Anda di halaman 1dari 10

“ KERUSUHAN DAN BENTROKAN AKIBAT KONFLIK AGAMA “

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI

Disusun oleh :
Feniki liodicia Tarigan
Febrian sumandoro sinaga

SMP BUDI MURNI 3


YAYASAN PERGURUAN KATOLIK DON BOSCO MEDAN
2023
Timbulnya kerusuhan dan bentrokan
Provokasi dan konflik agama yg semakin meluas dan tidak segera terselesaikan
akan dapat menimbulkan kerusuhan dan bentrokan antara pihak yg berkonflik ,
contohnya yaitu :

1.KONFLIK POSO
konflik poso adalah sebutan untuk serangkaian kerusuhan yg terjadi di kabupaten
poso,sulawesi tengah .konflik ini terjadi sejak 25 desember 1998 hingga 2001.
Desember 1998 Pada malam natal, 24 Desember 1998, yang kebetulan bertepatan dengan
Ramadan, seorang pemuda asal kelurahan mayoritas Protestan di Lambogia bernama Roy
Runtu Bisalemba menikam Ahmad Ridwan, seorang Muslim. Informasi yang tersebar di pihak
Kristen menyebutkan bahwa Ridwan melarikan diri ke masjid setelah ditikam. Sedangkan versi
Muslim menggambarkan bahwa kejadian ini merupakan sebuah serangan terhadap pemuda
Muslim yang tertidur di halaman masjid. Para tokoh pemuka agama kedua belah pihak
kemudian bertemu. Keduanya sepakat bahwa sumber masalahnya terdapat pada minuman
keras.
Peristiwa Konflik Poso dimulai dari sebuah bentrokan kecil antarkelompok pemuda sebelum
akhirnya menjalar menjadi kerusuhan bernuansa agama. Dari peristiwa ini, dirinci bahwa
terdapat 577 korban tewas, 384 terluka, 7.932 rumah hancur, dan 510 fasilitas umum terbakar.
Kerusuhan ini kemudian berakhir pada 20 Desember 2001 dengan ditandangani Deklarasi
Malino antara kedua belah pihak.
LATAR BELAKANG :
Latar Belakang Kabupaten Poso adalah salah satu dari delapan kabupaten yang ada di Provinsi
Sulawesi Tengah. Kabuten Poso ini memiliki penduduk mayoritas Muslim di desa-desa,
sedangkan mayoritas Protestan di dataran tinggi. Selain penduduk asli Muslim, terdapat juga
pendatang orang Bugis dari Sulawesi Selatan dan Gorontalo bagian utara.
Kabupaten Poso ini juga menjadi fokus program transmigrasi pemerintah. Tujuan program
transmigrasi ini adalah untuk membawa warga dari daerah padat penduduk mayoritas Muslim,
seperti Jawa dan Lombok, serta pulau Bali yang dominan Hindu.
Pertemuan ini pun berakhir dengan bentrokan di antara keduanya. Selanjutnya pada 27
Desember 1998, sekelompok orang Kristen besenjara yang menaiki truk dari Tentena tiba,
dipimpin oleh Herman Parimo, anggota DPRD Poso.
parimo diketahui merupakan anggota dari gerakan pemuda sulawesi tengan (GPST).di sisi lain,
terdapat sembilan truk muslim tiba di palu,parigi dan ampana.bentrokan pun terjadi , dimana
polisi tidak mampu menangkal mereka

