Anda di halaman 1dari 6

TUGAS HUKUM BISNIS ISLAM

Nama : Nada Aulia Rahman


NIM : 12020219130140
Kelas : Ekonomi Islam B

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
I. KASUS PELANGGARAN PERSAINGAN USAHA

Terbukti Monopoli, Aqua Dijatuhi Hukuman Denda Rp13,8 Miliar


Taufik Fajar, Jurnalis · Kamis 28 November 2019 20:03 WIB

JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), memastikan Mahkamah Agung


(MA), akan menghukum PT Tirta Investma selaku produsen AQUA sebesar Rp13,8 miliar
karena terbukti melakukan praktik monopoli usaha. Selain itu, PT Balina Agung ikut didenda
Perkasa selaku distributor AQUA sebesar Rp.6,2 miliar.

Komisioner KPPU Guntur Saragih mengatakan pihaknya sangat apresiasi apa yang telah
diputuskan MA tersebut. Di mana, dirinya masih menunggu penerimaan relaas putusan. "Kami
masih menunggu penerimaan relaas putusan dari MA. Dan kami berharap perusahaan bisa
bersaing dengan sehat," ujar dia kepada Okezone, Kamis (28/11/2019).

Seperti diketahui, kasus bermula saat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyelidiki
praktik usaha tidak sehat yang dilakukan oleh AQUA. Penyelidikan itu berlanjut ke sidang
KPPU dan digelarlah pembuktian.

Pada 19 Desember 2017, KPPU memutuskan AQUA melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b dan
Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Pasal 19

Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama
pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat berupa :

a) menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha
yang sama pada pasar bersangkutan; atau

b) menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan
hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu;

KPPU memutuskan AQUA menghukum Terlapor I denda sebesar Rp13,8 miliar dan Terlapor II
denda sebesar Rp.6,2 miliar

Pasal 15 ayat 3 huruf b berbunyi:

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas
barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa tidak akan membeli barang dan atau jasa
yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
Analisis

Berdasarkan berita yang dikutip dari okezone.com, telah terjadi pelanggaran hukum
persaingan usaha yang dilakukan oleh PT. Tirta Investama dan PT. Balina Agung Perkasa.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyelidiki praktik usaha tidak sehat
tersebut. Penyelidikan itu berlanjut ke sidang KPPU dan digelarlah pembuktian. Pada 19
Desember 2017, KPPU memutuskan AQUA melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19
huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Kemudian KPPU memutuskan untuk memberikan denda sebesar Rp.13,8 miliar kepada
PT. Tirta Investama selaku produsen AQUA dan Rp.6,2 miliar kepada PT. Balina Agung selaku
distributor.

Keputusan KPPU sangat tepat karena pelaku terlapor jelas telah merugikan pelaku usaha
lain serta akan berdampak pada masyarakat luas. Pelanggaran persaingan usaha yang dilakukan
oleh para pelaku terlapor ini adalah pelanggaran tentang perjanjian tertutup dan penguasaan
pasar. Perjanjian tertutup adalah suatu perjanjian yang terjadi antara mereka yang berada pada
level yang berbeda pada proses produksi atau jaringan distribusi suatu barang dan atau jasa.
Penguasaan pasar merupakan keinginan dari hampir semua pelaku usaha, karena penguasaan
pasar yang cukup besar memiliki korelasi positif dengan tingkat keuntungan yang mungkin bisa
dimiliki oleh pelaku usaha. Penguasaan pasar yang tidak adil akan mengakibatkankan persaingan
usaha yang tidak sehat.

