Anda di halaman 1dari 32

ANALISIS KONFLIK DAN RESOLUSI KONFLIK SOSIAL DI POSO SULAWESI

TENGAH

Oleh :

MUHAMMAD AZIZUL GHOFAR


PENDAHULUAN

Pada tahun 1997, krisis moneter disertai dengan fluktuasi ekonomi melanda Indonesia.
Kondisi politik yang tidak menentu menggiring Indonesia menuju konflik nasional, baik segi
horizontal maupun structural. Turunnya kekuasaan Orde Baru oleh Soeharto yang digantikan
oleh B.J Habibie pada tahun 1998 memberikan pandangan cerah terhadap Indonesia untuk dapat
menata system politik yang demokrasi berkeadilan.

Turunnya kekuasaan Orde Baru rupanya menimbulkan berbagai gejolak konflik yang
cukup besar diberbagai daerah di Indonesia. Salah satu konflik yang terjadi adalah konflik Poso
yang disinyalir merupakan konflik berlatar belakang agama. Agama seolah-olah menjadi
kendaraan dan alasan tendesius untuk kepentingan masing-masing. Meskipun konflik Poso
dinilai telah selesai dengan adanya deklarasi Malino pada 20 Desember 2001, nampaknya
kegelisahan warga Poso dengan sejarah konflik masih ada hingga sekarang.

Konflik Poso merupakan musibah demokrasi dan telah merusak nilai-nilai demokrasi di
Indonesia serta kerukunan antar umat beragama. Sebelum terjadi kerusuhan, Poso merupakan
sebuah kabupaten yang memiliki keberagaman penduduk dan tergolong daerah yang cukup
majemuk, selain terdapat suku asli yang mendiami Poso, suku-suku pendatang pun banyak
berdomisili di Poso, seperti dari Jawa, batak, bugis dan sebagainya. Masyarakat Poso hidup
rukun, damai, dan berdampingan.

Kerusuhan Poso pertama pada tahun 1998 terjadi bersamaan dengan transisi politik di
Kabupaten Poso (Gery Van Klinken : 2005)1. Ada sintimen keagamaan yang melatarbelakangi
pemilihan tersebut. Pemenangan pasangan Piet I dan Mutholib Rimi tidak lepas dari identitas
agama dan suku. Semenjak itu agama dijadikan pada setiap konflik yang terjadi di Poso.
Perseturuan kecil, semacam perkelahian antar persona pun bisa menjadi pemicu kerusuhan yang
ada di sana.

Kemunculan konflik Poso pada tahun 1998 telah menyebabkan lebih dari 5.000 rumah
hangus dan ratusan orang tewas. Hingga pada tahun 2002 dan 2003, serangan antar dua
kelompok masih terjadi dan berdampak pada kericuhan diwilayah Poso. Konflik Poso telah

1
Fajar Purwawidada, 2014, Kontra Terorisme Indonesia. http://analisishankamnas.blogspot.co.id/2014/07/analisis-
konflik-komunal-di-indonesia.html, diakses 19 November 2015

2
terjadi sebanyak tiga kali. Yaitu Kerusuhan Poso I, Poso II, dan Poso III. Secara umum konflik
yang terjadi di Poso berlatar belakang agama, namun sebenarnya ada berbagai kepentingan
golongan yang mewarnai konflik tersebut.

Dilihat dari segi agama, Poso menjadi dua kelomok besar yaitu Islam dan Kristen.
Dulunya Poso didominasi oleh masyarakat Islam, setelah pemekaran wilayah (Morowali dan
Tojo Una Una) masyarakat Kristen mendominasi wilayah Poso. Selain itu, didaerah Poso
pedalaman masih dijumpai penganut agama berbasis kesukuan. Keberagaman yang dimiliki Poso
menjadi salah satu fanatik yang menyebabkan berbagai kerusuhan terjadi. Baik kerusuhan
berlatar belakang sosia-budaya maupun agama.

Berikut tabel penduduk Poso berdasarkan agama:

Sumber : http://setabasri01.blogspot.co.id/2012/06/konflik-konflik-horizontal-di-indonesia.html

3
DESKRIPSI KASUS

Akar Konflik Poso

Konflik Poso terjadi bukan masalah agama, melainkan adanya rasa ketidakadilan. Rasa
ketidakadilan muncul bermula pada saat adanya demokrasi yang tiba-tiba terbuka dan membuat
pemenang pemilu berhak menjadi penguasa. Sedangkan sebelumnya, muspida (musyawarah
pimpinan daerah) selalu menyeimbangkan kepemimpinan di Poso. Jika seorang bupati dari
kalangan Islam, maka wakilnya dari kalangan Kristen. Begitu juga sebaliknya. Kondisi demikian
memacu keharmonisan antar umat beragama di Poso.

Demokrasi yang menerapkan the winner take all (Yusuf Kalla : 2014) mengakibatkan
pihak yang kalah merasa menjadi korban ketidakadilan. Konflik sosial di Poso merupakan bagian
dari konflik individu yang memiliki kaitan antara satu dengan yang lain. Akar masalah konflik ini
ertumpu pada subsistem budaya yang menyangkut suku dan agama.

Kronologi Konflik Poso

Konflik Poso I

1. Pada Jum’at, 25 Desember 1998 (Bertepatan dengan bulan Ramdhan 1419 H) di Poso,
Sulawesi Tengah. Sekelompok pemuda kristen mengkonsumsi miras dan membuat keributan
saat Sholat tarawih. Pengurus masjid mencoba mengingatkan. Kemudian para pemuda
kristen pergi meninggalkan area masjid. Lewat tengah malam kelompok pemuda kristen itu
kembali2.
2. Ridwan (pemuda muslim Poso) yang sebelumnya telah mengingatkan pemuda Kristen untuk
tidak mabuk-mabukan tengah membangunkan sahur warga Kelurahan Sayo dikejar dengan
samurai oleh Roy Runtu (pemuda Kristen) dalam kondisi mabuk. Ridwan berlari ke masjid,
namun Ridwan ditebas hingga tewas di masjid oleh pelaku3.
3. Kedua pihak (Islam dan Kristen) mengadu dengan kelompoknya. Salah seorang dari
kelompok Kristen mencari bantuan ke Tentena. Herman Parimo selaku tokoh kristen Tentena
membawa massa bergerak ke Poso kemudian membakar Pasar sentral Poso dan mengadakan
2
Kispret, 2011, Membahas Kristen, Belajar Agama Islam yang Indah, Membantah Fitnah Kristen dan Agama lain
selain Islam. http://krispret.blogspot.co.id/2011/09/jangan-lupakan-poso-25-desember-1998.html, diakses 19
November 2015
3
Fajar Shadiq, 2015, Aktivis Poso: Aparat Tahu Miras Sumber Konflik, Tapi Kenapa Dibiarkan?, Kiblat.net, Januari
2015

4
pawai keliling Poso untuk menunjukkan kemenangannya. Kabar Poso sudah diduduki massa
Tentena terdengar di Parigi dan Ampana (basis massa muslim). Dengan koordinasi
ustadznya masing-masing bergeraklah massa kedua kota itu ke Poso4.
4. Pengaduan ini memicu terjadi bentrokan dengan kerugian sekitar serratus orang luka-luka,
tiga sepeda motor terbakar, dan sejumlah rumah rusak. Menurut Radar Sulawesi Tengah
yang terbit pada 26 Desember 1998 kasus ini disinyalir sebagai kasus perselisihan entis
beragama. Pola kasus yang hampir sama terjadi hampir sepanjang tahun 20005.

Konflik Poso II

1. Pada 17-19 April 2000 di Terminal Poso, dua pemuda pemabuk asal Desa Lambodia dan
Lawanga (desa Islam dan Kristen) tanpa alasan yang jelas terlibat pertikaian. Warga kedua
desa saling serang. Aksi bentrok massa meluas ke daerah sekitar Poso. Akibatnya, tiga orang
tewas, empat orang luka-luka, 267 rumah terbakar, enam mobil terbakar, lima motor hangus,
tiga gereja hancur, lima rumah asrama polisi hancur, ruang Bhayangkari Polda terbakar dan
kerugian materiil ditaksir mencapai Rp. 10 miliar. Tersangka: 21 orang diperiksa sebagai
saksi6.
2. Pada 16 Mei 2000, Dedy seorang pemuda dari desa Kayamanya (suku Gorontalo) tengah
mengendarai motor Crystal pada malam hari, tiba-tiba dihadang sekelompok pemuda Kristen
yang mabuk di Desa Lambogia. Dedy sempat melarikan diri dengan motornya, namun
terjatuh sehingga tubuhnya mengalami luka-luka. Setelah diperban, kemudian Dedy
melaporkan pada teman-temanya di desa Kayamanya, bahwa ia dibacok oleh pemuda kristen
Lambogia7.
3. Pada 17 Mei 2000, warga muslim Kayamanya (sekitar 20 orang beserta aparat) mendatangi
Kelurahan Lambogia untuk mencari oknum pelakunya namun disambut dengan serbuan
panah/peluncur dari warga Lambogia. Dan pada malamnya, warga Kayamanya membakar
Desa Lambogia sekitar 400 rumah serta sebuah gereja Beniel8.

