Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anthony Reid, seorang ahli sejarah Asia Tenggara yang pernah belajar di
Selandia Baru dan Cambridge. Dalam buku yang diberi judul Asal Mula
Konflik Aceh menyebutkan bahwa Aceh sudah bergejolak dalam konflik
sebelum bergabung bersama Indonesia hingga akhir abad 19. Saat Aceh
ditetapkan menjadi salah satu wilayah Kesatuan Republik Indonesia, pun
Aceh dalam konflik. Bicara tentang konflik Aceh harus bicara kelahiran
negara Republik Indonesia. Sebab, dari situlah kisah gerakan menuntut
kemerdekaan dimulai. Lima hari setelah RI diproklamasikan, Aceh
menyatakan dukungan sepenuhnya terhadap kekuasaan pemerintahan yang
berpusat di Jakarta. Tetapi, ternyata tak semua tokoh Aceh mengucapkan janji
setia. Mereka para hulubalang, prajurit di medan laga. Prajurit yang berjuang
melawan Belanda dan Jepang. Mereka yakin, tanpa RI, mereka bisa
mengelola sendiri negara Aceh. Inilah kisah awal sebuah gerakan
kemerdekaan. Tahun 1948, ketika pemerintahan RI berpindah ke Yogyakarta
dan Syafrudin Prawiranegara ditunjuk sebagai Presiden Pemerintahan Darurat
RI (PDRI), Aceh minta menjadi propinsi sendiri. Tahun 1950 kekecewaan
tumbuh. Propinsi Aceh dilebur ke Propinsi Sumatera Utara. Rakyat Aceh
marah. Apalagi, janji Soekarno pada 16 Juni 1948 bahwa Aceh akan diberi
hak mengurus rumah tangganya sendiri sesuai syariat Islam tak juga dipenuhi.
Gerakan Aceh Merdeka atau GAM lahir di era Soeharto. Saat itu, sedang
terjadi industrialisasi di Aceh. Kekayaan alam Aceh dikuras melalui
pembangunan industri yang dikuasai orang asing melalui kebijakan pusat.
Sementara rakyat Aceh tetap miskin. Pendidikan rendah, kondisi ekonomi
sangat memprihatinkan.
Melihat hal ini, Daud Beureueh (Gubernur Militer Aceh1948-1952) dan
tokoh tua Aceh yang sudah tenang kemudian bergerilya kembali untuk
mengembalikan kehormatan rakyat, adat Aceh dan agama Islam. Pertemuan

digagas tahun 1970-an. Mereka sepakat meneruskan pembentukan Republik


Islam Aceh, yakni sebuah negeri yang mulia dan penuh ampunan Tuhan. Kini
mereka sadar, tujuan itu tak bisa tercapai tanpa senjata.Setelah didirikan,
GAM mendapat dukungan rakyat. Hubungan dengan dunia internasional terus
dibangun. Kekuatan bersenjata pun disusun. Selama 30 tahun lamanya GAM
di Aceh dan Indonesia, banyak hal yang terjadi dan menjadi liputan sejarah
yang cukup bermakna bagi semua bangsa. Pada masa perang DI/TII (Darul
Islam/Tentera Islam Indonesia) tahun 1953 sampai 1963, praktik Daerah
Operasi Militer (DOM) tahun 1989 sampai 1998 dan masa Darurat
Militer/Darurat Sipil tahun 2003 sampai 2005.

BAB II
PEMBAHASAN

Pemerintahan Republik Indonesia Pemerintah RI sudah mengekalkan bahwa


Aceh adalah bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Indonesia. Apapun akan
dilakukan jika demi mempertahankan sejengkal tanah NKRI ini. Klaim Indonesia
terhadap Aceh sudah final: Aceh merupakan bagian dari Indonesia yang harus
dipertahankan. Beberapa ketetapan dan kebijakan untuk Aceh yaitu diberi julukan
daerah istimewa, kebijakan syariat Islam tahun 2010, penerapan Undang-Undang
Pemerintahan Aceh (UU PA) juga salah satu percobaan Indonesia apakah Aceh
mampu mengelola daerahnya atau tidak. Pada awalnya Pemerintah RI di Jakarta
tak begitu merespon gerakan GAM. Namun, karena ancaman terhadap keutuhan
NKRI betul-betul telah nampak di depan mata, apalagi aktivis GAM di luar negeri
sudah kembali ke Aceh dan memicu perang terbuka dengan serdadu republic di
Aceh. Mau tak mau memaksa pemerintah menggunakan kekuatan bersenjata.
Pemerintah RI menganggap perundingan dengan GAM adalah masalah dalam
negeri Indonesia, karenanya tidak menganggap GAM sebagai belligerent (pihak
yang bersengketa) sehingga dengan begitu tidak bisa dianggap sebagai subyek
hukum internasional.
Pemprop Aceh Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan subnasional yang
setingkat dengan pemerintahan provinsi lainnya di Indonesia. Pemerintahan Aceh
adalah kelanjutan dari Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan
Pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pemerintahan Aceh
dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh, dalam hal ini Gubernur Aceh sebagai
lembaga eksekutif, dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sebagai lembaga
legislatif.

