Anda di halaman 1dari 20

HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HaKI) DAN PROSEDUR

PENGAJUAN SENGKETA HaKI DI PERADILAN NIAGA

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Peradilan Niaga

Dosen Pengampu: Aristoni, S.H.I., M.H.

Disusun Oleh:

Kelompok 10

1. Dian Mukhlisin 1720110043


2. Muhamad Muhibin 1720110044
3. Abdul Ghoni 1720110050
4. Noor Rachmatun Ni’mah 1720110057

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya adalah apa saja yang memperkaya alam pikiran dan perasaan
manusia, misalnya penemuan di bidang teknologi atau mesin, dalam hal
ini hak paten, hak merek dagang melindungi produk, merek dan logo milik
perusahaan, dan hak perancang melindungi rancangan produknya. Hak-
hak ini dinamakan hak kekayaan industri karena banyak pemikiran dan
tenaga yang telah ditanamkan dalam konsep-konsep dan kegiatan
membuat produk yang menyumbang pada perkembangan budaya atau
peradaban. Hak-hak hukum yang melindungi buah pikiran, kemudian
dikenal dengan nama umum, yakni intellectual property right atau hak
atas kekayaan intelektual.

Perkembangan teknologi informasi semakin maju sehingga


memberikan dampak positif bagi perkembangan suatu ciptaan yang dapat
diperbanyak untuk kepentingan masyarakat umum dan pengguna jasa
bisnis lainnya. Namun demikian, memperbanyak suatu ciptaan harus
berdasarkan perlindungan hukum dan dapat dijadikan pegangan bagi
transaksi hukum. Hukum hadir untuk memberikan perlindungan tersebut
dan untuk memberikan tempat bagi hasil-hasil karya intelektualitas
tersebut untuk dimanfaatkan serta didampingi dengan adanya
perlindungan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari hak atas kekayaan intelektual ?

2. Apa saja macam-macam hak atas kekayaan intelektual ?

3. Apa tujuan dan fungsi dari hak atas kekayaan intelektual ?

4. Bagaimana prosedur pengajuan sengketa HaKI di Peradilan Niaga ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)

Hak kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari kemampuan


berfikir atau olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang
berguna untuk manusia. Dalam ilmu hukum, hak kekayaan intelektual
merupakan harta kekayaan khususnya hukum benda (zakenrecht) yang
mempunyai objek benda intelektual, yaitu benda yang tidak berwujud
yang bersifat immaterial maka pemilik hak atas kekayaan intelektual pada
prinsipnya dapat berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya.

Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau


Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk
Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa
Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang
pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada
bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai
benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga
kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Hak adalah pengertian
tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan
untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang,
aturan, dan sebagainya), Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat
dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Intelektual yang dimaksud
dalam HAKI adalah kecerdasan, kemampuan berpikir, berimajinasi, atau
hasil dari proses berpikir manusia atau the creation of human mind.1

B. Macam – Macam HAKI ( Hak atas Kekayaan Intelektual)

1
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), 5.

2
Macam-macam Hak Kekayaan Intelektual, Pada Prinsipnya HKI
dibagi menjadi dua kelompok yaitu :

1. Hak Cipta

Pengertian hak cipta menurut Undang-undang Nomor 19


Tahun 2002: Hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku"
(pasal 1 butir 1).

Pengertian hak cipta menurut Pasal 2 UUHC : Hak cipta adalah


hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi ijin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-


sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian
yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.2
Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran,
penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan
menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan
dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat di baca, didengar
atau dilihat orang lain.
Perbanyakan adalah penambahan jumlah suatu ciptaan baik
secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan
menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk
pengalihwujudan secara permanen atau temporer.
a. Ciptaan yang dilindungi

