Anda di halaman 1dari 8

3 Penyebab Peristi wa Aceh 1990 – 1998 Terlengkap

written by Henry Hafidz

Separatisme merupakan suatu gerakan untuk memperoleh memisahkan diri dan kedaulatan


suatu wilayah negara atau golongan manusia dari satu sama lain. Untuk sekarang, ketika
orang membahas gerakan separatis, biasanya akan lebih membahas soal negara. Biasanya
kaum separatis merupakan kelompok yang memiliki kesadaran nasional yang cukup tajam
atau menganut pemikiran khusus. Seperti pemikiran nasionalis atau bisa juga religius.
Pemakaian kata separatis ini umumnya kurang diterima oleh golongan atau
kelompok separatis karena terdengar semacam kasar dan mengganggu kedaulatan negara.
Mereka cenderung menggunakan kalimat atau kata yang lebih halus atau terdengar lebih
netral seperti determinasi diri. Cukup banyak negara yang harus terbebani oleh masalah
separatis ini. Contohnya Indonesia.

Indonesia sudah mendapat masalah gerakan separatis. Bahkan masalah separatis ini sudah
muncul sejak negara kita tercinta ini terbilang masih cukup muda. Tentara negara ini
memiliki banyak pengalaman untuk menyelesaikan banyak masalah separatis. Contohnya
seperti pemberontakan Republik Maluku Selatan, Organisasi Papua Merdeka dan Gerakan
Aceh Merdeka.

Penyebab Peristiwa Aceh 1990


Gerakan Aceh Merdeka atau biasa disingkat GAM, sesuai namanya, adalah kaum separatis
yang ingin memerdekakan diri dari Indonesia. Didirikan oleh Hasan di Tiro yang merupakan
keturunan dari pahlawan nasional dari era perjuangan Aceh melawan Belanda yaitu Tengku
cik Di Tiro. Lebih detailnya, GAM menginginkan tanah Aceh menjadi negara yang berdaulat.
Gerakan ini menyebabkan adanya konflik antara pemerintah Indonesia dengan GAM.
Indonesia didukung oleh Amerika Serikat sedangkan GAM didukung oleh Swedia, Organisasi
Papua Merdeka dan Arab-Libya Jamahiriyah. Tentu konflik yang berkepanjangan mulai dari
era presiden Soeharto hingga berakhir Susilo Bambang Yudhoyono.

GAM berdiri karena rakyat Aceh merasa kecewa pada pemerintah RI. Kekecewaan ini terjadi
karena beberapa faktor. Faktor pertama yaitu masalah agama. Pemerintah menolak
keinginan keinginan rakyat Aceh untuk menerapkan syariat Islam. Maksud Aceh tidak ingin
memisahkan diri Republik Indonesia tapi hanya diberi ijin untuk menerapkan syariat Islam
spesial hanya di wilayahnya. Sebenarnya Aceh memang lekat dengan Islam karena secara
historis merupakan wilayah dari Kesultanan Samudra Pasai yang menerapkan syariat Islam
di pemerintahannya. Kemudian adanya kebijakan fusi partai dan semua aspirasi rakyat Aceh
harus masuk ke Partai Persatuan Pembangunan.

Faktor kedua yaitu tidak adilnya pemerintah RI pada masyarakat Aceh atas bagi hasil
pengolahan sumber daya alam yang diambil dari Aceh. Eksplorasi Sumber daya alam di Aceh
memang memberikan keuntungan yang sangat banyak. Pada tahun 1969 ditemukan ladang
gas baru di daerah Arun. Ladang gas ini diperkirakan bisa diolah selama tiga puluh tahun.
Nilai produksi pertahun pun cukup besar yaitu rata-rata US$ 31 miliar per tahun. Berarti jika
tiga puluh tahun maka bisa mendapatkan US$ 93 miliar. Bahkan Hasan di Tiro menganggap
para orang Jawa neokolonialis karena sudah mengeksploitasi kekayaan alam di Aceh tanpa
mempedulikan penduduk asli Aceh.
Membicarakan peperangan antara RI dan GAM rasanya seperti membuka luka lama yang
telah mengering. Luka historis yang terjadi karena konflik yang kejam dan berlangsung
selama hampir tiga puluh tahun. Jika kita cari hubungannya hingga ke belakang, munculnya
peperangan tersebut disebabkan oleh kecewanya rakyat Aceh atas kebijakan tidak adil yang
dilakukan oleh pemerintah pusat RI.  Berikut adalah beberapa penyebab peristiwa
pelanggaran Hak Azasi Manusia di tanah Aceh pada 1990.

