Disusun Oleh:
Kelompok 5
Virza Tri Yuwantana 04221022
Rasendriya Fadla Ayyadana 04221058
Muhammad Arif Agustia Sandra 12221019
Pasadiwa Sahasraya 12221024
Bela Emira Saskia 12221064
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya tulis yang berjudul "Konflik Sosial di Aceh".
Tujuan penulisan ini untuk memenuhi tugas dari Ibu. Karya tulis ini
diharapkan dapat menjadi penambah wawasan bagi pembaca serta bagi penulis
sendiri. Dalam makalah ini, kami membahas tentang Konflik Sosial Di Aceh,
kronologis terjadinya konflik tersebut, faktor penyebab konflik tersebut, dan
bagaimana solusi penanganan konflik dari pemerintah dan pihak yang berkonflik.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah berbagi
pengetahuannya kepada penulis, sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan tepat
waktu. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi
bahan referensi yang berguna.
Tidak ada gading yang tak retak, penulis menyadari jika makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran
demi kesempurnaan dari makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara majemuk dilihat dari banyaknya perbedaan
yang dimiliki seperti keberagaman bahasa, etnis, suku bangsa dan keyakinan
beragama. Hal ini merupakan modal kekayaan yang dimiliki Indonesia.
Namun di samping itu kemajemukan atau keanekaragaman juga dapat
mengandung kerawanan-kerawanan yang dapat memunculkan kepentingan
antar kelompok yang berbeda-beda tersebut sehingga menimbulkan
perpecahan. Rahardjo (2005:1). Dalam Christiany Juditha (2016) mengatakan
bahwa pluralitas kultural seringkali dijadikan alat untuk memicu munculnya
konflik suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Meski jika
diperhatikan lebih mendalam sebenarnya faktor-faktor penyebab dari
pertikaian tersebut kebanyakan berawal dari persoalan-persoalan
ketimpangan ekonomi, ketidakadilan sosial dan politik.
4
Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) (Fahmi, 2013). Pada tahun 1953-1962 terjadi
pemberontakan yang pertama di Aceh yakni pemberontakan Darul Islam/
Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang dipimpin oleh Teungku Daud
Beure’uh. Pemberontakan ini terjadi akibat kekecewaan rakyat Aceh terhadap
pemerintah Indonesia karena Aceh tidak diberi otonomi dengan penerapan
syariat Islam seperti yang telah dijanjikan Presiden Soekarno, tetapi justru
kemudian dimasukkan ke dalam Provinsi Sumatera Utara. Selain itu
kekecewaan rakyat Aceh semakin diperburuk dengan disingkirkannya
Teungku Daud Beure’uh oleh pemerintah pusat. (Hermawan, 2007).
5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
6
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Kronologi Konflik Sosial Aceh
Aceh merupakan daerah yang dilanda konflik berkepanjangan
dimulai sejak tahun 1953 yang dipelopori oleh Teungku Daud Beureueh
dengan memproklamirkan gerakan Darul Islam Tentara Islam Indonesia
DI TII. Munculnya gerakan itu akibat adanya kebijakan Pemerintah Pusat
yang ingin melebur Provinsi Aceh ke dalam Provinsi Sumatera Utara.
Penggabungan dua provinsi ini membawa konsekuensi dihapusnya hak
istimewa bagi masyarakat Aceh untuk menjalankan syariat Islam dalam
kehidupan masyarakat dan pemerintahan. Konflik ini akhirnya dapat reda
dengan diberikannya status istimewa bagi Aceh dengan otonomi luas
dalam bidang agama adat dan pendidikan pada tahun 1959.
