NIM : 022002007002
Kelompok 6 - Ketahanan Nasional
Penyelesaian
Pada 26 Desember 2004, bencana gempa bumi dan tsunami besar menimpa Aceh. Kejadian
ini memaksa para pihak yang bertikai untuk kembali ke meja perundingan atas inisiasi dan
mediasi oleh pihak internasional. Selanjutnya, tanggal 27 Februari 2005, pihak GAM dan
pemerintah RI memulai tahap perundingan di Vantaa, Finlandia. Pada 17 Juli 2005, setelah
berunding selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai
dengan GAM di Vantta, Finlandia. Pada tanggal 15 Agustus 2005 perjanjian damai pun
ditandatangani oleh kedua belah pihak di Helsinki, Finlandia. Proses perdamaian selanjutnya
dipantau oleh tim yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima
negara ASEAN. Semua senjata GAM yang berjumlah 840 diserahkan kepada AMM pada 19
Desember 2005. Kemudian, pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara militernya, Sofyan
Dawood, menyatakan bahwa sayap militer Tentara Neugara Aceh (TNA) telah dibubarkan
secara formal. Dengan bantuan fasilitator dari sebuah lembaga Internasional akhirnya
perdamaian antara GAM dan Pemerintah Indonesia berhasil dicapai.
Fase tersebut menandakan kembalinya Aceh kepangkuan ibu pertiwi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), dibawah naungan Pancasila dan UUD 1945 sebagai falsafah
ideologi bangsa Indonesia dari Sabang sampai Mereuke.
Pancasila telah menjadi semangat baru bagi masyarakat Aceh dan para mantan GAM dalam
menata kembali kehidupan mereka dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan
negara Republik Indonesia, Ini terjadi karena distribusi kekayaan yang tidak merata dan
pemerintahan sentralistik. Penentangan terhadap nasionalisme Indonesia merupakan reaksi
GAM terhadap diskriminasi dan distribusi kekayaan yang tidak merata antara pusat dan
daerah.
Pancasila yang digali dan dirumuskan para pendiri bangsa ini adalah sebuah rasionalitas kita
sebagai bangsa majemuk, multi agama, multi bahasa, multi budaya, dan multi ras, yang
bergambar dalam Bhineka Tunggal Ika. Kebinekaan Indonesia harus dijaga sebaik
mungkin. Kebhinekaan yang kita inginkan adalah kebhinekaan yang bermartabat. Untuk
menjaga kebhinekaan yang bermartabat itulah, maka berbagai hal yang mengancam
kebinekaan harus ditolak. Namun dengan kebhinekaan tersebut hingga saat ini bangsa
Indonesia belum memiliki identitas kebudayaan yang jelas. Selama ini Indonesia hanya
memiliki identitas semu yang belum mantap tetapi dipaksakan seolah-olah menjadi ciri khas
kebudayaan. Hal inilah yang mengakibatkan peselisihan dan menimbulkan konflik.