Penyelenggaraan

Pemerintahan

Aceh

dan

Pemerintahan

Kabupaten/Kota berpedoman pada asas umum penyelenggaraan pemerintahan


yang memiliki khususan yaitu dimasukkannya asas ke-Islaman. Penyelenggara
Pemerintahan Aceh terdiri atas Pemerintah Aceh dan DPRA. Penyelenggara
Pemerintahan Kabupaten/Kota terdiri atas Pemerintah Kabupaten/Kota dan
DPRK.

Susunan

organisasi

dan

tata

kerja

Pemerintahan

Aceh

dan

Kabupaten/Kota diatur lebih lanjut dalam Qanun. Pengesahan Qanun Aceh


tentang Bendera dan Lambang dilakukan Senin 25 Maret 2013 lalu. Gubernur
Aceh selaku Kepala Pemerintah Aceh, Zaini Abdullah, menetapkan Qanun Aceh
Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh pada tanggal 25 Maret
2013 dan Qanun tersebut diundangkan/ditempatkan dalam Lembaran Aceh Tahun
2013 Nomor 3 dan Tambahan Lembaran Aceh Nomor 49, serta II (dua) Lampiran.
Sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang
merupakan turunan dari MoU Helsinki, dalam Pasal 246 yaitu : Butir ke-2, Selain
Bendera Merah Putih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Aceh
dapat menentukan dan menetapkan bendera daerah Aceh sebagai lambang yang
mencerminkan keistimewaan dan kekhususan. Namun, Jakarta Senin 1 April
2013, Mendagri Gamawan Fauzi di Kantor Presiden berkata, Mestinya Pemda
Aceh lebih fokus bagaimana menyejahterakan masyarakat Aceh. Kalau begini
terus kan sebentar lagi ada masalah ini, sebentar lagi masalah ini, jadi akan
menghambat percepatan kesejahteraan masyarakat Aceh.
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) didirikan oleh Teungku Hasan Muhammad
Tiro pada 4 Desember 1976. Pemberitahuan secara meluas tentang gerakan itu
dilakukan di Glee Alimon (gunung alimun) sebuah tempat bersejarah dalam
pergerakan DI/TII yang dipimpin Teungku Muhammad Dawud Beureueh(Gubernur Militer Aceh 1948-1952). GAM mengkampanyekan kemerdekaan
untuk Aceh. Pada mulanya kampanye lebih diarahkan pada penyadaran ideologis
rakyat Aceh sebagai bangsa yang memiliki kedaulatan. Meski pada awalnya
sangat sedikit masyarakat Aceh yang terpengaruh pada kampanye GAM ini.
Sejatinya, basis perjuangan GAM dilakukan dalam dua sisi, diplomatik dan
bersenjata. Jalur diplomasi langsung dipimpin Hasan Tiro dari Swedia. Opini
dunia dikendalikan dari sini. Sementara basis militer dikendalikan dari markasnya
di perbatasan Aceh Utara-Pidie. Seluruh kekuatan GAM dioperasikan dari tempat
ini. Mengakui atau tidak mengakui, perjuangan GAM telah membawa banyak
hasil yang amat positif dan negatif bagi kehidupan masyarakat Aceh. Tentu ada
malapetaka akibat perang dalam waktu lama. Namun demikian, adanya perhatian
pemerintah Indonesia yang mengawal Aceh dari Jakarta terhadap perbaikan jalan-

jalan, jambatan-jambatan, pusat-pusat pemerintahan di Aceh, pendidikan dan


sejumlah infrastruktur lainnya dalam masa 30 tahun terakhir tidak dapat
dipisahkan dengan perjuangan GAM.
KPK Angka dugaan korupsi di Aceh ternyata mencengangkan. Dari 122
kasus dugaan korupsi selama tahun 2011, potensi kerugian negara yang
ditimbulkan mencapai Rp 1,7 triliun. Angka tersebut menempatkan Aceh ke
dalam lima besar daerah penyumbang kerugian negara terbesar akibat korupsi di
Indonesia. Uang negara yang dikorupsi tersebut antara lain berasal dari dana
otonomi khusus, APBD Aceh, APBD kabupaten dan kota. Ada beberapa kasus
menonjol yang hingga kini penanganannya masih belum tuntas, yaitu: dugaan
korupsi pengadaan alat kesehatan CT scan dan MRI RS Zainal Abidin Band a
Aceh senilai Rp 18 miliar, pekerjaan proyek anggaran luncuran (DPAL) 20092010 APBD Aceh Rp 489 miliar, korupsi pembangunan rumah dhuafa dalam
APBD Aceh 2008 Rp 200 miliar, pekerjaan penanganan proyek darurat (nonbencana alam) APBD Aceh 2010 Rp 250 miliar, dan prose realisasi hibah di
DPKKA dalam APBD Aceh 2010 melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan,
Dinas Kesehatan Hewan, dan Dinas Pen didikan Aceh senilai Rp 21 miliar. Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyatakan, seharusnya
pemimpin di Tanah Air ini menjadi teladan bagi masyarakat, bukan menjadi
perampas milik rakyat.
Polri/TNI

Tentara

Nasional

Indonesia/TNI

bertanggung

jawab

menyelenggarakan pertahanan negara dan tugas lain di Aceh sesuai dengan


peraturan perundang-undangan. Prajurit Tentara Nasional Indonesia yang bertugas
di Aceh tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip universal hak asasi manusia dan
menghormati budaya serta adat istiadat Aceh. Kepolisian di Aceh merupakan
bagian dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian di Aceh bertugas
menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, melindungi,
mengayomi, melayani masyarakat, dan melaksanakan tugas lain yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan. Kebijakan ketenteraman dan ketertiban
masyarakat di Aceh dikoordinasikan oleh Kepala Kepolisian Aceh kepada
Gubernur. Namun tanggal 19 Mei 2003, Pemerintah Indonesia mengeluarkan

maklumat perang dalam bentuk pemberlakuan Darurat Militer di Aceh. Kekuatan


militer dikerahkan secara besar besaran ke Aceh. Inilah pengerahan Militer secara
besar-besaran setelah invasi ke Timor-Timur pada Tahun 1975.

BAB III
PENUTUP
A. Saran
Strategi Penyelesaian Konflik Persatuan dan kesatuan bangsa di Aceh
hari ini tidak lagi berkisar antara sesama GAM, sesama Partai Nasional,
sesama Organisasi Massa dan Pemuda, sesama pegawai negeri, sesama TNI
dan POLRI atau antara satu dengan Kabupaten lainnya. Akan tetapi persatuan
Bangsa di Aceh harus wujud persatuan menyeluruh agar mendatangkan
kemakmuran dan kesejakteraan terutama untuk masyarakat Aceh. Proses
mendamaikan dan memakmurkan Aceh harus diterima oleh semua pihak,
baik kalangan Aceh sendiri maupun pihak pemerintahan RI. Jauh dari niatniat jahat yang ingin mengkondisikan Aceh agar terus kacau. Aceh yang
aman damai haruslah diisi dengan kemajuan pendidikan, kemajuan ekonomi,
kemajuan peradaban dan kesempurnaan sistem sosial politik. Inilah yang
harus diperhatikan oleh GAM maupun pemerintahan RI. Organisasi
pemerintahan yang adil dan mensejakterakan rakyat. Jauh dari korupsi dan
nepotisme. Organisasi pemerintahan yang transparan maupun jelas. Dimana
kepercayaan masyarakat Aceh tidak boleh dihianati oleh oknum-oknum
pengeruk kekayaan pribadi yang mengambil keuntungan dari kekacauan
Aceh sekarang ini.

