Saya memahami banyak kekurangan dalam tulisan singkat ini. Saya hanya
berharap sepenuh hati agar tulisan saya ini dapat bermanfaat bagi orang lain
bahkan setelah ajal datang menjemput. Ini adalah harapan dan tujuan utama
penulisan ini.
Di samping itu, saya hadirkan tulisan ini dengan bahasa yang ringan agar mudah
dipahami oleh teman-teman khususnya. Semoga Allah menerima, meridhoi usaha
saya dan mohon maaf apabila ada kekurangan pada tulisan ini, Semoga dalam
penulisan mendatang akan lebih baik lagi.
Saya ucapkan terima kasih untuk guru-guru kami, yang telah memberikan banyak
inspirasi sehingga saya dapat menyusun tulisan singkat ini. Semoga bermanfaat
dan mendapatkan maghfiroh serta ridho
Allah SWT.
Saya sangat berterima kasih jika ada saran dan kritik untuk
perbaikan tulisan ini.
MENYIKAPI BULAN SYA’BAN
Sekarang kita berada di Bulan Sya’ban dan tidak lama lagi kita akan
bertemu dengan Bulan Ramadhan. Sebagaimana diketahui, selain, Ramadhan,
Rasulullah juga memuliakan bulan-bulan lainnya dan memperbanyak amalan pada
bulan tersebut. Di antara bulan yang dimuliakan Rasulullah adalah Bulan Sya’ban.
Rasulullah bersabda dalam suatu hadits,
Sebenarnya, hadits ini merupakan potongan hadits yang panjang. Hanya saja
beberapa ulama mengatakan bahwa status hadits ini dha’if / lemah, bahkan malah
ada yang mengatakan hadits ini maudlu’ / palsu. Walau begitu, banyak dari ulama
ahlussunah wal jama’ah asy’ariyah yang sering mengutip hadits ini dan ditujukan
kepada ummat. Salah satunya adalah Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-
Hasani dalam kitabnya “Maa Dzaa Fii Sya’ban?” yang artinya “Ada Apa di Bulan
Sya’ban?” Saya juga punya kitabnya versi pdf di hp kalau mau Japri aja. Berikut
kutipannya.
Karena itu, saya sebagai ummat yang baik (aamiin) juga mengikuti apa yang
menjadi dawuh guru-guru saya. Banyak dari guru saya yang sering berpesan agar
saya jangan menjadi pribadi yang kaku dalam beragama alias melihat suatu
permasalahan dari sudut pandang sepihak saja, padahal masih sangat luas lautan
ilmu itu.
Jadi sholawat itu sendiri kan perintah langsung dari Allah, (ada di surah al-
ahzab ayat 56), dan tentu pengamalannya bebas mau dimana saja dan kapan saja.
Cuma, ya kita juga harus lihat kondisi tempat kita, kalo di tempat yang kotor
seperti toilet ya hukum asalnya membaca sholawat berubah menjadi haram. Tapi
dengan hal itu tidak menutup kemungkinan kita untuk membaca dan
memperbanyak sholawat di Bulan Sya’ban. Mau dibaca di bulan maret april mei
dan lainnya pun boleh masak dibaca di bulan yang dikatakan Rasulullah mulia
malah ndak boleh, logikanya kan malah jadi terbalik wkwk.
Selain itu, ada juga ulama’ dan habaib yang menganjurkan membaca bacaan
entah itu istighfar atau sholawat tertentu selama Bulan Sya’ban ini. Salah satunya
adalah al-Habib ‘Umar bin Hafidz, keilmuan beliau sangat tidak dapat diragukan
lagi karena beliau menguasai semua bidang ilmu agama bahkan beliau sampai
dapat menghafal sangat banyak hadits yang tidak sempat ditulis sekalipun. Hal itu,
hanya bisa didapatkan oleh beliau yang selalu berguru dan berguru sehingga sanad
keilmuan dapat sampai kepada Rasulullah Saw. Sighot atau lafadz sholawat yang
beliau anjurkan adalah seperti ini.