2
Sudaryat, Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: Oase Media, 2010), 15.

3
UUHC menganut sistem terbatas dalam melindungi karya
cipta seseorang. Perlindungan ciptaan hanya diberikan dalam
bidang ilmu pengetahun, seni dan sastra. Untuk itu Pasal 11 ayat 1
merinci ketiga bidang tersebut meliputi :
1) Buku, pamflet, dan semu hasil karya tulis lainnya.
2) Ceramah, kuliah, pidato, dan sebagainya.
3) Pertunjukan seperti musik, karawitan, drama, tari, pewayangan,
pantomim dan karya siaran antara lain untuk media radio,
televisi dan film serta karya rekaman radio.
4) Ciptaan tari (koreografi), ciptaan lagu atau musik dengan atau
tanpa teks, dan karya rekaman suara atau bunyi.3
5) Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat, seni
patung, dan kaligrafi yang perlindungnnya diatur dalam Pasal
10 ayat 2.
6) Seni batik
7) Arsitektur
8) Peta
9) Sinematografi
10) Fotografi
11) Program komputer atau komputer program
12) Terjemahan, tafsir, saduran, dan penyusunan bunga rampai.
Selain itu UUHC juga melindungi karya seseorang yang
berupa pengolahan lebih lanjut daripada ciptaan aslinya, sebab
bentuk pengolahan ini dipandang merupakan suatu ciptan baru dan
tersendiri, yang sudah lain dari ciptaan aslinya.
Tidak ada hak cipta untuk karya sebagai berikut :
a. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara
b. Peraturan perundang-undangan
c. Putusan pengadilan dan penetapan hakim
d. Pidato kenegaraan pidato pejabat pemerintah

3
Sudaryat, Hak Kekayaan Intelektual, 16.

4
e. Keputusan badan Arbitrase (lembaga seperti pengadilan tetapi
khususnya di dalam bidang perdagangan).4
2. Hak Kekayaan Industri

Hak kekayaan industri terdiri dari :

1) Paten

Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara


kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk
selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya atau
memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan.
Adapun invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam
suatu kegiatan pemecahan masalah yan spesifik di bidang
teknologi, dapat berupa produk atau proses  atau penyempurnaan
dan pengembangan produk atau proses.

Paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung


langkah insentif serta dapat diterapkan dalam industri. Invensi
dianggap baru jika pada tanggal penerimaan invensi tersebut tidak
sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya. Invensi
berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai kegunaan
praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, kontruksi, atau
komponennya dapat memperoleh perlindungan hukun dalam
bentuk paten sederhana.

Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun


2001 tentang Paten, paten diberikan untuk jangka waktu selama 20
tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka itu tidak
dapat diperpanjang. Sedangkan untuk paten sederhana diberikan
jangka waktu 10 tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan dan
jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang. Paten diberikan

4
Sudaryat, Hak Kekayaan Intelektual, 17-18.

5
berdasarkan permohonan dan setiap permohonan hanya dapat
diajukan untuk satu invensi atau beberapa invensi yang merupakan
satu kesatuan invensi. Dengan demikian, permohonan paten
diajukan dengan membayar biaya kepada Direktorat Jenderal Hak
Paten Departemen Kehakiman dan HAM. Namun, permohonan
dapat diubah dari paten menjadi paten sederhana.

Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 14 Tahun


2001 tentang Paten, paten dapat dialihkan baik seluruh maupun
sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis dan
sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan
dengan pencatatan oleh direktorat jendral pengalihan paten.5

2) Merek

Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata,


huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Hak merek adalah
hak eksklusif yang diberikan oleh negara kapada pemilik merek
yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu
tertentu dengan menggunakan sendiri merek atau memberikan izin
kepada pihak lain untuk menggunakannya. Jenis-jenis merek dapat
dibagi menjadi merek dagang, merek jasa dan merek kolektif.

Merek terdaftar mendapatkan perlindungan hukum untuk


jangka waktu 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu
perlindungan dapat diperpanjang dengan jangka waktu yang sama.
Hak merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena pewarisan,
hibah, wasiat, perjanjian atau sebab-sebab lain yang dibenarkan
oleh perundang-undangan. Penghapusan pendaftaran merek dari
5
Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, (Bandung:
Alumni, 2005), 19.

6
daftar umum merek dapat dilakukan atas prakarsa direktorat
jenderal berasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan
atau pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada pengadilan niaga.

Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan


terhadap pihak lain secara tanpa hak menggunakan merek yang
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk
barang atau jasa yang sejenis, berupa gugatan ganti rugi dan/atau
penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan
merek tersebut. Sanksi yang dikenakan terhadap masalah merek
berupa pidana dan denda.6

3) Varietas Tanaman

Hak perlindungan varietas tanaman adalah hak khusus yang


diberikan oleh negara kepada pemulia tanaman untuk
menggunakan sendiri  varietas hasil pemuliaannya atau
memberikan persetujuan kepada orang atau badan hukum lain
untuk menggunakan selama waktu tertentu.Varietas tanaman yang
dapat diberi perlindungan adalah dari jenis atau spesies tanaman
yang baru, yaitu belum pernah diperdagangkan di Indonesia atau
sudah diperdagangkan kurang dari satu tahun. Unik, sehingga
dapat dibedakan secara jelas dengan varietas lain. Seragam,
memiliki sifat utama yang seragam. Stabil, tidak mengalami
perubahan ketika ditanam berulang-ulang atau untuk diperbanyak
melalui siklus. Dan diberi penamaan yang selanjutnya menjadi
nama varietas yang bersangkutan.