1.Penggiringan Masyarakat Aceh untuk Memilih Golkar


Seorang ahli bernama Otto Syamsudin menilai bahwa pelanggaran HAM di serambi mekah
ini disebabkan oleh politis ketika Pemilu pada tahun 1987. Pelanggaran ini berupa represi
yang dirasa memaksakan pilihan rakyat Aceh untuk mencoblos Golkar. Upaya untuk terus
mempertahankan kejayaan Golkar di pemilu adalah agenda terselubung dari tekanan militer
dan politik lewat penetapan Daerah Operasi Militer atau disingkat DOM. Wajar saja rakyat
marah. Sudah hubungan pemerintah dengan GAM sedang memburuk dan konflik yang tak
jelas dimana ujungnya. Justru di situasi seperti ini pemerintah malah memaksakan pilihan
pada rakyat.

2. Operasi Jaring Merah


Pada akhir 1989, Soeharto melakukan operasi militer dengan nama sandi Operasi Jaring
Merah. Tujuan utama operasi ini mengurangi kekuatan utama pengikut Hasan Tiro. Mereka
dicap sebagai Gerakan Pengacau Keamanan atau GPK oleh negara. Jaring Merah secara teori
hanya mengurangi kekuatan Hasan Tiro. Tapi dalam praktiknya, tentara dinilai tidak terlalu
selektif ketika memburu para gerilyawan yang sangat loyal pada Hasan Tiro. Sehingga
sepertinya tentara melakukan pembantaian yang cenderung asal-asal dan akhirnya
membantai warga sipil juga. Atas peristiwa ini, pasukan pemerintah melakukan pelanggaran
hak asasi manusia dalam ukuran yang besar dan secara sistematis ketika memberlakukan
operasi Jaring Merah.

3. Adanya Desa yang Menjadi Simpatisan GAM


Karena adanya Operasi Jaring Merah, maka para loyalis Hasan Tiro bersembunyi di banyak
tempat. Salah satu tujuan persembunyian mereka adalah desa-desa di Aceh. Desa yang
diduga menyembunyikan anggota dan gerilyawan GAM dibakar. Tak cukup di situ, anggota
keluarga tersangka GAM diculik dan disiksa. Sekitar 300 anak di bawah umur dan wanita
mengalami perkosaan. Untuk korban jiwa berkisar antara 9.000 hingga 12.000 jiwa.
Mayoritas warga sipil terbunuh mulai tahun 1989 hingga 1998 dalam operasi jaring merah
tersebut.

Selain gas, di Aceh masih ada banyak manufaktur yang sangat berprospek. Contohnya
seperti PT Aceh Asean Fertilizer, PT. Pupuk Iskandar Muda, PT dan PT Kraft Aceh. Selain
pupuk, produksi hutan Aceh juga sangat banyak dan menguntungkan. Pada tahun 1997
pendapatan mencapai Rp. 1 triliun pertahun. Sayangnya, melimpahnya sumber daya alam di
tanah Aceh tidak memberikan manfaat ke tanah dan masyarakat Aceh sendiri. Kondisi yang
tidak adil ini semakin parah karena munculnya berbagai macam siksaan psikis dan fisik yang
dilakukan oleh militer kepada rakyat Aceh.

