Anda di halaman 1dari 5

LATAR BELAKANG

Latar belakang kemunculan Gerakan Aceh Merdeka adalah konflik yang bersumber dari
perbedaan pandangan tentang hukum Islam, kekecewaan tentang distribusi sumber daya
alam di Aceh, dan peningkatan jumlah pendatang dari Jawa.
Pemerintah pusat saat itu disebut sentralistis yang memicu tumbuhnya rasa kekecewaan di
benak masyarakat Aceh.
Sayangnya, saat itu cara mengatasi Gerakan Aceh Merdeka yang diambil oleh pemerintah
pusat kurang tepat hingga muncul perlawanan yang kemudian dimanfaatkan kelompok
tersebut untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Pada akhirnya konflik yang terjadi sejak 1976 hingga 2005 ini justru merugikan kedua belah
pihak dan telah menelan nyawa sebanyak hampir 15.000 jiwa.

1.1 AWAL PEMBENTUKAN


Gerakan Aceh Merdeka atau GAM adalah gerakan separatisme bersenjata yng bertujuan
agar Aceh terlepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Awal mula
terbentuknya GAM yaitu Hasan Trio membangun markas GAM pertama kali di hutan Panton
Weng di Pidie, yang kemudian dipindahkannya ke tempat yang lebih aman di Bukit Cokan
yang masih berada di kabupaten Pidie. Di Bukit Cokan Gle 6 Saba, Tiro, Pidie, 4 desember
1976 Hasan Tiro memproklamasikan kemerdekaan Aceh.

Setelah pembentukan GAM mulai adanya perbedaan keinginan antara pemerintah RI dan
GAM, konflik yang terjadi sejak 1976 hingga 2005 ini telah menjatuhkan hampir 15.000 jiwa.
Organisasi tersebut membubarkan gerakan separatisnya setelah terjadi Perjanjian Damai
2005 dengan pemerintah Indonesia. GAM kemudian berganti nama menjadi Komite
Peralihan Aceh.

1.2 PROSES PEMBENTUKAN GAM

1.1.1 TAHAP AWAL PEMBERONTAKAN (1977-1979)


Serangan pertama GAM pada tahun 1977 dipertontonkan terhadap Mobil Oil Indonesia
yang adalah pemegang saham PT Arun NGL, perusahaan yang mengoperasikan ladang
gas Arun.
Pada tahap ini, jumlah pasukan yang dimobilisasi oleh GAM yang sangat terbatas.
Walaupun telah berada ketidakpuasan cukup akbar di Aceh dan simpati yang mungkin pada
tujuan GAM, hal ini tidak mengundang partisipasi aktif massa. Dalam pengakuan Hasan di
Tiro sendiri, hanya 70 orang yang bergabung dengannya dan mereka biasanya bersumber
dari kabupaten Pidie, terutama dari desa di Tiro sendiri, yang bergabung sebab loyalitas
pribadi untuk keluarga di Tiro, sementara lainnya sebab kekecewaan terhadap pemerintah
pusat.

Jumlah pemimpin GAM adalah pemuda dan profesional berpendidikan tinggi yang
adalah anggota kelas ekonomi atas dan menengah warga Aceh. Kabinet pertama GAM,
yang diwujudkan oleh di Tiro di Aceh selang tahun 1976 dan 1979, terdiri dari tokoh
pemberontakan Darul Islam berikut ini:
* Teungku Hasan di Tiro:Wali Negara, Menteri Pertahanan, dan Panglima Luhur
* Dr Muchtar Hasbi: Wakil Presiden, Menteri Dalam Negeri
* Teungku Muhamad Usman Lampoih Awe: Menteri Keuangan
Pada kesudahan tahun 1979, aksi penekanan yang dipertontonkan militer Indonesia
telah menghancurkan GAM, pemimpin-pemimpin GAM hasilnya di pengasingan, dipenjara,
atau dibunuh; pengikutnya tercerai berai, melarikan diri dan bersembunyi. Para
pemimpinnya seperti Di Tiro, Zaini Abdullah (menteri kesehatan GAM), Malik Mahmud
(menteri luar negeri GAM), dan Dr Husaini M. Hasan (menteri pendidikan GAM) telah
melarikan diri ke luar negeri dan kabinet GAM yang asli selesai berfungsi.

