Anda di halaman 1dari 13

RAIHAN PERMATA ALFARIZI

2022.356
TON 3D/R14

RINGKASAN ISI BUKU

“POSO : DIBLALIK OPERASI MADAGO RAYA”

A. Judul Buku : “Poso : Diblalik Operasi Madago Raya”


Penulis : Irjen Pol (Purn) Drs. Abdul Rakhman Baso, S.H. dan Mayjen
Tni Farid Makhruf, M.A.
Penerbit : Red And White Publishing
Tahun Terbit : 202
Jumlah Halaman : 207 Halaman

B. Jumlah Bab : 5 Bab


Bab 1 : Anatomi Sebuah Konflik
Bab 2 : Jejak Terorisme Poso
Bab 3 : Operasi Madago Raya
Bab 4 : Menuntaskan Terorisme
Bab 5 : Langkah Panjang Mematut Poso

C. Ringkasan Buku
1. BAB I Anatomi Sebuah Konflik
a. Mengapa Poso
Poso merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Tengah yang dikenal
sebagai “Mutiara Katulistiwa”. Adapun secara demografis, komposisi pemeluk
agama di Poso meliputi: Protestan (59, 45%), Islam (33,60%), Katolik
(1,35%), Hindu (5,60%), dan Budha (0,01%). Sedangkan ditinjau dari
keragaman suku disana masih sangat beragam meliputi Panoma, Puri, Napu,
Besoa, dan Bada. Dari keberagaman tersebut sanagat memiliki potensi konflik
atas perbedaan.
b. Benang Kusut Konflik Komunal

Konflik yang terjadi di Poso mulai terjadi ketika pergerseran rezim


Orde Baru transisi kekuasaan Soeharto. Dan yang peling sering terjadi adalah
konflik antar agama. Poso merupakan wilayah dengan rentan konflik terlama,
sejak 1998 hingga September 2022. Motif yang umumnya terjadi ialah
berkutat pada masalah perbedaan agama dan politik. Jika Poso dipetakan
sebagai konflik agama, maka anggapan itu tidaklah tepat. Akar konflik di
Poso menjadi rumit karena didukung oleh faktor ekonomi-politik, serta
golongan tertentu yang mengatasnamakan agama dan etnis sebagai
kendaraan politik.

c. Dari Konflik Horizontal Menjadi Vertikal


Kelompok yang sering berseteru sering dianamakan sebagai Kelompok
Putih (Islam), dan Kelompok Merah (Kristen). Konflik ini bermula dari 24-28
Desember 1998 dengan permasalahan sepele, sebuah perseteruan antar remaja,
hingga memanasnya pemilihan kepala daerah yang berbuntut konflik hingga
20 tahun.
d. Menuju Sintuwu Maroso Sepenuhnya
Larut hingga 20 tahun berlalu, walaupun keadaan sekarang sedikit
kondusif, tetapi tidak sedikit yang menbut Poso sebagai “Sintuwu Maroso”.
Kata sintuwu (Besatu, Sekata, Sepakat) dan “Maroso” (Kuat, Kokoh dan
Teguh). Benih-benih radikalisme di Sulawesi seolah memiliki tahapan yang
mengarah pada isu terorisme. Penyebabnya adalah kaderisasi yang
berkesinambungan di kalangan anak muda yang sangat sulit terditeksi. Oleh
karena itu TNI membuat sebuah program “Banua Sintuwu Maroso” sebagai
bentuk ikhtiar merawat perdamaian di Poso.