Demikian informasi tentang penyebab peristiwa Aceh 1990. Penyebab peristiwa Aceh 1990
perlu diketahui agar pembaca bisa memahami banyak faktor yang menjadi penyebab
gerakan separatisme bisa terbentuk dan menjaga persatuan dan kesatuan NKRI agar bisa
mencegah agar Indonesia ini tidak hancur berkeping-keping. Mari kita rawat negara ini
dengan benar supaya Indonesia. Sebelum GAM, salah satu kasus yang ditangani pemerintah
tentang separatis adalah upaya pemerintah dalam menghadapi pemberontakan Andi Azis.
Selain GAM, Aceh juga memiliki warna-warni sejarah yang hebat. Seperti penyebab perang
Aceh, sejarah Partai Aceh, bangunan bersejarah Aceh, sejarah perang Aceh melawan
Belanda, sejarah museum tsunami Aceh dan peninggalan kerajaan Aceh.

Sejarah Lengkap Konflik dan Pemberontakan di Aceh (Gerakan Aceh Merdeka)

Oleh Admin I  02 Des, 2016  1 komentar

Konflik Aceh - Setelah Perang Dingin kita banyak menyaksikan berbagai konflik yang terjadi
di dalam sebuah Negara, seperti halnya pada Yugolslavia, Kroasia, Macedonia, Bosnia dan
Indonesia. Konflik yang terjadi di Indonesia salah satunya adalah konflik Aceh dimana dalam
konflik tersebut telah memakan banyak korban, baik korban jiwa maupun korban materi.

Konflik atau Pemberontakan di Aceh antara tahun 1976 hingga tahun 2005 dikobarkan oleh
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) hal tersebut untuk mendapatkan kemerdekaan dari
Indonesia. Gerakan Aceh Merdeka atau yang sering disebut dengan GAM, merupakan
organisasi separatisme yang telah berdiri di Aceh sejak tahun 1976. Tujuan didirikannya
GAM adalah untuk mengupayakan Aceh dapat lepas dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan membuat negara kesatuan sendiri. Gerakan ini juga dikenal dengan nama
Aceh Sumatera National Liberation Front (ASNLF).

Latar belakang Konflik dan Pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)


Secara umum Latar belakang Konflik di aceh yang paling jelas adalah Perbedaan budaya
antara Aceh dan banyak daerah lain di Indonesia. Disamping itu, banyak kebijakan sekuler
dalam administrasi pada masa Presiden Soeharto (Orde Baru) sangat tidak disukai di Aceh,
di mana banyak tokoh Aceh tidak menyukai kebijakan pemerintahan Orde Baru yang
mempromosikan satu "budaya Indonesia". Kemudian lokasi provinsi Aceh yang terletak di
ujung Barat Indonesia menimbulkan anggapan yang meluas di provinsi Aceh bahwa para
pemimpin di Jakarta yang jauh tidak mengerti dan memperhatikan masalah yang dimiliki
Aceh serta tidak bersimpati pada kebutuhan dan adat istiadat di Aceh yang berbeda.
Bendera Gerakan Aceh Merdeka

Selain itu, Kecenderungan sistem sentralistik pemerintahan Soeharto dan berbagai


permasalahan lainnya akhirnya mendorong tokoh Aceh Hasan di Tiro (Teungku Hasan
Muhammad di Tiro) untuk membentuk Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tanggal 4
Desember 1976 dan memproklamasikan kemerdekaan Aceh. Permasalahan utama yang
dianggap melatarbelakangi hal ini adalah budaya pemerintah Indonesia yang dianggap "neo-
kolonial", dan makin banyaknya jumlah transmigran dari pulau Jawa ke provinsi Aceh serta
Distribusi pendapatan yang tidak adil dari sumber daya alam yang diambil dari Aceh.

Pada awalnya, gerakan ini terdiri dari sekelompok intelektual yang merasa kecewa
atas model pembangunan di Aceh. Hal ini terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan di
bawah orang-orang Jawa. Kelompok intelektual ini berpendapat bahwa telah terjadi
kolonialisasi Jawa atas masyarakat dan kekayaan alam tanah Aceh. Untuk mendapatkan
dukungan dari masyarakat, kalangan pemuda, serta tokoh-tokoh agama di Aceh, Hasan di
Tiro kemudian membuat gagasan anti-kolonialisasi Jawa. Gagasan Hasan Tiro ini semakin
memuncak setelah pemerintah orde baru meng-eksplorasi kekayaan gas alam dan minyak
bumi di Aceh Utara pada awal 1970an.
Sebab lain terjadinya gerakan separatisme GAM di Aceh, di perkuat oleh dukungan
yang datang dari para tokoh Darul Islam (DI) di Aceh yang belum terselesaikan secara tuntas
di zaman orde lama. beberapaTokoh DI/TII yang gagal melakukan pemberontakan di Aceh,
merasa bahwa dengan memberikan dukungan terhadap GAM, nantinya Aceh dapat
memperoleh kemerdekaannya.