ن
والتابعي وعىل االنبياء ن
االمي سيدنا محمد واله وصحبه وصل وسلم عىل عبدك وحبيبك
ن
احمي ن
والمسلمي ياارحم الر ن
الصالحي وفرج كروبنا ن
المقربي وعبادك ن
والمرسلي و المالئكة
Sekarang mari kita lihat dari sudut pandang ulama’-ulama’ Indonesia. Sering
kita temui di halaqoh maupun pengajian di langgar atau masjid atau majelis ta’lim
lainnya yang kyainya mengutip hadits tersebut bukan? Salah satu ulama’ yang
masyhur conntohnya KH. Ahmad Asnawi dari Kudus. Beliau menerangkan bahwa
Rajab itu Bulannya Allah, makanya Allah berkuasa menciptakan Isra’ Mi’raj
sebagai peristiwa yang tersebar sepanjang sejarah kehidupan manusia di muka
bumi. “Allah membagi-bagi pahala yang luar biasa di bulan ini. Sampai-sampai
apabila seseorang mau berpuasa sehari akan diberi minum bengawan Rajab.”
Ujarnya.
Sedangkan pada hadits yang kedua (yang di kanan) dari Sayyidah ‘Aisyah
radliyallahu ‘anha beliau meriwayatkan, “.... tidak pernah aku melihat Rasulullah
Saw. pada bulan dimana Beliau memperbanyak puasanya kecuali Bulan Sya’ban.”
(Sebenarnya hadits yang kedua ini saya agak bingung menerjemahkannya, tapi
intinya seperti itu. Kalau ada salah bisa koreksi ya.)
Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Imam
Muslim, Imam Nasa’i, dan Imam Tirmidzi dengan lafadz yang berbeda-beda juga
disebutkan bahwa Rasulullah Saw. terkadang berpuasa di Bulan Sya’ban sebulan
penuh, terkadang berpuasa banyak (tetapi tidak sebulan penuh), terkadang juga
berpuasa sedikit (beberapa hari saja).
Faidah :
Seperti yang sering kita jumpai di lingkungan masyarakat sekitar kita, bahwa
banyak masjid, langgar, atau musala yang mengadakan peringatan malam nishfu
sya’ban. Hal tersebut terkadang dianggap oleh sebagian orang sebagai hal yang
tidak ada anjurannya (cara kasare ngunekke bid’ah). Padahal, anjuran dari Nabi
Muhammad Saw. sangat jelas dalam haditsnya. Kali ini, saya hadirkan beberapa
dalil yang menyatakan hal itu, tidaklah untuk memojokkan orang yang berbeda
dengan kita atau untuk membantah pendapat orang-orang seperti itu, tetapi semata-
mata agar kita tau apa yang kita lakukan itu memiliki dasar. Ilmu apabila dilandasi
dengan rasa cinta tentu akan menuai kedamaian bagi yang memberi ilmu ataupun
yang mendapat ilmu. Kedamaian itulah yang akan menumbuhkan hati yang tenang,
hati yang senantiasa dipenuhi dengan rahmat Allah, hati yang mendapat cinta dari
Baginda Rasulullah Saw., sehingga bahagia dunia akhirat. Semoga kita termasuk di
antaranya. (Aamiin).
Hadits pertama :
Beberapa mengatakan bahwa hadits ini dho’if / lemah. Tetapi Imam Ibnu
Hibban mengatakan bahwa hadits ini shohih. Yang tidak mau memakai silakan,
tapi paling ndak lihat penjelasan di bawah ini.
Okee jadi gini. (lafadz haditsnya saya buat seperti cerita aja biar gampang
memahaminya ya)
Pada suatu malam, Sayyidah ‘Aisyah kehilangan Rasul Saw. dari tempat
tidurnya. Kemudian, Sayyidah ‘Aisyah keluar untuk mencari, tak tahunya
Rasulullah Saw. ada di baqi’ (baqi’ itu halaman tempatnya dekat makam
Rasulullah Saw. Kalau kita berdiri sehingga posisi makam Rasul Saw. ada di
kanan kita, maka baqi’ akan berada di sebelah kira kita, agak maju sedikit) Maka,
nyusul Siti ‘Aisyah. Nabi Saw. bertanya kepada Siti ‘Aisyah, “Mengapa engkau
kesini? Apakah engkau takut disia-siakan oleh Nabimu?” Siti ‘Aisyah menjawab,”
Aku kira engkau pergi ke yang lain / ke tempat yang lain. (Yang dimaksud
Sayyidah ‘Aisyah adalah pergi ke istri nabi yang lain sedangkan malam ini adalah
jatahnya Nabi dengan Sayyidah ‘Aisyah) Kemudian, Nabi Muhammad Saw.
bersabda, Allah azza wa jalla turun pada malam di bulan sya’ban (malam saat itu
yang saat itu adalah malam nishfu sya’ban) ke langit dunia lalu Allah mengampuni
lebih banyak dari hamba-hambanya daripada bulu ternaknya bani kilab.