April 2000 Pada April 2000 terjadi persidangan mantan bupati Afgar Patanga. Dalam
persidangan tersebut, Patanga didakwa telah menyalahgunakan dana dari program kredit
pedesaan. Ada rumor bahwa sebagian dana tersebut digunakan menyewa massa untuk
menyerang gedung peradilan.
mei 2000
kejadian bulan mei 2000 ini merupakan pertempuran terbesar dan terparah
periode ini didominasi oleh serangan balasan kelompokk kristen terhadap muslim.selain
itu,terjadi juga berbagai kejadian penculikan dan pembunuhan
pada awal mei, muncul rumot bahwa banyak pemuda kristen telah melarikan diri ke sebuah
kamp pelatih di kerei
pasukan kristen ini menamain operasi ini "kelelawar merah" dan "kelelawar hitam". pasukan
ini disebut sebut dipimpin oleh fabianus tibo,seorang imigran dari flores,NTT
Pagi hari tanggal 23 Mei, sekelompok pasukan kelelawar hitam membunuh seorang polisi,
Sersan Mayor Kamaruddin Ali dan dua warga sipil Muslim, Abdul Syukur dan Baba.
Kelompok ninja (kelelawar hitam) ini kemudian bersembunyi di sebuah kereja katolik di
Kelurahan Moengko. Mereka pun mulai bernegosiasi dengan polisi untuk menyerah. Para
warga Muslim juga telah menunggu di depan gereja
Pasukan ninja bukannya menyerahkan diri, justru kabur ke perbukitan belakang gereja. Aksi ini
kemudian menyulut kemarahan para Muslim. Mereka membakar gereja tersebut pukul 10.00
WIB
pada 28 mei , serangan semakin meluas terhadap warga islam.para wanita dan anak anak
ditangkap.bahkan beberapa di antaranya mengalami pelecehan seksual
Sekitar 70 orang berlari ke pesantren terdekat, Pesantren Walisongo, di mana banyak warga
Muslim dibunuh dengan senjata api dan parang. Orang-orang yang kabur pun berhasil
ditangkap yang kemudian dieksekusi dan mayatnya dilempar ke Sungai Poso. Sekitar 39
jenazah ditemukan di tiga kuburan massal dengan total kematian sekitar 191 orang.

PENYELESAIAN
Setelah kerusuhan mulai mereda, Mabes Polri di Jakarta mendirikan Komando Lapangan
Operasi. Melalui kebijakan ini, operasi militer di Poso dilaksanakan dengan berbagai sandi
operasi. Pada tahun 2000 digelar Operasi Sadar Maleo.
Konflik Poso ini diakhiri dengan penandatangan Deklarasi Malino, 20 Desember 2001. Deklarasi
Malino adalah perjanjian damai antara pihak Kristen dan Islam. Sebelum penandatanganan,
dirinci bahwa terdapat 577 korban tewas, 384 terluka, 7.932 rumah hancur, dan 510 fasilitas
umum terbakar.

2.KONFLIK GAM
Kecenderungan sistem sentralistik pemerintahan Soeharto, bersama dengan keluhan
lain mendorong tokoh masyarakat Aceh Hasan di Tiro untuk membentuk Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) pada tanggal 4 Desember 1976 dan mendeklarasikan kemerdekaan
Aceh.
Sebelum resmi bernama Gerakan Aceh Merdeka, kelompok ini menyebut dirinya
dengan nama Aceh Merdeka (AM). Gerakan ini kemudian juga dikenal dengan sebutan
Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF).
Penyebab Munculnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Latar belakang kemunculan
Gerakan Aceh Merdeka adalah konflik yang bersumber dari perbedaan pandangan
tentang hukum Islam, kekecewaan tentang distribusi sumber daya alam di Aceh, dan
peningkatan jumlah pendatang dari Jawa. Pemerintah pusat saat itu disebut sentralistis
yang memicu tumbuhnya rasa kekecewaan di benak masyarakat Aceh. Sayangnya,
saat itu cara mengatasi Gerakan Aceh Merdeka yang diambil oleh pemerintah pusat
kurang tepat hingga muncul perlawanan yang kemudian dimanfaatkan kelompok
tersebut untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Pada akhirnya konflik yang
terjadi sejak 1976 hingga 2005 ini justru merugikan kedua belah pihak dan telah
menelan nyawa sebanyak hampir 15.000 jiwa. Kronologi Konflik Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) 1976-1977 Setelah terjadi pernyataan dari Hasan Tiro di tahun 1976,
milisi GAM mulai melakukan gerakan-gerakan represif. Perlawanan yang terjadi melalui
teknik gerilya itu menewaskan milisi GAM dan juga masyarakat sipil. Walau begitu,
gerakan milisi GAM berhasil digagalkan oleh pemerintah pusat dan kondisi bisa
dinetralisir. 1989-1998 GAM kembali melakukan aktivitas setelah mendapatkan
dukungan dari Libya dan Iran berupa peralatan militer. Pelatihan perang yang didapat di
luar negeri menyebabkan perlawanan mereka tertata dan terlatih dengan baik sehingga
sulit dikendalikan. Hal ini membuat pemerintah merasakan munculnya ancaman baru,
yang kemudian menjadi alasan ditetapkannya Aceh sebagai Daerah Operasi Militer
(DOM). Pembakaran desa-desa yang diduga menampung anggota GAM dibakar, dan
militer Indonesia menculik dan menyiksa anggota tersangka tanpa proses hukum yang
jelas. Diyakini terjadi setidaknya 7.000 pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) selama
pemberlakuan DOM di Aceh.