Anatomi dan Kronologis Konflik

 (1998) Awal Mula Konflik Komunal


Diawali dengan pertiakan dua remaja yang berbeda agama, hingga
mencuat di kontentasi pemilihan Bupati.
 (2000) Tragedi Walisongo
Konflik komunas terus terjadi, puncaknya Mei-Juni 2000. Milisi
Kristen menyerang perkampungan dan pesantren Walisongo.
 (2001) Cikal Bakal Terorisme
Kekerasan, pengeboman, pembakaran rumah, terjadi di pinggiran
Poso. Pembunuhan terhadap 14 muslim di Dusun Buyung merupakan
cikal bakal terorisme yang tergabung dalam milisi Laskar Jihad.
 (2001) Deklarasi Malino
Inisiatif pemerintah pusat mendamaikan Poso dengan melibatkan
perwakilan yang bersiteru yang menandatangani Deklarasi Perdamaian
Malino di Poso.
 (2006) Dari Konflik Horizontal-Vertikal
Bentrok warga lokal dengan Brimob di Gabanngrejo. Polisi akhirnya
membuat DPO diikuti dengan penangkapan oknum.
 (2007) Penyergapan Teroris DPO di Tanah Runtuh
Dilakukan operasi bersenjata dari keolpok DPO menewaskan 13 warga
sipil dan Polisi.
 (2011) Serangan Kelompok Santoso
Serangan yang menwaskan tiga Polisi di Palu merupakan titik balik
perlawanan gerilya kelompok Santoso dan Polri.
 (2012) Mujahidin Indonesia Timur
Santoso, atas nama Mujahidin Indonesia Timur mengeluarkan
pernyataan menantang Densus 88.
 (2015) Operasi Camar Malelo dan Tewasnya Santoso
Polisi menggelar operasi yang terdiri dari gabungan TNI-Polri berhasil
menangkap pengikut Santoso, dan pada 2016 Santoso tewas dlam baku
tembak.
 (2021) Operasi Madago Raya
Operasi ini mengedepankan pendekatan kepada masyarakat. Strategi
ini berhasil mengumpulkan lebih banyak informasi dan berhasil
menembak mati Ali Kalora dan sisa kelompoknya.

