ekonomi negara. Secara prinsip, kejadian HAIs sebenarnya dapat dicegah bila fasilitas
pelayanan kesehatan secara konsisten melaksanakan program PPI. Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi merupakan upaya untuk memastikan perlindungan kepada setiap orang
terhadap kemungkinan tertular infeksi dari sumber masyarakat umum dan disaat menerima
pelayanan kesehatan pada berbagai fasilitas kesehatan. Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan, khususnya di bidang pelayanan kesehatan, perawatan pasien tidak hanya
dilayani di rumah sakit saja tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan di
rumah (home care).
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan sangat
penting bila terlebih dahulu petugas dan pengambil kebijakan memahami konsep dasar

8
penyakit infeksi. Oleh karena itu perlu disusun pedoman pencegahan dan pengendalian
infeksi
di fasilitas pelayanan kesehatanagar terwujud pelayanan kesehatan yang bermutu dan
dapat menjadi acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pencegahan dan
pengendalian infeksi di dalam fasilitas pelayanan kesehatan serta dapat melindungi
masyarakat dan mewujudkan patient safety yang pada akhirnya juga akan berdampak pada
efisiensi pada manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dan peningkatan kualitas pelayanan.
C. Tujuan Dan Sasaran PPI
Pedoman PPI di Fasilitas Pelayanan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga melindungi sumber daya manusia
kesehatan, pasien dan masyarakat dari penyakit infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Sasaran Pedoman PPI di Fasilitas Pelayanan Kesehatan disusun untuk digunakan oleh seluruh
pelaku pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan yang meliputi tingkat pertama, kedua, dan
ketiga.
Sedangkan tujuan dari penerapan PPI di ruang ICU adalah untuk meminimalisasi
terjadinya HAIs pada pasien, petugas kesehatan, dan pengunjung ruang ICU. Tujuan kedua
adalah terciptanya cost-effectiveness / pembiayaan efektif.
D. Ruang Lingkup PPI
Ruang lingkup program PPI meliputi kewaspadaan isolasi, penerapan PPI terkait
pelayanan kesehatan (Health Care Associated Infections/HAIs) berupa langkah yang harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya HAIs (bundles), surveilans HAIs, pendidikan dan
pelatihan serta penggunaan anti mikroba yang bijak. Disamping itu, dilakukan monitoring
melalui Infection Control Risk Assesment (ICRA), audit dan monitoring lainya secara
berkala. Dalam pelaksanaan PPI, Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Praktik Mandiri wajib
menerapkan seluruh program PPI sedangkan untuk fasilitas pelayanan kesehatan lainnya,
penerapan PPI disesuaikan dengan pelayanan yang di lakukan pada fasilitas pelayanan
kesehatan tersebut.
E. Konsep Dasar Penyakit Infeksi
Berdasarkan sumber infeksi, maka infeksi dapat berasal dari masyarakat/komunitas
(Community Acquired Infection) atau dari rumah sakit (Healthcare-Associated
Infections/HAIs). Penyakit infeksi yang didapat di rumah sakit beberapa waktu yang lalu
disebut sebagai Infeksi Nosokomial (Hospital Acquired Infection). Saat ini penyebutan
diubah menjadi Infeksi Terkait Layanan Kesehatan atau “HAIs” (HealthcareAssociated
Infections) dengan pengertian yang lebih luas, yaitu kejadian

9
infeksi tidak hanya berasal dari rumah sakit, tetapi juga dapat dari fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya. Tidak terbatas infeksi kepada pasien namun dapat juga kepada petugas
kesehatan dan pengunjung yang tertular pada saat berada di dalam lingkungan fasilitas
pelayanan kesehatan. Untuk memastikan adanya infeksi terkait layanan kesehatan
(Healthcare-Associated Infections/HAIs) serta menyusun strategi pencegahan dan
pengendalian infeksi dibutuhkan pengertian infeksi, infeksi terkait pelayanan kesehatan
(Healthcare-Associated Infections/HAIs), rantai penularan infeksi, jenis HAIs dan faktor
risikonya:
Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik.
Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated Infections) yang selanjutnya
disingkat HAIs merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit
dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak
dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang,
juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses
pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Rantai Infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yang harus ada untuk
menimbulkan infeksi.
Dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi dengan efektif, perlu
dipahami secara cermat rantai infeksi.Kejadian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan dapat
disebabkan oleh 6 komponen rantai penularan, apabila satu mata rantai diputus atau
dihilangkan, maka penularan infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Enam komponen rantai
penularan infeksi, yaitu:
a. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi. Pada manusia, agen
infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab
yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu: patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau
“load”). Makin cepat diketahui agen infeksi dengan pemeriksaan klinis atau laboratorium
mikrobiologi, semakin cepat pula upaya pencegahan dan penanggulangannya bisa
dilaksanakan.
b. Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang-biak
dan siap ditularkan kepada pejamu atau manusia. Berdasarkan penelitian, reservoir terbanyak
adalah pada manusia, alat medis, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air, lingkungan dan
bahan-bahan organik lainnya. Dapat juga ditemui pada orang sehat, permukaan kulit, selaput
lendir mulut, saluran napas atas, usus dan vagina juga merupakan reservoir.