1998 Lengsernya pemerintahan Orde Baru dengan mundurnya Presiden Soeharto dari
jabatan presiden memberi peluang bagi GAM membangun kembali kelompok mereka.
Presiden BJ Habibie pada 7 Agustus 1998 mencabut status DOM dan memutuskan
menarik pasukan dari Aceh yang justru memberi ruang bagi GAM untuk
mempersiapkan serangan berikutnya.
2002 Pada 2002 kekuatan militer dan polisi di Aceh semakin berkembang dengan
jumlah pasukan menjadi sekitar 30.000. Setahun setelahnya, jumlah pasukan semakin
meningkat hingga menyentuh angka 50.000 personil. Bersamaan dengan hal tersebut,
terjadi juga berbagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh milisi GAM yang
mengakibatkan jatuhnya ribuan korban dari pihak sipil.
2003 Masyarakat Aceh akan mengingat kejadian di tanggal 19 Mei 2003 di mana Aceh
dinyatakan sebagai daerah dengan status darurat militer. Hal ini dilakukan setelah
Presiden Megawati Soekarnoputri menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun
2003 tentang Darurat Militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berlaku mulai
Senin (19/5/2003) pukul 00.00 WIB. Adapun usaha pemerintah yang ditempuh melalui
kekuatan militer di Aceh juga mulai terlihat hasilnya pada tahun 2003.
Gempa bumi yang menimpa wilayah Sumatera termasuk aceh pada 26 Desember 2004
memaksa kedua pihak yang bertikai untuk duduk bersama di meja perundingan,
dengan inisiasi dan mediasi oleh pihak internasional. Hal ini juga menjadi permulaan
usaha GAM untuk menuntut kemerdekaan Aceh melalui jalur-jalur diplomatik. Pihak
pemerintah Indonesia dan GAM pada 27 Februari 2005 bersama-sama memulai
langkah perundingan dengan melakukan pertemuan di Finlandia. Delegasi Indonesia
dalam perundingan itu diwakili oleh Hamid Awaluddin, Sofyan A. Djalil, Farid Husain,
Usman Basyah, dan I Gusti Wesaka Pudja. Sementara dari pihak GAM diwakili oleh
Malik Mahmud, Zaini Abdullah, M Nur Djuli, Nurdin Abdul Rahman, dan Bachtiar
Abdullah. Dari pertemuan tersebutlah muncul beberapa kesepakatan antara pemerintah
Indonesia dengan GAM untuk mencapai perdamaian. Kesepakatan tersebut terdiri dari
enam bagian, yaitu: Menyangkut kesepakatan tentang Penyelenggaraan Pemerintahan
di Aceh.
Tentang Hak Asasi Manusia.
Tentang Amnesti dan Reintegrasi GAM ke dalam masyarakat,
Tentang Pengaturan Keamanan.
Tentang Pembentukan Misi Monitoring Aceh.
Tentang Penyelesaian Perselisihan.
Termuat pula 71 butir kesepakatan yang diantaranya menyebutkan: Aceh diberi
wewenang melaksanakan kewenangan pada semua sektor publik Keamanan nasional
Hal ikhwal moneter dan fiskal Kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama.
Perdamaian ini kemudian ditandai dengan ditandatanganinya nota kesepahaman
antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah RI di Helsinki, Finlandia.
Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh tim yang bernama Aceh Monitoring
Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN. Pasca perjanjian damai,
senjata GAM yang berjumlah 840 diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005,
menyusul pembubaran secara formal sayap militer Tentara Neugara Aceh (TNA) pada
27 Desember 2005 sebagaimana dilaporkan oleh juru bicara militernya, Sofyan
Dawood. Menyusul hal tersebut, pemerintah Indonesia juga mengeluarkan UU No. 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang memberikan keleluasaan
khusus bagi Aceh dalam menjalankan pemerintahannya sendiri (otonomi khusus).
3.KONFLIK ROHINGYA DI MYANMAR
Perbedaan-perbedaan yang berkaitan dengan etnis dan agama merupakan masalah
yang sangat peka dan mudah menyulut konflik-konflik terbuka bahkan dapat
menyebabkan intensitas kekerasan yang tinggi, menelan banyak korban jiwa seperti
halnya konflik yang terjadi di Myanmar antara agama Islam dan Budha yang berdampak
jangka panjang bagi etnis Rohingya yang beragama Islam.
Egoisme pemerintah Myanmar yang tidak mengakui adanya etnis Rohingya di
Myanmar membuat adanya pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Rohingya.
Akibat konflik tersebut, puluhan ribu warga Rohingya terlunta-lunta mengungsi ke
negara lain, termasuk Indonesia