2. BAB II Jejak Terorisme Poso


a. Terorisme di Indonesia
Terorisme di Indonesia merupakan isu yang serius dan telah menjadi
perhatian utama pemerintah dan masyarakat. Negara ini telah mengalami
serangkaian serangan teroris yang mengakibatkan kerugian besar baik dari
segi manusia maupun ekonomi. Meskipun pemerintah telah mengambil
langkah-langkah untuk meningkatkan keamanan dan melakukan
pemberantasan terhadap jaringan teror, tantangan tersebut masih tetap ada.
Kolaborasi antara pihak keamanan, lembaga pemerintah, dan partisipasi aktif
masyarakat menjadi kunci untuk mengatasi ancaman terorisme serta
menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi semua orang di Indonesia.
Sedangkan radikalisme di Indonesia merupakan permasalahan
kompleks yang mencakup berbagai spektrum ideologi dan keyakinan.
Terdapat beragam faktor yang mempengaruhi penyebaran radikalisme, seperti
ketimpangan sosial-ekonomi, isu identitas, serta akses luas terhadap informasi
dan media sosial. Upaya pencegahan dan penanggulangan radikalisme
melibatkan pendekatan yang holistik, termasuk pembangunan kesadaran akan
bahaya radikalisme, pendidikan yang inklusif, serta memperkuat kerangka
kerja hukum dan keamanan. Pentingnya kerjasama antarlembaga pemerintah,
masyarakat sipil, dan lembaga pendidikan menjadi kunci dalam menangani
serta mencegah penyebaran ideologi radikal yang dapat mengancam stabilitas
dan kerukunan social.
Selain itu, Islam fundamental merupakan interpretasi yang
menekankan pada prinsip-prinsip dasar agama Islam, namun seringkali
digunakan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk membenarkan tindakan
ekstrem dan kekerasan. Penggunaan istilah "jihad" sebagai pembenaran untuk
tindakan terorisme telah menyulut kontroversi besar di dalam dan di luar
komunitas Muslim. Sebagai konsep, jihad memiliki makna luas yang meliputi
perjuangan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk perjuangan batiniah
untuk meningkatkan kebaikan dalam diri sendiri maupun perjuangan fisik
dalam konteks pertahanan diri atau keadilan. Namun, penggunaan yang salah
dan manipulatif terhadap konsep ini oleh kelompok-kelompok radikal telah
menciptakan stigma negatif yang merugikan bagi umat Islam secara
keseluruhan. Pendidikan, dialog antaragama, dan pemahaman yang lebih
mendalam terkait konteks dan ajaran agama dapat membantu mengatasi
penyalahgunaan istilah jihad yang seringkali terkait dengan tindakan
terorisme.
b. Strategi Aksi Teror di Poso
Pasca deklarasi Malino terdapat beberapa tragedi yang mengarah pada
terorisme, mulai dari penembakan, peledakan bom di Pasar Sentra Poso, dan
peledakan bom di Tantena. Aktivitas lainnyab yang mulai terorganisisr mulai
terjadi pada tahun 2012 ketika dua orang Polisi tewas yang didalangi oleh
kelompok Santoso.
Isu terorisme di Poso telah melibatkan ajaran-ajaran yang dihubungkan
dengan pemikiran Ibnu Qudamah, seorang ulama terkenal dalam tradisi Islam.
Meskipun Ibnu Qudamah sendiri merupakan figur sejarah yang
mengemukakan banyak pandangan tentang agama, kelompok-kelompok
ekstrem di Poso sering kali memanfaatkan pemahaman dan interpretasi
selektif terhadap ajaran-ajarannya untuk membenarkan tindakan kekerasan
dan teror. Penggunaan pemikiran Ibnu Qudamah dalam konteks terorisme di
Poso sering kali dipolitisasi dan diubah-ubah maknanya, mengarah pada
pemahaman yang menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya. Hal ini
menunjukkan bahwa manipulasi terhadap ajaran agama sering menjadi alat
untuk melegitimasi aksi-aksi terorisme, dan pentingnya pemahaman yang
tepat terkait ajaran agama untuk mencegah penyalahgunaan ideologi dalam
konteks ekstremisme dan kekerasan.
c. Masuknya Mujahidin Luar
Masuknya Mujahidin Luar selama konflik di Poso telah menjadi salah
satu dinamika kompleks yang memperumit situasi di wilayah tersebut.
Kelompok Mujahidin Luar, yang berasal dari luar daerah konflik, datang ke
Poso dengan motivasi dan tujuan yang beragam. Ada yang datang dengan niat
membantu warga setempat dalam mempertahankan diri dari serangan atau
konflik, namun ada pula yang memanfaatkan situasi ini untuk mengejar