4
Kispret, 2011, Membahas Kristen, Belajar Agama Islam yang Indah, Membantah Fitnah Kristen dan Agama lain
selain Islam. http://krispret.blogspot.co.id/2011/09/jangan-lupakan-poso-25-desember-1998.html, diakses 19
November 2015
5
Mel’z, 2009, JK dan Poso, http://mfamiola.blogspot.co.id/2009/06/jk-dan-poso.html, diakses 19 November 2015
6
Anonim, 2004, Poso, Enam Tahun Dirundung Duka, http://setyawan1.xtgem.com/Perang%20Poso, diakses 19
November 2015
7
BujangKere, 2009, Kilas Balik Konflik Poso (2002-2008), http://bujang-kere.blogspot.co.id/2009/09/kilas-balik-
konflik-poso-2002-2008.html, diakses 19 November 2015
8
Ibid

5
4. Pada 19 Mei 2000, ditemukan mayat Muslim korban pembantaian di Jalan Maramis
kelurahan Lambogia, dengan luka bacokan dan leher tertusuk panah. Kemudian warga
muslim terpancing emosi dan bergerak kembali membakar gereja Advent dan sebuah gereja
besar dekat terminal, gedung serba guna, SD, SMP dan SMA Kristen. Warga kristen
mengungsi ke kelurahan Pamona Utara (Tentena) dan Tagolu yang merupakan basis Kristen.
Setelah kejadian tersebut, umat Islam di Kelurahan Kowua bersiaga penuh mengantisipasi
serangan balasan. Seorang muallaf bernama Nicodemus yang kebetulan bekerja di Tentena
ditugaskan untuk memantau perkembangan warga Kristen di Tentena. Setelah 2 minggu
kemudian, Nico kembali ke Poso karena merasa dirinya sedang diintai. Namun dari situ
muncul kesepakatan untuk menginformasikan melalui kata Sandi Pak Nasir (Nashara) datang
berobat lanjut ke Poso berarti akan ada penyerangan kaum Nasrani9.
5. Pada 22 Mei 2000, Pak Maro (muallaf) dari kelurahan Lawanga, yang disusupkan di
Kelurahan Kelei, datang ke kediaman Ust. Abdul Gani, membawa pesan akan ada
penyerbuan pada shubuh hari. Pak Maro menyamar dengan memakai kalung salib dan
mentato tubuhnya. Di Kelei yang merupakan basis kristen pernah diadakan latihan militer.
Jam 5.30 sore ada interlokal dari Nicodemus di Tentena ke rumah pak Abdul Gani
memberitakan, bahwa “Pak Nasir (Nashara) akan berkunjung obat ke Poso malam ini atau
besok.” Jam 7 malam, seorang pemuda bernama Heri Alfianto yang juga ketua Remaja
Masjid Kowua memberikan informasi bahwa di rumahnya yang kebetulan terdapat TUT
(Telepon Umum Tunggu), ada seorang Kristen yang diduga ingin menggunakan jasa telepon
bercerita kepadanya bahwa pada jam 2 malam akan ada penyerangan dari masyarakat Flores
(Kristen). Sekedar gambaran, Heri Alfianto dilihat dari raut wajahnya mirip orang Kristen
karena ibunya berasal dari Manado yang muallaf, sehingga orang kristen mengira Heri juga
orang Kristen. Penyerangan dilakukan per kelompok kecil dengan sasaran KBL
(Kayamanya, Bonesompe, Lawanga) dan menculik tokoh-tokoh Islam Poso, antara lain Haji
Nani, Ust. Adnan Arsal, dll. Pada malam itu juga dikumpulkan para tokoh yang tergabung
dalam “Forum Perjuangan Umat Islam” yang terbentuk sejak kerusuhan Poso jilid I di rumah
Ust. Adnan Arsal dan langsung mengkoordinasikan pembagian tugas penjagaan di pos-pos
yang telah ditentukan. Pertemuan itu selesai jam 21.30. Pada malam itu sudah tersebar isu
penyerangan terutama di Kecamatan Poso Pesisir, sehingga setiap warga, baik Islam dan

9
Ibid

6
Kristen, berjaga-jaga mengamankan diri. Pada jam 24.00 rombongan Muspida beserta Ketua
DPRD Tk.II Akram Kamarudin, menenangkan warga, memberitahukan kepada warga Poso
bahwa berdasarkan informasi Kapolsek Pamona Utara, Ramil Pamona Utara dan Camat
Pamona Utara isu penyerangan itu tidak benar dan menyesatkan. Akhirnya warga yang
tadinya berjaga di pos-pos bubar dan kembali ke rumah, kecuali warga di Kelurahan Kowua.
Bahkan pemuda Kowua membantah berita dari Muspida tersebut karena yakin dengan info
dari Nico di Tentena. Setelah itu muncul tanda bahaya berupa kentungan pada tiang listrik
dari desa seberang sungai, tepatnya di PDAM, Kelurahan Gebang Rejo. Kemudian
dikonfirmasikan melalui telepon ke Ust. Adnan Arsal yang tinggal di Gebang Rejo, namun
dijawab bahwa sampai saat ini belum ada tanda pengerahan massa yang melewati Desa
Gebang Rejo. Tak berapa lama, Pak Adnan Arsal memberitakan memang ada penyerangan
dilakukan hanya oleh kelompok kecil berpakaian ninja10.

Konflik Poso III

1. Pada 24 Mei 2000 dinihari, penyerangan mendadak dari sekelompok orang berpakaian ala
ninja ke beberapa pos pengaman-an di beberapa kantong muslim. Berikutnya, warga
Kelurahan Kayamanya (Islam) hendak melakukan penyerangan ke warga Kelurahan
Lombogia dan kantong-kantong permuki-man Kristen lainnya. Polisi menghalangi niat itu.
Tapi kerusuhan tak bisa dibendung. Akibatnya, tiga orang tewas; salah satunya polisi dan 15
orang luka-luka. Tersangka: 3 orang anggota pasukan ninja menyerah kepada aparat (10
orang masih buron)11.
2. Pada 26-27 Mei 2000, pertempuran terjadi lagi di Toyado dan merembet sampai ke
perbatasan di Kecamatan Parigi, Kabupaten Donggala. Banyak rumah warga muslim di
perbatasan kota dibakar12.
3. Pada 28 Mei 2000 pagi hari, massa Islam dan Kristen di Tokorando, bentrok. Sekitar 70
warga Kristen bersenjata api melawan 400 warga muslim bersenjata parang dan golok.
Warga muslim terpukul mundur13.

10
Ibid
11
Ibid
12
Ibid
13
Ibid

7
4. Pada 30 Mei 2000, kerusuhan meledak di Kelurahan Gebangrejo, Lawengko, dan Sayo
(dalam kota Poso)14.
5. Pada 2-4 Juni 2000, terjadi aksi balas dendam di Kota Poso dan sekitarnya (Kec. Lege dan
Poso pesisir; Kec. Poso Kota, Kayamanya, Sayo, Lawanga, Sintu Temba, Tegalrejo).
Akibatnya, sedikitnya 50 orang tewas, termasuk Lateka (otak kerusuhan), 14 orang
tertembak dan 25 orang luka-luka15.
6. Pada 6 Juni 2000, aksi balas dendam kembali terjadi di Pinggiran Poso (Desa Maleilegi dan
Desa Dojo) yang mengakibatkan Desa Maleilegi hangus terbakar, 66 orang tewas, 92 orang
luka-luka (warga memperkirakan ada 150 kepala keluarga). Tersangka: 9 orang provokator
ditangkap aparat16.
7. Pada 16 Mei 2001, Kantor Camat Poso Pesisir dibakar kelompok tak dikenal dan
menghanguskan seluruh bangunan serta isi kantor itu17.
8. Pada 21 Mei 2001, aksi penyerangan sekelompok massa terjadi di Desa Kasiguncu
Kecamatan Poso Pesisir yang mengakibatkan dua orang warga setempat tewas terkena
senjata tajam dan lima orang lainnya menghilang18.
9. Pada 10 Juni 2001, mobil box yang memuat alat-alat elektronik dan sejumlah uang hasil
tagihan milik Toko Jaya Teknik Makassar yang diperkirakan ratusan juta rupiah dibakar
massa tak dikenal. Akibatnya, Hendra (kernek) dan Ahmad (sales) tewas terpanggang19.
10. Pada 20 Juni 2001, H. Anto (39 tahun) dan Sudirman (35 tahun), dua warga Desa
Tokorondo, Poso Pesisir, ditembak kelompok berpakaian ninja di Desa Pinedapa, Poso
Pesisir20.
11. Pada 27 Juni 2001, sedikitnya tiga orang tewas dan puluhan luka berat serta ringan, akibat
kontak senjata yang terjadi di sekitar Desa Masani, Desa Tokorondo, Desa Sa’atu dan Desa
Pinedapa, Kecamatan Poso Pesisir21.
12. Pada 2 Juli 2001, bentrokan massa terjadi di Malei Lage, Kecamatan Lage, Poso. Akibatnya,
85 rumah dibakar dan satu warga tewas, serta satu rumah ibadah (gereja) terbakar22.
14
Ibid
15
Ibid
16
Ibid
17
Ibid
18
Ibid
19
Ibid
20
Ibid
21
Ibid
22
Ibid