Konflik Aceh muncul kembali pada akhir 1976 ketika Hasan Tiro
memproklamirkan kemerdekaan Aceh 4 Desember 1976. Konflik yang
terjadi antara Aceh/GAM dengan Pemerintah Pusat yang dilatarbelakangi
oleh ketidakadilan Pemerintah Pusat terhadap daerah Aceh baik secara
politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Adapun Ancaman utama yang
dianggap melatarbelakangi adalah terhadap praktik agama Islam
konservatif masyarakat Aceh, budaya pemerintah Indonesia yang dianggap
"neo-kolonial", dan meningkatnya jumlah migran dari pulau Jawa ke
provinsi Aceh. GAM merupakan organisasi pembebasan Aceh dari
Pemerintah Pusat.
7
yang tumbuh di sekitar lokasi industri, tepatnya di bukit Chokan
pidie, yang di pelopori oleh seorang intelektual aceh yang lama
tinggal di amerika serikat, yaitu Muhammad Hasan Tiro. Pada
tanggal 4 Desember 1976 bertempat di bukit Chokan, Hasan tiro
memproklamasikan kemerdekaan aceh dari indonesia, yang dikenal
sebagai hari lahir Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Munculnya
GAM adalah akibat kebijakan pemerintah pusat dengan ABRI/TNI
sebagai penopang utama yang dianggap tidak adil terhadap rakyat
aceh dan gerakan ini dapat dipandang sebagai representasi
kekecewaan dan kemarahan masyarakat aceh terhadap Indonesia
pada masa orde baru. GAM sering disebut juga dengan Aceh
Sumatra National Liberation Front (ASNLF).
8
GAM, pemimpin-pemimpin GAM berakhir di pengasingan,
dipenjara, atau dibunuh; pengikutnya tercerai berai, melarikan diri
dan bersembunyi. Para pemimpinnya seperti Di Tiro, Zaini
Abdullah (menteri kesehatan GAM), Malik Mahmud (menteri luar
negeri GAM), dan Dr Husaini M. Hasan (menteri pendidikan
GAM) telah melarikan diri ke luar negeri dan kabinet GAM yang
asli berhenti berfungsi.
9
2.1.4 Tahap Ketiga Pemberontakan (1998-2005)
Lengsernya pemerintahan Orde Baru dengan mundurnya
Presiden Soeharto dari jabatan presiden memberi peluang bagi
GAM membangun kembali kelompok mereka. Presiden BJ
Habibie pada 7 Agustus 1998 mencabut status DOM dan
memutuskan menarik pasukan dari Aceh yang justru memberi
ruang bagi GAM untuk mempersiapkan serangan berikutnya.
10
2003 tentang Darurat Militer di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam yang berlaku mulai Senin (19/5/2003) pukul 00.00
WIB. Adapun usaha pemerintah yang ditempuh melalui kekuatan
militer di Aceh juga mulai terlihat hasilnya pada tahun 2003.
11
Pabrik Pupuk Asean, serta pabrik kertas PT. Kraft. Kekayaan alam
yang terus digali dan beroperasinya perusahaan perusahaan
nasional.
12
2.2.3 Faktor Kekecewaan Yang Dialami Rakyat Aceh
Presiden Soekarno menjanjikan diterapkannya syariat Islam
di Aceh setelah perjuangan kemerdekaan berakhir. Akan tetapi,
janji tersebut tidak pernah terpenuhi. Aceh tidak diberi otonomi
dengan penerapan syariat islam seperti yang telah dijanjikan, tetapi
Aceh justru dimasukkan ke dalam Provinsi Sumatera Utara.
Kekecewaan Kekecewaan ini menghasilkan pemberontakan Darul
Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/ TII) pada tahun 1953.
13
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwasannya setiap presiden yang
pernah memimpin di Indonesia memiliki cara mereka masing-masing
dalam mengatasi konflik yang ada di Aceh, baik itu dengan cara
kelembutan atau cara kekerasan. Namun, jika mengabaikan banyak aspek
seperti keamanan dan keselamatan, semuanya itu berdampak kepada
masyarakat.
