Anda di halaman 1dari 9

GERAKAN ACEH MERDEKA

(GAM)

NAMA : DELLA SYAHRANI YETRI

KELAS : XIl MIPA 4

MAPEL : SEJARAH

GURU PEMBIMBING :

HASANAH FAIZA S.Pd

SMA NEGERI 1 NAN SABARIS

1
DAFTAR ISI

1. Kata Pengantar......................... ................................................

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................

1. Latar belakani ..............................................................


BAB II Pembahasan

A. Analisis Faktor-faktor Penyebab Kegagalan dalam Mewujudkan Perdamaian di

Aceh…………………………………………….............................................................

B. Analisis Faktor-faktor Penyebab Keberhasilan Dalam Mewujudkan

Perdamaian Di Aceh…………………………………………………….............................

BAB iii kesimpulan……………………………………………………................................................

1. identitas masalah...........................................................................................

2.Pembatasan Masalah ..................................................................................

3.Rumusan masalah........................................................................................

4.. Tujuan Penelitian........................................................................................

5. Manfaat penetian........................................................................................

BAB VI PENUTUP……………………………………………........………………………………..…………….

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….........................................

2
1. Kata Pengantar

Assalamualaikum WR.WB

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-nya Kami akan
melaksanakan kegiatan usaha ini.

Sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan, begitu juga halnya dengan penulisanya
maupun isi. Saya pun menerima dengan lapang dada kritikan maupun saran yang sifatnya membangun
dari pembaca agar saya dapat membenahi . Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusun laporan ini,baik dari segi penulisan maupun isi kami pun menerima dengan lapang dada
kritikan maupun yang sifatnya membangun dari pembaca agar kami dapat membenahi diri.

Walaupun demikian, saya berharap dengan disusunya laporan ini dapat memberikan sedikit gambaran
(ORGANISASI ACEH MERDEKA)

Terimakasih

Wassalamualaikum wr.wb

3
BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar belakang konflik di Aceh

Aceh adalah salah satu provinsi yang diberikan otonomi khusus oleh pemerintah pusat Republik
Indonesia, pemberian hak atas otonomi khusus kepada provinsi Aceh tersebut tidak terlepas dari konflik
internal diwilayah Aceh yang diaktori atau dimainkan oleh Gerakan Aceh Merdeka atau yang dapat
disebut dengan GAM. GAM merupakan sebuah gerakan separatis yang ingin mendirikan negara Aceh
terlepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. GAM dideklarasikan di Gunung Halimon-Pidie pada 4
Desember 1976 oleh Hasan Tiro dan diikuti oleh beberapa tokoh masyarakat Aceh. GAM berjuang bukan
hanya mengandalkan kekuatan bersenjata melainkan juga secara politik (diplomasi) baik dilevel nasional
maupun internasiona.

Munculnya gerakan separatisme di Aceh sejak tahun 1976 karena adanya beberapa faktor
diantaranya; pertama, orientasi Aceh untuk membentuk negara sebagaimana Aceh pada masa lalu, yaitu
pada zaman Kerajaan Iskandar Muda yang terkenal dengan kejayaan dan kemakmurannya. Kedua,
adanya kaitan dengan persoalan Darul Islam/TII (Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia) Daud Beureueh
di Aceh yang belum tuntas untuk diselesaikan. Ketiga, secara historisGAM sering menganggap Bangsa
Aceh dengan Bangsa Indonesia Jawa tidak memiliki hubungan sama sekali. Jika sekarang Aceh berada di
bawah pemerintah Republik Indonesia, hal tersebut diyakini terjadi karena adanya kesalahan Belanda,
sebab sejak 1873 Bangsa Aceh diberikan kemerdekaan oleh Inggris. Sehingga pihak GAM memahami
bahwa Aceh adalah wilayah yang lepas dari Indonesia dan memiliki pemerintahan sendiri. Selain itu
pula, munculnya kemarahan orang Aceh atas penyelenggaraan pemerintahan di bawah orang-orang
Jawa.

Perjuangan GAM yang ingin memisahkan diri dengan NKRI muncul beberapa pendapat yang
diungkapkan dari pakar Hukum Internasional mengenai status hukum GAM termasuk dalam subyek
Hukum Internasional atau tidak. Jika memang termasuk dalam subyek Hukum nternasional, GAM
termasuk gerakaninsurgency, belligerency, atau sebagai gerakan peoples atau National Liberation Front
(Gerakan Pembebasan Nasional). Dalam praktiknya ada yang menganggap bahwa gerakan separatisme
yang ada di Aceh termasuk ke dalam kaum pemberontak atau belligerent. Namun, dalam Hukum
Internasional tidak mudah dalam menentukan suatu kelompok dapat dikatakan sebagai kaum
pemberontak atau belligerent. Pemberian pengakuan belligerent sangat potensial merusak hubungan
baik negara yang memberi pengakuan dengan pemerintah yang sah, karena dapat dianggap
mencampuri urusan dalam negeri negara tersebut (Sefriani, 2010:179). Gerakan separatisme yang
terjadi di Aceh menimbulkan konflik bersenjata yang melibatkan pemerintah Republik Indonesia dengan
GAM sehingga mengancam keamanan masyarakat Aceh.