Sejarah Awal Mula Konflik Rohingya


Konflik yang terjadi di Myanmar melibatkan dua etnis yakni etnis Rohingya sebagai
minoritas dan etnis Rakhine sebagai mayoritas. Konflik ini bisa dibilang tak bisa
dipisahkan dari faktor sejarah. Kata Rohingya sendiri berasal dari Rohang, yang
merupakan nama lama dari negara bagian Arakan.Sementara Arakan dulunya
merupakan sebuah negara independen yang pernah dikuasai secara bergantian oleh
orang Hindu, Budha, dan Muslim. Pengaruh Islam mulai masuk ke wilayah Arakan pada
tahun 1203 M, dan pada akhir 1440 M Arakan resmi menjadi sebuah negara muslim
yang ditandai dengan Perjanjian Yandabo yang menyebabkan Burma, Arakan dan
Tenasserim dimasukkan ke wilayah British-India. Selama 350 tahun kerajaan Muslim
berdiri di Arakan dan Umat Islam hidup dengan tenang.

Namun, pada 24 September 1784 M Raja Boddaw Paya dari Burma menginvasi Arakan
dan menguasainya. Pada 1824-1826 perang Anglo-Burma pertama kali pecah. Perang
ini berakhir pada 24 Februari 1426. Tahun 1935 diputuskan bahwa Burma terpisah dari
British-India tepatnya mulai tanggal 1 April 1937 melalui keputusan ini pula
digabungkanlah Arakan menjadi bagian British-Burma
Hal ini bertentangan dengan keinginan mayoritas penduduknya yang beragama Islam
dan ingin bergabung dengan India.Hingga pada akhirnya Arakan menjadi bagian Burma
yang merdeka pada Tahun 1948.Tak seperti etnis lain yang setidaknya diakui
kewarganegaraannya oleh Myanmar, masyarakat Rohingya dianggap sebagai
penduduk sementara. Dianggap sebagai "orang asing" membuat masyarakat Rohingya
tidak diperbolehkan bekerja sebagai pengajar, perawat, abdi masyarakat atau dalam
layanan masyarakat mereka dianggap sebagai orang-orang yang tak bernegara dan
tidak diakui oleh pemerintah Myanmar.