8
13. Pada 18 Juli 2001, sedikitnya dua orang tewas dan delapan luka-luka akibat kontak senjata
antara kelompok putih dan kelompok merah di sekitar Desa Pendolo dan Uwelene,
Kecamatan Pamona Selatan, daerah perbatasan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan23.
14. Pada 24 Juli 2001, ratusan warga muslim Poso berunjuk rasa di Markas Polda Sulteng.
Unjuk rasa berakhir kacau, setelah bom meledak di samping ruangan Kaditserse Polda24.
15. Pada 3 September 2001, Rektor Universitas Sintuwu Maroso Poso, Drs Kogego ditembak
oleh penembak misterius di Jembatan Poso. Korban mengalami pendarahan serius25.
16. Pada 17 September 2001, dua warga Desa Betania, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten
Poso, tertembak oleh kawanan penembak misterius: Matius Bejalemba (35), warga Desa
Betania mengalami luka tembak di bagian kepala, pinggang sebelah kiri dan lengan sebelah
kiri serta Kainuddin Lubangkila (45) yang hanya mengalami luka di bagian perut26.
17. Pada 14 Oktober 2001, bus angkutan milik PO Antariksa jurusan Palu-Tentena diberondong
tembakan oleh sekelompok orang di ruas jalan di Kecamatan Sausu, Kabupaten Donggala
-150 kilometer arah timur Palu. Akibatnya, seorang perempuan berusia 24 tahun tewas dan
sedikitnya enam orang lainnya mengalami luka tembak27.
18. Pada 18 Oktober 2001, bus angkutan umum milik Perusahaan Otobus (PO) Primadona,
dibakar sekolompok massa tak dikenal di sekitar Kelurahan Kayamanya, Kota Poso. Rompa
(34), warga Bungku Barat tewas akibat dianiaya dan tertusuk senjata tajam di bagian
perutnya28.
19. Pada 23 Oktober 2001, ratusan warga muslim dari Desa Mapane, Kecamatan Poso Pesisir,
membakar puluhan pos-pos polisi. Aksi pembakaran itu dilatar-belakangi adanya
penangkapan terhadap 42 warga Poso untuk menjalani pemeriksaan di Markas Kepolisian
Daerah Sulawesi Tengah29.
20. Pada 31 Oktober 2001, puluhan rumah dan satu gereja di bakar kelompok tak dikenal di
Desa Pinedapa dan Kasiguncu -sekitar 20 kilometer arah Barat Kota Poso30.

23
Ibid
24
Ibid
25
Ibid
26
Ibid
27
Ibid
28
Ibid
29
Ibid
30
Ibid

9
21. Pada 1 November 2001, warga Desa Malitu, Poso Pesisir, tiba-tiba diserang kelompok tak
dikenal. Akibatnya, 129 rumah warga habis dibakar dan Nasa (45) terkena tembakan di
bagian paha kiri. Selain ratusan rumah terbakar, fasilitas umum juga ikut dibakar, seperti
kantor kepala desa, kantor koperasi, gedung taman kanak-kanak, rumah ibadah (gereja),
kantor PKK, rumah dinas guru dan kepala sekolah31.
22. Pada 8 November 2001, warga Sayo membakar truk bermuatan ikan cekalang basah.
Belakangan diketahui mobil itu memang tujuan Tentena, dikawal seorang anggota Brimob.
Di dalam mobil truk ditemukan bensin satu jirigen dan beberapa botol aqua berisi bensin32.
23. Pada 9 November 2001, kontak senjata terjadi di sekitar Jembatan Dua, perbatasan
Kelurahan Lembomawo dan Sayo, Kecamatan Poso Kota. Akibatnya, seorang warga tewas
dan dua lainnya luka-luka. Bersamaan dengan itu, di Kelurahan Sayo juga terjadi
pembakaran enam rumah dan barak33.
24. Pada 10 November 2001, terjadi baku tembak antara massa bertikai di dalam kota dan massa
dari luar kota Poso. Bentrokan itu menewaskan Yazet (40), dari pihak penyerang dan orang
lainnya terluka34.
25. Pada 26 November 2001, gereja Betany (salah satu Gereja besar di Poso) hancur akibat
ledakan bom. Walau ledakan dahsyat itu tidak menelan korban jiwa, kerugian material
diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah35.
26. Pada 27 November 2001, kontak senjata antara dua kelompok bertikai terjadi di Desa
Betalemba, Kecamatan Poso pesisir, Kabupaten Poso. Walau tidak ada korban jiwa, kontak
senjata itu menjadikan Poso kembali tegang36.
27. Pada 3 Desember 2001, ratusan warga Kota Poso mendatangi Markas Kodim 1307, untuk
meminta kejelasan keterlibatan anggota TNI dalam penculikan warga Toyado sehari
sebelumnya. Menurut warga, anggota TNI menculik delapan warga yang sedang sahur di
barak Toyado dan selanjutnya diserahkan ke kelompok merah. Sempat terjadi keributan
dengan pihak kepolisian yang menjaga unjuk rasa itu, hingga kemudian terjadi penembakan
yang menewaskan Sarifuddin (30), warga Kayamanya dan empat orang lainnya luka37.
31
Ibid
32
Ibid
33
Ibid
34
Ibid
35
Ibid
36
Ibid
37
Ibid

10
28. Pada 19 Desember 2001, delapan warga Buyung Katedo, Desa Sepe, Kecamatan Lage Poso,
diserang orang tak dikenal. Untungnya, kedelapan petani yang sedang memetik buah coklat
di kebunnya, itu berhasil menyelamatkan diri38.
29. Pada 20-21 Desember 2001, Susilo Bambang Yudoyono (Menko POLHUKAM) dan Jusuf
Kalla (Menko Kesra) menggiring wakil-wakil dari komunitas yang dianggap bertikai duduk
berunding di Malino. Akhirnya terbentuk MoU (memorandum of understanding) Malindo I
untuk menghentikan pertikaian antara kedua belah pihak39.

Kericuhan Pasca Deklarasi Malino

Deklarasi Malino nampaknya belum membuahkan hasil yang maksimal. Kericuhan terus
terjadi diwilayah Poso, Sulawesi Tengah. Perdamaian antar dua belah pihak nampaknya belum
mendapatkan mufakat riil. Berbagai kasus kericuhan masih sulit dipadamkan. Kericuhan yang
terjadi teah memakan banyak korban baik kerugian jiwa maupun materiil. Berikut kronologi
kericuhan pasca Deklarasi Malino :

1. Pada 28 Mei 2002, bom rakitan meledak di tiga lokasi berbeda: di pantai penghibur di Jalan
Ahmad Yani, dekat Hotel Wisata, di pasar sentral Poso yang mengakibatkan empat los
terbakar dan di pertigaan bekas terminal Poso bom40.
2. Pada 5 Juni 2002, bom yang diletakan di dalam bus PO Antariksa jurusan Palu-Tentena
meledak di sekitar Desa Toini, Kecamatan Poso Pesisir -sekitar 10 kilometer arah Barat
jantung Kota Poso. Akibatnya, empat penumpang tewas dan 16 penumpang lainya
mengalami luka. Korban tewas adalah Dedy Makawimbang (30) dan Edy Ulin (25) yang
tewas di tempat kejadian, sementara Gande Alimbuto (76) dan anaknya, Lastri Oktaffin
Alimbuto (19) tewas di RSU Poso41.
3. Pada 1 Juli 2002, bom berkekuatan low explosif meledak di Desa Tagolu, Kecamatan Lage,
Kabupaten Poso. Tidak ada korban akibat ledakan bom itu42.
4. Pada 12 Juli 2003, bom berdaya ledak cukup kuat menghantam bus Omega jurusan Palu-
Tentena, di Desa Ronoruncu, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso dan menewaskan seorang
38
Ibid
39
Mel’z, 2009, JK dan Poso, http://mfamiola.blogspot.co.id/2009/06/jk-dan-poso.html, diakses 19 November 2015
40
Anonim, 2004. Poso, Enam Tahun Dirundung Duka, http://setyawan1.xtgem.com/Perang%20Poso, diakses 19
November 2015