1.1.2 TAHAP KEDUA PEMBERONTAKAN (1989-1999)


Insiden di tahap kedua dimulai pada tahun 1989 setelah kembalinya peserta pelatihan
GAM dari Libya. Operasi yang dipertontonkan GAM diantaranya operasi merampok senjata,
serangan terhadap polisi dan pos militer, pembakaran dan pembunuhan yang ditargetkan
untuk polisi dan personel militer, informan pemerintah dan tokoh-tokoh yang pro-Republik
Indonesia.

Walaupun gagal mendapatkan dukungan yang lebar, aksi himpunan GAM yang semakin
sifat menyerang ini menciptakan pemerintah Indonesia untuk memberlakukan aksi represif.
Periode selang tahun 1989 dan 1998 kesudahan menjadi dikenal sebagai era Daerah
Operasi Militer (DOM) Aceh saat militer Indonesia meningkatkan operasi
kontra-pemberontakan di Aceh. Langkah ini, walaupun secara taktik sukses menghancurkan
daya gerilya GAM, telah berakibat korban di kalangan masyarakat sipil lokal di Aceh. Sebab
merasa terasing dari Republik Indonesia setelah operasi militer tersebut, masyarakat sipil
Aceh kesudahan memberi dukungan dan menolong GAM mendirikan kembali organisasinya
saat militer Indonesia nyaris seluruhnya ditarik dari Aceh atas perintah presiden Habibie
pada kesudahan era 1998 setelah kejatuhan Soeharto. Komandan penting GAM telah entah
dibunuh (komandan GAM Pasè Yusuf Ali dan panglima senior GAM Keuchik Umar),
ditangkap (Ligadinsyah Ibrahim) atau lari (Robert, Arjuna dan Daud Kandang)

1.1.3 TAHAP KETIGA PEMBERONTAKAN (1999-2005)


Pada tahun 1999, terjadi kekacauan di Jawa dan pemerintah pusat yang tidak efektif
sebab jatuhnya Soeharto memberikan keuntungan untuk Gerakan Aceh Merdeka dan
berakibat pemberontakan tahap kedua. Pada tahun 1999 penarikan pasukan diumumkan,
namun situasi keamanan yang memburuk di Aceh kesudahan menyebabkan pengiriman
ulang semakin jumlah tentara. Jumlah tentara diyakini telah meningkat menjadi sekitar
15.000 selama masa letak Presiden Megawati Soekarnoputri (2001 -2004) pada menengah
2002. GAM bisa menguasai 70 persen pedesaan di seluruh Aceh.

Selama fase ini, berada dua periode penghentian konflik singkat: adalah "Hentian
Kemanusiaan" tahun 2000 dan "Cessation of Hostilities Agreement" (COHA) ("Kesepakatan
Penghentian Permusuhan") yang hanya berlanjut selang Desember 2002 saat
ditandatangani dan hasilnya pada Mei 2003 saat pemerintah Indonesia menyatakan "darurat
militer" di Aceh dan mengumumkan bahwa akan menghancurkan GAM sekali dan untuk
selamanya.

Dalam demonstrasi pro-referendum 8 November 1999 di Banda Aceh, GAM


memberikan dukungan dengan menyediakan transportasi pada para pengunjuk rasa dari
daerah pedesaan ke ibukota provinsi. Pada tanggal 21 Juli 2002, GAM juga mengeluarkan
Deklarasi Stavanger setelah pertemuan "Worldwide Achehnese Representatives Meeting" di
Stavanger, Norwegia. Dalam deklarasi tersebut, GAM menyatakan bahwa "Negara Aceh
mempraktekkan sistem demokrasi." Impuls hak-hak demokratis dan hak asasi manusia
dalam GAM ini ini dilihat sbg dampak dari upaya himpunan berbasis perkotaan di Aceh yang
menyebarluaskan nilai-nilai tersebut sebab bidang yang terkait yang semakin bebas sama
sekali dan semakin membuka setelah jatuhnya rezim otoriter Soeharto.