agenda politik atau ideologis yang lebih luas. Masuknya Mujahidin Luar
seringkali memperburuk situasi, memperluas konflik, serta memperkenalkan
dinamika dan strategi yang lebih kompleks dalam konteks konflik Poso.
Dua kategori kelompok jihadis yang memainkan peran penting dalam
dinamika konflik di Poso adalah Jamaah Islamiyah (JI) dan Mujahidin
Kompak (Komite Aksi Penanggulangan Akibat Krisis). Jamaah Islamiyah,
yang memiliki hubungan dengan jaringan terorisme global, telah diidentifikasi
sebagai salah satu kelompok yang terlibat dalam serangkaian aksi teror di
Indonesia, termasuk beberapa insiden di Poso. Sementara itu, Mujahidin
Kompak adalah kelompok lokal yang terbentuk sebagai respons terhadap
konflik di wilayah tersebut. Meskipun mereka memiliki akar lokal yang lebih
kuat, kelompok ini juga terlibat dalam beberapa insiden kekerasan dan konflik
di Poso, meskipun dengan cakupan dan tujuan yang mungkin berbeda dari JI.
Kedua kelompok ini mencerminkan dinamika yang kompleks dalam konflik
Poso, dengan JI yang memiliki jaringan yang lebih luas sementara Mujahidin
Kompak cenderung lebih terfokus pada isu-isu lokal.
d. Akhirnya Polisi Mengeluarkan DPO
Seperti namanya, Polisi menetapkan setidaknya 29 nama dalam Daftar
Pencarian Orang (DPO), diantaranya adalah pendiri pesantran Amanah atas
nama ustadz Muhammad Adnan Arsal dan para pengikutnya.
e. Awal Mula Teror MIT
Kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) atau yang dikenal
sebagai kelompok Santoso bermula dari pergerakan radikal yang tumbuh di
Poso, Sulawesi Tengah. Awalnya dipimpin oleh Santoso, mereka mulai
mencuat pada awal 2010-an dengan ideologi yang mengadvokasi
pembentukan negara Islam di Indonesia. Santoso, seorang mantan tahanan
terkait aktivitas teroris, memanfaatkan ketegangan antaragama di Poso untuk
merekrut anggota dan menguatkan pengaruhnya. MIT menggunakan taktik
gerilya, melakukan serangan terhadap aparat keamanan, dan mendapatkan
perhatian luas dengan serangkaian aksi teror, termasuk pembunuhan dan
serangan terhadap warga sipil yang menurut mereka tidak sejalan dengan
ajaran radikal mereka.
Pertumbuhan MIT terkait erat dengan kondisi sosial-politik di Poso
yang tegang, ditambah dengan masalah ekonomi dan ketidakstabilan
keamanan. Ketidaktahuan dan ketidaksenangan terhadap pemerintah serta
penyebaran ideologi radikal di tengah masyarakat yang rentan menjadi medan
subur bagi pertumbuhan kelompok ini. Selain itu, ketika terjadi konflik di
Poso pada tahun 2000-an, kelompok ini memanfaatkan situasi tersebut untuk
merekrut anggota dan menguatkan basis mereka, menjadikan Poso sebagai
panggung bagi kegiatan mereka yang merusak dan mengancam stabilitas
wilayah.
f. Episode Operasi Keamanan
Episode operasi keamanan di Poso merupakan bagian penting dari
upaya pemerintah untuk menanggulangi kelompok-kelompok teroris dan
meningkatkan keamanan di wilayah tersebut. Operasi-operasi ini melibatkan
aparat keamanan, seperti polisi dan pasukan khusus, yang bertujuan untuk
menindak kelompok-kelompok radikal seperti Mujahidin Indonesia Timur
(MIT) dan kelompok terkait. Upaya ini termasuk operasi-operasi
pemberantasan, penangkapan terhadap anggota kelompok teroris, serta usaha
untuk menghentikan sumber daya dan dukungan bagi kelompok-kelompok
tersebut. Meskipun operasi-operasi keamanan ini berupaya untuk memulihkan
stabilitas dan keamanan di Poso, tantangan tetap ada dalam memastikan
bahwa upaya-upaya ini tidak hanya bersifat reaktif namun juga mengarah pada
pencegahan dan pengurangan potensi radikalisme yang bisa memicu konflik
lebih lanjut.
Konflik yang berkepanjangan dengan para pejabat pemerintahan dan
militer yang berganti memiliki perhatian penuh atas konflik ini. Mulai dari
Operasi Camar Maleo, hingga Operasi Tinombala. Setelah dibawah
kepemimpinan Irjen Pol Abdul Rakhman Baso, sejak Januari 2021 operasi ini
diperkenalkan sebagai Madago Raya dengan melibatkan Komando Operasi
TNI yang dipimpin oleh Richard T.H Tapalumbon. Selama kurang lebih satu
tahun tujuh anggota MIT yang selama ini bersembunyi berhasil dituntaskan.