41
Ibid
42
Ibid

11
remaja putri, Elfa Suwita Dolia (17), warga Desa Tokilo, Kecamatan
Pamona Selatan43.
5. Pada 19 Juli 2002, Nyoman Mandiri (26) dan Made Jabir (26), dua warga Kilo Trans,
Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso, tewas ditembak penembak misterius saat melintas
di jalan raya di Desa Masani44.
6. Pada 4 Agustus 2002, Kelompok tak dikenal menyerang Desa Matako, Kecamatan Tojo,
Kabupaten Poso. Serangan mendadak itu menghanguskan 13 rumah penduduk, membakar
dua rumah ibadah (gereja) dan melukai enam warga setempat45.
7. Pada 8 Agustus 2002, warga negara Italia, Lorenzo Taddei (34), tewas ditembak orang tak
dikenal dalam perjalanan dari Tanah Toraja, Sulawesi Selatan menuju Sulawesi Tengah, di
sekitar Desa Mayoa, Kecamatan Pamona Selatan, Kabupaten Poso. Penembakan itu juga
melukai Heronimus Banculu, 36 tahun yang tertembak di bagian paha kiri, Timotoius
Kemba, 52 tahun yang tertembak di bagian lengan kanan, Karingan, 21 tahun, yang
tertembak di bagian paha kanan dan Berting, 45 tahun, yang tertembak di bagian kepala
bagian kiri46.
8. Pada 12 Agustus 2002, gerombolan bersenjata menyerang Desa Sepe Silanca dan Batu
Gencu di Kecamatan Lage. Akibatnya, Sulaweno, Kania, Omritakada, Salangi dan satu
orang lainnya yang belum teridentifikasi tewas dengan sekujur tubuh terbakar. Damai
Pangkunah dan Simon Tangea mengalami luka berat tertembak di bagian dada dan paha.
Selain itu, ratusan rumah hangus terbakar dan rata dengan tanah47.
9. Pada 16 Agustus 2002, kerusuhan Poso merambah ke Kabupaten Morowali. Terjadi aksi
penyerangan oleh kelompok tak dikenal di Desa Mayumba, Kecamatan Mori atas Kabupaten
Morowali -138 kilometer dari Poso. Aksi itu menyebabkan 43 rumah warga terbakar dan
delapan kios jualan warga ikut musnah. Selain itu, L Petra (67) mengalami luka tembak di
bagian paha dan seorang balita, Erik meninggal di pelukan ibunya48.
10. Pada 26 Agustus 2002, terjadi hampir bersamaan, dua bom meledak di dua tempat dan
mengakibatkan seorang polisi, Bripda Pitriadi (21) dan satu warga sipil, nyonya Zainun (22)

43
Ibid
44
Ibid
45
Ibid
46
Ibid
47
Ibid
48
Ibid

12
mengalami luka serius. Bom pertama meledak di Jalan Morotai, Kelurahan Gebang Rejo dan
bom kedua meledak di Jalan Yos Sudarso, Kelurahan Kasintuwu49.
11. Pada 4 Desember 2003, Agustinus Baco (57) warga Desa Kawende, Kecamatan Poso Pesisir,
meninggal di tempat akibat diterjal peluru50.
12. Pada 5 Desember 2002, Toni Sango (23) (pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Poso) dan
Oeter (23) tewas akibat ditembak orang tak dikenal51.
13. Pada 26 Desember 2002, Kepala Desa Tokorondo, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso,
M Jabir (52), ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan di Jalan Trans Sulawesi
menghubungkan Gorontalo-Sulteng-Sulsel akibat tembakan52.
14. Pada 2 Juni 2003, Yefta Barumuju (37) Penduduk dusun Kapompa, Kelurahan Madale,
Kecamatan Poso Kota tewas ditempat setelah ditembak orang tak dikenal. Ia diterjal peluru
dibagian dada dan paha kanan. Kawan korban, Darma Kusuma (35) selamat walau rusuk dan
lutut kanannya juga terkena timah panas53.
15. Pada 7 Agustus 2003, bom rakitan meledak di rumah Aisyah Ali, warga Jalan Pulau Sabang
Kelurahan Raya Manya, Kota Poso. Akibatnya, Bahtiar alias Manto, 20 tahun, yang bekerja
sebagai nelayan, tewas54.
16. Pada 11 September 2003, bom berkekuatan cukup besar meledak di tengah kerumunan
massa persis di depan kantor Lurah Kasiguncu, Kecamatan Poso Pesisir. Lima warga luka-
luka55.
17. Pada 10 Oktober 2003, bias rusuh Poso terjadi di Desa Beteleme, ibu kota Kecamatan
Lembo, Kabupaten Morowali sekitar 300 kilo meter dari Kota Poso. Puluhan orang tak
dikenal menyerang desa itu dengan memakai penutup muka ala cadar. Akibatnya, tiga warga
sipil: Derina Mbai (48 tahun), Hengky Malito (36 tahun) dan Oster Tarioko (47 tahun) tewas,
sementara satu warga lainnya dilarikan ke rumah sakit setempat karena terkena tembakan di
bagian kaki. Selain itu, 27 unit rumah terbakar , tiga mobil terbaka dan tujuh sepeda motor
terbakar, serta satu unit sepeda motor hilang56.

49
Ibid
50
Ibid
51
Ibid
52
Ibid
53
Ibid
54
Ibid
55
Ibid
56
Ibid

13
18. Pada 11 Oktober 2003, sekelompok orang tak dikenal menyerang empat desa:
Pantangolemba, Saatu, Pinedapa di Kecamatan Poso Pesisir dan Madale di Kecamatan Poso
Kota. Akibatnya, satu warga Desa Pinedapa, Ayub (26) tewas seketika, sementara tujuh
korban lainnya belum teridentifikasi. Penyerangan itu juga melukai 14 warga di empat desa
itu57.
19. Pada 14 Oktober 2003, situasi Poso kembali tegang menyusul sebuah bom rakitan meledak
Kelurahan Kasiguncu, Kecamatan Poso Pesisir, sekitar 12 kilometer dari Kota Poso58.
20. Pada 17 Oktober 2003, Kelompok penyerang Poso kembali beraksi. Kawasan Tanah Runtuh,
Kelurahan Gebang Rejo, Kecamatan Poso Kota diserang. Akibatnya, satu buah bangunan
bengkel kerajinan souvenir kayu ebony ludes terbakar, dapur rumah milik Naufal dibakar,
dan kaca depan rumah Anshori yang juga kantor Yayasan Amanah berhamburan di lantai.
Tapi, kejadian itu tidak memakan korban jiwa59.
21. Pada 11 November 2003, bom rakitan jenis low explosive meledak di Kota Tentena, ibukota
Kecamatan Pamona Utara, wilayah basis pengungsi Kriten Poso. Bom itu meledak di kantor
agen Pengangkutan Oto (PO) Bus Omega yang melayani penumpang jurusan
Palu- Tentena60.
22. Pada 15 November 2003, polisi menyerbu sebuah rumah dimana diperkirakan para tersangka
pelaku penyerangan tanggal 12 Oktober 2003 yang menewaskan Hamid61.
23. Pada 16 November 2003, ribuan massa mengepung Markas Kepolisian Resor Poso lantaran
tidak menerima kematian Hamid, 18 tahun, warga Tabalu, Kecamatan Poso Pesisir yang mati
ditembak. Selain itu, polisi juga menangkap dua warga Tabalu dan Ratolene lainnya, yaitu
Zukri yang kemudian dilepas dan Irwan Bin Rais yang masih ditahan62.
24. Pada 17 November 2003, Tiga orang merusak bus dengan menggunakan linggis dan senjata
api rakitan di Desa Kuku, Kecamatan Tamona Utara, Poso63.
25. Pada 19 November 2003, Belasan orang bersenjata menyerang pos penjagaan aparat di
Dusun Taripa, Desa Toini, Kecamatan Poso Pesisir64.

57
Ibid
58
Ibid
59
Ibid
60
Ibid
61
Ibid
62
Ibid
63
Ibid
64
Ibid

14
26. Pada 26 November 2003, bom rakitan yang berkekuatan rendah meledak di Jalan Pulau Irian,
Tanah Runtuh, Poso65.
27. Pada 29 November 2003, empat nyawa melayang dalam dua kejadian serangan kelompok
tidak dikenal berbeda, di Poso. I Made Simson dan I Ketut Sarmon tertembak di Desa Kilo
Trans Poso Pesisir, sementara Ruslan Terampi dan Ritin Bodel tewas di Desa Rompi, Ulu
Bongka Pesisir Utara66.
28. Pada 23 Desember 2003, bom berdaya ledak rendah meledak di depan kantor Lurah
Lembomawo, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso67.
29. Pada 26 Desember 2003, terjadi ledakan yang diperkirakan berada diperbatasan Kelurahan
Gebang Rejo dan Lembomawo, Kecamatan Poso Kota68.
30. Pada 4 Januari 2004, Kepolisian Resor Poso menemukan tiga bom aktif di Desa Tabalu,
Kecamatan Poso Pesisir69.
31. Pada 18 Januari 2004, satu bom aktif ditemukan diperbatasan Kelurahan Moengko Lama dan
Kayamanya, pinggiran kota Poso70.
32. Pada 24 Januari 2004, aparat Kepolisian Resor Poso, Bharada Azis mengalami luka tembak
di bagian betis kaki kirinya setelah diberondong tiga orang bercadar di Desa Masani,
Kecamatan Poso pesisir71.
33. Pada 27 Maret 2004, Christian Tanalida (37) tewas terkena aksi penembakan misterius di
Kelurahan Kawua, Kota Poso72.
34. Pada 30 Maret 2004, aksi penembakan misterius terjadi lagi terhadap Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sintuwu Maroso (Unsimar) Poso, Rosia Pilongo SH.MH, di Kampus Universitas
Sintuwu Maroso Poso73.
35. Pada 13 April 2004, sehari menjelang hari Idul Fitri, terjadi ledakan bom yang mengguncang
kawasan Pasar Sentral Poso, menewaskan enam warga, meledak di dalam angkutan kota
jurusan Poso-Tentena sekitar pukul 09.20 Wita74.