Kemungkinan Penyebab Pemberontakan GAM menurut Beberapa Pihak


Menurut Edward Aspinall

Akademis dari Universitas Nasional Australia Edward Aspinall berpendapat bahwa


pengalaman sejarah Aceh selama Revolusi Nasional Indonesia menyebabkan munculnya
separatisme Aceh. Hal tersebut karena Aceh memainkan peranan penting pada revolusi dan
perang kemerdekaan melawan Belanda sebagai akibatnya diduga aceh telah mendapatkan
janji dari Presiden Soekarno saat kunjungannya ke Aceh pada 1947, bahwa Aceh akan
diizinkan untuk menerapkan hukum Islam (atau syariah) setelah perang kemerdekaan
Indonesia. 

Jalannya Konflik / Pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka


Pada awalnya, GAM adalah sebuah organisasi yang diproklamirkan secara terbatas.
Deklarasi GAM yang dikumandangkan oleh Hasan di Tiro dilakukan secara diam-diam
disebuah kamp kedua yang bertempat di bukit Cokan, Pedalaman Kecamatan Tiro, Pidie.
Setahun kemudian, teks tesebut disebarluaskan dalam versi tiga bahasa; Inggris Indonesia,
dan Aceh. Penyebaran naskah teks proklamasi GAM ini terungkap ketika salah seorang
anggotanya ditangkap oleh polisi dikarena pemalsuan formulir pemilu di tahun 1977. Sejak
itulah, pemerintahan orde baru mengetahui tentang pergerakan bawah tanah di Aceh. 

Banyak pemimpin GAM merupakan pemuda dan profesional berpendidikan yang


merupakan anggota kelas ekonomi menengah dan golongan kaya masyarakat Aceh. Kabinet
pertama GAM, yang dibentuk oleh Di Tiro di Aceh antara tahun 1976-1979, beranggotakan
beberapa tokoh sebagai berikut:

 Teungku Hasan di Tiro:Wali Negara, Menteri Pertahanan, dan Panglima Agung


 Dr Muchtar Hasbi: Wakil Presiden, Menteri Dalam Negeri
 Teungku Ilyas Leube: Menteri Kehakiman
 Dr Zaini Abdullah: Menteri Kesehatan
 Dr Husaini M. Hasan: Menteri Pendidikan dan Informasi
 Malik Mahmud: Menteri Luar Negeri
 Dr Zubir Mahmud: Menteri Sosial
 Amir Mahmud Rasyid: Menteri Perdagangan
 Teungku Muhamad Usman Lampoih Awe: Menteri Keuangan
 Amir Ishak: Menteri Komunikasi
 Dr Asnawi Ali: Menteri Pekerjaan Umum dan Industri

Serangan pertama GAM pada tahun 1977 dilakukan terhadap Mobil Oil Indonesia yang
merupakan pemegang saham PT Arun NGL, dimana PT Arun NGL adalah operator ladang gas
Arun yang berlokasi di Lhokseumawe, Aceh Utara. Pada saat itu jumlah pasukan yang
dimobilisasi oleh GAM sangatlah terbatas. Meskipun sudah ada ketidakpuasan cukup besar
di Aceh namun hal tersebut tidak mengundang partisipasi aktif massa untuk mendukung
GAM. Dalam pengakuan Hasan di Tiro sendiri, pada awalnya hanya 70 orang yang
bergabung dengannya dan mereka kebanyakan berasal dari kabupaten Pidie, terutama dari
desa di Tiro sendiri, yang bergabung karena loyalitas pribadi kepada keluarga Hasan di Tiro,
sementara sisanya bergabung karena faktor kekecewaan pada pemerintah pusat.
Pada akhir tahun 1979, tindakan penekanan yang dilakukan militer Indonesia telah memukul
telak GAM, para komandan GAM banyak yang berakhir di dibunuh, pengasingan, atau
dipenjara. pengikut GAM lantas tercerai berai, bersembunyi dan melarikan diri. Para
pemimpinnya seperti Dr Husaini M. Hasan (menteri pendidikan GAM), Malik Mahmud
(menteri luar negeri GAM) dan Di Tiro, Zaini Abdullah (menteri kesehatan GAM) sudah
kabur ke luar negeri dan kabinet GAM tang resmi tidak lagi menjalankan fungsinya.

