HUKUM INTERNASIONAL
DISUSUN OLEH
(……………)
Dosen Matakuliah:
Universitas Pakuan
2021/2022
PENDAHULUAN
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala
internasional. Pada awalnya, hukum internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan
antar negara. Namun, dalam perkembangan pola hubungan internasional semakin kompleks
pengertiannya.
Pengertian hukum internasional menurut J.G. Starke adalah sistem hukum yang sebagian
besar terdiri dari prinsip dan aturan yang biasanya ditaati dalam hubungan antarnegara.
Subjek yang bukan Negara sangat banyak rupanya, seperti Organisasi Internasional
(Anggotanya Negara-Negara seperti PBB, WHO, dll.)
Ada banyak kasus tentang Hubungan Internasional, dan yang paling mencuri perhatian
adalah Hubungan Internasional Negara dengan Bukan Negara. Salah satu contoh kasus yang
pernah terjadi di Indonesia, adalah Gerakan Aceh Merdeka, GAM.
Dilansir dari Wikipedia, Gerakan Aceh Merdeka, adalah bekas sebuah gerakan
separatisme bersenjata yang memiliki tujuan supaya Aceh lepas dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Konflik antara pemerintah RI dan GAM yang dialibatkan Perbedaan keingin ini telah
berlangsung sejak tahun 1976-2008 dan menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa.
Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra Nasional Liberation Front (ASNLF).
GAM dipimpin oleh Hasa di Tiro selama hampir 3 dekade bermukim di Swedia dan
berkewarganegaraan Swedia. Pada Tanggal 2 Juni 2010, ia memperoleh status kewarganegaraan
Indonesiam tepat sehari sebelum ia meninggal dunia di Banda Aceh.
ANALISIS
Ada banyak faktor yang dapat mendorong terjadi Hubungan Internasional, terjadinya GAM
adalah akibat dari adanya perbedaan keinginan antara pemerintah RI dan GAM. Keinginan
tersebut berupa konflik yang bersumber dari perbedaan pandangan tentang hukum Islam,
kekecewaan tentang distribusi daya alam di Aceh, dan peningkatan jumlah pendatang dari Jawa.
Konflik yang berlangsung di Aceh ini diakibatkan karena beberapa hal, yang meliputi
perbedaan pendapat mengenai hukum Islam, ketidakpuasan atas distribusi sumber daya alam.
Aceh, serta peningkatan jumlah orang Jawa di Aceh.Konflik GAM ini terjadi dalam tiga tahapan,
yaitu pada tahun 1977, 1989, dan 1998.
Namun sebelumnya, pada 4 Desember 1976, pemimpin GAM, Hasan di Tiro bersama
beberapa pengikutnya melayangkan perlawanan terhadap pemerintah RI. Awal perlawanan itu
mereka lakukan di perbukitan Halimon di kawasan Kabupaten Pidie, hingga akhirnya konflik
antara pemerintah RI dengan GAM terus berlanjut.
Pemerintah pusat saat itu disebut sentralistis yang memicu tumbuhnya rasa kekecewaan
dibenak masyarakat Aceh. Sayangnya, saat itu cara mengatasi Gerakan Sceh Merdeka yang
diambil p emerintah pusat kurang tepat hingga muncul perlawanan yang kemudian dimanfaatkan
kelompok tersebut untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Pada akhirnya konflik yang terjadi sejak 1976 hingga 2005 ini justru merugikan kedua belah
pihak dan telah menelan nyawa sebanyak hampir 15.000 jiwa.
1976-1977
GAM pertama kali mengibarkan bendera perang dengan melakukan gerilya, yang pada
akhirnya mengalami kegagalan karena berhasil dinetralisir oleh pemerintah pusat. Setelah terjadi
pernyataan dari Hasan Tiro di tahun 1976, milisi GAM mulai melakukan gerakan-gerakan
represif.
Perlawanan yang terjadi melalui teknik gerilya itu menewaskan milisi GAM dan juga
masyarakat sipil. Walau begitu, gerakan milisi GAM berhasil digagalkan oleh pemerintah pusat
dan kondisi bisa dinetralisir.
1989
Pada tahun tersebut, GAM nlai memperbarui aktivitasnya dengan mengerahkan sekitar
1.000 tentara yang didukung oleh Libya dan Iran.
Pelatihan yang didapatkan dari luar negeri ini menandakan bahwa tentara GAM sudah
jauh lebih tertata dan terlatih dengan baik. Karena adanya ancaman terbaru tersebut, Aceh
dinyatakan sebagai Daerah Operasi Militer Khusus (DOM).
Desa-desa yang diduga menampung para anggota GAM dibakar serta anggota keluarga
tersangka diculik dan disiksa. Dipercaya, terdapat sektar 7.000 pelanggaran hak asasi manusia
yang terjadi selama DOM berlangsung.
2002
Pada 2002 kekuatan militer dan polisi di Aceh semakin berkembang dengan jumlah
pasukan menjadi sekitar 30.000. Setahun setelahnya, jumlah pasukan semakin meningkat hingga
menyentuh angka 50.000 personil.