3. BAB III Operasi Madago Raya


a. Strategi Baru Mengubah Arah Operasi
Operasi Madago Raya merupakan inisiatif terbaru dari Irjen Pol Abdul
Rakhman Baso yang dalam bahasa Bare’e memiliki arti baik hati. Strategi ini
berbeda dengan sebelumnya yang menggunakan hard approach, kali ini
mengutamakan pendekatan soft approach.
b. Melakukan Pendekatan Lunak Membangun Fondasi Operasi
Irjen Pol Abdul Rakhman Baso menggunakan pendekatan yang dikenal
sebagai "Soft Approach" dalam mengatasi konflik di Poso. Pendekatan ini
menekankan pada aspek pencegahan, rehabilitasi, dan rekonsiliasi yang
berfokus pada pendekatan non-militer. Salah satu strategi utama yang
diterapkan adalah melalui program deradikalisasi yang bertujuan untuk
mengembalikan anggota kelompok radikal ke masyarakat dengan memberikan
kesempatan untuk memperbaiki kehidupan mereka. Baso juga mendorong
dialog dan kerjasama antara aparat keamanan, pemuka agama, dan masyarakat
sipil guna membangun rasa kepercayaan, mempromosikan pesan perdamaian,
serta memberikan wadah bagi mantan anggota kelompok teroris untuk
kembali ke tengah masyarakat.
Selain itu, Irjen Pol Abdul Rakhman Baso memprioritaskan upaya
pendidikan dan pembangunan ekonomi di wilayah Poso. Program-program
pendidikan yang inklusif dan pembangunan ekonomi lokal menjadi bagian
integral dari pendekatan "Soft Approach"-nya. Ini tidak hanya membantu
mengurangi potensi radikalisasi, tetapi juga memberikan alternatif yang positif
bagi masyarakat setempat, memperkuat ikatan sosial, dan mengurangi
ketimpangan yang bisa menjadi sumber konflik. Pendekatan ini menekankan
pentingnya tidak hanya menangani aspek keamanan fisik tetapi juga mengatasi
akar penyebab konflik serta memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi untuk
menciptakan stabilitas jangka panjang di Poso.
Ada hal unik yang dilakukan pada operasi ini, yaitu menyebarkan tim
dai TNI-Polri ke masjid-masjid dan tempat strategis warga Poso berkumpul.
Berikut adalah nama ayat yang sudah di potong dan dijadikan dalih oleh para
oknum terorisme, diantaranya : Al-Anfal ayat 60.
c. Memperkuat Pos-pos Strategis
Dalam penanganan konflik di Poso, memperkuat pos-pos strategis
menjadi langkah penting dalam menjaga keamanan dan mengendalikan
potensi terjadinya aksi-aksi kekerasan. Pos-pos strategis ini terdiri dari titik-
titik penjagaan dan pengawasan yang strategis, yang ditempatkan di lokasi-
lokasi kunci yang rawan terhadap aktivitas kelompok radikal atau konflik.
Posisi-pos ini seringkali berada di daerah perbatasan antara wilayah yang
dianggap sebagai basis kelompok teroris dengan wilayah masyarakat umum,
jalur-jalur akses penting, atau daerah-daerah yang memiliki riwayat konflik
yang tinggi. Dengan memperkuat pos-pos strategis ini, aparat keamanan dapat
lebih responsif dalam mendeteksi dan mencegah potensi ancaman, melakukan
pengawasan terhadap gerakan kelompok-kelompok teroris, serta memberikan
rasa aman kepada masyarakat.