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000


tentang Varietas Tanaman, jangka waktu PVT dihitung sejak
tanggal pemberian hal PVT meliputi 20 tahun untuk tanaman

6
Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, 20.

7
semusim dan 25 tahun untuk tanaman tahunan. Hak untuk
menggunakan varietas dapat meliputi memprodusi/ memperbanyak
benih, menyiapkan untuk tujuan propagasi, mengiklankan,
menawarkan, memperdagangkan, mengekspor, mengimpor.

Dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2000


tentang Varietas Tanaman, hak PVT dapat beralih atau dialihkan
karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian, dan sebab lain yang
dibenarkan oleh undang-undang. Berakhirnya hak PVT dapat
disebabkan karena berakhirnya jangka waktu, pembatalan, dan
pencabutan. Dan sanksi yang diberikan untuk masalah PVT berupa
pidana dan denda.7

4) Rahasia Dagang

Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh


umum di bidang teknologi dan/atau bisnis yang mempunyai nilai
ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga
kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang. Perlindungan rahasia
dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode
penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis
yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat.

Syarat pengajuan perlindungan sebagai HKI, meliputi


prinsip perlindungan otomatis dan perlindungan yang diberikan
selama kerahasiaannya terjaga. Pemilik HKI berhak menggunakan
sendiri rahasia dagang yang dimilikinya atau memberikan lisensi
atau melarang pihak lain untuk menggunakannya. Jangka waktu
perlindungan rahasia dagang adalah sampai dengan masa dimana
rahasia itu menjadi milik publik.

7
Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, 21-22.

8
Dalam Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2000 tentang Rahasia Dagang, hak rahasia dagang dapat
beralih/dialihkan karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian , dan
sebab lain yang dibenaran oleh undang-undang. Pengalihan harus
disertai dengan pengalihan dokumen-dokumen yang menunjukan
terjadinya pengalihan rahasia dagang. Sanksi yang diberikan untuk
masalah rahasia dagang berupa pidana dan denda.8

5) Desain Industri

Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk


konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna
atau gabungan dari padanya yang berbentuk 3D atau 2D yang
memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola 3D
atau 2D serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk,
barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.

Hak ini diberikan untuk desain industri yang baru, yaitu


tanggal penerimaan desain industri tidak sama dengan
pengungkapan yang telah ada sebelumnya. Jangka waktu
perlindungan terhadap hak desain industri diberikan 10 tahun sejak
tanggal penerimaan dan tercatat dalam daftar umum desain industri
dan diberitakan dalam berita resmi desain industri.

Setiap hak desain industri diberikan atas dasar permohonan


ke Direktorat Jendral Desain Industri secara tertulis dalam bahasa
Indonesia. Pengalihan hak ini dapat dilakukan karena pewarisan,
hibah, wasiat, perjanjian tertulis dan sebab lain yang dibenarkan
perundang-undangan dan wajib dicatat dalam daftar umum desain
industri. Desain industri terdaftar hanya dapat dibatalkan atas

8
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual,
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001), 122.

9
permintaan pemegang lisensi. Sanksi yang diberikan untuk
masalah desain industri berupa pidana dan denda.9

6) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Hak desain tata letak sirkuit terpadu adalah hak eksklusif


yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada pendesain
atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri atau memberikan persetujuanya kepada pihak lain untuk
melaksanakan hak tersebut. Jangka waktu perlindungan hak ini
diberikan selama 10 tahun sejak pertama kali desain tersebut di
eksplotasi secara komersial. Hak ini dapat beralih/dialihkan karena
pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis dan sebab lain yang
dibenarkan oleh perundang-undangan. Sanksi yang diberikan untuk
masalah desain tata letak sirkuit terpadu berupa pidana dan denda.10

C. Fungsi dan Tujuan


1. Antisipasi kemungkinan melanggar HAKI milik pihak lain.
2. Meningkatkan daya kompetisi dan pangsa pasar dalam komersialisasi
kekayaan intelektual.
3. Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan strategi
penelitian, usaha dan industri di Indonesia.
4. Alat perlindungan menjamin hak komersialisasi.
5. Peringatan kepada pihak yang berniat melanggar.
6. Advertensi untuk meningkatkan value produk.
7. Alat monopoli perdagangan.
8. Informasi paten sebagai referensi pengembangan lebih lanjut.
9. Informasi paten merupakan informasi strategi riset suatu perusahaan.11
D. Cara Penyelesaian / Solusi Masalah
9
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual., 123.