14
Termuat pula 71 butir kesepakatan yang diantaranya menyebutkan:
15
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konflik antara Aceh/GAM dengan Pemerintah Pusat terjadi pada
tahun 1976. GAM merupakan organisasi pembebasan Aceh dari
Pemerintah Pusat, Pemberontakan GAM di Aceh dilatarbelakangi oleh
ketidakadilan Pemerintah Pusat terhadap daerah Aceh baik secara politik,
ekonomi, maupun sosial budaya. Awal penghitungan dimulai saat
dideklarasikannya Aceh Merdeka (AM) oleh seorang pria bernama Hasan
Muhammad atau lebih dikenal sebagai Hasan Tiro di Gunung Halimun,
Pidie, 4 Desember 1976. Sejak itu, militer Republik Indonesia (RI) mulai
memfokuskan perburuan terhadap Hasan bersama pengikutnya yang
menginginkan Aceh menjadi wilayah independen (negara) yang terpisah
dari RI.
3.2 Saran
Pemberontakan dapat terjadi karena adanya perbedaan pemikiran,
kepentingan, serta tujuan. Kekerasan juga tidak luput akibat dari
pemberontakan yang terjadi. Menyingkirkan keegoisan serta kepentingan
dapat menghentikan pemberontakan, dalam hal ini perjanjian perdamaian
dari kedua belah pihak menjadi kunci berakhirnya pemberontakan.
Perbedaan pendapat memang kerap kali kita temukan dalam kehidupan
sehari-hari, namun tidak menutup kemungkinan bagi kita untuk
16
memperkecil perbedaan pendapat tersebut dengan menyepakati tujuan
serta kepentingan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Cut Maisarah & Efendi Hasan, TRANSFORMASI PERJUANGAN POLITIK
GERAKAN ACEH MERDEKA (Suatu Penelitian Terhadap Arah dan Strategi
Perjuangan Politik GAM Pasca 13 Tahun Perjanjian MoU Helsinki), Jurnal Ilmiah
Mahasiswa FISIP Unsyiah, Volume 4, Nomor 2. 2019.
Kurnia Jayanti, KONFLIK VERTIKAAL ANTARA GERAKAN ACEH MERDEKA
DI ACEH DENGAN PEMERINTAH PUSAT DI JAKARTA TAHUN 1976-2005,
2013.
Murni Wahyuni, Isjoni, & Bedriati Ibrahim, THE HISTORY OF FREE ACEH
MOVEMENT’S REBELLION (GERAKAN ACEH MERDEKA, GAM) IN ACEH
YEAR 1976-2005, 2015.
Mallia Hartani & Soni Akhmad Nulhaqim, ANALISIS KONFLIK ANTAR UMAT
BERAGAMA DI ACEH SINGKIL. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, Vol. 2 No.
2. 2020.
Safriadi, DAYAH DAN RESOLUSI KONFLIK DI ACEH. Banda Aceh: IAIN
Lhokseumawe, 2022.
Usman, Akhyar, & Teuku M. Husni, TRANSFORMASI GERAKAN ACEH
MERDEKA (GAM) MENUJU MASYARAKAT CIVIL SOCIETY PASCA MOU
HELSINKI, 2017.
Yuandini Ariefka, Kartika Sari, & Nucke Yulandari, MEMAAFKAN PELAKU
PERKOSAAN DI MASA KONFLIK: PERJALANAN PANJANG KORBAN
KONFLIK DI ACEH, Jurnal Psikologi Unsyiah ISSN: 2614-6428, Vol 1, No. 2.
2018.
WEBSITE
http://eprints.uny.ac.id/21414/3/3.%20BAB%20I.pdf,
tanggal akses : 10-14 maret 2023
https://www.academia.edu/29923695/Gerakan_Aceh_Merdeka,
tanggal akses: 13-14 Maret 2023.
https://regional.kompas.com/read/2022/03/15/141817678/gerakan-aceh-merdeka-
penyebab-kronologi-konflik-dan-kesepakatan-helsinki?page=all,
tanggal akses : 12-14 Maret 2023.
17