BAB II PEMBUKA

4
A.Analisis Faktor-faktor Penyebab Kegagalan dalam
Mewujudkan Perdamaian Di Aceh
a) Belum terciptanya hurting stalemate menyebabkan pihak ketiga sulit untuk menemukan titik atau
entry point untuk mengajak seluruh pihak bertikaiduduk di meja perundingan.

b) Persamaan identitas dan solidaritas cenderung tergantung pada konflik.Konfliklah yang akan
melindungi identitas dan solidaritas tersebut sehinggatanpa konflik, dua hal tersebut akan lenyap.

c) Penyelesaian politik dalam perang sipil membutuhkan setiap kelompok untuk melakukan
disarmament dan membentuk pemerintahan yang single atau negara yang tunggal. Padahal logikanya,
tentu saja tidak ada orang yang mau "Hidup Satu Atap" dengan musuhnya. Bagi TNI, GAM adalah musuh
yang harus dimusnahkan! Sebaliknya, bagi GAM, TNI adalah kaum penjajah yang harus diusir dari Acch!
Susah untuk dibayangkan jika mereka yang selama ini saling membunuh mau hidup berdampingan
dengan damai.

d) Adanya Kegagalan implementasi biasanya terjadi karena salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak
lain. Kegagalan implementasi berkaitan erat dengan karakteristik perang. Ketika perasaan takut lebih
besar daripada kepercayaan terhadap musuh, perang dapat berlanjut kembali, upaya dialog untuk
menyelesaikan konflik Aceh secara damai praktis berhenti pada tanggal 18 Mei 2003 saat GAM menolak
menerima draft pernyataan pemerintah Indonesia dan tidak bersedia mengajukan counter draft nya.
Respon Pemerintah Indonesia terhadap penolakan GAM sangat cepat dan tegas. Dalam hitungan jam,
Presiden Megawati Sukarnoputri menandatangani Darurat Militer di Aceh yang berarti dilegalkannya
tindakan kekerasan untuk mengahadapi GAM dan kekuasaan berada di bawah kendali militer
seluruhnya, dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut, CoHA menjadi diabaikan dan peran HDC
terhenti. Pada tahap inilah kemudian HDC telah gagal menjalankan perannya sebagai fasilitator
perdamaian di Aceh

e) Situasi yang ada belum memungkinkan untuk dilakukannya mediasi ataubelum terciptanya kondisi
hurting stalemate. Keadaan ini dapat terlihat dalamProses terjadinya negosiasi sangat sulit karena juru
bicara GAM berulang kali menyatakan bahwa tidak akan pernah terjadi penyelesaian kecuali
kemerdekaan, sedangkan Pemerintah Indonesia juga berkali-kali mengultimatum bahwa negosiasi
hendaknya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari fakta diatas dapat kita analisis
bahwa penyelesaian konflik tidak akan berjalan jika tidak adanya general agreement atau kesepakatan
umum (pendekatan structural fungsional) antara dua belah pihak yang berkonflik

f) Isu pelanggaran HAM dan ketimpangan sosial lainnya yang menjadi ciri khas alasan pemberontakan
GAM. Misalnya ketertinggalan pembangunan Aceh dengan Sumatra Utara, serta rencana
pengambungan Provinsi Aceh dengan provinsi Sumatra Utara yang mana tidak dapat diterima oleh

5
rakyat Aceh sehingga merasa bahwa Indonesia sebagai bangsa yang tidak tahu berbalas budi atas
kebaikan Aceh dimasa lalu.

B.Analisis Faktor-faktor Penyebab Keberhasilan Dalam Mewujudkan


Perdamaian Di Aceh
1. "MoU Helsinki" Sebagai Salah Satu Bagian Penting MewujudkanPerdamaian di Aceh

Pada tanggal 15 Agustus 2005 (dua hari sebelum HUT RI ke-60 pada tahun 2005) merupakan
tanggal bebrsejarah bagi rakyat Indonesia umumnya dan rakyat Aceh khususnya. Dimana pada hari itu
ditandatangani sebuah nota kesepahaman perdamaian atau dikenal dengan nama Memorandum of
Understanding (MOU) Helsinki. Disebut sebagai MOU Helsinki karena dibuat atau ditandatangani di
Helsinki, Finlandia. MOU itu ditorehkan oleh tiga tanda tangan pejabat penting bagi Aceh-RI, yakni:

1) Ketua Delegasi RI yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM, Hamid Awaludin

2) Ketua delegasi GAM, Malik Mahmud

3) Ketua Crisis Management Intiative (CMI), Martti AhtisariSejak itu. Aceh memasuki kehidupan baru.
Konflik bersenjata sejak GAM mendeklarasikan diri 4 Desember 1976, yang disusun dengan jatuhnya
ribuan korban, kerusakan berbagai fasilitas dan penderitaan berkepanjangan berusaha ditutup dengan
MOU Helsinki. Faktor utama dalam perundingan ini adalah Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.