10
c. Portal of exit (pintu keluar) adalah lokasi tempat agen infeksi (mikroorganisme)
meninggalkan reservoir melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih serta
transplasenta.
d. Metode Transmisi/Cara Penularan adalah metode transport mikroorganisme dari
wadah/reservoir ke pejamu yang rentan. Ada beberapa metode penularan yaitu: (1) kontak:
langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3) airborne, (4) melalui vehikulum (makanan,
air/minuman, darah) dan (5) melalui vektor (biasanya serangga dan binatang pengerat).
e. Portal of entry (pintu masuk) adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang rentan dapat
melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan kelamin atau melalui kulit yang tidak
utuh.
f. Susceptible host (Pejamu rentan) adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun
sehingga tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat mempengaruhi kekebalan
adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma,
pasca pembedahan dan pengobatan dengan imunosupresan.
Faktor lain yang berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi,
pola hidup, pekerjaan dan herediter.

11
BAB III
Infeksi Nosokimial dan Pengaruhnya

A. Hubungan Nosokimial dan ICU


Ruang ICU terasa sangat menakutkan karena di dalamnya terdapat banyak peralatan
medis yang terhubung dengan pasien. Meski begitu, peralatan medis tersebut sangat
membantu menstabilkan kondisi pasien. Namun diruang ICU memiliki resiko tertinggi
terkena infeksi, yaitu infeksi Nosokomial, dimana infeksi tersebut hanya dapat terjadi di
Rumah Sakit.
Pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) mempunyai kecenderungan terkena
infeksi nosokomial 5-8 kali lebih tinggi dari pada pasien yang dirawat diruang rawat biasa.
Infeksi nosokomial banyak terjadi di ICU pada kasus paska bedah dan kasus dengan
pemasangan infus dan kateter yang tidak sesuai dengan prosedur standar pencegahan dan
pengendalian infeksi yang diterapkan di rumah sakit. Dampak yang dapat terjadi antara lain:
 Meningkatkan Biaya.
 Meningkatnya angka kesakitan.
 Meningkatnya angka kematian.
 Lebih dari 80.000 kematian setiap tahunnya karena infeksi nosokomial
Dampak infeksi nosokomial di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit :

1. Meningkatnya Biaya
Biaya disini merupakan biaya perawatan di Rumah Sakit yang harus ditanggung oleh
pasien. Jika terdapat pasien yang sedang menderita penyakit tertentu yang
mengharuskan untuk mendapatkan perawatan intensif di ruang ICU kemudian pasien
tersebut menderita penyakit lain karena adanya infeksi nosokomial yang diperoleh
dari ruang ICU tersebut, maka pasien tersebut harus memperoleh perawatan intensif
yang lebih lama lagi, sehingga biaya perawatan di Rumah Sakit akan membengkak.
2. Meningkatkan angka kesakitan (mordipity)
Karena adanya infeksi nosokomial di Rumah Sakit khususnya yang terjadi di ruang
ICU, tentunya hal tersebut dapat membahayakan kondisi dari pasien. Kondisi tubuh
pasien yang lemah dan rentan akan penyakit maka infeksi tersebut dapat membuat
kondisi pasien menjadi lebih parah, pasien dapat mengalami kecacatan atau bahkan
mengalami kematian.
3. Meningkatnya angka kematian (mortality)

12
Selain meningkatnya angka kesakitan (mordipity), infeksi nosokomial juga meningkatkan
angka kematian (mortality) yang dialami oleh pasien. Pasien yang dirawat di ruang ICU
memiliki kecenderungan mengalami infeksi nosokomial 5-8 kali lebih tinggi daripada pasien
yang dirawat diruang rawat biasa. Infeksi nosokomial banyak terjadi di ICU pada kasus pasca
bedah dan dengan kasus dengan pemasangan infus dan keteter yang tidak sesuai dengan
prosedur standar pencegahan dan pengendalian infeksi yang diterapkan di Rumah Sakit.

