Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Lokal
MAKALAH
Oleh:
NIM : 17.01.021
PENDIDIKAN SEJARAH
BANDUNG
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gerakan Aceh Merdeka atau sering kali disebut dengan GAM adalah sebuah organisasi
yang dianggap separatis yang memiliki tujuan supaya Aceh yang merupakan daerah yang sempat
Tujuan utama GAM adalah ingin NAD berpisah dengan NKRI. Gerakan ini dipimpin oleh
Hasan Di Tiro yang bermukim di Swedia dan berwarganegaraan Swedia. Di dalam situasi antara
GAM dan pemerintah, masyarakat NAD lah yang menjadi korban karena terjadi konflik antara
GAM dan pemerintah sehingga para anggota GAM sering melakukan penculikan dan penarikan
pajak terhadap para masyarakat NAD bahkan juga sering terjadi perang, sehingga para
masyarakat NAD menjadi resah. Untuk itu para masyarakat NAD meminta agar pemerintah
segera menyelesaikannya.
Dalam menyelesaikan konflik yang terjadi antara pemerintah pusat melancarkan dua
strategi yaitu otonomi khusus ( untuk aspek agama, ekonomi, dan politik ) bagi masyarakat sipil
yang ada di NAD. Selain itu pemerintah juga mengadakan perundingan yang di kenal dengan
sebutan COHA (Cessation of Hostilities Agreement), yang hanya berlangsung antara Desember
2002 ketika ditandatangani dan berakhir pada Mei 2003 ketika pemerintah Indonesia
menyatakan "darurat militer" di Aceh dan mengumumkan bahwa ingin menghancurkan GAM
Pembahasan ini juga tidak terlepas dari ketahanan nasional, karena hakekat Ketahanan
Nasional Indonesia adalah keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan
menggambarkan kekuatan nasional untuk dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan
negara dalam mencapai tujuan nasional. Selain itu merupakan pengaturan dan penyelenggaraan
kesejahteraan dan keamanan secara seimbang, serasi dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan
nasional.
B. Rumusan Masalah
GAM ?
E. Tujuan Makalah
GAM
4. Untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengatasi
pemberontakan GAM.
BAB II
PEMBAHASAN
GAM atau Gerakan Aceh Merdeka lahir karena kegagalan gerakan Darul Islam pada
masa sebelumnya. Darul Islam muncul sebagai reaksi atas ketidak berpihakan Jakarta terhadap
gagasan formalisasi Islam di Indonesia. Darul Islam adalah sebuah gerakan perlawanan dengan
ideologi Islam yang terbuka. Bagi Darul Islam, dasar dari perlawanan adalah Islam, sehingga
tidak ada sentimen terhadap bangsa-bangsa lain, bahkan ideologi Islam adalah sebagai perekat
dari perbedaan yang ada. Gagasan ini juga berkembang dalam gerakan Darul Islam di Aceh.