65
Ibid
66
Ibid
67
Ibid
68
Ibid
69
Ibid
70
Ibid
71
Ibid
72
Ibid
73
Ibid

15
36. Pada 17 April 2004, polisi menemukan 21 bom rakitan di Poso, tersebar di tiga kecamatan,
dua diantaranya di kecamatan Poso kota dan Poso pesisir. Bom ditemukan di ditimbun
perkebunan coklat yang sekitar rumah penduduk75.
37. Pada 18 Juli 2004, Pendeta Susianti Tinulele ditembak pria tidak dikenal ketika sedang
memimpin ibadah di Gereja Efatha di Jalan Banteng, Palu Selatan. Pada kejadian itu, empat
jemaat terkena luka akibat berondongan peluru, yakni Farid Melindo (15), Christianto (18),
Listiani (15) dan Desri (17). Mereka terluka peluru di bagian lutut, pinggul, dan paha76.
38. Pada 13 November 2004, terjadi ledakan bom yang menewaskan enam orang dan
mencederai tiga lainnya77.
39. Pada 3 Januari 2005, terjadi ledakan bom di dekat Asrama Brimob dan hanya menimbulkan
kerusakan bangunan78.
40. Pada 28 April 2005, terjadi ledakan dua bom di Kantor Pusat Rekonsiliasi Konflik dan
Perdamaian Poso sekitar pukul 20.00 Wita. Bom kedua meledak di Kantor Lembaga
Penguatan Masyarakat Sipil pukul 22.00 Wita. Tidak ada korban jiwa79.
41. Pada 28 Mei 2005, terjadi ledakan bom pada pukul 08.15 Wita di Pasar Tentena dan pukul
08.30 Wita di samping Kantor BRI Unit Tentena, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso,
Sulawesi Tengah, menewaskan sedikitnya 22 orang dan melukai 70 orang lainnya. Bom
rakitan berdaya ledak tinggi itu berisikan potongan paku, menggunakan timer sebagai
pemicu, dan batu baterai 1,5 volt yang berfungsi sebagai arus listrik80.
42. Pada 29 Oktober 2005, tiga siswi SMUK GKST Poso ditemukan tewas dengan tubuh dan
kepala pisah81.
43. Pada 8 November 2005 dua siswi SMK ditembak orang tak dikenal di depan rumahnya82.
44. Pada 30 Desember 2005 bom meledak di Pasar Maesa, Palu Selatan. Korban tewas 7 orang
dan 50 orang luka-luka83.
74
BujangKere, 2009, Kilas Balik Konflik Poso (2002-2008), http://bujang-kere.blogspot.co.id/2009/09/kilas-balik-
konflik-poso-2002-2008.html, diakses 19 November 2015

75
Ibid
76
Ibid
77
Ibid
78
Ibid
79
Ibid
80
Ibid
81
Ibid
82
Ibid
83
Ibid

16
45. Pada 08 Mei 2006, selepas shubuh empat orang anggota Densus 88 diserang warga Poso, dua
sepeda motor mereka dibakar. Keempat orang itu berhasil meloloskan diri dari amuk warga.
Saat itu, anggota Densus 88 hendak menangkap seorang warga Kelurahan Lawanga,
Kecamatan Poso Kota, Poso, bernama Taufik Bulaga (24 tahun). Penyerangan itu sebagai
bentuk ketidaksukaan warga terhadap Densus 88 yang suka seenaknya menangkap orang84.
46. Pada 3 Agustus 2006, sekitar pukul 20.45 Wita terjadi ledakan cukup keras di sekitar
Kompleks Gedung Olah Raga Poso, Jalan Brigjen Katamso, Kelurahan Kasintuwu, Poso.
47. Pada 22 September 2006, Tibo dkk dieksekusi mati85.
48. Pada 29 September 2006, terjadi empat ledakan bom yang disusul pecahnya kerusuhan
massa di Taripa, Kecamatan Pamona Timur. Sekitar 500 orang mengamuk dan merusak
fasilitas polisi, membakar pos polisi, membakar truk dan mobil patroli aparat keamanan,
membakar beberapa sepeda motor, dan melempari helikopter milik kepolisian. Kemarahan
massa dipicu kekecewaan karena Kepala Polda Sulawesi Tengah menolak berdialog dengan
mereka perihal eksekusi Tibo Cs86.
49. Pada 30 September 2006 sekitar pukul 22:00 WITA, bom meledak di dekat Gereja
Maranatha, Kelurahan Kawua. Satu jam kemudian bom meledak di dekat Kantor Camat
Poso Kota Selatan di Jalan Tabatoki. Juga terjadi pelemparan granat oleh dua orang tak
dikenal terhadap kerumunan orang di Kelurahan Kawua, Kecamatan Poso Kota87.
50. Pada 1 Oktober 2006, kelompok berpenutup kepala ala ninja beraksi, menghadang mobil
sewaan di rute Parigi-Makassar yang berhenti karena terhalang bangkai sepeda motor. Ninja
membacok punggung dan menghantam kepala Jelin, 20 tahun, dengan benda keras dalam
insiden di Kelurahan Kayamanya, Kecamatan Poso, itu. Penghadangan juga dialami Ebiet,
pekerja perusahaan pemasok tabung gas elpiji. Ebiet sempat diculik selama dua hari di
Pamona Selatan, sekitar 60 kilometer dari Poso88.
51. Pada 16 Oktober 2006, Pendeta Irianto Kongkoli Sekretaris Umum (Sekum) Sinode GKST
(Gereja Kristen Sulawesi Tengah) ditembak mati oleh orang tak dikenal di kawasan Jalan
Monginsidi, Kelurahan Lolo Selatan, sekitar pukul 08:15 Wita. Ketika itu, korban yang
ditemani istri (Iptu Rita Kupa) dan anaknya Gemala Gita Evaria (4) hendak berbelanja bahan

84
Ibid
85
Ibid
86
Ibid
87
Ibid
88
Ibid

17
bangunan (tegel) di Toko Sinar Sakti. Korban langsung di larikan ke rumah sakit (RS) Bala
Keselamatan sekitar 500 meter dari tempat kejadian perkara (TKP), namun jiwanya tidak
berhasil diselamatkan. Sementara Ny Rita dan anaknya Gea berhasil lolos dari musibah
berdarah itu. Pendeta Irianto Kongkoli direncanakan menggantikan Pendeta Rinaldy
Damanik yang mengundurkan sebagai Ketua Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi
Tengah (GKST) setelah terpidana mati kasus Poso Tibo cs dieksekusi mati89.
52. Pada 22-23 Oktober 2006 terjadi bentrokan antara anggota Brigade Mobil (Brimob) dengan
warga Kelurahan Gebangrejo, Kota Poso. Bentrokan pada malam Idul Fitri itu terjadi karena
polisi tidak sensitif terhadap umat Islam. Akibatnya, seorang warga tewas, tiga lainnya luka-
luka (termasuk seorang anak berusia empat tahun), sebuah mobil polisi dan beberapa sepeda
motor terbakar90.
53. Pada 18 Januari 2007, sebuah bom hampa berdaya ledak rendah meledak di Jalan Pulau
Sumbawa Kelurahan Gebang Rejo kota Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng). Bom meledak
sekitar pukul 09:20 Wita di dalam saluran air, tepatnya di belakang Kantor PT Bank Sulteng
Cabang Poso atau sekitar 100 meter dari Mapolres Poso dan Pasar Sentral Poso yang terletak
di Jalan Pulau Sumatera. Kapolres Poso AKBP Drs Rudi Sufahriadi mengatakan, bom jenis
low explosive itu terbuat dari (casing) botol air mineral dengan bahan sulfur dan florat.
Pelakunya diduga dari kelompok yang selama ini menjadi buron polisi dengan ciri-ciri
rambut gondrong dan berpostur tinggi besar. Tidak ada korban jiwa, hanya sempat membuat
kaget sebagian pedagang dan pengunjung di Pasar Sentral Poso. Aktivitas masyarakat secara
umum berlangsung normal. Malam harinya, terjadi ledakan bom di dua tempat. Ledakan
pertama terjadi di Jalan Pulau Aru, Kelurahan Gebangrejo sekitar pukul 18:00 Wita, tepatnya
di belakang Gereja Eklesia Poso. Ledakan tersebut sempat membuat warga di sekitar gereja
panik meski tidak ada korban jiwa. Ledakan kedua terjadi di Jalan Pulau Sumatera sekitar
pukul 22:30 Wita yang berlokasi di depan Pasar Sentral Poso. Lokasi ledakan tersebut hanya
berjarak sekitar 100 meter dari Mapolres Poso. Ledakan kedua membuat aktivitas jual beli di
pasar terganggu. Para penjual dan pembeli memutuskan pulang lebih awal untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Kedua ledakan tersebut tidak menimbulkan
korban jiwa hanya sempat membuat panik beberapa warga di sekitar lokasi91.