Penguatan pos-pos strategis juga termasuk dalam upaya memperluas
jaringan informasi dan intelijen di Poso. Dengan meningkatkan jaringan
informasi dan kerjasama antarpos, aparat keamanan dapat mengoptimalkan
pertukaran data intelijen yang penting dalam mendeteksi dan menanggulangi
ancaman terorisme. Ini mencakup pemantauan aktivitas kelompok radikal,
pergerakan potensial anggota teroris, dan adanya upaya-upaya rekrutmen di
wilayah tersebut. Penguatan pos-pos strategis juga memungkinkan aparat
keamanan untuk melakukan intervensi yang lebih cepat dan tepat saat terjadi
ancaman, serta mencegah perluasan pengaruh kelompok teroris ke wilayah
yang lebih luas.
d. Penjelasan Kepada Pemerintah Daerah
Dalam penanganan konflik di Poso, TNI-Polri memegang peranan
penting dalam memberikan penjelasan kepada pemerintah daerah terkait
dinamika konflik serta langkah-langkah strategis yang ditempuh. Keterlibatan
TNI-Polri meliputi penyampaian informasi mengenai perkembangan terbaru
terkait keamanan, evaluasi risiko, serta strategi penanganan konflik yang
sedang dilakukan. Dengan melakukan komunikasi terbuka dan berkala kepada
pemerintah daerah, TNI-Polri dapat memberikan pemahaman yang lebih
mendalam mengenai ancaman, potensi eskalasi konflik, serta langkah-langkah
yang perlu diambil dalam upaya menanggulangi konflik dan merestorasi
stabilitas di wilayah Poso.
Selain itu, penjelasan yang diberikan kepada pemerintah daerah oleh
TNI-Polri juga melibatkan upaya koordinasi antara aparat keamanan dan
pemerintah daerah dalam mengambil keputusan yang strategis. Hal ini
mencakup penyusunan rencana aksi bersama, pengalokasian sumber daya,
serta pengaturan langkah-langkah preventif untuk mencegah eskalasi konflik
yang lebih luas. Kolaborasi yang erat antara TNI-Polri dan pemerintah daerah
memungkinkan adanya respons yang cepat dan terkoordinasi dalam
menanggulangi konflik, mengoptimalkan upaya-upaya pencegahan, serta
memperkuat stabilitas keamanan di Poso.
e. Menghadirkan Negara di Pademalan
Menghadirkan negara di pedalaman merupakan langkah krusial dalam
mencegah isolasi dan mencegah penyebaran paham terorisme di desa-desa
terpencil seperti Tanah Merah, Salubanga, Air Teh, Tagara, dan Manggalapi di
Poso. Salah satu strategi utama adalah melalui pembukaan akses transportasi
yang memadai ke daerah-daerah tersebut. Dengan meningkatkan infrastruktur
transportasi, seperti jalan raya yang dapat diakses dengan mudah,
pengembangan jalur transportasi darat yang aman, serta penguatan
aksesibilitas ke desa-desa terisolasi, pemerintah dapat memastikan bahwa
wilayah-wilayah ini tidak lagi terpinggirkan. Melalui akses transportasi yang
lebih baik, masyarakat lokal dapat terhubung dengan layanan pemerintah,
mendapatkan akses pendidikan, layanan kesehatan, dan informasi yang
diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan serta mencegah isolasi yang
bisa memunculkan kecenderungan menerima paham ekstremisme atau
terorisme.