Akan tetapi, paska berhentinya perlawanan Darul Islam di Aceh, keinginan Aceh untuk
melakukan Islamisasi di Indonesia menjadi lebih sempit hanya kepada Aceh. Perubahan ini
terjadi disebabkan karena kegagalan Darul Islam diseluruh Indonesia, sehingga memaksa orang
Aceh lebih realistis untuk mewujudkan cita-cita. Yang menjadi menarik adalah GAM yang
melanjutkan tradisi perlawanan Aceh, ternyata tidak melanjutkan ideologi Islam yang terlebih
dahulu digunakan oleh Darul Islam. Sebagaimana yang disebutkan bahwa GAM lebih memilih
Hal yang mempengaruhi munculnya GAM berikutnya adalah faktor ekonomi, yang
berwujud ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi antara pusat dengan daerah. Pemerintahan
sentralistik Orde Baru menimbulkan kekecewaan berat terutama di kalangan elite Aceh. Pada era
Soeharto, Aceh menerima 1% dari anggaran pendapatan nasional, padahal Aceh memiliki
kontribusi 14% dari GDP Nasional. Terlalu banyak pemotongan yang dilakukan pusat yang
menggarap hasil produksi dari Aceh. Sebagian besar hasil kekayaan Aceh dilahap oleh penentu
kebijakan di Jakarta. Meningkatnya tingkat produksi minyak bumi yang dihasilkan Aceh pada
1970-an dan 1980-an dengan nilai 1,3 miliar US Dolar tidak memperbaiki kehidupan sosial
Kemunculan GAM pada masa awalnya langsung mendapat respon oleh pemerintah Orde
Baru dengan melakukan operasi militer yang represif, sehingga membuat GAM kurang bisa
berkembang. Walau demikian, GAM juga melakukan pelebaran jaringan yang membuat mereka
kuat, baik pada tingkat internasional maupun menyatu dengan masyarakat dan GAM bisa terus
bertahan. Pada masa Orde Baru GAM memainkan dua wajah yaitu satu wajah perlawanan
( dengan pola-pola kekerasan yang dilakukan ), dan strategi ekonomi-politik yang dimainkan
pengaruh yang besar tehadap kondisi-kondisi yang ada. Konflik yang berlangsung di Aceh telah
menimbulkan dampak yang parah terhadap berbagai komponen masyarakat sipil Aceh.
Aceh. Ribuan orang yang dicintai (orang tua, istri, suami dan anak-anak) telah gugur mengalami
penyiksaan dan cacat, menjadi janda dan anak yatim piatu. Ribuan orang telah kehilangan tempat
tinggal dan ribuan lainnya kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian. Lebih jauh dari
itu, masyarakat sipil hampir tidak memiliki akses terhadap hukum, sementara sebagian besar
terhadap ketahanan nasional Indonesia yaitu pengaruhnya yang masuk dalam berbagai aspek
kehidupan bernegara, yang paling tampak terutama terhadap kesatuan dan persatuan yang secara
otomatis akan menimbulkan perpecahan lalu akan memotivasi daerah lain yang mempunyai
jumlah yang cukup besar. Gerakan separatis di Aceh telah banyak melibatkan penggunaan
sumberdaya nasional, dan akibatnya telah menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang tidak
kecil.
dengan keluhan lain mendorong tokoh masyarakat Aceh Hasan di Tiro untuk membentuk
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tanggal 4 Desember 1976 dan mendeklarasikan
kemerdekaan Aceh. Ancaman utama yang dianggap melatar belakangi adalah terhadap praktik
agama Islam konservatif masyarakat Aceh, budaya pemerintah Indonesia yang dianggap "neo-
kolonial", dan meningkatnya jumlah migran dari pulau Jawa ke provinsi Aceh. Distribusi
pendapatan yang tidak adil dari sumber daya alam substansial Aceh juga menjadi bahan
perdebatan. Serangan pertama GAM pada tahun 1977 dilakukan terhadap Mobil Oil Indonesia
yang merupakan pemegang saham PT Arun NGL, perusahaan yang mengoperasikan ladang gas
Arun.
` Pada tahap ini, jumlah pasukan yang dimobilisasi oleh GAM yang sangat terbatas.
Meskipun telah ada ketidakpuasan cukup besar di Aceh dan simpati yang mungkin pada tujuan
GAM, hal ini tidak mengundang partisipasi aktif massa. Dalam pengakuan Hasan di Tiro sendiri,
hanya 70 orang yang bergabung dengannya dan mereka kebanyakan berasal dari kabupaten
Pidie, terutama dari desa di Tiro sendiri, yang bergabung karena loyalitas pribadi kepada
keluarga di Tiro, sementara yang lain karena kekecewaan terhadap pemerintah pusat.