B. Faktor – Faktor Penyebab Nosokimial di RS


Menurut tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit (PPIRS, 2007), ada
beberapa faktor yang menimbulkan infeksi nosokomial diantaranya yaitu :

a. Peningkatan jumlah pasien yang dirawat di Rumah Sakit


b. Kontak langsung antara petugas yang terkontaminasi kuman atau bakteri dengan
pasien
c. Penggunaan peralatan kedokteran yang terinfeksi kuman atau bakteri
d. Kondisi pasien yang lemah akibat penyakit yang sedang dialaminya.

Selain faktor-faktor yang ada diatas terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pasien
mengalami infeksi nosokomial di Rumah Sakit yaitu :
a. Beratnya penyakit yang diderita oleh pasien
b. Stress yang dialami oleh pasien karena penyakit yang diderita
c. Usia dari pasien
d. Penggunaan antibiotik
e. Masalah tidur yang dialami oleh pasien
f. Malnutrition
g. Kurangnya staff yang terdapat di Rumah Sakit.
Infeksi nosokomial disebabkan oleh virus, jamur, parasit dan bakteri yang merupakan
patogen paling sering pada infeksi nosokomial. Penularan patogen di Rumah Sakit dapat
terjadi melalui beberapa cara :
1. Penularan melalui kontak, penularan ini tediri dari 3 bentuk yaitu :
a. Penularan melalui kontak langsung, merupakan penularan yang melibatkan kontak
tubuh dengan tubuh antara pejamu yang rentan dengan yang terinfeksi.

13
b. Penularan melalui kontak tidak langsung, melibatkan kontak pada pejamu yang
rentan dengan benda yang terkontaminasi misalnya, jarum suntik, sarung tangan
ataupun pakaian.
c. Penularan melalui droplet, terjadi ketika individu yang terinfeksi batuk, bersin,
berbicara atau melalui prosedur medis tertentu.
2. Penularan melalui udara yang mengandung mikroorganisme yang mengalami
evaporasi atau partikel debu yang mengandung agen infeksius. Mikroorganisme yang
terbawa udara dapat terhirup oleh pejamu yang rentan yang berada pada ruangan yang
sama ataupun berada pada jarak yang jauh dengan sumber infeksi.
3. Penularan melalui makanan, air, obat-obatan dan peralatan yang terkontaminasi
4. Penularan melalui vektor misalnya melalui nyamuk, lalat, tikus dan kutu.

C. Contoh Bakteri Penyebab Nosokimial


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prilly V. Londok dkk di ruang ICU RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado menunjukkan bahwa terdapat bakteri yang ditemukan yang dapat
menimbulkan infeksi nosokomial yaitu Enterobacter agglomeraus, Bacillus subtils,
Enterobacter clocae, Kokus Gram Negatif, Staphylococcus, Serratia rubidaea dan Klabsiella
pneumonia.
Enterobacter agglomeraus adalah anggota Enterobacteriacaea yang hidup di
tanaman, tanah dan air. Sedangkan di lingkungan Rumah Sakit bakteri ini biasanya
ditemukan di tempat tidur, selang dan tabung oksigen, selang dan tabung suction dan udara.
Bacillus subtils merupakan bakteri yang dapat ditemukan di udara, tanah, air dan sayuran.
Bakteri ini dapat menyebabkan meningitis, endokarditis, infeksi mata dan lain-lain.
Sedangkan di Rumah Sakit bakteri ini umunya paling banyak ditemukan di dinding dan
tempat tidur dan sedikit ditemukan di udara.
Enterobacter clocae merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi nosokomial
seperti pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi luka dan infeksi yang diperantarai alat.
Biasanya di Rumah Sakit bakteri ini dapat ditemukan di selang dan tabung suction dan udara.
Kokus Gram Negatif biasanya terdapat pada selang dan tabung oksigen dan lantai. Di lantai
biasanya juga ditemukan beberapa jenis bakteri lain seperti Bacillus sp, Morexella lacunata,
E.colli.
Staphylococcus merupakan bakteri yang paling sering menjadi penyebab infeksi
nosokomial, biasanya terdapat di tabung dan selang oksigen dan lantai. Serratia rubidaea
biasanya terdapat di lantai yang ada di Rumah Sakit. Klabsiella pneumonia merupakan salah

14
satu bakteri penyebab infeksi nosokomial yang bersifat opurtunis dan terjadi pada pasien
rawat inap terutama di ICU. Bakteri ini biasanya dapat ditemukan di udara.