Tafsir :
Saat itu, bani kilab merupakan orang yang terkaya dengan ternak. Kalau
orang punya ternak sudah bukan ratusan atau ribuan, melainkan puluhan ribu atau
lebih dari itu. Padahal yang disebut dalam hadits ini bukan hewan ternak
melainkan bulunya. Pemakaian kata bulu berarti makna kias yang berarti bahwa
pastilah banyak sekali dari hamba-hamba Allahyang diampuni pada malam itu.
Dan yang dimaksud Allah turun ke langit dunia bukan berarti Allah turun
dengan dzatnya. Allah tidak butuh tempat karena Allah-lah yang menciptakan
tempat. Sedangkan yang dimaksud dengan turunnya Allah adalah bahwa pada
malam nishfu Sya’ban itu Allah menurunkan rahmat dan karunianya kepada
hamba-hamba-Nya. Dan perlu diwaspadai jika seseorang salah dalam menafsirkan
kata turunnya Allah sehingga ia menganggap Allah turun dengan dzat-Nya, maka
orang itu telah keluar dari akidah ahlussunah wal jama’ah karena menyalahi sifat
Allah. Akidah yang berkyakinan bahwa Allah bertempat adalah akidah
mujassimah. (Gausah dibahas di sini ya, kalau mau tahu lebih japri saja oke hehe)
Hadits kedua :
Diriwayatkan Imam Ibnu Majah dari Abi Musa Al-Asy’ari dari Nabi Saw.,
bahwa Allah melihat (memperhatikan) hamba-Nya pada malam nishfu Sya’ban,
kemudian Allah akan mengampuni semua makhluk-Nya, kecuali orang yang
menyekutukan Allah dan orang yang menyimpan kebencian kepada sesama.
Tafsir :
Disebutkan dalam hadits ini bahwa Allah melihat hambanya dst. Ketahuilah
bahwa Allah melihat hamba-Nya pada setiap waktu,. Akan tetapi apabila kata-kata
tersebut diperkuat dengan hadits Nabi Saw. atau dengan firman Allah dalam Al-
Qur’an, maka hal tersebut menjadi hal yang istimewa dan khusus. Maka,
pandangan dan perhatian Allah pada malam nishfu sya’ban adalah pandangan yang
khusus. Kemudian, Allah akan mengampuni seluruh hamba-Nya kecuali hamba-
Nya yang menyekutukan Allah atau menyimpan penyakit hati : kedengkian, iri,
hasud, dsb. Saya rasa, yang lebih harus kita garis bawahi dan perhatikan lebih
adalah pertanyaan apakah kita menyimpan kebencian terhadap sesama? Kebencian
letaknya adalah di hati dan seringkali apa yang ada di hati berbeda dengan apa
yang kita perlihatkan kepada orang lain, dan naudzubillah hal itu merupakan salah
satu ciri sifat munafik. Adapun kaidah memahami sifat munafik adalah koreksi
dirimu sendiri, karena satu-satunya yang bisa mengetahui isi hati kita adalah
diri kita sendiri. Kita harus lebih sering menanyakan kepada diri kita, apakah diri
kita iri kepada orang lain? Apakah diri kita dengki terhadap orang lain? Seringkali
kita perlu mengorek hati dan membersihkan hati karena di hatilah tempat jatuhnya
pandangan Allah. Nah, jika kita sudah bisa membersihkan hati kita alias tidak
menyimpan kebencian terhadap orang lain (serta tidak menyekutukan Allah), kita
pasti akan diampuni oleh Allah. Semoga kita semua termasuk di antaranya.