Pada akhir tahun 1979, tindakan penekanan yang dilakukan militer Indonesia telah
dibunuh; pengikutnya tercerai berai, melarikan diri dan bersembunyi. [10] Para pemimpinnya
seperti Di Tiro, Zaini Abdullah (menteri kesehatan GAM), Malik Mahmud (menteri luar negeri
GAM), dan Dr Husaini M. Hasan (menteri pendidikan GAM) telah melarikan diri ke luar negeri
Tahap kedua, tokohnya adalah Teungku Muhammad Daud Beureueh. Pada tahun 1985,
di Tiro mendapat dukungan Libya untuk GAM, dengan mengambil keuntungan dari kebijakan
Imperialisme, Rasisme, Zionisme dan Fasisme" Tidak jelas apakah Libya kemudian telah
mendanai GAM, tapi yang pasti disediakan adalah tempat perlindungan di mana para serdadu
GAM bisa menerima pelatihan militer yang sangat dibutuhkan. Sejumlah pejuang GAM yang
dilatih oleh Libya selama periode 1986-1989 atau 1990 menceritakan pengakuan yang
berbedabeda Perekrut GAM mengklaim bahwa jumlah mereka ada sekitar 1.000 sampai 2.000
sedangkan laporan pers yang ditulis berdasar laporan militer Indonesia menyatakan bahwa
mereka berjumlah 600-800. Di antara para pemimpin GAM yang bergabung selama fase ini
adalah Sofyan Dawood (yang kemudian menjadi komandan GAM Pasè, Aceh Utara) dan Ishak
Insiden di tahap kedua dimulai pada tahun 1989 setelah kembalinya peserta pelatihan
GAM dari Libya. Operasi yang dilakukan GAM antara lain operasi merampok senjata, serangan
terhadap polisi dan pos militer, pembakaran dan pembunuhan yang ditargetkan kepada polisi dan
Periode antara tahun 1989 dan 1998 kemudian menjadi dikenal sebagai era Daerah
Operasi Militer (DOM) Aceh ketika militer Indonesia meningkatkan operasi kontra-
pemberontakan di Aceh. Langkah ini, meskipun secara taktik berhasil menghancurkan kekuatan
gerilya GAM, telah mengakibatkan korban di kalangan penduduk sipil lokal di Aceh. Karena
merasa terasing dari Republik Indonesia setelah operasi militer tersebut, penduduk sipil Aceh
kemudian memberi dukungan dan membantu GAM membangun kembali organisasinya ketika
militer Indonesia hampir seluruhnya ditarik dari Aceh atas perintah presiden Habibie pada akhir
Tahap ketiga, tokohnya adalah Tentara Wanita dari Gerakan Aceh Merdeka dengan
Panglima GAM Abdullah Syafi'i. Pada tahun 1999, terjadi kekacauan di Jawa dan pemerintah
pusat yang tidak efektif karena jatuhnya Soeharto memberikan keuntungan bagi Gerakan Aceh
Merdeka dan mengakibatkan pemberontakan tahap kedua, kali ini dengan dukungan yang besar
dari masyarakat Aceh. Pada tahun 1999 penarikan pasukan diumumkan, namun situasi keamanan
yang memburuk di Aceh kemudian menyebabkan pengiriman ulang lebih banyak tentara. Jumlah
tentara diyakini telah meningkat menjadi sekitar 15.000 selama masa jabatan Presiden Megawati
Soekarnoputri (2001 -2004) pada pertengahan 2002. GAM mampu menguasai 70 persen
diluncurkan pada tahun 2001 dan 2002. Pemerintah Megawati akhirnya pada tahun 2003
meluncurkan operasi militer untuk mengakhiri konflik dengan GAM untuk selamanya dan
keadaan darurat dinyatakan di Provinsi Aceh. Pada bulan November 2003 darurat militer
diperpanjang lagi selama enam bulan karena konflik belum terselesaikan. Menurut laporan
Human Rights Watch, militer Indonesia kembali melakukan pelanggaran hak asasi manusia
dalam operasi ini seperti operasi sebelumnya, dengan lebih dari 100.000 orang mengungsi di
tujuh bulan pertama darurat militer dan pembunuhan di luar hukum yang umum. Konflik ini
memporakporandakan provinsi Aceh dan membekukan konflik yang terjadi di tengah bencana alam
GAM
Berbagai upaya telah dijalankan Pemerintah di Aceh, baik di masa Orde Baru maupun
Era Reformasi melalui jeda kemanusiaan sampai gelar operasi militer, belum mampu mengakhiri
konflik secara sempurna dan belum menunjukkan hasil yang signifikan dalam kerangka
penyelesaian konflik Aceh secara menyeluruh. Tuntutan memisahkan diri dari NKRI semakin
kental, bahkan lebih sebagai akumulasi kekecewaan dari pada sebuah pencarian solusi.
