Anda di halaman 1dari 7

PENDAHULUAN BAB 1 APA ITU ETIKA

$1. Penjernihan Istilah

KATA-KATA seperti "etika", "etis", dan "moral" tidak terdengar dalam ruang kuliah saja dan tidak
menjadi monopoli kaum cendekiawan. Di luar kalangan intelektual pun sering disinggung tentang hal-hal
seperti itu. Memang benar, dalam obrolan di pasar atau dt tengah penumpang opelet kata-kata itu
jarang sekali muncul. Tapi jika kita membuka surat kabar atau majalah, hampir setiap hari kita menemui
kata-kata tersebut. Berulang kali kita membaca kalimat-kalimat semacam ini: "Dalam dunia bisnis, etika
merosot terus", "Etika dan moral perlu ditegaskan kembali", "Adalah tidak etis, jika .."Di televisi alkhir-
alhir ini banyak ildan yang kurang etis", dan sebagainya. Pada masa Orde Baru, sering kita dengar ten
tang "moral Pancasila" dan etika pembangunan. 1etapi sekarang juga dalam pidato para pejabat
pemerintah dan politisi lain kata "etika'" dan "moral" banyak digunakan. Pendeknya, kata-lkata seperti
ini mewarnai kehidupan kita sehari-hari. Dan dapat ditambah lagi, kata-kata ini tidak berfungsi dalam
suasana iseng dan remeh, tapi sebaliknya dalam suatu konteks yang serius dan kadang-kadang malah
amat prinsipiel. Jika kita berbicara tentang 'etika" dan "moral", ternyata kita memaksudkan sesuatu yang
penting.

1. Etika dan Moral

Mari kita mulai dengan mempelajari etimologi kata-kata ini. Seperi halnya denga banyak istilah yang
menyangkut konteks ilmiah, istilah "etika" pun berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos
dalam bentuk tunggal mempunyai banya arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang,
habitat; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta ethoi
artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang bapi terbentuknya istilah
"etika" yang oleh filsuf Yunani besar Aristoteles (384-322 SM) Sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat
moral. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka "etika" berarti: ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan atau imu tentang adat kebiasaan. Dengan memakai istilah modern, dapat dikatakan Juga
bahwa etika membahas "konvensi-konvensi sosial" yang ditemukan dalam masyarakat. Namun,
menelusuri arti etimologis saja belum cukup untuk mengerti apa yang dalam buku ini dimaksudkan
dengan istilah "etika". Mendengar keterangan etimologis ini, mungkin kita teringat bahwa dalam bahasa
Indonesia pun kata "ethos" cukup banyak dipakai, misalnya dalamkombinasi "ethos kerja', "ethos
profesi', dan sebagainya. Memang ini suatu kata yang diterima dalam bahasa Indonesia dari bahasa
Yunani (dan karena itu sebaiknya dipertahankan ejaan aslinya "ethos"), tapi tidak langsung melainkan
melalui bahasa Inggris, di mana-seperti dalam banyak bahasa modern lain- kata itu termasuk kosa kata
yang baku. Dalam buku ini kita akan memanfaatkan jugaistilah "ethos ini (Bab 6, $ 3). Sekarang kita
kembali ke istilah "etika". Setelah mempelajari dulu asal usulnya, sekarang kita berusaha menyimak
artinya. Salah satu cara terbaik untuk mencari arti sebuah kata adalah melihat dalam kamus. Mengenai
kata "etika'" ada perbedaan yang mencolok, jika kita membandingkan apa yang dikatakan dalam kamus
yang lama dengan kamus yang baru. Dalam Kamus Umum Bahasa indonesia yang lama
(Poerwadarminta, sejak Setelah mempelajari penjelasan kamus, kami memilih tetap membedaka tiga
arti mengenai kata "etika" ini. Tetapi urutannya mungkin lebih baik terbalik karena arti ke-3 dalam KBBI
edisi 1988 lebih mendasar daripada arti pertama sehingga sebaiknya ditempatkan di depan.
Perumusannya juga bisa dipertajam lag Dengan demikian kita sampai pada tiga arti berikut ini. Pertama,
kata "etika" bisa dipakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegantar bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya jika orang berbicara tentang
"etika suku-suku Indian', "etika agama Budha", "etik Protestan (ingat akan buku termasyhur Max Weber,
The Protestant Ethic and th Spirit of Capitalism), maka tidak dimaksudkan "ilmu", melainkan arti
pertama tadi. Secara singkat, arti ini bisa dirumuskan juga sebagai "'sistem nilai". Dan boleh dicatat lagi,
sistem nilai itu bisa berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupunpada taraf sosial. Kedua, etika"
berarti juga: kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Sekian tahun lalu
oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia diterbitkan sebuah kode ecik untuk rumah sakit yang
diberi judul:"Eika Rumah Sakit Indonesia" (1986), disingkatkan sebagai ERSI. Di sin dengan "etika" jelas
dimaksudkan kode etik. Dalam periode pemerintahan 2004 2009, DPR pernah mempersiapkan RUU Eika
Penyelenggara Negara (tapi tidak selesai). Di sini "etika" pasti dipakai juga dalam arti kode etik. Ketiga,
"etika mempunyai arti lagi: ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika baru menjadi ilmu, bila keyalkinan-
keyakinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima
dalam suatu masyarakat -sering kali tanpa disadari- menjadi bahan refleksi kritis bagi suatu penelitian
sistematis dan metodis."filsafat moral"

Tentang kata "moral" sudah kita lihat bahwa etimologinya sama dengan "etika", sekalipun bahasa
asalnya berbeda. Jika sekarang kita nemandang arti kata moral, perlu diperhatikan bahwa kata ini bisa
dipakai sebagai nomina (kata Benda) atau sebagai adjektiva (kata sifat). Jika kata "moral dipakai sebagai
kata Sifat artinya sama dengan "etis" dan jika dipakai sebagai kata benda artinya sama dengan "etika
menurut arti pertama tadi, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kita mengatakan, misalnya, bahwa perbuatan
seseorang tidak bermoral dengan itu dimaksud, kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-
nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau kita mengatakan bahwa kelompok
pemakai narkotika mempunyai moral yang bejat, artinya, mereka berpegang pada nilai dan norma yang
tidak baik. "Moralitas" (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan
"moral", hanya ada nada lebih abstrak. Kita berbicara tentang moralitas suatu perbuatan, artinya, segi
moral suatu perbuatan atau baik bu-ruknya. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai
yang berkenaan dengan baik dan buruk.

2. Amoral dan immoral

Masih dalam rangka mempelajari istilah, perlu dibedakan antara amoral dan immoral Di sini terpaksa
kita bertolak dari istilah-istilah Inggris, karena dala bahasa Indonesia kita mengalami kesulitan. Oleh
Conise Oxford Dictionary kata amoral diterangkan sebagai "unconcerned with, out of the sphere of
moral, non moral Jadi, kata Inggris amoral berarti: "tidak berhubungan dengan konteks moral, di luar
suasana etis', "non-moral. Dalam kamus yang sama immoral dijelaskan sebagai "opposed to moraliy,
morally evil". Jadi, kata Inggris immora berarti:"bertentangan dengan moralitas yang baik, "secara moral
buruk, tidak etis".

Penjelasan ini memang sejalan dengan apa yang kadang kala dapat kita baca atau dengar, tapi sulit
untuk dipertahankan karena mencampur adukkan amoral dan immoral sebagaimana dipakai dalam
bahasa Inggris serta banyak bahasa modern lain dan akhirmya berasal dari bahasa Latin. Kata "amoral"
sebaiknya diartikan sebagai "netral dari sudut moral" atau "tidak mempunyai relevansi etis". Contoh tadi
bisa dirumuskan "Memeras para pensiunan adalah tindakan tidak bermoral", atau boleh juga "memeras
para pensiunan adalah tindakan immoral." Sebab, bagaimanapun, menggunakan kata "amoral" di sini
adalah salah kaprah. Dalam hal ini kita tidak mempunyai alasan untuk menyimpang dari kebiasaan
internasional. Judul sebuah artikel "Decision making in business: amoral" tidak mungkin ditcerjemahkan
"Apakah pengambilan keputusan dalam bisnis tidak bermoral Salah saru terjemahan yang tepat adalah
"Apakah pengambilan kepurusan dalam bisnis tidak mempunyai relevansi moral?".

3.Etilka dan Etiket

Dalam rangka menjernihkan istilah, harus kita simak lagi perbedaan antara "etika dan etiket. Kerap kali
dua istilah ini dicampuradukkan begitu saja, padahal perbedaan di antaranya sangat hakiki. "Etika" di sini
berarti "znoral" dan "ctiket" berarti sopan santun (tentu saja, di samping arti lain: "secarik kertas yang
ditempelkan pada botol atau kemasan barang"). Jika kita melihat asal-usulnya, sebetulnya tidak ada
hubungan antara dua istilah ini. Hal itu menjadi lebih jelas, jika kita membandingkan bentuk kata dalam
bahasa Inggris, yaitu ethics dan etiquette. Tetapi dipandang menurut artinya, dua istilah ini memang
dekat satu sama lain. Di samping perbedaan, ada juga persamaan. Mari kita mulai dengan persamaan
itu. Pertama, etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah-istilah ini hanya kita pakai mengenai
manusia. Hewan tidak mengenal etika maupun etiket. Kedua, baik etika maupun etiket mengatur
perilaku manusia secara normatif, artinya, memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian
menyatakan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Justru karena sifat normatif ini kedua
istilah tersebut mudah dicampuradukkan.

Namun demikian, ada beberapa perbedaan sangat penting antara etika dan etiket. Di sini kita akan
mempelajari sepintas empat macam perbedaan.

1. Etiket menyangkut ara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Di antarabeberapa cara yang
mungkin, etiket menunjukkan cara yang tepat, artinya, cara Jika saya menyerahkan sesuatu kepada
atasan, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Dianggap melanggar etiket,
bila orang menyerahkan sesuatu dengan tangan kiri. Tetapi etika tidak terbatas pada cara dilakukannya
suatu perbuatan; etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah
apakah suatu perbuatan boleh dilakukan ya atau tidak. Jika A menyerahkan amplop kepada B dengan
cara amat sopan (antara lain dengan memakai tangan kanan), tapi B adalah seorang hakim danadalah
orang yang mempunyai perkara di pengadilan dan amplop berisikan uang yang diberikan untuk
menyuap hakim tersebut, perbuatan ini adalah sangat tidak etis, meskipun dari sudut etiket dilakukan
secara sempurna Contoh lain adalah mengambil barang milik orang lain tanpa izin dan bertentangan
dengan kehendak pemiliknya. Di sini cara melakukan perbuatan tidak perlu dipertimbangkan untuk
menilai kualitas etisnya. "Jangan mencuri merupakan suatu norma etika. Apakah orang mencuri dengan
tangan kanan atau tangan kiri di sini sama sekali tidak relevan. Norma etis tidak sebatas cara perbuatan
dilakukan, melainkan menyangkut perbuatan itu sendiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada saksi mata, etiket
tidak berlaku. Misalnya, ada banyak peraturan etiket yang mengatur cara makan atau berpakaian.
Dianggap melanggar etiket, bila kita makan sambil berbunyi atau dengan meletakkan kaki di atas meja
dan sebagainya. Tapi kalau saya makan sendiri, saya tidak melanggar etiket, bila makan dengan cara
demikian. Sebaliknya, etika selalu berlaku, juga kalau tidak ada saksi mata. Etika tidak tergantung pada
hadir tidaknya orang lain Jika sesudah makan di restoran, saya kabur tanpa bayar, saya berlaku tidak
etis, juga bila tidak diketahui oleh pemilik. Larangan untuk mencuri selalu berlaku, entah ada orang lain
hadir atau tidak. Barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan, juga jika pemiliknya sudah lupa.

3. Eriket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan
dalam kebudayaan lain. Contoh yang jelas adalah makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan.
Lain halnya dengan etika. Erika jauh lebih absolut. "Jangan mencuri", jangan berbohong, "jangan
membunuh merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar atau mudah diberi
"dispensasi". Memang benar, ada kesulitan cukup besar mengenai keabsolutan prinsip-prinsip etis yang
akan dibicarakan lagi dalam buku ini. Tapi tidak bisa diragukan, relativitas etiket jauh lebih jelas dan jauh
lebih mudah terjadi.

Jika kita berbicara tentang etiket, kita hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedang etika
menyangkut manusia dari segi dalam. Bisa saja orang tampil sebagai "musang berbulu ayam": dari luar
sangat sopan dan harus, tapi di dalam penuh kebusukan. Barnyak penipu berhasil dengan maksud jahat
mereka, justru karena penampilannya begitu halus dan menawan hati, sehingga mudah meyakinkan
orang lain. Tidak merupakan kontradiksi, jika Seseorang selalu berpegang pada etiket dan sekaligus
bersikap munafik. Tapi orang yang etis sifatnya tidak mungkin bersikap munafik, sebab seandainya dia
munafik, hal itu dengan sendirinya berarti ia tidak bersikap etis. Di sini memang ada kontradiksi. Orang
yang bersikap etis adalah orang yang sungguh-sungguh baik. Sudah jelaslah kiranya bahwa perbedaan
terakhir ini paling penting di antara empat perbedaan yang dibahas tadi.

2. Etika sebagai Cabang Filsalat

1. Moralitas: Cirl Khas Manusia

Banyak perbuatan manusia berkaitan dengan baik atau buruk, tapi tidak semua Ada juga perbuatan yang
netral dari segi etis, Bila pagi hari saya mengikat lebih dulu tali sepatu kanan dan baru kemudian tali
sepatu kiri, perbuatan itu tidak mempunyai hubungan dengan baik atau buruk. Boleh saja sebaliknya:
sepatu kiri dulu dan baru kemudian sepatu kanan. Mungkin cara yang pertama sudah menjadi kebiasaan
saya. Mungkin cara itu lebih baik dari sudut efisiensi atau lebih baik karena cocok dengan motorik saya,
tapi cara pertama atau kedua tidak lebih baik atau buruk dari sudut moral, Perbuatan itu boleh disebut
"amoral", dalam arti seperti sudah dijelaskan: tidak mempunyai relevansi etis. Dan tidak sulit untuk
memikirkan banyak contoh lain lagi tentang perbuatan yang bisa dianggap amoral dalam arti ini. Tapi
lain halnya, bila saya sebagai bapak keluarga membelanjakan Gaji bulanan lebih dulu untuk hobby saya
(memotret, memelihara burung, atau lebih jelek lagi- main judi) dan baru kalau masih ada sisa saya
serahkan kepada keluarga. Perbuatan terakhir itu tanpa ragu-ragu akan dinilai "tidak etis" atau immoral
atau "buruk dari sudut moral", karena sebagai bapak keluarga saya mempunyai kewajiban
mengutamakan istri dan anak-anak di atas kebutuhan pribadi.

2. Etlka: lImu tontang Moraltas

Setelah dipelajari apa yang dimaksud dengan moralitas, selarang kita siap untu mengerti langkah
berikut: etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas tentang manusia sejauh berkaitan dengan
moralitas. Cara lain untuk merumuskan hal yang sarma adalah bahwa etika merupakan ilmu yang
menyelidiki tingkah laku moral. Tetapi perlu ditekankan ada pelbagai cara untuk mempelajari moralitas
atau pelbagai pendekatan ilmiah tentang tingkah laku moral. Di sini kita mengikuti pembagian atas tiga
pendekatan yang dalam konteks ini sering diberikan, yaitu etilka deskriptif, etika normatif, dan
metaetika.

3. Hakikat Etika Filosofis

Etika sebagai ilmu melanjutkan kecenderungan kita dalam hidup sehari-hari itu. Etika mulai, bila kita
merefleksikan unsur-unsur eris dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu lkita
rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidalk jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Timbul
pertanyaan: Sapa yang benar Siapa mempunyai argumen-argumen paling kuat? Ada dasar obyektif apa
untuk pendapat kita? Kita bisa berpegang teguh pada norma apa? Menjadi tugas etika untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Dengan demikian etika dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis,
metodis dan sistematis tentang tingkah laku manusia, sejauh berkaitan dengan norma. Karena refleksi
itu dijalankan dengan kritis, metodis dan sistematis, pembahasan itu pantas diberi nama "ilmu. Pelawak
atau penyair pun kerap kali berbicara tentang tingkah laku manusia, tapi mereka tidak membuatnya
dengan cara kritis atau, kalaupun kritis, mereka tidak melakukannya menurut metode ketat dan dengan
sistematika menyeluruh. Karena pendekatannya mempunyai ciri-ciri itu, etika adalah suatu ilmu. Tapi
setiap refleksi kritis, metodis, dán sistematis tentang tingkah laku manusia belum tentu adalah etika.
Psikologi, umpamanya, adalah ilmu tentang tingkah laku manusia. Kini malah dipergunakan istilah
bebhavioral sciences (ilmu ilmu tentang tingkah laku) untuk menunjukkan ilmu-ilmu seperti psikologi
dan sosiologi. Eika adalah refleksi ilmiah tentang tingkah laku manusia dari sudut norma-norma atau dari
sudut baik dan buruk. Segi normatif itu merupakan sudut pandang yang khas bagi etika, dibandingkan
dengan ilmu-ilmu lain yang juga membahas tingkah laku manusia.

3. Peranan Etika dalam Dunia Modern

Setiap masyarakat mengenal nilai-nilai dan norma-norma etis. Dalam masyarak yang homogen dan agak
tertutup -masyarakat tradisional, katakanlah- nilai-nil dan norma-norma itu praktis tidak pernah
dipersoalkan. Dalam keadaan seper itu secara otomatis orang menerima nilai dan norma yang berlaku.
Individu individu dalam masyarakat itu tidak berpikir lebih jauh. Tapi nilai-nilai dan norma norma etis
yang dalam masyarakat tradisional umumnya tinggal implisi saja, setiap saat bisa menjadi eksplisit.
Terutama bila nilai-nilai itu ditantang atau norma-norma itu dilanggar karena perkembangan baru, kita
melihat bahwa nila atau norma yang tadinya terpendam dalam hidup rutin, dengan agak mendadak
tampil ke permukaan. Banyak nilai dan norma etis berasal dari agama. Tidak bisa diragulcan, agama
merupakan salah satu sumber nilai dan norma yang paling penting. Kebudayaan merupakan suatu
sumber yang lain, walaupun perlu dicatat bahwa dalam hal ini kebudayaan sering kali tidak bisa
dilepaskan dari agama. Juga nasionalisme atau kerangka hidup bersama dalam satu negara mudah
menjadi sumber nilai serta norma. Bila negara dalam bahaya atau merasa dihina oleh negara lain, nilai-
nilai itu bisa sampai bergejolak. Demikian halnya, kalau dilihat dalam konteks sosial. Kalau kita melihat
hal yang sama dari segi individual, bisa saja terjadi bahwa nilai-nilai dan norma-norma itu disadari oleh
seorang tertentu, karena ia pindah ke daerah lain. Di Indonesia pun sudah sejak dulu terdapat variasi
kecil-kecilan di pelbagai daerah, sejauh menyangkut nilai dan norma. Misalnya, dalam bidang pergaulan
antara muda-mudi dan hubungan antara anak dan orang tua. Bila seorang muda menjadi mahasiswa
dan karena itu untuk pertama kali dalam hidupnya keluar dari naungan keluarga serta ketertutupan
daerahnya, ia dapat merasakan perbedaan itu. Perbedaan bisa dirasakan lebih tajam lagi, bila
perpindahan itu bukan saja dari satu daerah ke daerah lain tapi sekaligus juga dari daerah pedesaan ke
kota besar. Apalagi, bila seorang muda disekolahkan ke luar negeri. Bisa sampai terkena cultural shock.
Jika kita memandang situasi etis dalam dunia modern terutama tiga ciri orang menonjol. Pertama, kita
menyaksikan adanya pluralisme moral. Dalam Masyarakat-masyarakat yang berbeda sering terlihat nilai
dan norma yang berbeda. Bahkan masyarakat yang sama bisa ditandai oleh pluralisme moral. Kedua
kadang timbul banyak masalah etis baru yang dulu tidak terduga. Ketiga, dalam dunia modern tampak
semakin jelas juga suatu kepedulian etis yang universal.

4. Moral, Agama, dan Etlika Flosolis

Tidak bisa disangkal, agama mempunyai hubungan erat dengan moral. Dalam praktek hidup sehari-hari,
motivasi kita yang terpenting dan terkuat bagi perilaku moral adalah agama. Atas pertanyaan "méngapa
perbuatan ini atau itu tidak boleh dilakukan , hampir selalu diberikan jawaban spontan karena agama
melarang atau karena hal itu bertentangan dengan kehendak Tuhan. Contoh konkret adalah masalah
moral yang aktual seperti hubungan seksual sebelum perkawinan dan masalah moral lain mengenai
seksualitas. Menghadapi masalah-masalah itu, banyak orang mengambil sikap: "aku ini orang beragama
dan agamaku melarang melakukan perbuatan itu; aku akan merasa berdosa, bila melakukan hal serupa
itu". Dengan itu masalahnya sudah sélesai. Cara bagaimana kita harus hidup, memang biasanya kita
tentukan berdasarkan keyakinan keagamaan.

5. Moral dan Hukum

Walaupun ada hubungan erat antara moral dan hukum, perlu dipertahankan juga bahwa moral dan
hukum tidak sama. Kenyataan yang paling jelas membuktikan hal itu adalah terjadinya konflik antara
keduanya. Tidak mustahil adanya undang undang immoral, undang-undang yang boleh -dan barangkali
malah harus ditolak dan ditentang atas pertimbangan etis. Dalam kasus seperti itu terdapat
ketidakcocokan antara hukum dan moral. Kelemahan sistem pemerintahan kolonial dalu bukaannya
kekurangan hukum. Kolonialişme sering kali memiliki sistem hukum yang disusun dengan kukuh dan
rapi. Seusai Perang Dunia II bangsa-bangsa yang dijajah satu demi satu memberontak terhadap negara
penjajah bukan karena sistem hukum kurang memuaskan, melainkan atas dasar suatu gagasan etis.
Gagasan etis itu diungkapkan dengan baik sekali dalam pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945:
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dengan
demikian sistem hukum yang berlalku, ditolak karena alasan etis. Suatu contoh yang lebih dekat dengan
zaman kita selkarang adalah politik apartheid di Afrika Selatan. Kita bisa mengakui, dari segi hulkum
politik negara ini dijalankan dengan baik. Politik pemisahan masyaralkat kulit hitam dari masyarakat kulit
putih di sana tidak dipraktėkkan dengan sewenang-wenang, melainkan berdasarkan hukum. Bisa saja.
Tapi kalau begitu, hukum itu harus ditolak atas nama suatu pertimbangan etis, yaitu bahwa semua
manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat serta hak-hak yang sama dan sebab itu tidak
boleh didiskriminasi karena alasan ras atau warna kulit, sebagaimana tercantum dalam Deklarasi
Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (Pasal 1 dan 2). Protes dan oposisi terhadap politik apartheid
Afrika Selatan yang sudah lama terdengar di seluruh dunia, bersumber pada kenyataan bahwa hukum di
negara itu tidak sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang fundamental. Sistem hukum di sana harus ditolak
sebagai tidak adil, sebagai immoral. Kolonialisme dan politik apartheid itu hanya merupakan dua contoh.
Sepanjang sejarah umat manusia telah terlihat banyak sekali protes dan pemberontakan terhadap
undang-undang yang tidak adil. Dan sering kali terjadi bahwa desakan atas nama moralitas berhasil
mengakibatkan perubahan sistem hukum. Hal itu menunjukkan dengarjelas bahwa hukum dan moral
harus dibedakan, walaupun hubungannya sangat erat.

Anda mungkin juga menyukai