89
Ibid
90
Ibid
91
Ibid

18
54. Pada 20 Januari 2007 sekitar pukul 13:30 Wita, ditemukan sebuah bom rakitan ukuran
panjang sekitar 15 centimeter dengan diameter berkisar lima centimeter, di pinggiran jalan
bagian depan Gereja Advent di Kelurahan Kasintuwu, Poso Kota, Sulawesi Tengah
(Sulteng). Menurut Kapolres Poso AKBP Drs Rudi Sufahriadi, bom aktif yang belum
meledak dan berada dalam kantong plastik berwarna hitam itu berhasil diamankan petugas
Jihandak, dan segera dibawa dengan mobil khusus ke Markas Brimob Polda Sulteng di
Kelurahan Moengko untuk diledakkan92.

Budaya masyarakat Poso memiliki nilai-nilai tersendiri untuk menjaga stabilitas


ketenteraman kehidupan di Poso. Kasus pembacokan Ahmad Yahya oleh Roy Tuntuh
Bisalembah di Masjid yang bertepatan pada bulan Ramadhan merupakan pelanggaran nilai-nilai
kehidupan yang dianut oleh masyarakat Poso pada umumnya. Kasus yang terjadi ini telah
merugikan dua kelompok, baik kelompok Muslim maupun kelompok Kristen sama-sama
menerima kerugian.

Pada satu sisi kelompok Muslim merasa dirugikan karena ketenteramannya untuk
beribadah di bulan Ramadhan telah terusik. Kondisi demikian memicu kelompok Muslim untuk
melakukan serangan balik kepada kelompok Kristen dalam rangka balas demdam. Disisi lain
kelompok Kristen juga merasa dirugikan dengan ulah pemabok yang membuat suatu keonaran
ditengah-tengah kelompok Kristen mempersiapkan perayaan Natal untuk esok harinya.

92
Ibid

19
ANALISIS

Konflik Poso merupakan salah satu potret kejadian yang mengerikan. Rumah terbakar dan
mayat bergelimpangan merupakan suatu hal yang biasa. Pertikaian dimana-mana, peledakan bom
menjamur dikalangan sipil. Disisi lain banyak warga Poso mengungsi di beberapa tempat seperti
Gorontalo, Makassar, Maros, dan sebagainya namun tidk mendapatkan bantuan.

Menurut kajian sosiologis dan fenomenologis, konflik Poso merupakan akibat dari
ketidakadilan sosial. Ketidakadilan ini berpangkal pada kebijakan pemerintah pusat yang
sentralistik dan diskriminatif93. Akibat dari rasa ketidakadilan yang telah mendarah daging
membuat konflik bermotif etnis dan agama dengan mudahnya merebak.

Sebagian orang mengira konflik Poso hanyalah sebatas masalah antar komunitas. Padahal,
konflik Poso merupakan akumulasi kekerasan yang melibatkan aparat keamanan, birokrasi sipil,
politisi, dan pengusaha. Adapun motifnya mulai dari kemarahan korban, eksploitasi terhadap
doktrin agama, hingga eksploitasi atas hal itu untuk menarik keuntungan ekonomi dan politik dari
kekerasan yang terjadi.

Bila dilihat dalam kacamata psikologis, suasana konflik di Poso dapat diilustrasikan
dengan mengentalnya identitas sosial dengan fenomena in-group dan out-group94. Grup-grup
yang telah terbentuk saling mengunggulkan dirinya sendiri disbanding grup lain. Kemudian grup-
grup tersebut mulai berekspansi dan memperlebar wilayah terorinya. Pada akhirnya muncul
beberapa oknum yang menginginkan membuat kerusuhan dan membentuk sentiment masyarakat.

Ironisnya, konflik Poso telah dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk kepentingan
tertentu, baik dari kepentingan dari segi politik, ekonomi, maupun sosial budaya. NGO (Non
Government Organization) yang tergabung dalam Poso Center mengidentifikasi industri
pengungsi yang disinyalir melakukan tindakan korupsi maupun manipulasi data keuangan pasca
disalurkannya bantuan sebesar RP. 168 Milyar untuk korban kerusuhan Poso di tahu 2001.
Bantuan tersebut meliputi :
a. Jaminan hidup dan bekal hidup;

93
Jukriadi, 2014, Makalah Konflik Poso, http://jukriadit.blogspot.co.id/2014/04/makalah-konflik-poso.html, diakses
19 November 2015.
94
Ibid

20
b. Bahan bangunan rumah (BBR);
c. Pemulangan pengungsi;
d. Santunan korban;
e. Dana lauk pauk.

Berdasarkan pengidentifikasian yang telah dilakukan, dana tersebut telah dikorupsi


dengan modus penggelembungan (mark-up) angka pengungsi, pemotongan, pembayaran fiktif,
pemalsuan dokumen, penyogokan, dan modus manipulatif lainnya.

Selain itu, tindakan korupsi yang dilakukan telah menimbulkan kekerasan baru seperti
pemenggalan kepala Desa Pinadepa karena enggan menandatangani jumlah pengungsi fiktif
untuk dikorupsi. Anehnya, Andi Asikin Suyuti (tersangka kasus korupsi dana bantuan pengungsi
sebesar Rp 9 Milyar) sebelumnya telah divonis lima tahun penjara justru dibebaskan oleh
pengadilan negeri Jakarta Pusat pada 19 Oktober 2006.

Penguluran waktu yang dilakukan oleh aparat pemerintahan dalam penyelesaian konflik
Poso membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menurun. Masyarakat menilai
pemerintah masih enggan menyelesaikan masalah konflik Poso dan lebih terfokus pada
permasalahan terorisme dan korupsi.

Setelah deklarasi Malino, banyak masyarakat yang mengupayakan penyelesaian konflik


Poso. Namun, masalah krusial dapat datang secara tiba-tiba, apabila perdamaian hanya sebatas
konsep belaka. Adapun beberapa anggapan masyarakat terhadap pemerintah antara lain :

1. Terdapat diskriminasi dalam penanganan konflik Poso.


2. Masyarakat merasa tidak puas terhadap proses hokum pemerintah dalam penanganan konflik
Poso.
3. Pemerintah mengabaikan aspek sosial dan ekonomi.
4. Pemerintah lamban dalam menyelesaikan konflik.

Melihat dari kondisi diatas, masyarakat rawan tersulut emosinya karena alokasi dana yang
dikorupsi oleh aparat pemerintahan. Selain itu, mekanisme jual beli dan pemanfaatan hasil
pertanian tidak dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat.

21
Abd Moqsith Ghazali menyatakan dalam artikel “Poso” bahwa sejumlah analisa beredar
di lingkungan masyarakat. Salah satunya, tentang adanya pihak-pihak tertentu yang ingin
memelihara kekerasan di sana. Jika itu motifnya, maka alangkah jahatnya pihak yang telah
menjadikan saudaranya sebagai tumbal untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka lebih
mementingkan kekuasaan politik dan ekonomi ekonomi-finansial di atas timbunan darah orang-
orang yang tak berdosa95.

David Bloomfield dan Ben Reilly melakukan penelitian atas berbagai konflik horizontal
yang terjadi di Negara-negara Dunia Ketiga. Menurutnya, ada dua elemen kuat yang menjadi
pemicu terjadinya konflik berkepanjangan. Pertama adalah elemen identitas, yaitu mobilisasi
orang dalam kelompok-kelompok identitas komunal yang didasarkan atas ras, agama, kultur,
bahasa, dan lainnya. Kedua adalah elemen distribusi, yakni cara untuk membagi sumber daya
ekonomi, sosial dan politik dalam sebuah masyarakat96.

Konflik dengan latar belakang identitas seperti agama, suku, ras, dan sebagainya seperti
yang terjadi di Poso dapat menciptakan kesempatan opotunis untuk memperpanjang konflik demi
kepentingan tertentu. Kondisi masyarakat yang sangat mudah terprovokasi dan belum terbiasa
dengan keterbukaan, memudahkan untuk melahirkan konflik baru maupun memperkeruh konflik
yang ada.

Selain konflik horizontal (antar kelompok), konflik Poso juga termasuk konflik vertikal
(penduduk dengan pemerintah). Keterlambatan pihak eksekutif, legislative, yudikatif, serta aparat
penegak hukum untuk berkoordinasi merupakan pemicu timbulnya konflik baru diluar harapan.
Langkah aparat yang melakukan kekerasan justru semakin memperkeruh suasana sehingga
konflik makin berkepanjangan.

Melihat lebih dalam konflik yang terjadi di Poso, terdapat maksud politis terselubung dari
konflik yang terjadi. Konflik Poso seakan-akan diperpanjang oleh kalangan politis yang tidak
setuju dengan reformasi dengan menyebarkan informasi untuk mempengaruhi opini publik. Cipta
opini yang dilakukan berupa peredaran isu bahwa era orde baru lebih baik dibanding dengan era
reformasi. Ketika orde baru, Indonesia tenteram dan berdaulat, sedangkan semenjak reformasi

95
Ibid
96
Ibid

22
Indonesia mulai bergejolak. Pembuktian tersebut menyulutkan pikiran masyarakat untuk
menyutujui. Sehingga, anggota gerakan anti reformasi semakin bertambah dan akan menambah
masalah baru yang harus segera diselesaikan.