Memburuknya keadaan keamanan sipil di Aceh menyebabkan aksi pengamanan keras


diluncurkan pada tahun 2001 dan 2002. Pemerintah Megawati hasilnya pada tahun 2003
meluncurkan operasi militer untuk mengakhiri konflik dengan GAM untuk selamanya dan
keadaan darurat dikatakan di Provinsi Aceh. Pada bulan November 2003 darurat militer
diperpanjang lagi selama enam bulan sebab konflik belum terselesaikan. Menurut laporan
Human Rights Watch, militer Indonesia kembali melaksanakan pelanggaran hak asasi
manusia dalam operasi ini seperti operasi sebelumnya, dengan semakin dari 100.000 orang
mengungsi di tujuh bulan pertama darurat militer dan pembunuhan di luar hukum yang
umum. Konflik ini masih berlanjut saat tiba-tiba bencana Tsunami bulan Desember 2004
memporakporandakan provinsi Aceh dan membekukan konflik yang terjadi di tengah
bencana dunia terbesar dalam sejarah Indonesia tersebut.

1.3 KONDISI ACEH PASCA DIADAKANNYA PERJANJIAN PERDAMAIAN


(2005-sekarang)
Perdamaian hasilnya menang pada tahun 2005 setelah 29 tahun konflik
berkepanjangan. Era pasca-Soeharto dan masa reformasi yang liberal-demokratis, serta
perubahan dalam sistem militer Indonesia, menolong menciptakan bidang yang terkait yang
semakin menguntungkan untuk pembicaraan damai. Peran Presiden Indonesia yang baru
terpilih, Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla adalah sangat
signifikan dalam menangnya perdamaian di Aceh. Pada saat yang sama, kepemimpinan
juga GAM merasakan perubahan, dan militer Indonesia telah menimbulkan begitu jumlah
kerusakan pada gerakan pemberontak yang mungkin menaruh GAM di bawah tekanan kuat
untuk bernegosiasi.

Perundingan perdamaian tersebut difasilitasi oleh LSM berbasis Finlandia, Crisis


Management Initiative, dan dipimpin oleh mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari.
Perundingan ini berproduksi kesepakatan damai ditandatangani pada 15 Agustus 2005.
Sesuai akad tersebut, Aceh akan menerima otonomi khusus di bawah Republik Indonesia,
dan tentara non-organik (mis. tentara beretnis non-Aceh) akan ditarik dari provinsi Aceh
(hanya menyisakan 25.000 tentara), dan dipertontonkannya pelucutan senjata GAM. Sbg
bidang dari akad tersebut, Uni Eropa mengirimkan 300 pemantau yang tergabung dalam
Aceh Monitoring Mission (Misi Pemantau Aceh). Misi mereka hasilnya pada tanggal 15
Desember 2006, setelah suksesnya pilkada atau pemilihan daerah gubernur Aceh yang
pertama.

1.4 FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA GAM


1).Faktor ekonomi
Kekayaan daerah Aceh terserap ke pemerintah pusat tanpa pengembalian yang sepadan ke
Aceh untuk keperluan pembangunan sehingga Aceh mengalami ketertinggalan dari
provinsi-provinsi lain.

2).Faktor budaya
Keinginan aceh yang begitu kuat untuk melaksanakan syariat islam mendapat tentangan
keras dari pemerintah pusat. Pemerintah pusat tidak ingin Indonesia yang baru merdeka
menjadi terpecah karena penerapan negara islam.