Kenyataan di atas menunjukkan bahwa masalah konflik Aceh merupakan masalah yang
multi kompleks dan multi dimensional, akumulasi dari persoalan politik, ekonomi, sosial budaya,
hankam dan kemanusiaan yang bersumber dari ketidakadilan, sehingga penyelesaian masalah
multi dimensi dan tidak hanya bersifat jangka pendek (ad-hoc) tetapi juga jangka panjang.
waktu terakhir ini secara intensif melakukan perundingan informal di Helsinski yang difasilitasi
(MoU) antara Pemerintah RI dengan GAM yang di tanda tangani pada tanggal 15 Agustus 2005
di Helsinki sebagai langkah nyata Pemerintah RI dengan negara Uni Eropa dan negara ASEAN
akan menandatangani MoU tentang keikutsertaan Aceh Monitoring Mission (AMM) sehingga
1. Kebijakan :
bersatu.
NAD.
c. Membangun desain ekonomi menuju masyarakat NAD yang adil dan sejahtera.
2. Upaya
a. Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air, serta rasa
c. Menyusun peraturan perundang-undangan yang lebih tegas, jelas dan adil terhadap
posisi astronomis dalam rangka deteksi dini untuk pengamanan wilayah negara.
Bidang Ekonomi
b. Menampilkan seni budaya Aceh sebagai sebuah pra-konsepsi wilayah Propinsi NAD.
a. Merumuskan kembali peran dan tanggung jawab semua komponen bangsa dalam
menghadapi separatisme.
b. Melakukan upaya-upaya intelijen, teritorial yang dilakukan oleh satuan TNI dan Polri
yang profesional.
c. Merumuskan kembali gelar kemampuan dan kekuatan TNI dan Polri sesuai dengan
Bidang Agama
pemerintahan NAD.
KESIMPULAN
Timbulnya konflik Aceh tidak hanya dari sudut pandang polotik yaitu paska berhentinya
perlawanan Darul Islam di Aceh, keinginan Aceh untuk melakukan Islamisasi di Indonesia
menjadi lebih sempit hanya kepada Aceh. Selain itu minimnya rasa persatuan dan kesatuan yang
dimiliki oleh masyarakat Aceh sehingga mereka dengan gencar ingin membebaskan diri dari
NKRI. Selain itu, kondisi ekonomi juga ikut memicu terjadinya pemberontakan di Aceh.
Masyarakat yang awalnya tidak terlibat dengan pemberontkan itu akhirnya ikut juga merasakan.
Misalnya, banyak yang kehilangan keluarga tercinta, sarana dan prasarana juga ikut hacur,
Dengan adanya masalah ini dapat disimpulkan beberapa upaya yang dilakukan untuk
2. Dari kesatuan pandangan akan didapat ketahanan nasional yang kuat. Dengan adanya
3. Perwujudan dan fasilitasi berbagai forum dan wacana-wacana sosial politik yang
Basyar, Hamdan. 2008. Aceh Baru: Tantangan Perdamaian dan Reintegrasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Nurhasim, Moch. Dkk. 2003. Konflik Aceh: Analisis Atas Sebab-sebab Konflik, Aktor Konflik,
Kepentingan dan Upaya Penyelesaian. Jakarta: Proyek Pengembangan Riset
Unggulan/Kompetitif LIPI.
Nurhasim, Moch. 2008. Konflik Dan Intergrasi politik Gerakan Aceh Merdeka: Kajian Tentang
Konsensus Normatif Antara RI-GAM Dalam Perundingan Helsinki. Jakarta: P2P LIPI.