15
BAB IV
STRATEGI PPI DI RUANG ICU
A. Engineering  Control 
 Design and layout sebuah rumah sakit secara umum telah diatur dalam permenkes nomor 24
tahun 2016 tentang persyaratan teknis bangunan dan prasarana rumah sakit. Adapun spesifiknya
dalam ruang Intensive Care unit atau ICU adalah sebagai berikut.
a. Ukuran ruang rawat Intensive tegantung dari jumlah tempat tidur atau minimal 20 m 2. Jarak
antar bed harus bisa mengakomodir kebutuhan ruang gerak petugas dan peralatan ruangan.
Total petukaran udara 6 kali perjam dengan petukaran udara dari luar minimal 2 kali perjam,
konsentrasi maksimum mikrooganisme 200 CFU/m2, suhu 22-23o, kelembaban 35-60%
tekanan positif, dan intensitas cahaya 250 lux.
b. Idealnya setiap pasien di tempatkan di kamar terpisah untuk menguangi HAIs atau sekurang-
kurangnya berjarak 2,5 sampai 3 meter antar bed
c. Fasilitas kebersihan tangan dan pengering tangan memadai, bahkan Jika memungkingkan
setiaptempat tidur ada cairan handrub
d. Minimal ada satu ruang isolasi/enam pasien dengan fasilitas negative dan positif tekanan
udara ventilasi
e. Ada akses ke ruang operasi dan CSSD
f. Sharp Container atau wadah penampung limbah alat medis tajam berbahaya ditempatkan di
meja tindakan guna mengurangi resiko penyebaran penyakit pada tenaga medis. Limbah
Benda Tajam diharuskan untuk segera di buang pada kotak khusus pembuangan limbah
tersebut. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menampung limbah alat medis
yang tajam yaitu Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam, Jangan meletakkan limbah
benda tajam sembarang tempat, Segera buang limbah benda tajam ke wadah yang tersedia
tahan tusuk dan tahan air dan tidak bisa dibuka lagi,Selalu buang sendiri oleh si pemakai
limbah,tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai (recapping) dan Wadah benda
tajam diletakkan dekat lokasi tindakan agar mudah dalam membuang limbah tersebut
g. Terpisah ruang clean and dirty utility. Pada dasarnya pasien ICU adalah pasien dalam kondisi
kritis yang mengalami penurunan daya tahan tubuh, sehingga diperlukan ruang clean atau
bersih atau ruangan yang minim terjadi penularan infeksi dan harus dihindarkan dengan ruang
dirty utility atau ruang kotor yang memungkinkan terjadinya resiko HAIs menjadi lebih tinggi
kepada pasien.

B. Administrative Control 
Menerapkan kewaspadaan isolasi
 Kewaspadaan Standar
Yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang untuk diterapkan secara rutin dalam perawatan
seluruh pasien di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik yang telah
didiagnosis,diduga terinfeksi atau kolonisasi.
 Kewaspadaan berdasarkan Transmisi
Yaitu Kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai tambahan Kewaspadaan Standar yang
dilaksanakan sebelum pasien didiagnosis dan setelah terdiagnosis jenis infeksinya. Jenis
kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai berikut:
 Melalui kontak
 Melalui droplet
 Melalui udara (Airborne Precautions)
 Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat,peralatan)
 Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)

16
Pendidikan dan Pelatihan PPI dibutuhkan oleh seluruh SDM fasilitas pelayanan kesehatan,
penunjang, maupun keluarga pasien termasuk di ICU. Semua staf pelayanan di fasilitas pelayanan
kesehatan harus memahami prinsip-prinsip PPI serta seluruh staf non pelayanan di fasilitas pelayanan
kesehatan harus dilatih dan mampu melakukan upaya pencegahan infeksi yang meliputi hand hygine,
etika batuk, penanganan limbah, APD(masker dan sarung tangan) yang benar. Bentuk pelatihannya
dapat berupa komunikasi, informasi, dan edukasi serta pelatihan PPI itu sendiri yang diatur dalam
kebijakan milik fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.