(Aamiin)
AMALAN-AMALAN PADA MALAM NISHFU SYA’BAN
Menurut penjelasan dari guru-guru saya, pada malam nishfu sya’ban tidak
terdapat amalan-amalan khusus, yang ada hanyalah perintah agar kita
menghidupkan malamnya (dengan ibadah apa saja) serta menghidupkan siangnya
dengan berpuasa. Ini hanya sedikit saran dari saya, apabila di lingkungan
masyarakat kita sudah ada tradisi tertentu pada malam nishfu sya’ban, maka
ikutilah tradisi tersebut. Apakah itu dzikir bersama, istighotsah, atau lainnya. Yang
sering saya dapati adalah tradisi melakukan sholat tasbih berjamaah serta membaca
surah yasin 3 kali, dimana membaca surah yasin tersebut biasanya dilakukan pada
waktu antara maghrib wal ‘isya. Dan membaca yasin pada malam nishfu sya’ban
bukanlah bid’ah seperti yang dikatakan beberapa orang yang ekstrimis. Membaca
yasin pada malam nishfu sya’ban termasuk salah satu bentuk tawassul, yakni
tawassul dengan Al-Qur’an. Kita berdoa agar Allah mengabulkan doa dan hajat-
hajat kita, maka sepantasnya kita bertawassul, entah itu dengan bacaan Al-Qur’an
atau bertawassul dengan orang-orang sholeh, membaca fatihah untuk mereka, atau
bertawassul dengan amal-amal sholeh. (Bertawassul dengan amal-amal sholeh ada
contohnya di hadits riwayat bukhori, yakni tentang dua orang yang terperangkap di
gua dan memohon kepada Allah dengan menyebut amal sholehnya, maka dengan
izin Allah batu tersebut dapat bergeser) Oleh karena itu, membaca yasin pun tentu
boleh, karena selain sebagai bentuk tawassul, surah yasin juga memiliki keutamaan
yang tidak dimiliki oleh surah yang lain. Ada riwayat yang mengatakan yasin
adalah hatinya Al-Qur’an dan lainnya macam-macam. Maka, tentu hal tersebut
adalah dibolehkan. Bahkan, seandainya tidak ada keutamaan tentang surah yasin,
ketahuilah yasin adalah bagian dari Al-Qur’an, yasin tetaplah bagian dari Al-
Qur’an. Apabila masih tidak sreg, maka tambah saja baca surah yasin dan surah al-
baqoroh. Jika masih tidak sreg lagi, tambah lagi surah ali ‘Imron, terus sekalian
semuanya saja sampai khatam qur’an wkwk.
1. Membaca surah yasin 3 kali. Para ulama’ menganjurkan agar kita meniatkan
membaca surah yasin yang pertama dengan niat agar kita diberikan panjang umur
dan berkah. Surah yasin yang kedua diniatkan agar kita murah rezeki. Sedangkan
surah yasin yang ketiga diniatkan agar kita tetap imannya dan meninggal dalam
keadaan husnul khotimah. Setelah itu, kita juga dianjurkan membaca doanya, doa
setelah yasin dan doa lain. (Seingat saya, ada doa tertentu yang biasa dibaca di
langgar atau masjid. Yang depannya اللهم يا ذا المن وال يمن عليكdan seterusnya, agak-
agak lupa udah setahun ga baca wkwk)
2. Sholat tasbih. Para ulama’ menganjurkan kita banyak berdzikir dan berdoa, dan
keduanya itu dapat kita temukan pada sholat tasbih. Sangat masyhur hadits Rasul
Saw. yang menganjurkan kita untuk sholat tasbih seminggu sekali. Jika tidak bisa,
lakukan sebulan sekali. Jika tidak bisa, lakukan setahun sekali. Jika tidak bisa,
lakukan setidaknya seumur hidup sekali. Dan apabila kita lakukan pada malam
yang mulia seperti malam nishfu sya’ban tentu itu sangat baik.
3. Perbanyak berdoa dengan bertawassul. Berdoa memiliki kunci agar mudah
dikabulkan, selain dengan memerhatikan tempat dan waktu yang mustajab, berdoa
dapat menjadi mustajab jika dilakukan dengan tawassul. Sudah saya jelaskan
sebelumnya bahwa tawassul dapat dilakukan dengan Al-Qur’an atau dengan amal
sholih atau dengan orang-orang sholih. Bertawassul dengan orang-orang sholih
dapat kita lakukan dengan membaca surah fatihah dan dikhususkan untuk mereka.
Dan tentu tawassul jenis ini yang terbaik pastinya adalah bertawassul dengan
Baginda Nabi Muhammad Saw.
4. Iktikaf. Mengkhususkan beriktikaf pada malam nishfu sya’ban sebagaimana yang
dicontohkan Rasulullah Saw. pada hadits yang sudah saya jelaskan jauh
sebelumnya tadi. Saat Rasulullah keluar ke baqi’ / lapangan.
5. Membaca ratib. Pada kondisi pandemi seperti saat ini, membaca ratib sangat
bagus untuk menghindarkan diri dari wabah. Ratib yang dibaca boleh Ratibul
‘Athos atau Ratibul Haddad yang masyhur itu.
6. Memperbanyak membaca sholawat. Saya rasa yang ini sudah tahu semua karena
saya sering memposting tentang sholawat, jadi ndak usah dijelaskan ya wkwk.
Sholawat yang dibaca bebas, tetapi dalam kondisi pandemi seperti ini sangat
dianjurkan memperbanyak membaca sholawat thibbil qulub.
( Devito Alfionaldi, Pekalongan 7 April 2020 / 13 Sya’ban 1441 H)