Penyebab Konflik Rohingya


Penyebab konflik di Provinsi Rakhine yang melibatkan etnis Rakhine dan Rohingya
disebabkan oleh banyak faktor di antaranya sebagai berikut:

1. Pemerkosan Ma Thida Htwe


Pemicu konflij mulai terjadi pada saat aparat pemerintah melakukan penahanan tiga
tersangka atas pembunuhan seorang gadis yang bekerja sebagai tukang jahit dari etnis
Rakhine, Ma Thuda Htwe (27 tahun), putri U Hla Tin dari perkampungan
Thabyechaung, Desa Kyauknimaw, Yanbe.
Gadis 27 tahun tersebut ditikam sampai mati disertai pemerkosaan oleh tiga orang dari
etnis Rohingya yakni Htet Htet (a) Rawshi bin U kyaw Thaung (Bengali/Muslim), Rawphi
bin Sweyuk tamauk (Bengali/Muslim) dan Khochi bin Akwechay (Bengali/Muslim).
Aparat kepolisisan Rakhine melakukan penahanan ketiga tersangka tersebut secara
tidak transparan sehingga menekan amarah kedua etnis.

2. Warga Rohingya Etnis Bengali Tidak Diakui Sebagai Penduduk Asli Myanmar

Adanya UU Kewarganegaraan tahun 1982 yang menjadikan warga Rohingya etnis


Bengali tidak diakui kewarganegaraannya membuat nasib mereka penuh dengan
ketidakpastian bahkan mereka sering mendapatkan perlakuan sadis dari junta militer
Myanmar seperti penjarahan, pembakaran hidup-hidup, pengrusakan tempat tinggal
dan rumah ibadah, pemerkosaan, dan pembunuhan secara sewenang-wenang melalui
Operasi Nagamind tahun 1990.

3. Diskriminasi Budaya Oleh Pemerintah


Penduduk Myanmar tidak pernah mengakui warga Rohingya etnis Bengali sebagai
etnis, mereka menganggap sebagai “Muslim Arakan”, “Muslim Burma” atau “Bengal dari
Burma” adalah nama-nama yang disematkan kepada Rohingya sebagai bahan
ejekan.Tidak hanya pemerintah Burma yang mengintimidasi mereka, tetapi juga junta
militer pun menggembar-gemborkan gerakan anti Islam di kalangan masyarakat
Buddha Rakhine dan penduduk Burma sebagai bagian dari kampanye memusuhi
Rohingya.Sebagian masyarakat Rakhine dan Burma menolak untuk mengakui
Rohingya sebagai golongan etnis, dan mereka telah ditolak dalam keanggotaan Dewan
Nasional Etnis. Etnis Rohingya merasa menjadi golongan kelas kedua sebagai
masyarakat tertindas.

Hasil penelitian dan pembahasan bahwa cara penyelesaian sengketa pertama yang
mungkin ialah melalui konsiliasi dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi dikarenakan terdapat penggabungan fungsi inquiry dengan mediasi dengan
tujuan terciptanya rekonsiliasi bangsa yang telah terpecah di Myanmar. Bentuk
penyelesaian sengketa kedua ialah melalui PBB, khususnya hal ini dikarenakan telah
memenuhi unsur masalah ancaman atau pelanggaran keamanan dan perdamaian dunia,
namun terjadi veto dalam DK PBB, oleh karena itu terdapat fungsi ekstra Majelis Umum
perihal veto yang berdasarkan Resolusi 377 A (V) “Uniting for Peace Resolution” tahun
1950 dengan menyelenggarakan sidang darurat khusus untuk membentuk komisi-
komisi penyelidikan dan pasukan PBB terhadap pelanggaran HAM di Myanmar. Sanksi
yang dapat diterapkan ialah sanksi ekonomi dikarenakan sebagai alat penegakan hukum
yang paling efektif dalam proses edukasi dan peningkatan standar hak asasi manusia di
Myanmar. Proses ini dimaksudkan agar negara Myanmar bersikap kooperatif dan
terbuka dan melakukan langkah penguatan dengan melakukan tindakan ratifikasi
instrumen hukum hak asasi manusia internasional. Proses kedepannya diharapkan agar
adanya penghapusan hak veto untuk kemudahan dalam mewujudkan peningkatan
perdaban manusia berhubungan dengan keamanan dan perdamaian dunia.

Anda mungkin juga menyukai