Kegiatan surveilans perlu dilakukan di setiap fasilitas pelayanan kesehatan tak terkecuali ICU
di sebuah rumah sakit karena kegiatan surveilans bertujuan untuk mengamati secara terus menerus
terhadap kondisi dan masalah kesehatan yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit melalui
proses pengumpulan data yang sistematis, pengolahan, analisa, interpetasi hingga menjadi sebuah
informasi yang dapat digunakan untuk mengukur seberapa besar keberhasilan PPI di rumah sakit,
menurunkan resiko terjadinya infeksi, menilai mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis.

Kegiatan audit, audit progam PPI sangat penting dilakukan dalam pelaksanaan PPI di rumah
sakit, tak terkecuali di ICU. Dengan adanya audit terhadap semua aktifitas pelayanan dan fasilitas
penunjang akan terjadi perubahan tanpa adanya kultur menyalahkan, karena hasil audit adalah
kepatuhan. Selain itu audit PPI sebagai monitoring resiko yaitu memastikan pelaksanaan rencana
pengurangan resiko terlaksana dan sebagai umpan balik kepada staf dan manager terkait.

Menerapkan Bundles HAIs

Penggunaan antimikroba rasional, terapi menggunakan antimikroba atau anti biotik pada
pasien menjadi salah satu penunjang keberhasilan pada pengobatan, tak terkecuali pasien di ICU.
Namun pemberian antimikroba tersebut juga perlu dievaluasi rasionalitas nya sesuai dengan
parameter tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, dan tepat dosis.

Hand Hygiene, cuci tangan juga merupakan komonen terpenting didalam PPI di fasilitas
layanan kesehatan, bahkan tidak hanya pada SDM di bagian pelayanan tapi juga untuk bagian non
pelayanan. Cuci tangan adalah salah satu cara efektif untuk mengendalikan atau pencegahan infeksi
baik di ICU dan di semua unit dan komponen rumah sakit. Beberapa aspek terkait cuci tangan adalah
sebagai berikut
 Hal yang sangat penting
 Murah dan sederhana
 Menggunakan sabun atau detergen
 Alternatif cuci tangan /handrub sesuai SPO
 Cuci tangan dibawah air mengalir sesuai SPO
 Pakai sabun atau detergen 3-5 ml
 Keringkan dengan tissue / handuk

Sehingga cuci tangan merupakan komponen control administratif PPI yang perlu di lakukan baik di
ICU, IGD, Laboratoium,dan unit-unit lainnya untuk mensukseskan progam PPI di rumah sakit. Cuci
tangan dilakukan pada saat:

a) Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan tubuh
sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah memakai sarung
tangan.
b) Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang bersih,
walaupun pada pasien yang sama. Indikasi kebersihan tangan:
- Sebelum kontak pasien;
- Sebelum tindakan aseptik;

17
- Setelah kontak darah dan cairan tubuh;
- Setelah kontak pasien;
- Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

Kriteria memilih antiseptik:


- Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara luas (gram
positif dan gram negative,virus lipofilik,bacillus dan tuberkulosis,fungiserta endospore)
- Efektifitas
- Kecepatan efektifitas awal
- Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan
- Tidak menyebabkan iritasi kulit
- Tidak menyebabkan alergi Hasil yang ingin dicapai dalam kebersihan tangan adalah
mencegah
agar tidak terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah kontaminasi dari pasien ke lingkungan
termasuk lingkungan kerja petugas.

C. Penerapan PPI di ICU

18
Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai strategi pencegahan dan pengendalian infeksi di
ruang ICU terkait peralatan kesehatan yang diantaranya adalah sebagai berikut :

Peralatan Kesehatan

1. Segera lakukan dekontaminasi peralatan yang sudah dipakai/terkontaminasi.


Pada tahun 1968 Spaulding mengusulkan tiga kategori risiko berpotensi infeksi untuk
menjadi dasar pemilihan praktik atau proses pencegahan yang akan digunakan (seperti
sterilisasi peralatan medis, sarung tangan dan perkakas lainnya) sewaktu merawat pasien.
Kategori Spaulding adalah sebagai berikut:
a. Kritikal Bahan dan praktik ini berkaitan dengan jaringan steril atau sistem darah
sehingga merupakan risiko infeksi tingkat tertinggi. Kegagalan manajemen sterilisasi
dapat mengakibatkan infeksi yang serius dan fatal.
b. Semikritikal Bahan dan praktik ini merupakan terpenting kedua setelah kritikal yang
berkaitan dengan mukosa dan area kecil di kulit yang lecet.Pengelola perlu
mengetahui dan memiliki keterampilan dalam penanganan peralatan invasif,
pemrosesan alat, Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), pemakaian sarung tangan bagi
petugas yang menyentuh mukosa atau kulit tidak utuh.
c. Non-kritikal Pengelolaan peralatan/ bahan dan praktik yang berhubungan dengan kulit
utuh yang merupakan risiko terendah. Walaupun demikian, pengelolaan yang buruk
pada bahan dan peralatan non-kritikal akan dapat menghabiskan sumber daya dengan
manfaat yang terbatas (contohnya sarung tangan steril digunakan untuk setiap kali
memegang tempat sampah atau memindahkan sampah).
Dalam dekontaminasi peralatan kesehatan dilakukan penatalaksanaan peralatan bekas
pakai perawatan pasien yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh (pre-cleaning, cleaning,
disinfeksi, dan sterilisasi) sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) sebagai berikut:
a. Rendam peralatan kesehatan bekas pakai dalam air dan detergen atau enzyme lalu
dibersihkan dengan menggunakan spons sebelum dilakukan disinfeksi tingkat tinggi
(DTT) atau sterilisasi.
b. Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus didekontaminasi terlebih
dulu sebelum digunakan untuk pasien lainnya.
c. Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan sesuai prinsip pembuangan
sampah dan limbah yang benar. Hal ini juga berlaku untuk alat yang dipakai berulang,
jika akan dibuang.
d. Untuk alat bekas pakai yang akan di pakai ulang, setelah dibersihkan dengan
menggunakan spons, di DTT dengan klorin 0,5% selama 10 menit.
e. Peralatan nonkritikal yang terkontaminasi, dapat didisinfeksi menggunakan alkohol
70%. Peralatan semikritikal didisinfeksi atau disterilisasi, sedangkan peralatan kritikal
harus didisinfeksi dan disterilisasi.
f. Untuk peralatan yang besar seperti USG dan X-Ray, dapat didekontaminasi
permukaannya setelah digunakan di ruangan isolasi.

19
2. Segera buang peralatan sekali pakai atau disposable sesuai dengan prosedur.
Peralatan kesehatan yang masuk dalam kategori sekali pakai atau disposable setelah
digunakan harus segera dibuang atau dimusnahkan untuk menghindari terjadinya
penularan berbagai penyakit yang berbahaya. Sebuah rumah sakit biasanya
menyediakan tempat pembuangan khusus untuk sampah medis. Penanganan limbah alat
kesehatan habis pakai biasanya akan mengacu pada SPO yang berlaku .
Beberapa contoh alat kesehatan yang sifatnya disposable antara lain:
a. Alat penampung urine
b. Jarum suntik (spuit)
c. Kain kasa
d. Masker
e. Sarung tangan medis dan operasi, dll
3. Segera bersihkan permukaan trolley setelah selesai melakukan tindakan

Petugas Pelayanan Kesehatan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh petugas pelayanan kesehatan yang bertugas di
ruang ICU , diantaranya:

1. Jaga kuku tetap pendek


2. Hindari pemakaian cat kuku dan kuku palsu
3. Hindari penggunaan perhiasan berupa cincin atau pun gelang.

20
4. Penggunaan sabun dan sarung tangan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan
terjadinya dermatitis, maka penggunaan lotion dapat dilakukan untuk mencegah dermatitis.

Pasien dan Keluarga Pasien

Dalam upaya Pecegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah sakit khususnya ruang ICU
perlu dilakukan penyampaian dadar-dasar PPI untuk pasien dan keluarga pasien. Pengetahuan terkait
Hand Hygiene harus diberikan kepada keluarga pasien untuk mencegah penularan infeksi. Keluarga
pasien dianjurkan melakukan hand hygiene sebelum dan sesudah berkunjung di rumah sakit karena di
dalam rumah sakit sendiri merupakan tempat sumber penyakit dan infeksi, dimana virus dan bakteri
dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumahsakit, seperti di udara,air, lantai, dan benda-benda
peralatan medis maupun non medis.

Apabila keluarga pasien sedang tidak dalam kondisi sehat maka sebaiknya tidak berkunjung
ke rumah sakit. Untuk pasien ICU sendiri, keluarga pasien tidak diperkenankan untuk menunggu di
dalam ruangan.