B. Kesimpulan
Baik RI maupun GAM memiliki tafsir tersendiri terhadap solusi
penyelesaian Aceh.Pertama, tafsir pemerintah RI. Bagi pemerintah konflik
Aceh dianggap selesai jika GAM menerima otonomi dan kembali ke
pangkuan NKRI. Upaya satu-satunya yang lebih cepat membuat GAM
menerima otonomi adalah melalui jalan operasi Militer. Meski, pemerintah
juga membuka dialog dengan GAM (seperti dirintis oleh Gus Dur). Tetapi,
dialog juga bertujuan meminta GAM menerima otonomi khusus dan
meletakkan senjata. Kedua, tafsir GAM. Bagi GAM konflik Aceh dianggap
selesai jika Aceh Merdeka. TNI/Polri keluar dari Aceh. GAM tak hanya

mengandalkan kekuatan militer, melainkan juga menempuh jalur diplomasi


untuk mencari dukungan internasional mendukung kemerdekaan Aceh.
Sekarang ini Pemerintahan Aceh dan Kabupaten/Kota berwenang mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yaitu urusan
pemerintahan yang bersifat nasional, politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan urusan tertentu dalam
bidang agama.
Pendapat Saya Berbicara tentang awal munculnya konflik di Aceh, maka
tidak terlepas dari yang namanya rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh
masyarakat Aceh, dengan kata lain Aceh selalu di jajah oleh pihak luar,
sehingga wilayah ini pun tak henti-hentinya menabuh genderang perang sejak
masa Hindia-Belanda, pasca kemerdekaan dengan terjadinya perang cumbok
antara kaum ulee balang dan ulama, meletusnya pemberontakan DI/TII Daud
Breuh 1953, hingga proklamasi kemerdekaan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
pada 4 Desember 1976.

DAFTAR PUSTAKA

http://bintangpapua.com/index.php/lain-lain/papua/papuabarat/item/2681masyarakat-pembentukan-kpk-papua-barat 11
http://tabloidjubi.com/2013/04/18/gubernur-papua-barat-akuipemerintah-pusatpaham-papua/ http://www.farhan-bjm.web.id/2011/08/sejarahsingkatterbentuknya-organisasi.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Papua_Merdeka
http://aiirm59.blogspot.com/2012/05/konflik-papua.html
http://www.slideshare.net/aiirmc/makalah-konflik-papua
http://regional.kompas.com/read/2011/12/09/11323574/Korupsi.di.A
ceh.Mencengangkan. http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_Aceh
http://jakartagreater.com/2013/04/pro-kontra-pengibaran-benderagam-di-aceh/
http://holan-hukum.blogspot.com/p/gerakan-aceh-merdeka-gam.html
http://k3mb4r091.blogspot.com/2008/10/sejarah-asal-mula-gampenyebabgerakan.html http://handchetiga.blogspot.com/2010/12/asal-mula-gammelawanri-konflik-hasan.html http://www.atjehcyber.net/2011/12/asal-mulakonflikaceh.html#ixzz2SDlQY72N 14. Daftar pustaka

MAKALAH MATA KULIAH


SOSIOLOGI
KONFLIK SOSIAL ACEH

DISUSUN
OLEH:

DWI TIKA PRANITA

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK


JURUSAN KEPERAWATAN
SINGKAWANG
10

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, sebab karena rahmat dan
nikmat-Nyalah kami dapat mnyelesaikan sebuah tugas makalah sosiologi ini.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas dari dosen
yang bersangkutan agar memenuhi tugas yang telah ditetapkan, dan juga agar
setiap mahasiswa dapat terlatih dalam pembuatan makalah. Makalah ini berjudul
konflik social di aceh.
Adapun sumber-sember dalam pembuatan makalah ini, didapatkan dari
beberapa buku yang membahas tentang materi yang berkaitan dan juga melalui
media internet. Kami sebagai penyusun makalah ini, sangat berterima kasih
kepada

penyedia

sumber

walau

tidak

dapat

secara

langsung

untuk

mengucapkannya.
Kami menyadari bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan, begitu pun
dengan Kami yang masih seorang mahasiswa. Dalam pembuatan makalah ini
mungkin masih banyak sekali kekurangan-kekurang yang ditemukan, oleh karena
itu kami mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami mangharapkan
ada kritik dan saran dari para pembaca sekalian dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembacanya.

Singkawang, Oktober 2014

Penyusun

11i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

ii

BAB I

PENDAHULUAN ...........................................................................

A. Latar Belakang..........................................................................

PEMBAHASAN ..............................................................................

BAB II

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ...............................................................................

B. Saran .........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

12ii

Anda mungkin juga menyukai