Bersamaan dengan hal tersebut, terjadi juga berbagai tindakan kekerasan yang dilakukan
oleh milisi GAM yang mengakibatkan jatuhnya ribuan korban dari pihak sipil.
2003
Masyarakat Aceh akan mengingat kejadian di tanggal 19 Mei 2003 di mana Aceh
dinyatakan sebagai daerah dengan status darurat militer.
Adapun usaha pemerintah yang ditempuh melalui kekuatan militer di Aceh juga mulai
terlihat hasilnya pada tahun 2003.
C. Garis Waktu
Pada 17 Juli 2005, setelah perundingan selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil
mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki, Finlandia.
Penandatanganan nota kesepakatan damai yang dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses
perdamaian selanjutnya dipantau oleh sebuah tim yang bernama Aceh Monitoring Mission
(AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa negara yang tergabung dalam
Uni Eropa.
Di antara poin pentingnya adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut memfasilitasi
pembentukan partai politik lokal di Aceh dan pemberian amnesti bagi anggota GAM.
Meski perdamaian tersebut, sejatinya sampai sekarang masih menyisakan persoalan yang
belum menemukan jalan keluar. Misalnya saja berkait dengan Tapol/Napol Aceh yang masih
berada di penjara Cipinang, Jakarta seperti Ismuhadi Jafar, dkk.
Selain juga persoalan kesejahteraan mantan prajurit kombatan GAM yang cenderung hanya
dinikmati oleh segelintir elit.
Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai diserahkan kepada AMM pada 19
Desember 2005.
Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara militernya, Sofyan Dawood,
menyatakan bahwa sayap militer mereka yaitu Tentara Neugara Aceh (TNA) telah dibubarkan
secara formal dan dibentuk Komite Peralihan Aceh guna untuk menampung para eks-kombatan.
D. Kesepakatan Helsinki
Gempa bumi yang menimpa wilayah Sumatera termasuk aceh pada 26 Desember 2004
memaksa kedua pihak yang bertikai untuk duduk bersama di meja perundingan, dengan inisiasi
dan mediasi oleh pihak internasional.
Hal ini juga menjadi permulaan usaha GAM untuk menuntut kemerdekaan Aceh melalui
jalur-jalur diplomatik. Pihak pemerintah Indonesia dan GAM pada 27 Februari 2005 bersama-
sama memulai langkah perundingan dengan melakukan pertemuan di Finlandia.
Delegasi Indonesia dalam perundingan itu diwakili oleh Hamid Awaluddin, Sofyan A. Djalil,
Farid Husain, Usman Basyah, dan I Gusti Wesaka Pudja.
Sementara dari pihak GAM diwakili oleh Malik Mahmud, Zaini Abdullah, M Nur Djuli,
Nurdin Abdul Rahman, dan Bachtiar Abdullah. Dari pertemuan tersebutlah muncul beberapa
kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan GAM untuk mencapai perdamaian.
Kesepakatan tersebut terdiri dari enam bagian, yaitu: Menyangkut kesepakatan tentang
Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh.
Kesepakatan Helsinki tercapai dengan perundingan yang berlangsung selama lima putaran,
dimulai pada 27 Januari 2005 dan berakhir pada 15 Agustus 2005.
Pasca perjanjian damai, senjata GAM yang berjumlah 840 diserahkan kepada AMM pada
19 Desember 2005, menyusul pembubaran secara formal sayap militer Tentara Neugara Aceh
(TNA) pada 27 Desember 2005 sebagaimana dilaporkan oleh juru bicara militernya, Sofyan
Dawood.
Menyusul hal tersebut, pemerintah Indonesia juga mengeluarkan UU No. 11 Tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang memberikan keleluasaan khusus bagi Aceh dalam
menjalankan pemerintahannya sendiri (otonomi khusus).
E. Sayap Militer GA
Kesepakatan di Helsinki
Tim Perdamaian
KESIMPULAN
Gerakan Aceh Merdeka, atau GAM (bahasa Aceh: Geurakan Acèh Meurdèka) adalah
bekas sebuah gerakan separatisme bersenjata yang memiliki tujuan supaya Aceh lepas dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Konflik antara pemerintah RI dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah
berlangsung sejak tahun 1976-2008 dan menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa.
Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF).
GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro selama hampir tiga dekade bermukim di Swedia dan
berkewarganegaraan Swedia. Pada tanggal 2 Juni 2010, ia memperoleh status kewarganegaraan
Indonesia, tepat sehari sebelum ia meninggal dunia di Banda Aceh
https://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Aceh_Merdeka
Tribunnews GAM
https://www.tribunnewswiki.com/2021/08/18/gerakan-aceh-merdeka-gam
https://www.merdeka.com/jatim/mengenal-lahirnya-gerakan-aceh-merdeka-ketahui-sejarah-dan-
sosok-pendirinya-kln.html
https://regional.kompas.com/read/2022/03/15/141817678/gerakan-aceh-merdeka-penyebab-
kronologi-konflik-dan-kesepakatan-helsinki?page=all