Sumber :

https://economy.okezone.com/read/2019/11/28/320/2135693/terbukti-monopoli-aqua-dijatuhi-
hukuman-denda-rp13-8-miliar [ 2 Mei 2020]

Hanifa Tri A. 2019. Persaingan Usaha Tidak Sehat Air Minum Dalam Kemasan [skripsi].
Jakarta (ID): Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
II. KASUS PELANGGARAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Kronologi Pengungkapan Kasus Vaksin Palsu di Bekasi dan
Tangerang
Liputan6.com, Jakarta - Jajaran Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse
Kriminal (Bareskrim) Polri, menahan 10 orang pemalsu vaksin untuk balita.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Komisaris Besar Agung Setya,
mengatakan, mereka terbagi tiga kelompok. Yakni produsen, distributor, dan kurir.
"Kita fokus di pembuatan vaksin (produsen) palsunya dan distributor," ucap Agung saat
dikonfimasi, Jumat (24/6/2016).
Sementara, Kadiv Humas Polri, Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, mengatakan jajarannya juga
akan menyelidiki rumah sakit mana yang telah menggunakan vaksin palsu itu.
"Ya akan diselidiki sampai ke sana, pemasarannya," jelas dia.
Boy menjelaskan, pengungkapan kasus vaksin palsu ini bermula adanya keluhan masyarakat
yang mengaku balita mereka tetap sakit meski sudah divaksin. Berbekal laporan itu, polisi
langsung menyelidiki.
Terbukti, vaksin tersebut didapat di apotek AM di Bekasi, Jawa Barat pada Kamis 16 Mei 2016.
Polisi akhirnya menahan J, selaku distributor.
Tak hanya di Bekasi, polisi juga menemukan vaksin palsu di Apotek IS di kawasan Kramatjati,
Jakarta Timur. Penggerebekan ini dilakukan pada 21 Juni 2016 dan menangkap MF.
Selanjutnya, polisi mengembangkan kasus pemalsuan ini ke pembuat vaksin palsu di kawasan
Puri Hijau Bintaro, Tangerang, dengan tersangka P dan istrinya, S.
Tak berhenti di situ, polisi terus melakukan pengembangan. Rumah di Jalan Serma Hasyim dan
Kemang Regency, Bekasi, Jawa Barat pun digerebek.
Ternyata, dua tempat tersebut digunakan untuk memproduksi vaksin palsu oleh tiga tersangka,
yakni HS, R, dan H.
Selain distributor dan produsen, penyidik juga menangkap kurir dan pihak percetakan. Kurir
yang membantu penjualan yakni T, yang ditangkap di Jalan Manunggal Sari dan S di Jalan
Dilampiri Jatibening, Bekasi.
Para tersangka pembuat vaksin palsu terancam Pasal 197 UU No 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan dan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Mereka juga akan dikenakan
Pasal 62 UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Analisis
Berdasarkan berita yang dikutip dari liputan6.com diatas, para pelaku vaksin palsu telah
melanggar UUPK No.8 Tahun 1999 Pasal 8 ayat 3 “Pelaku usaha dilarang memperdagangkan
sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar”. Sebab, hal tersebut akan menimbulkan
dampak yang sangat berbahaya bagi konsumen, apalagi sasaran konsumen vaksin tersebut adalah
balita yang pada dasarnya masih rentan terhadap penyakit.

Penanganan kasus yang dilakukan oleh polisi adalah dengan melakukan penyelidikan,
hingga akhirnya ditemukan vaksin palsu di Bekasi dan Tangerang. Kemudian para pelaku vaksin
palsu (produsen, distributor, dan kurir) tersebut dikenakan ancaman pidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah) sesuai ketentuan Pasal 62 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. Pasal
62 menegaskan bahwa jika pelanggaran yang dilakukan tersebut mengakibatkan luka berat, sakit
berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Tanggung jawab pemerintah terkait dengan pengawasan obat serta industri farmasi,
kewenangan ini telah diserahkan pada satu badan khusus yakni BPOM (Badan Pengawas Obat
dan Makanan). Peran dan fungsi BPOM sebagai lembaga yang berwenang dalam pengawasan
obat dan makanan sangat signifikan dalam mengawasi peredaran sediaan farmasi termasuk
vaksin. Oleh karena itu dibutuhkan sumber daya manusia yang memadai.

Sumber :

https://www.liputan6.com/news/read/2539182/kronologi-pengungkapan-kasus-vaksin-palsu-di-
bekasi-dan-tangerang [Mei 2020]

Ophi K. 2016. Perlindungan Konsumen Dalam Kasus Vaksin Palsu Dalam Perspektif Undang-
Undang. dalam Jurnal RechtsVinding Online

Anda mungkin juga menyukai