Selain dari segi politis, konflik Poso juga diwarnai dengan agenda konspirasi besar yang
telah dirancang dengan matang oleh asing untuk menghancurkan bangsa Indonesia dari berbagai
aspek. Di sisi lain, nampaknya konflik yang berdampak kerusuhan ini merupakan bagian dari
skenario konspirasi besar pihak asing untuk menghancurkan tatanan bangsa ini dari segi keutuhan
(kohesi), stabilitas ekonomi dan pembenturan rakyat dengan TNI-Birokrasi.

Indonesia yang memiliki ragam budaya, sumber daya alam melimpah terutama di
Sulawesi Tengah menjadi acuan pengelolaan ekonomi yang maju di sumber daya alam. Poso
yang dekat dengan jalur kelancaran bisnis sebagai target utama pihak asing untuk bisa masuk dan
sengaja direncanakan untuk menghancurkan perekonomian dengan isu SARA. Pihak asing
tersebut tentunya adalah negara-negara Kapital dan liberalis untuk menguasai sektor potensi Poso
yang sengaja ingin hancur agar dapat dikelola olehnya.

Yang perlu diingat adalah kutipan Soekarno mengenai imperialism. Memang zaman
imperialisme modern mendatangkan "kesopanan", mendatangkan jalan-jalan tapi apakah itu
setimbang dengan bencana yang disebabkan oleh usaha-usaha partikulir itu?97 dan kutipan
lainnya. Imperialisme bukan saja sistem atau nafsu menaklukkan negeri atau bangsa lain, tapi
imperialisme bisa juga hanya nafsu atau sistem mempengaruhi ekonomi negeri dan bangsa lain.
Ia tak usah dijalankan dengan pedang atau bedil atau meriam atau kapal perang, tak usah berupa
pengluasan daerah negeri dengan kekerasan senjata sebagai diartikan oleh Van Kol, tetapi juga
berjalan dengan "putarlidah" atau cara "halus-halusan" saja, bisa juga berjalan dengan cara
"pénétration pacifique.98 Kutipan Soekarno ini menunjukkan bahwa pihak asing merupakan
ancaman tersendiri yang akan membahayakan kadaulatan bangsa Indonesia.

Pertanyaan besar untuk penduduk sipil Poso ialah penduduk sipil yang bersenjata. Tidak
mungkin seorang sipil dapat membeli senjata secara legal tanpa bantuan pihak dalam. Keadaan
demikian menjadi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adanya oknum pihak dalam yang

97
Soekarno, ____, Indonesia Menggugat, Jakarta : Departemen Penerangan Republik Indonesia, halaman 46
98
Ibid, halaman 81

23
memberikan senjata kepada sipil, kemungkinan kedua adanya perdagangan senjata secara ilegal
untuk memperlancar konflik Poso.

Tidak menutup kemungkinan aparat pemerintah di Indonesia sudah terdoktrin dengan


pemikiran konspirasi Asing yang di tanamkan untuk menghancurkan bangsanya sendiri. Kondisi
demikian yang di khawatirkannya adalah ketika anak negeri yang disekolahkan ataupun belajar
militer keluar negeri menjadi titik utama doktrinisasi Asing untuk masuk ranah tersebut agar bisa
diterapkan ke Indonesia. Bahaya inilah menjadi sorotan untuk menjaga kedaulatan NKRI.

Konflik Poso memberikan dampak sosial yang cukup besar dan telah banyak merugikan
berbagai pihak dan aspek. Selain kerugian dari segi nyawa dan harta benda, secara psikologis
bendampak besar bagi masyarakat yang mengalami kerusuhan secara langsung. Dampak
psikologis tidak akan hilang dalam waktu yang singkat.

Menurut Heider (dikutip Sears dkk, 1992) perilaku manusia dipengaruhi faktor internal
yang berupa motif, emosi, sikap, kemampuan, kesehatan, keinginan. Sedangkan faktor eksternal
mencakup lingkungan umum, orang yang diajak berinteraksi, tekanan sosial, peran yang
dipaksakan dan sebagainya99. Kondisi lingkungan Poso yang tidak stabil akan sangat berpengaruh
terhadap pola pikir psikologis korban konflik.

Kerusuhan Poso bukan suatu kerusuhan biasa, melainkan merupakan suatu musibah
demokrasi yang harus diselesaikan tanpa menimbulkan masalah baru. Konflik Poso telah
melahirkan berbagai dampak kerusakan. Dampak kerusakan dari konflik Poso dibedakan dalam
beberapa aspek, antara lain :
1. Budaya :
a. Pelanggaran ajaran agama baik Islam maupun Kristen demi tercapainya tujuan politik.
b. Keruntuhan nilai-nilai sintuwu maroso sebagai wujud toleransi perbedaan dalam
kehidupan bermasyarakat.
2. Hukum sosial :
a. Adanya disintegrasi antar dua kelompok (kelompok merah (Kristen) dan kelompok putih
(Islam).

99
Anonim, _____, Pengertian Dampak Psikologis, http://www.psychologymania.com/2013/07/pengertian-dampak-
psikologis.html, diakses 20 November 2015

24
b. Memudarnya nilai-nilai kemanusiaan.
c. Menurunnya stabilitas keamanan dan supremasi hukum.
d. Munculnya rasa dendam antar kedua belah pihak.
3. Sosial politik :
a. Kekacauan system pemerintahan daerah.
b. Merosotnya kewibawaan pemerintah daerah.
c. Hilangnya nilai-nilai demokrasi.
d. Legalisasi pemaksaan kehendak kelompok tertentu.
4. Sosial Ekonomi :
a. Hancurnya sumber ekonomi
b. Penuruan perputaran roda ekonomi daerah.
c. Peningkatan pengangguran disertai penurunan lapangan pekerjaan.

Resolusi Konflik

Konflik Poso telah mengundang perhatian msyarakat Indonesia. Banyaknya korban jiwa
dari masing-masing pihak mendorong untuk melakukan perdamaian antara pihak yang
berkonflik. Akhirnya, pada tangga 18-20 Desember 2001 perdamaian antar kedua belah dihak
diselenggarakan di Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan
yang dinamakan “Deklarasi Malino”. Penyatuan etnis melalui “Deklarasi Malino” diharapkan
dapat melukis kembali keadaan Poso yang damai, tenteran, dan sejahtera sebagaimana sebelum
terjadi konflik. Adapun naskah Deklarasi Malino adalah sebagai berikut :

DEKLARASI MALINO UNTUK POSO

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami yang mewakili masyarakat Muslim dan Kristiani
Poso serta kelompok-kelompok yang ada, setelah mengalami dan menyadari bahwa konflik
dan perselisihan yang berlangsung selama tiga tahun terakhir ini di Kabupaten Poso dan
Kabupaten Morowali, telah membawa penderitaan dan kesengsaraan yang berkepanjangan
bagi rakyat, maka dengan hati yang lapang serta jiwa terbuka, sepakat:

1. Menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan.


2. Menaati semua bentuk dan upaya penegakan hukum dan mendukung pemberian sanksi

25
hukum bagi siapa saja yang melanggar.
3. Meminta aparat negara bertindak tegas dan adil untuk menjaga keamanan.
4. Untuk menjaga terciptanya suasana damai, menolak memberlakukan keadaan darurat
sipil, serta campur tangan pihak asing.
5. Menghilangkan seluruh fitnah dan ketidakjujuran terhadap semua pihak dan
menegakkan sikap saling menghormati dan memaafkan satu sama lain, demi
terciptanya kerukunan hidup bersama.
6. Tanah Poso adalah bagian integral dari Republik Indonesia. Karena itu, setiap warga
negara memiliki hak hidup, datang, dan tinggal secara damai dan menghormati adat
istiadat setempat.
7. Semua hak-hak dan kepemilikan harus dikembalikan kepada pemiliknya yang sah,
sebagaimana adanya sebelum konflik dan perselisihan berlangsung.
8. Mengembalikan seluruh pengungsi ke tempat asal masing-masing.
9. Bersama pemerintah melakukan rehabilitasi sarana dan prasarana ekonomi secara
menyeluruh.
10. Menjalankan syariat agama masing-masing dengan cara dan prinsip saling
menghormati, dan menaati segala aturan yang telah disetujui, baik dalam bentuk
undang-undang, maupun peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan lainnya.

Pernyataan kesepakatan ini kami buat dengan ikhlas dan iktikad baik untuk menjalankan.

Realisasi dari pertanyaan ini, akan dilaksanakan dengan agenda serta rencana sebagai berikut:

I.   Komisi Keamanan dan Penegakan Hukum (Lampiran I)

II.  Komisi Sosial Ekonomi (Lampiran II)

Pemantauan pelaksanaan rencana tersebut, dilakukan oleh Tim Pemantau Nasional dan
Kelompok Kerja (pokja) yang dibentuk di daerah.

Dibuat di: Malino


Sumber : http://blogs.unpad.ac.id/boenga/2011/08/24/deklarasi-malino-untuk-poso/

26
Konflik Poso memang sudah berdamai secara formal. Namun, perdamaian ini bukan
menjadi tolok ukur bahwa Poso akan damai selamanya. Berbagai kericuhan masih kerap terjadi
di Poso. Selama periode 2002-2005 tercatat ada sepuluh kali teror bom terjadi yang menelan
puluhan korban jiwa. Kondisi ini menunjukkan bahwa perdamaian antara kedua belah pihak
melalui Deklarasi Malino hanyalah ”permainan” belaka.