Selain infrastruktur, kehadiran negara juga berarti memastikan layanan


dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan bisa diakses dengan mudah
oleh masyarakat di desa-desa tersebut. Ini melibatkan penguatan kehadiran
aparat keamanan, pendidikan yang inklusif, serta dukungan yang
berkelanjutan dari pemerintah untuk memastikan bahwa masyarakat lokal
memiliki akses yang sama terhadap layanan-layanan penting ini seperti
wilayah lainnya di Indonesia. Dengan mendekatkan negara ke pedalaman,
pemerintah dapat mengurangi potensi terisolasi yang seringkali menjadi
kondisi ideal bagi penyebaran paham radikalisme atau terorisme di wilayah-
wilayah terpencil.
f. Merah Putih Berkibar, Warga Disapa Presiden Jokowi
Pengibaran bendera Merah Putih di seluruh Tanah Air, termasuk di
daerah-daerah terpencil seperti Poso, pada perayaan Hari Ulang Tahun
Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 2021, menjadi simbol
kesatuan dan kebanggaan nasional. Langkah ini juga memiliki dampak
signifikan dalam menunjukkan bahwa negara hadir di setiap sudut Indonesia,
termasuk di wilayah yang sebelumnya mungkin terisolasi atau rawan terhadap
pengaruh terorisme. Pengibaran bendera Merah Putih tidak hanya menjadi
perayaan semata, tetapi juga pesan yang kuat tentang kekuatan persatuan dan
kedaulatan bangsa, serta komitmen pemerintah untuk menjangkau setiap
bagian dari negeri ini.
Presiden RI Joko Widodo memberikan apresiasi kepada Kapolda dan
timnya karena keberhasilan dalam pengibaran bendera Merah Putih di daerah-
daerah yang terdampak konflik seperti Poso. Pujian ini mencerminkan
pengakuan atas upaya besar yang dilakukan oleh aparat keamanan dalam
memastikan keberlangsungan acara peringatan kemerdekaan di setiap pelosok
tanah air, termasuk di daerah yang mungkin sebelumnya dianggap sulit
dijangkau. Langkah ini tidak hanya menyampaikan pesan simbolis tentang
kedaulatan negara, tetapi juga menunjukkan komitmen pemerintah dalam
menghadirkan negara ke wilayah-wilayah terpencil serta memperkuat
keberadaan institusi negara untuk mencegah pengaruh paham terorisme di
daerah-daerah yang rentan.

g. Dua Jendral, Satu Langgam


Kegigihan Irjen Pol Abdul Rakhman Baso dan Brigadir Jendral TNI
Farid Makhruf dalam menangani konflik di Poso tercermin dari dedikasi
mereka yang tak terbatas. Keduanya tak hanya terlibat dalam perencanaan
strategis dan tindakan lapangan, tetapi juga secara pribadi aktif berpatroli
hingga terlibat dalam kegiatan sehari-hari bersama tim mereka. Irjen Pol
Abdul Rakhman Baso, dengan keberaniannya, sering kali bergabung dengan
tim patroli ke lapangan untuk memantau keamanan, mengumpulkan intelijen,
dan membangun koneksi dengan masyarakat setempat. Sementara Brigadir
Jendral TNI Farid Makhruf juga menunjukkan ketegasan kepemimpinan
dengan turun langsung ke lapangan, berinteraksi dengan anggota tim, bahkan
tak segan turun tangan memasak untuk para anggota timnya, menunjukkan
kerjasama yang erat di antara aparat keamanan dari berbagai latar belakang.
Kedua jenderal ini tidak hanya memperlihatkan keberanian dan
keterlibatan langsung dalam menghadapi situasi konflik, tetapi juga
menciptakan iklim kerja yang solid dan kolaboratif di antara personel mereka.
Tindakan seperti memasak bersama untuk anggota tim menjadi simbol dari
solidaritas dan hubungan yang akrab di antara mereka, memperkuat semangat
tim dan meningkatkan efektivitas kerja dalam mengatasi tantangan keamanan
yang kompleks. Keberadaan dan peran aktif kedua jenderal ini tak hanya
sebagai pemimpin, tetapi juga figur yang terlibat secara emosional dan fisik
dalam setiap tahapan penanganan konflik, menunjukkan komitmen yang kuat
dalam mencapai stabilitas dan perdamaian di Poso.

4. BAB IV Menuntaskan Terorisme


a. Kelompok Mujahidin Timur Ali Kalora
b. Taktik Adaftif untuk Kasus-kasus Unik
c. Jumat Berdarah di Lembantongoa
d. Titik Balik
e. Taktik Pamungkas
f. Akhir Langkah MIT

5. BAB V Langkah Panjang Mematut Poso


a. Anak Bebek Pewaris Radikalisme
b. Gerakan Banua Sintuwu Maroso
c. Menyebarkan Wawasan Kebangasaan ke Pesantren

D. Komentar
E. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai