Anda di halaman 1dari 5

Nama : Arni Sovia Sabu Kedang

Nim : 1805015051

Kelas : B/2018

Mata Kuliah : Ekologi Manusia

1. Bagaimana peran manusia terhadap lingkungan?

Jawab :

Manusia sebagai bagian dari alam masih memiliki kesadaran yang kurang akan pentingnya
keseimbangan dalam ekosistem. Selama ini manusia masih bersikap egois dan menganggap bahwa
segala sesuatu yang ada di bumi dapat digunakan sesuka hati untuk memenuhi seluruh kebutuhannya.
Manusia lupa bahwa sebenarnya kita hanyalah satu dari jutaan spesies makhluk hidup yang ada di bumi
dan hidup bergantung pada alam sekitar. Seperti halnya pada pandangan antroposentrisme yang
memandang bahwa manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya juga
dianggap sebagai pihak yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang
diambil dalam kaitannya dengan alam. Manusia dan kepentingannya menjadi nilai tertinggi dan setiap
hal di luar manusia hanyalah berfungsi sebagai penunjang dan obyek pemenuhan kepentingan manusia
(Keraf, 2010).

Memang sebenarnya yang menjadi masalah bukanlah kecendrungan antroposentrik manusia untuk
menggunakan alam sebagai pemenuhan kebutuhannya. Dibalik itu masalah yang lebih besar disebabkan
oleh adanya tujuan-tujuan tidak pantas dan berlebihan yang dikejar oleh manusia di luar batas toleransi
ekosistem itu sendiri. Akhirnya keserakahan adalah apa yang membunuh diri kita sendiri.

Menurut Darling (dalam Keraf, 2010) justru dengan pandangan antroposentrik ini manusia yang berada
dalam posisi istimewa seharusnya melayani semua yang ada di bawah kekuasaannya secara baik dan
bertanggung jawab serta juga secara moral untuk melindunginya. Namun karena kesalahan cara
pandang dan penerapan dari antroposentrisme ini manusia hanya melihat bahwa dirinya adalah yang
paling superior dan memiliki hak untuk menggunakan sumber daya alam yang ada dengan sewenang-
wenang. Kekeliruan dan kesalahan ini seharusnya tidak terjadi ketika manusia memiliki etika lingkungan
yang benar. Bahwa seharusnya tiap manusia secara sadar memahami posisinya di alam. Manusia tidak
dapat menciptakan makanannya sendiri seperti organisme autotrof yang dapat memproses makanannya
sendiri dengan cahaya matahari. Manusia adalah konsumen yang sangat bergantung pada organisme
lain sebagai penyedia makanan. Kesadaran dan pemahaman ini seharusnya dimiliki oleh tiap manusia.
Namun kenyataannya keserakahan seringkali membutakan mata, hati, dan pikiran.

Maka Arne Naess pun berusaha mengatasi hal ini dengan menciptakan beberapa teori terkait dengan
pandangan baru, yaitu ekosentrisme. Pandangan ekosentrisme ini melihat bahwa secara ekologis,
makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lain. Oleh karenanya, kewajiban
dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab
moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis (Keraf, 2010).

Arne Naess (Keraf, 2010) merupakan seorang filsuf yang mengenalkan teori deep ecology sebagai bagian
dari ekosentrisme. Deep ecology ini menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat pada manusia,
tetapi berpusat pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan
lingkungan hidup. Singkatnya deep ecology memusatkan perhatian kepada biosphere seluruhnya dalam
jangka panjang bukan jangka pendek.

Arne Naess juga mengenalkan teori ecosophhy yang merupakan filsafat pokok dari deep ecology.
Ecosophy adalah kombinasi dari ”eco” yang berarti rumah tangga dan “sophy” yang berarti kearifan. Jadi
ecosophy berarti kearifan dalam mengatur hidup selaras dengan alam sebagai sebuah rumah tangga
dalam arti luas. Hal ini menjadi lingkungan hidup tidak sekedar menjadi sebuah ilmu namun menjadi
sebuah kearifan dan cara serta gaya hidup yang memiliki pola selaras dengan alam (Keraf, 2010).

Maka dari itu penting bagi kita manusia yang sudah sadar untuk turut menjadi agen-agen perubahan
yang dapat membantu menyadarkan orang-orang akan kelakuan mereka yang kurang dan tidak tepat.
Kebutuhan manusia bukanlah yang utama, yang utama adalah keseimbangan dan kesejahteraan alam
sekitar. Karena bila alam lestari dan keberlangsungannya terjaga maka manusia pun pasti dapat
memenuhi kebutuhan hidup dan menjalani aktivitasnya dengan lebih mudah. Tidak seperti sekarang ini
ketika kita untuk bernafas saja sulit karena pekatnya asap dan krisis pangan karena kekeringan akibat
pemanasan global yang tanpa sadar telah kita bantu ciptakan.

Menurut Riskanita,dkk. (2019) upaya yang dilakukan pemerintah daerah dari hasil penelitian yg
kemudian diolah berdasarkan Konsep Negara Kesejahteraan maka untuk memenuhi rasa aman,
nyaman, sejahtera bagi masyarakat yang terdampak kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan
adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan tata guna lahan dan tata ruang

Perencanaan penatagunaan tanah dan lahan, khususnya dilakukan di wilayah perbukitan atau dataran
tinggi. Dalam perencanaan dan pelaksanaannya pun harus mengacu pada tata ruang wilayah, tata ruang
wilayah Nasional, tata ruang wilayah Provinsi, dan tata ruang wilayah Kabupaten/Kota serta berprospek
jangka panjang untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

b. Penetapan metode penanaman bersilang atau tumpangsari

Lahan perbukitan yang tersisa sekarang hanya tertinggal tanaman pinus yang memiliki akar tunggang.
Untuk sisa lahan yang berdampak longsor, pemerintah daerah bekerja sama dengan PERHUTANI dan
Dinas Pertanian menerapkan metode penanaman tumpangsari dengan jenis tanaman pohon sengon dan
mangga. Akan tetapi pemerintah tidak serta merta menjadikan lahan keseluruhan untuk tanaman
berakar tunggang, tetapi masih mengedepankan dan mempertahankan aspek kesejahteraan masyarakat
dengan cara mempertahankan tanaman jahe dan bawa merah sebagai ladang perekonomian
masyarakat.
c. Melakukan penanaman ulang secara terus menerus

Terkait tata guna lahan yang tidak berdampak langsung terhadap longsor, Pemerintah Daerah
melakukan upaya penanaman pohon pinus diwilayah lereng secara terus menerus dan bertahap di
bagian atas. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir semakin parahnya kerusakan lingkungan, dan
mengoptimalkan kesejahtaraan sosial serta mencakup jaminan keamanan masyarakat.

d. Penyuluhan lingkungan

Untuk menambah wawasan masyarakat terkait pentingnya lingkungan hutan di daerah Desa Banaran,
Pemerintah Daerah melakukan penyuluhan terkait lingkungan. Penyuluhan lingkungan dilakukan agar
masyarakat sekitar lebih sadar dan peka terkait hal negatif dan positif lingkungan, tetapi tidak
mengesampingkan perekonomian mereka dalam berkebun.

Di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Pasal 70 Ayat (1) disebutkan bahwa “Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan
seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup”. Dalam
pasal 70 ayat (2) peran masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat
berupa:

a. pengawasan sosial;

b. pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan;

c. penyampaian informasi dan/atau laporan.

2. Mengapa aktivitas manusia bisa menjadi penyebab kerusakan lingkungan?

Jawab :

Beberapa kegiatan manusia yang dapat menggambarkan terjadinya degradasi, antara lain: Pembukaan
hutan manggrove untuk dijadikan tambak udang dan kayunya dijadikan bahan bangunan, penggunaan
plastik, kaleng, peptisida, bahan bakar untuk kebutuhan aktivitas manusia, eksploitasi sumber daya alam
yang berlebihan dan sebagainya (Vatria, 2010).

Pencemaran air adalah setiap perubahan kimia-biologis dan fisik dari air yang dapat berpengaruh buruk
terhadap organisme. Bahan pencemar air bersumber dari limbah buangan dari rumah, rumah sakit,
pabrik-pabrik kimia, sisa-sisa pupuk buatan, pestisida dan seterusnya. Bahan pencemar air dapat
dikategorikan kedalam bahan pencemar fisik seperti air panas, pencemar kimia seperti peptisida, logam
berat, dan pencemar biologis seperti bakteri patogen (Utina, dkk. 2009).

Udara di daerah yang mempunyai banyak kegiatan industri dan teknologi serta lalu lintas yang padat,
udaranya relatif tidak bersih lagi. Udara di daerah industri mengandung bermacam bahan pencemar.
Pencemaran tanah dapat terjadi karena pencemaran secara langsung, misalnya penggunaan pupuk
secara berlebihan, pemberian pestisida atau insektisida dan pembuangan limbah yang tidak dapat
dicernakan seperti plastik. Pencemaran dapat juga melalui air. Air yang mengandung bahan pencemar
(polutan) akan mengubah susunan kimia tanah sehingga menggganggu jasad yang hidup di dalam atau
di permukaan tanah (Utina, dkk. 2009).

3. Manusia bisa sebagai penyebab polusi namun disisi lain manusia juga bisa menjadi korban terjadap
kerusakan lingkungan. Jelaskan pernyataan tersebut!

Jawab :

Manusia adalah penyebab utama dari kerusakan dan pencemaran lingkungan. Perilaku manusia dalam
mengelola lingkungan pada tingkat lokal ikut menyumbang kondisi lingkungan di tingkat global (Keraf,
2002). Kasus bencana akibat rusaknya lingkungan hidup sekarang ini, baik lingkup nasional maupun
global sebagian besar bersumber pada perilaku manusia. Hal ini terjadi karena manusia dalam
kehidupannya memiliki ketergantungan yang sangat erat dengan lingkungannya, sehingga
keberadaannya sangat dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan sekitarnya baik yang bersifat biotik
maupun abotik (Iskandar, 2009). Dari sudut ekologis, ada dua faktor mekanis yang menjadi penyebab
bencana, yakni faktor kekacauan ekosistem yang disebabkan oleh ulah manusia (man-made disaster),
diantaranya adalah kesalahan dalam pemanfaatan sumber daya alam (SDA) dan tata ruang, serta faktor
perubahan iklim global (global climate change) yang diakibatkan banyaknya emisigas CO2 dan gas
buangan lainnya, akibat industri, kendaraan berbahan bakar fosil dan lain sebagainya (Mangunjaya,
2006). Dengan kata lain, kerusakan lingkungan akibat perilaku destruktif manusia pada akhirnya
kerusakan tersebut bisa memicu terjadinya bencana alam.

Daftar Rujukan

Iskandar, Johan 2009, Ekologi Manusia Dan Pembangunan Berkelanjutan, Program Studi Magister Ilmu
Lingkungan Universitas Padjajaran, Bandung.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Penerbit Bumi Aksara: Jakarta.

Jones, P. 2010. Responding to the ecological crisis: transformative pathways for social work education.
Journal of Social Work Education, Vol. 46, No. 1. Tersedia pada
https://researchonline.jcu.edu.au/9423/1/JSWE-W10-Jones-ONLINE.pdf
Keraf, A. S. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Penerbit Buku Kompas: Jakarta.

Keraf, A. Soni, 2002, Etika Lingkungan, Penerbit Kompas, Jakarta.

Mangunjaya, Fachurudin M., 2006, Hidup Harmoni Dengan Alam, Esai-Esai Pembangunan Lingkungan
Konservassi dan Keanekaragaman Hayati Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Odum, E. P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Riskanita, Dinda, dkk. 2019. Upaya Pemerintah Daerah Mengatasi Kerusakan Lingkungan Akibat Alih
Fungsi Lahan Berdasarkan Konsep Negara Kesejahteraan. Jurnal Penelitian Hukum, Vol. 28, No.2.
Tersedia pada https://ejournal.unib.ac.id/index.php

Utina, Ramli, dkk. 2009. Ekologi dan Lingkungan Hidup. Gorontalo : ISBN

Vatria, Belvi. 2010. Berbagai Kegiatan Manusia Yang Dapat Menyebabkan Terjadinya Degradasi
Ekosistem Pantai Serta Dampak Yang Ditimbulkannya. Jurnal Belian, Vol. 9, No. 1. Tersedia pada
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php

Anda mungkin juga menyukai