MOU Helsinki ini dilakukan dalam 4 tahap, yaitu:

Tahap pertama: Satu bulan setelah Tsunami yakni 27-29 Januari 2005 yang tidak menghasilkan apa-apa.

Tahap kedua: Satu bulan kemudian yakni 21-23 Februari 2005, dimana saat itu titik terang makin
terbayang karena GAM beritikad menghentikan keinginan untuk membentuk Negara Aceh Merdeka.

Tahap ketiga: Yakni tanggal 12-16 April 2005. Baik GAM maupun pemerintah RI sepakat mencari solusi
menyeluruh dan permanen dengan penekanan pada martabat kedua belah pihak.

Tahap keempat: Yaitu tanggal 12-17 Juli 2005, mencapai kemajuan kemajuan pesat. Hal ini terlihat dari
GAM yang tidak lagi mempersoalkan Konstitusi NKRI dan tuntutan merdeka. Dalam perundingan ini
sekaligus draf MOU ditandatangani yang finalisasinya MOU ditandatangani tanggal 15 Agustus 2005.

2. Variabel Bebas dalam Mewujudkan Perdamaian GAM-RI

A) MOU Helsinki yang mejadi general agreements atau nilai-nilai yangdisepakati bersama antara kedua belah
pihak.

B) Adanya agen yang mampu menjembatani antara pihak yang terlibatkonflik. Misalnya NGO yaitu
Dunant Center (HDC) dan CrisisManagement Initiative (CMI).

6
C) Terciptanya kondisi hurting stalemate atau situasi yang ada memungkinkan untuk dilakukannya
mediasi dilahirkan bukan karenafaktor.

D) Banyak anlisis juga mengatakan bahwa salah satu faktor penting dalammewujudkan perdamaian itu
adalah Tsunami yang meluluhlantakanDaerah Istimewa Aceh pada tangal 26 Desember 2006

E) Adanya keinginan untuk melakukan kompromi dari setiap pihak yangterlibat konflik. Hal ini
tercermin dalam berbagai perundingan yangakhimya menemukan titik terang atau solusi antara kedua
belah pihak.

BAB III KESIMPULAN

1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dalam penulisan di atas, maka permasalahan yang
dapat diindetifikasi adalah sebagai berikut.

1. Adanya rasa kekecewaan antara masyarakat Aceh terhadap pemerintah Indonesia sehingga
memunculkan GAM dan terjadinya gerakan separatis yang dilakukan oleh GAM.

2. Penggunaan istilah MoU dalam nota perdamaian yang dilaksanakan penandatangannya di Helsinki
dapat dikatakan sebagai sebuah perjanjian internasional.

3. MoU perdamaian antara GAM dengan Indonesia hanya dilakukan oleh sebuah organisasi nasional
(GAM) dengan Indonesia yang keduanya masih dalam ruang lingkup nasional serta status GAM sebagai
organisasi belum diakui oleh dunia internasional.

4. MoU Helsinki mengikat secara moral dan politik bukan secara hukum.

2. Pembatasan Masalah
Penulisan Karya Ilmiah ini memberikan batasan-batasan mengenai ruang lingkup permasalahan yang akan
dibahas. Adapun fokus bahasan dalam karya ilmiah ini adalah status hukum MoU perdamaian antara
pemerintah Indonesia dengan GAM ditinjau dari kacamata Hukum Perjanjian Internasionakekuatan hukum
Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki menurut Hukum Internasional.

3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulisan ini mengangkat dua
permasalahan yang meliputi.

1. Bagaimana status hukum MoU perdamaian antara GAM dengan pemerintah RI ditinjau dari
kacamata Hukum Perjanjian Internasional?

7
2. Bagaimanakah Kekuatan hukum MoU Helsinki menurut Hukum Internasional?

4. Tujuan Penelitian
Penelitian pada dasarnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu
pengetahuan. Menemukan berarti memperoleh pengetahuan yang baru mengembangkan maksudnya
memperluas dan menggali lebih dalam realitas yang sudah ada.

5.Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat secara.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai Status Hukum Mou Perdamaian
antara GAM dengan Pemerintah Republik Indonesia ditinjau dari kacamata Hukum Perjanjian Internasional.
Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi tambahan untuk mengembangkan pengetahuan
hukum internasional, khususnya mengenai status hukum Mou perdamaian antara GAM dengan pemerintah
Republik Indonesia ditinjau dari kacamata Hukum Perjanjian Internasional.

BAB VI PENUTUP

Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam kliping ini. Tentunya
masih banyak kekurangan dan kelemahan di dalamnya. Penulis banyak berharap pada pembaca yang Budiman
untuk memberikan kritik dan saran yang membangun tulisan ini kedepannya. Semoga kliping ini berguna bagi
penulis dan khususnya juga para pembaca.

Saya akhirnya dengan, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

8
DAFTAR PUSTAKA
1. Kompas, 24 Nopember 2002, hal.30

2.ICG Asia Report, No. 17, 12 Juni 2001, Aceh: Kenapa Kekuatan Militer Tidak akanMembawa Kedamaian
Abadi, hal.10

3. Jakarta Post, 18 Januari 2000

Anda mungkin juga menyukai