Meskipun tidak mendapatkan dukungan yang luas, tindakan kelompok GAM yang lebih
agresif ini membuat pemerintah Indonesia bertindak represif. Periode antara tahun 1989-
1998 kemudian dikenal sebagai era Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh ketika militer
Indonesia meningkatkan operasi kontra-pemberontakan di Aceh. Langkah Pemberlakuan
DOM di Aceh ini meskipun secara taktik sukses menghancurkan kekuatan gerilya GAM,
namun telah menyebabkan korban di kalangan penduduk sipil lokal di Aceh dan rakyat Aceh
merasa terasing dari Republik Indonesia.

Karena merasa terasing dari Republik Indonesia setelah operasi militer tersebut, penduduk
sipil Aceh kemudian mendukung dan membantu GAM membangun kembali organisasinya
saat militer Indonesia hampir seluruhnya ditarik dari Aceh atas perintah presiden  B.J.
Habibie pada akhir era 1998 setelah kejatuhan Soeharto, saat itu Jakarta dilanda kerusuhan
dan terjadi ketidak stabilan pemerintahan dan politik di indonesia.

Turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, menandakan berakhirnya era orde baru.
Berbagai upaya untuk meredam pemberontakan di Aceh masih terus diusahakan oleh
presiden-presiden RI berikutnya. Sejak era presiden B.J. Habibie sampai dengan presiden
Megawati telah mengupayakan berbagai kebijakan. Namun sayangnya kebijakan-kebijakan
tersebut tidak berjalan secara efektif.

Pada tahun 1999 saat terjadi kekacauan di Jawa dan pemerintah pusat yang tidak efektif hal
tersebut memberikan kesempatan bagi GAM untuk melancarkan pemberontakan kembali di
Aceh, namun kali ini dengan dukungan yang besar dari masyarakat Aceh. Sebenarnya pada
tahun 1999 diumumkan penarikan pasukan, namun karena situasi keamanan yang
memburuk di Aceh kemudian menyebabkan pengiriman ulang tentara dalam jumlah yang
besar ke Aceh. pada pertengahan 2002 GAM dikatakan telah menguasai 70 persen
pedesaan di penjuru Aceh.

Memburuknya kondisi keamanan di Aceh menyebabkan tindakan pengamanan keras


dilakukan pada tahun 2001-2002. Pemerintah Megawati pada tahun 2003 juga meluncurkan
operasi militer untuk mengakhiri konflik dengan GAM untuk selamanya dan keadaan darurat
diberlakukan di Provinsi Aceh. Pada November 2003 darurat militer diperpanjang lagi
selama 6 bulan karena GAM belum dapat dihancurkan sepenuhnya. Menurut laporan
Human Rights Watch akibat dari di adakannya darurat militer di Aceh menyebabkan sekitar
100.000 orang mengungsi pada 7 bulan pertama darurat militer dan beberapa pelanggaran
HAM.

Konflik ini sebenarnya masih berlangsung pada akhir 2004, namu saat itu tiba-tiba bencana
Tsunami terjadi pada 24 Desember 2004 dan memporakporandakan segala infrastruktur di
provinsi Aceh, sehingga secara tidak langsung bencana alam terbesar dalam sejarah
Indonesia tersebut berhasil membekukan konflik yang terjadi di Aceh.