Sarung tangan (gloves), Masker, dan Gaun

Sarung tangan
Dipakai sebelum tindakan invasif menyentuh darah dan cairan tubuh, mencuci peralatan yang
terkontaminasi segera dilepas jika telah selesai melakukan tindakan, kondisi-kondisi yang
memerlukan penggunaan sarung tangan antara lain:
- Penanganan dan pembersihan alat-alat (sarung tangan rumah tangga)
- Membersihkan darah/cairan tubuh (sarung tangan rumah tangga)
- Penanganan Limbah terkontaminasi (sarung tangan rumah tangga)
- Pengambilan darah (sarung tangan pemeriksaan)
- Pemasangan dan pencabutan infus (sarung tangan pemeriksaan)
- Pemeriksaan dalam-mukosa,(Vagina, Rectum,Mulut) (sarung tangan bedah)
- Pemasangan dan pencabutan implann, kateter Urin, AKDR dan lainnya (terbungkus dalam
paket steril dan dipasang dengan teknik tanpa sentuh) (sarung tangan bedah)
- Laparoskopi, persalinan, pervaginaan (sarung tangan bedah)
- Pembedahan laparotomi, seksio sasarea atau tulang (sarung tangan bedah)

21
Gaun
Gaun pelindung digunakan untuk melindungi baju petugas dari kemungkinan paparan atau percikan
darah atau cairan tubuh, sekresi, ekskresi atau melindungi pasien dari paparan pakaian petugas pada
tindakan steril.
Jenis-jenis gaun pelindung:
⁻ Gaun pelindung tidak kedap air
⁻ Gaun pelindung kedap air
⁻ Gaun steril
⁻ Gaun non steril
Indikasi penggunaan gaun pelindung Tindakan atau penanganan alat yang memungkinkan
pencemaran atau kontaminasi pada pakaian petugas, seperti:
⁻ Membersihkan luka

22
⁻ Tindakan drainase
⁻ Menuangkan cairan terkontaminasi kedalam lubang pembuangan atau WC/toilet
⁻ Menangani pasien perdarahan masif
⁻ Tindakan bedah
⁻ Perawatan gigi
Segera ganti gaun atau pakaian kerja jika terkontaminasi cairan tubuh pasien (darah).

Masker
Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membran mukosa mulut dari cipratan darah dan
cairan tubuh dari pasien atau permukaan lingkungan udara yang kotor dan melindungi pasien atau
permukaan lingkungan udara dari petugas pada saat batuk atau bersin. Masker yang di gunakan harus
menutupi hidung dan mulut serta melakukan Fit Test (penekanan di bagian hidung).
Terdapat tiga jenis masker, yaitu:
⁻ Masker bedah, untuk tindakan bedah atau mencegah penularan melalui droplet.
⁻ Masker respiratorik, untuk mencegah penularan melalui airborne.
⁻ Masker rumah tangga, digunakan di bagian gizi atau dapur.

Cara memakai masker:

23
Pemakaian Respirator Partikulat
Respirator partikulat untuk pelayanan kesehatan N95 atau FFP2 (health care particular respirator),
merupakan masker khusus dengan efisiensi tinggi untuk melindungi seseorang dari partikel
berukuran <5 mikron yang dibawa melalui udara. Pelindung ini terdiri dari beberapa lapisan
penyaring dan harus dipakai menempel erat pada wajah tanpa ada kebocoran.Masker ini membuat
pernapasan pemakai menjadi lebih berat. Sebelum memakai masker ini, petugas kesehatan perlu
melakukan fit test.

24
Goggle dan perisai wajah
Harus terpasang dengan baik dan benar agar dapat melindungi wajah dan mata. Tujuan
pemakaian Goggle dan perisai wajah: Melindungi mata dan wajah dari percikan darah, cairan
tubuh, Pada saat tindakan operasi, pertolongan persalinan dan tindakan persalinan, tindakan
perawatan gigi dan mulut, pencampuran B3 cair, pemulasaraan jenazah, penanganan linen
terkontaminasidi laundry, di ruang dekontaminasi CSSD.

25
Beberapa alat diatas adllah sebagian contoh alat pelindung diri yang wajib dikenakan oleh petugas,
kemudian saat melepaspun tidak boleh sembarangan dan haruas mengikuti standa sebagai berikut:

- Lepaskan sepasang sarung tangan


- Lakukan kebersihan tangan
- Lepaskan apron
- Lepaskan perisai wajah (goggle)
- Lepaskan gaun bagian luar
- Lepaskan penutup kepala
- Lepaskan masker
- Lepaskan pelindung kaki
- Lakukan kebersihan tangan
1. Melepas sarung tangan

26
2. Melepas Goggle atau Perisai Wajah

3. Melepas Gaun Pelindung

4. Melepas Masker

Penempatan Pasien

Hal yang harus


diperhatikan saat
pembagian ruang antar pasien
adlah sebagi berikut;

a. Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan pasien non infeksius.


b. Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit pasien
(kontak, droplet, airborne) sebaiknya ruangan tersendiri.
c. Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama pasien lain yang
jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem cohorting. Jarak antara tempat
tidur minimal 1 meter. Untuk menentukan pasien yang dapat disatukan dalam satu
ruangan, dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Komite atau Tim PPI.
d. Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan berdasarkan
jenis transmisinya (kontak,droplet, airborne).
e. Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau lingkungannya seyogyanya
dipisahkan tersendiri.