Konflik yang tak kunjung habis ini merupakan tanggung jawab seluruh lapisan
masyarakat Indonesia berperan aktif menjalin kerukunan kehidupan berbangsa dan bernegara
untuk mendapatkan jalan keluar atau solusi terbaik. Upaya yang harus dilakukan dalam hal ini
antara lain :

a. Menghentikan setiap pertikaian untuk membuka lembaran kehidupan baru yang lebih baik.
Baik melalui jalur hukum maupun jalur kekeluargaan sesuai kesepakatan demi tercapainya
pertemuan perdamaian.
b. Bersatunya pengusaha, ekonom, budayawan, anggota masyarakat, mahasiswa, dsb untuk
membangun kedamaian bersama.
c. Mengadakan perundingan terkait kepemimpinan kedua belah pihak untuk mendapatkan
mufakat tanpa mengorbankan salah satu pihak. 
d. Penegakan hukum oleh aparat penegak hukum.
e. Pemberian perlakuan khusus kepada kelompok sipil bersenjata yang berada di tengah-tengah
masyarakat Poso.
f. Menghilangkan segala bentuk kepentingan sepihak.
g. Pencegahan sedini mungkin tindakan provokasi dan intimidasi diantara masyarakat.
h. Peningkatan kewaspadaan terhadap gerak-gerik seseorang atau sekelompok orang yang
berpotensi menimbulkan konflik terulang kembali.
i. Menerapkan seluruh Deklarasi Malino yang telah disepakati bersama.
j. Memberikan penyuluhan materi berupa nilai-nilai toleransi perbedaan.

27
SIMPULAN

Konflik Poso ialah konflik yang telah melibatkan banyak pihak. Baik dari penyebab
konflik maupun proses penyelesaiannya. Berbagai kepentingan saling beradu dalam lading
konflik Poso. Pada mulanya akar permasalahan konflik Poso ialah masalah kesenjangan sosial
yang kemudian semakin melebar dan ketidak adilan terutama dalam hal politik kekuasaan antara
penduduk asli dengan penduduk pendatang. Isu konflik agama sengaja dihembuskan guna
menarik perhatian khalayak dan memperlebar konflik yang terjadi.

Masyarakat Poso yang mudah terprovokasi membuat konflik layaknya api disiram bensin.
Konflik Poso yang menjalar dengan cepat membuat pemerintah sempat tidak tanggap dan tidak
aspiratif terhadap kondisi riil masyarakat Poso. Pergesekan sosial yang timbul merupakan efek
dari kebijakan pemerintah yang kurang tepat dengan kondisi masyarakat Poso. Sedangkan para
ellit rakyat sebagai pemegang mandate rakyat hanya sibuk memikirkan merebut serta
mempertahankan kekuasaan, tanpa memikirkan tanggungjawab mandate yang sedang
diembannya.

Konflik bermula pada pertikaian di kalangan pemuda yang terdapat perbedaa agama antar
kedua pemuda tersebut pada tahun 1998. Konflik kemudian menjalar hingga kesemua kalangan
yang merasakan dan terlibat langsung. Kemudian konflik ini berdampak buruk pada kesenjangan
sosial, dan budaya sosial. Serta berpengaruh pada roda perputaran pemerintahan yang tidak stabil.
Krisis kepercayaan antar umat beragama merupakan salah satu factor pemicu konflik Poso.
Kemunculan segelintir orang sebagai provokator konflik membuat perpecahan semakin
merajalela. Hingga muncul dua golongan, yaitu golongan merah untuk umat Kristen dan
golongan putih untuk umat Muslim.

Pemerintah telah berupaya untuk menyelesaikan konflik Poso berupa Deklarasi Malino
pada akhir tahun 2001. Namun, Deklarasi Malino nampaknya belum cukup meredam konflik dan
berbagai kericuhan kembali terjadi pasca Deklarasi Malino dengan permasalahan yang sama.
Kondisi demikian menunjukkan bahwa konflik Poso merupakan konflik yang telah mendarah
daging dan diperlukan profesionalitas serta keterlibatan oleh seluruh elemen masyarakat dalam
penyelesaiannya. Peningkatan rasa kepercayaan terhadap antar golongan menjadi topik utama
yang harus diperhatikan untuk mewujudkan perdamaian di Poso. Serta mencoba mengadakan

28
perundingan pimimpin dari kelompok bertikai dan usaha memeberikan materi tentang nilai-nilai
toleransi perbedaan sangat penting dilakukan untuk memperlancar proses perdamaian di wilayah
Poso.

29
DAFTAR PUSTAKA
Adhi P. 2008. Analisis Akar Permasalahan Konflik Berdarah di Ambon.
http://adhipwicaksono.blogspot.co.id/2008/05/analisis-akar-permasalahan-konflik.html,
diakses 19 November 2015.

Anonim, _____. Deklarasi Malindo Untuk Poso,


http://blogs.unpad.ac.id/boenga/2011/08/24/deklarasi-malino-untuk-poso/, diakses 19
November 2015.

Anonim, _____. Pengertian Dampak Psikologis,


http://www.psychologymania.com/2013/07/pengertian-dampak-psikologis.html, diakses
20 November 2015.

Anonim, 2003. Konflik Poso, Bali Post. 1 Desember 2003.

Anonim, 2004. Evaluasi Kondisi HAM di Sulawesi Tengah 2004. Sulawesi Tengah : Lembaga
Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia Sulawesi Tengah.

Anonim, 2013. Kerusuhan Poso, https://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Poso, diakses 19


November 2015.

Dahniar Maha, 2015. Analisis Konflik Poso,


http://dahniarmaharegulerb.blogspot.co.id/2015/04/analisis-konflik-poso.html, diakses
19 November 2015.

Erni Agustina, _____. MENCERMATI FENOMENA DIBALIK KERUSUHAN POSO (ANALISIS


MENURUT TEORI ROBERT K MERTON). Jakarta : Universitas Pembangunan
Nasional.

Fadly Pinokio, 2009. Konflik Poso, http://konflikposo.blogspot.co.id/2009/03/konflik-poso.html,


diakses 19 November 2015.

Fahmi Imam, 2012. Konflik Poso, http://fahmiimamfauzy.blogspot.co.id/2012/03/konflik-


poso.html, diakses 29 November 2015.

Fajar Purwawidada, 2014. ANALISIS KONFLIK KOMUNAL DI INDONESIA : KALIMANTAN


BARAT, POSO, AMBON DAN MALUKU UTARA,

30
http://analisishankamnas.blogspot.co.id/2014/07/analisis-konflik-komunal-di-
indonesia.html, diakses 19 November 2015.

Fajar Shadiq, 2015. Aktivis Poso: Aparat Tahu Miras Sumber Konflik, Tapi Kenapa Dibiarkan?.
Kiblat.net, Januari 2015

Ferry Rangi, 2012. Konflik Poso Berdasarkan Teori Konflik Karl Marx,
http://welcomeinmyjourney.blogspot.co.id/2012/01/konflik-poso-berdasarkan-teori-
konflik.html, diakses 19 November 2015.

Fitri Lestari, 2013. Analisis Konflik dan Kekerasan di Maluku,


http://seberkascatatanfitri.blogspot.co.id/2013/09/analisis-konflik-dan-kekerasan-di-
maluku.html, diakses 19 November 2015.

Hasrullah, 2009. DENDAM KONFLIK POSO, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Hery Prasetyo, 2012. Penyebab Konflik Poso,


http://hery15061993.blogspot.co.id/2012/01/penyebab-konflik-poso.html, diakses 19
November 2015.
Israwati S, _____. Manajemen Konflik Masyarakat Poso Pasca Deklarasi Malino (Tesis), Jakarta
: Universitas Indonesia.

Jukriadi, 2014. Makalah Konflik Poso, http://jukriadit.blogspot.co.id/2014/04/makalah-konflik-


poso.html, diakses 19 November 2015.

Kispret, 2011. Membahas Kristen, Belajar Agama Islam yang Indah, Membantah Fitnah Kristen
dan Agama lain selain Islam, http://krispret.blogspot.co.id/2011/09/jangan-lupakan-
poso-25-desember-1998.html, diakses 19 November 2015.

Patria, 2013. Kenangan Pahit, Desember 1998 Kerusuhan Poso Meletus, Berita Kawanua. 26
Desember 2013.

Rohaiza Ahmad, dkk, 2011. Pengelolaan Konflik di Indonesia - Sebuah Analisis Konflik di
Maluku, Papua, dan Poso.

31
Seta Basri, _____. Konflik-konflik Horizontal di Indonesia dengan Contoh Kasus Poso dan
Maluku, http://setabasri01.blogspot.co.id/2012/06/konflik-konflik-horizontal-di-
indonesia.html, diakses 19 November 2015.

Soekarno, ____, Indonesia Menggugat, Jakarta : Departemen Penerangan Republik Indonesia

https://www.academia.edu/19027680/ANALISIS_KONFLIK_DAN_RESOLUSI_KONF
LIK_SOSIAL_DI_POSO_SULAWESI_TENGAH

32

Anda mungkin juga menyukai