3).Faktor Kekecewaan yang Dirasakan oleh Masyarakat


Aceh Presiden Soekarno menjanjikan diterapkannya syariat islam di Aceh setelah
perjuangan kemerdekaan berakhir. Akan tetapi, janji tersebut tidak pernah terpenuhi. Aceh
tidak diberi otonomi dengan penerapan syariat islam seperti yang telah dijanjikan, tetapi
Aceh justru dimasukkan ke dalam Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, Sekalipun diberi
status Daerah Istimewa Aceh, masyarakat Aceh sendiri sama sekali tidak merasakan
keistimewaan tersebut. Akibatnya keistimewaan tersebut tidak lebih hanya merupakan
simbol kosong.

ISU YANG BERKEMBANG PADA KONFLIK ACEH

● tidak adilnya pemerintah RI pada masyarakat Aceh atas bagi hasil pengolahan
sumber daya alam yang diambil dari Aceh
● pelanggaran hak asasi manusia

PENYELESAIAN

Untuk mencegah intervensi internasional terhadap konflik tersebut melalui isu yang
pelanggaran HAM, sebuah strategi diplomatik yang lebih luas kemudian digunakan
Pemerintah untuk dapat tetap mengerahkan kekuatan militer.

Hal ini juga dikarenakan Pemerintah menyadari pentingnya kekuatan militer di Aceh.
Konflik ini kemudian memasuki fase baru karena pihak Pemerintah memperoleh keunggulan
atas GAM dari pengerahan kekuatan militer dalam sebuah operasi militer besar. Dorongan
untuk mempertahankan kredibilitas negara membuat Pemerintah Indonesia melakukan
pendekatan baru melalui negosiasi, namun tetap mempertahankan kekuatan militer yang
koersif sebagai tekanan ke pihak GAM.

Terpojoknya posisi GAM membuat mereka tidak mempunyai lagi strategi keluar yang
menguntungkan selain menyetujui usulan negosiasi yang diberikan oleh pihak Pemerintah.
Strategi lebih lanjut dilakukan oleh Pemerintah dengan mempersiapkan jalan menuju
negosiasi yang dapat menguntungkan pihak mereka. Hal ini dimulai dengan
mempertahankan kekuatan militer untuk terus mendorong pihak GAM dan menghalangi
mereka dari bantuan pasca tsunami yang melanda pantai Aceh.

Pemerintah juga mengatur sebuah pertemuan rahasia untuk menawarkan


kompensasi ekonomi dan politik bagi para pemimpin GAM. Ini juga diikuti oleh penyusunan
prosedur negosiasi serta menunjuk Marthi Ahtisaari dan CMI sebagai mediator untuk
negosiasi yang kesemuanya memberi keuntungan lain bagi pihak Pemerintah. Konflik tiga
dekade ini berakhir saat GAM menyerahkan tuntutan kemerdekaan mereka menjadi
penerimaan atas otonomi khusus dalam bentuk selfgovernment dan menandatangani
sebuah Memorandum of Understanding.

5 SUMBER NASIONAL
● Kompas.com
(https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/02/130000979/gerakan-aceh-merdeka-l
atar-belakang-perkembangan-dan-penyelesaian)
● Sindo News.com
(https://nasional.sindonews.com/read/851961/14/sejarah-pemberontakan-gam-dan-d
ugaan-keterlibatan-libya-1660118903)
● Unkris Jakarta
(https://p2k.unkris.ac.id/id3/3065-2962/Pemberontakan-Di-Aceh_42579_p2k-unkris.h
tml)
● Tribun News Wiki.com
(https://www.tribunnewswiki.com/2021/08/18/gerakan-aceh-merdeka-gam)
● Nasional Tempo Co
(https://nasional.tempo.co/read/74741/pelanggaran-ham-oleh-gam-tetap-diproses)
● Detik.com
(https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6251559/pemberontakan-ditii-di-aceh-dan-u
paya-penyelesaiannya)

Anda mungkin juga menyukai