27
f. Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara (airborne) agar
dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan untuk menghindari terjadinya
transmisi penyakit yang tidak perlu kepada yang lain.
g. Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB dalam satu
ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesama pasien TB.

  Antibiotic   kontrol
  Penerapan antibiotik pada pasien harus memperhatikan kondisi dibawah ini,
• Batasi pemilihan antibiotik
• Terapi berdasarkan hasil kultur 
• Kontrol kualitas dari antibiotik
• Ganti ke terapi oral selekas mungkin
•  Antibiotik yang rasional

28
Perlindungan Kesehatan Petugas

Lakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua petugas baik tenaga


kesehatan maupun tenaga nonkesehatan. Fasyankes harus mempunyai kebijakan
untuk penatalaksanaan akibat tusukan jarum atau benda tajam bekas pakai pasien,
yang berisikan antara lain siapa yang harus dihubungi saat terjadi kecelakaan dan
pemeriksaan serta konsultasi yang dibutuhkan oleh petugas yang bersangkutan.
Petugas harus selalu waspada dan hati-hati dalam bekerja untuk mencegah
terjadinya trauma saat menangani jarum, scalpel dan alat tajam lain yang dipakai
setelah prosedur, saat membersihkan instrumen dan saat membuang jarum.
Jangan melakukan penutupan kembali (recap) jarum yang telah dipakai,
memanipulasi dengan tangan, menekuk, mematahkan atau melepas jarum dari spuit.
Buang jarum, spuit, pisau,scalpel, dan peralatan tajam habis pakai lainnya kedalam
wadah khusus yang tahan tusukan/tidak tembus sebelum dimasukkan ke insenerator.
Bila wadah khusus terisi ¾ harus diganti dengan yang baru untuk menghindari
tercecer.
Apabila terjadi kecelakaan kerja berupa perlukaan seperti tertusuk jarum
suntik bekas pasien atau terpercik bahan infeksius maka perlu pengelolaan yang
cermat dan tepat serta efektif untuk mencegah semaksimal mungkin terjadinya infeksi
yang tidak diinginkan.
Sebagian besar insiden pajanan okupasional adalah infeksi melalui darah yang
terjadi dalam fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). HIV, hepatitis B dan hepatitis
C adalah patogen melalui darah yang berpotensi paling berbahaya, dan kemungkinan
pajanan terhadap patogen ini merupakan penyebab utama kecemasan bagi petugas
kesehatan di seluruh dunia.
Penerapan Etika Batuk dan Bersin
Diterapkan untuk semua orang terutama pada kasus infeksi dengan jenis
transmisiairborne dan droplet. Fasilitas pelayanan kesehatan harus menyediakan
sarana cuci tangan seperti wastafel dengan air mengalir, tisu, sabun cair, tempat
sampah infeksius dan masker bedah.Petugas, pasien dan pengunjung dengan gejala
infeksi saluran napas, harus melaksanakan dan mematuhi langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau saputangan atau lengan atas.

29
b. Tisu dibuang ke tempat sampah infeksius dan kemudian mencuci tangan.
Edukasi/Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) dan fasilitas pelayanan
kesehatan lain dapat dilakukan melalui audio visual, leaflet, poster, banner, video
melalui TV di ruang tungguataulisan oleh petugas.

Etika Batuk

Penerapan PPI di fasilitas pelayanan kesehatan termasuk Intensive Care Unit (ICU) akan
terlaksana dengan optimal bila dalam pelaksanaanya juga mematuhi kewaspadaan standar
dan kewaspadaan berdasar transmisi, serta di dukung oleh komitmen para pengambil
kebijakan dan seluruh petugas kesehatan yang terlibat dalam pelayanan kesehatan.
Disamping itu petugas di Dinas Kesehatan diharapkan mampu memahami program PPI ini
agar dapat melakukan pengawasan dan pemantauan kualitas pelayanan kesehatan pada
fasilitas pelayanan kesehatan di wilayahnya.

30
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

31

Anda mungkin juga menyukai