10
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, 124.

11 Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 60-62.

10
1. Penyelesaian Sengketa Hak Cipta

Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014


tentang Hak Cipta (UU HC), mengatur bahwa penyelesaian sengketa
Hak Cipta dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa,
arbitrase, atau pengadilan.

Dalam Penjelasan Pasal 95 ayat (1) UU HC diterangkan bahwa


bentuk sengketa terkait dengan Hak Cipta antara lain, sengketa berupa
perbuatan melawan hukum, perjanjian Lisensi, sengketa mengenai tarif
dalam penarikan imbalan atau Royalti. Sedangkan yang dimaksud
dengan "alternatif penyelesaian sengketa" adalah proses penyelesaian
sengketa melalui mediasi, negosiasi, atau konsiliasi.

2. Penyelesaian Sengketa Paten

Penyelesaian sengketa Paten selain melalui Pengadilan Niaga


juga dapat diselesaikan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian
sengketa. Hal ini diatur dalam Pasal 153 ayat (1) Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”).

3. Penyelesaian Sengketa Merek

Pasal 93 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang


Merek dan Indikasi Geografis (“UU MIG”) mengatur bahwa selain
penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Niaga para pihak dapat
menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian
sengketa.12

4. Penyelesaian Sengketa Desain Industri

Pasal 47 Undang-Undang Nomor 31 tahun 2000 tentang Desain


Industri (“UU 31/2000”) mengatur bahwa selain penyelesaian gugatan

12
Djubaedillah, Sejarah Teori dan Praktek Hak Milik Intelektual di Indonesia. (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2003), 70.

11
melalui Pengadilan Niaga para pihak dapat menyelesaikan perselisihan
tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

5. Penyelesaian Sengketa Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Pasal 39 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang


Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (“UU 32/2000”) mengatur bahwa
selain penyelesaian gugatan melalui Pengadilan Niaga, para pihak
dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau
alternatif penyelesaian sengketa.

6. Penyelesaian Sengketa Rahasia Dagang

Perlu dipahami, Pasal 12 Undang-Undang Nomor 30 Tahun


2000 tentang Rahasia Dagang (“UU 30/2000”) mengatur bahwa selain
penyelesaian gugatan melalui Pengadilan Negeri, para pihak dapat
menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif
penyelesaian sengketa.

Untuk penyelesaian sengketa melalui Pengadilan, tata cara


gugatan telah diatur dalam masing-masing peraturan terkait HKI yang
dituju. Kami ambil contoh salah satunya adalah tata cara gugatan
pelanggaran hak cipta yang diatur pada Pasal 100-101 UU HC sebagai
berikut:13

a. Pasal 100 UU HC
1) Gugatan atas pelanggaran Hak Cipta diajukan kepada ketua
Pengadilan Niaga.
2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat oleh
panitera Pengadilan Niaga dalam register perkara pengadilan
pada tanggal gugatan tersebut didaftarkan.

13
Djubaedillah, Sejarah Teori dan Praktek Hak Milik Intelektual di Indonesia, 71.

12
3) Panitera Pengadilan Niaga memberikan tanda terima yang telah
ditandatangani pada tanggal yang sama dengan tanggal
pendaftaran.
4) Panitera Pengadilan Niaga menyampaikan permohonan
gugatan kepada ketua Pengadilan Niaga dalam waktu paling
lama 2 (dua) Hari terhitung sejak tanggal gugatan didaftarkan.
5) Dalam waktu paling lama 3 (tiga) Hari terhitung sejak gugatan
didaftarkan, Pengadilan Niaga menetapkan Hari sidang.
6) Pemberitahuan dan pemanggilan para pihak dilakukan oleh
juru sita dalam waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak
gugatan didaftarkan.
b. Pasal 101 UU HC
1) Putusan atas gugatan harus diucapkan paling lama 90 (sembilan
puluh) Hari sejak gugatan didaftarkan.
2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat dipenuhi, atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung
jangka waktu tersebut dapat diperpanjang selama 30 (tiga
puluh) Hari.
3) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum.
4) Putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
harus disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama
14 (empat belas) Hari terhitung sejak putusan diucapkan.14

Sedangkan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase


atau alternatif penyelesaian, persyaratan dan prosedurnya telah
diatur dalam yaitu UU 30/1999, sebagai berikut:

a. Pasal 4 UU 30/1999


1) Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di
antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase dan para

14
Djubaedillah, Sejarah Teori dan Praktek Hak Milik Intelektual di Indonesia, 72.

13
pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter
berwenang menentukan dalam putusannya mengenai hak
dan kewajiban para pihak jika hal ini tidak diatur dalam
perjanjian mereka.
2) Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui
arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimuat
dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak.
3) Dalam hal disepakati penyelesaian sengketa melalui
arbitrase terjadi dalam bentuk pertukaran surat, maka
pengiriman teleks, telegram, faksimili, e-mail atau dalam
bentuk sarana komunikasi lainnya, wajib disertai dengan
suatu catatan penerimaan oleh para pihak.
b. Pasal 5 UU 30/1999
1) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya
sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang
menurut hukum dan peraturan perundang-undangan
dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
2) Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase
adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-
undangan tidak dapat diadakan perdamaian.
3) Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan
hukum tetap dan mengikat para pihak. 15

Mengenai alternatif penyelesaian sengketa diatur pada


Pasal 6 UU 30/1999 sebagai berikut:

a. Pasal 6 UU 30/1999


1) Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan
oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa
yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan
penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.

15
Djubaedillah, Sejarah Teori dan Praktek Hak Milik Intelektual di Indonesia, 74.

14
2) Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif
penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak
dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan
hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.
3) Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka
atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda
pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih
penasehat ahli maupun melalui seorang mediator.
4) Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14
(empat belas) hari dengan bantuan seorang atau lebih
penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak
berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil
mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat
menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga
alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang
mediator.
5) Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau
lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam waktu
paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat
dimulai.16
6) Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui
media for sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dengan
memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk
tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.
7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat
secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk
dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di

16
Djubaedillah, Sejarah Teori dan Praktek Hak Milik Intelektual di Indonesia, 75-76.

15
Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak penandatanganan.
8) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) wajib selesai
dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak pendaftaran.
9) Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) sampai dengan ayat (6) tidak dapat dicapai, maka
para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat
mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga
arbitrase atau arbitrase ad hoc.17

17
Djubaedillah, Sejarah Teori dan Praktek Hak Milik Intelektual di Indonesia, 77.

16
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Hak atas kekayaan intelektual (HaKI) adalah suatu hak yang


timbul dari hasil pola pikir manusia yang menghasilkan suatu produk atau
proses yang berguna untuk manusia. Hak untuk menikmati secara ekonomi
hasil suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah
karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual
manusia.

Hak atas kekayaan intelektual dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak
cipta dan hak kekayaan industri. Hak cipta seperti buku, arsitektur, seni
batik. Sedangkan hak kekayaan industri meliputi paten, merek, varietas
tanaman, rahasia dagang, desain industri, dan desain tata letak sirkuit
terpadu.

Fungsi dan tujuan adanya hak atas kekayaan intelektual


mempunyai maksud untuk antisipasi kemungkinan melanggar HAKI milik
pihak lain, meningkatkan daya kompetisi dan pangsa pasar dalam
komersialisasi kekayaan intelektual, alat perlindungan menjamin hak
komersialisasi, peringatan kepada pihak yang berniat melanggar, dan alat
monopoli perdagangan.

Sengketa hak cipta berupa perbuatan melawan hukum, perjanjian


lisensi, sengketa mengenai tarif dalam penarikan imbalan atau royalti.
Proses pengajuan dan penyelesaian sengketa yang timbul dalam HaKI
telah diatur Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Sengketa dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa,
arbitrase, atau pengadilan. Alternatif penyelesaian sengketa adalah proses
penyelesaian sengketa melalui mediasi, negosiasi, atau konsiliasi. Untuk
penyelesaian sengketa melalui Pengadilan, tata cara gugatan telah diatur

17
dalam masing-masing peraturan terkait HKI yang dituju. Sedangkan untuk
penyelesaian sengketa melalui arbitrase, persyaratan dan prosedurnya telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan


Intelektual. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2001.

Achmad Zen Umar Purba. Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs.


Bandung: Alumni. 2005.

Adrian Sutedi. Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar Grafika.

2009.

Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin. Hak Kekayaan Intelektual dan


Budaya Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2005.

Djubaedillah. Sejarah Teori dan Praktek Hak Milik Intelektual di


Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2003.

Sudaryat. Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: Oase Media. 2010.

19

Anda mungkin juga menyukai