Kesepakatan damai dan pilkada pertama di Aceh


Setelah bencana Tsunami dahsyat meluluhlantahkan sebagian besar Aceh dan menelan
ratusan ribu korban jiwa, kedua belah pihak, GAM dan pemerintah Indonesia menyatakan
gencatan senjata dan menekankan kebutuhan yang sama untuk menyelesaikan konflik tak
berkesudahan ini. Upaya-upaya perdamaian yang sebelumnya telah gagal tetapi karena
beberapa alasan termasuk faktor bencana tsunami, perdamaian akhirnya terjadi pada tahun
2005 setelah 29 tahun konflik berkepanjangan.

Perundingan perdamaian kemudian difasilitasi oleh LSM berbasis Finlandia, Crisis


Management Initiative, dan dipimpin Martti Ahtisaari (mantan Presiden Finlandia).
Perundingan ini menghasilkan kesepakatan damai yang ditandatangani pada 15 Agustus
2005. Berdasarkan perjanjian maka terciptalah kesepakatan bahwa dilakukannya pelucutan
senjata GAM dan Aceh akan menerima otonomi khusus di bawah Republik Indonesia
kemudian tentara non-organik (mis. tentara beretnis non-Aceh) akan ditarik dari provinsi
Aceh (hanya menyisakan 25.000 tentara non-Aceh). Sebagai bagian dari perjanjian tersebut,
Uni Eropa menerjunkan 300 pemantau yang tergabung dalam Misi Pemantau Aceh (Aceh
Monitoring Mission). Misi mereka selesai pada tanggal 15 Desember 2006, setelah
suksesnya pemilihan daerah gubernur Aceh yang pertama.

Beberapa kemungkinan faktor resolusi damai di Aceh


Melemahnya posisi militer GAM (Gerakan Aceh Merdeka)

Dinyatakannya status darurat militer di Aceh oleh pemerintah Indonesia pada Mei 2003
menghasilkan perlawanan terpadu oleh militer Indonesia terhadap GAM. International Crisis
Group (ICG) melaporkan bahwa pada pertengahan 2004, jalur pasokan dan komunikasi GAM
terganggu secara serius.

GAM juga makin sulit berpindah-pindah dan keberadaan mereka di kawasan perkotaan
hilang sepenuhnya. Akibatnya, komando GAM di Pidie menginstruksikan kepada semua
komandan lapangan melalui telepon agar mundur dari sagoe (subdistrik) ke daerah (distrik)
dan aksi militer hanya dapat dilaksanakan jika ada perintah dari komandan daerah disertai
izin komandan wilayah. Sebelumnya, saat GAM masih kuat, satuan tingkat sagoe (subdistrik)
memiliki otonomi komando yang besar sehingga mampu melancarkan aksi militer dengan
kemauannya sendiri.
Menurut Komandan Jenderal ABRI saat itu (Endriartono Sutarto), pasukan keamanan
Indonesia telah mengurangi jumlah pasukan GAM sebanyak 9.593 orang. Meski banyak yang
meragukan keakuratan jumlah tersebut, namun mayoritas pemantau sepakat bahwa
tekanan militer yang baru terhadap GAM pasca penerapan darurat militer telah
memberikan pukulan telak dan kerugian besar bagi GAM.

Bencana Alam Tsunami

Posisi pemerintah sangat jelas disini. Wakil Presiden M. Jusuf Kalla, beberapa hari setelah
tsunami dengan jelas mengumumkan bahwa perdamaian harus segera dilakukan. Bagi Jusuf
Kalla, sangat mustahil membangun puing-puing reruntuhan Aceh apabila pemerintah dan
GAM masih bersebrangan. bencana Tsunami yang dahsyat juga menelan ratusan ribu
korban jiwa dari kedua belah pihak sehingga gencatan senjata dan perjanjian damai
merupakan kebutuhan bersama untuk membangun Aceh.

Pergantian kepemimpinan Indonesia 2004, dan Keseriusan nya dalam Resolusi Damai
Kemenangan pemilu presiden 2004 oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla
mendorong kebijakan pemerintah untuk melakukan negosiasi untuk mencapai
perdamaian. Kingsbury, penasihat resmi untuk GAM, juga menyebut terpilihnya SBY dan
Kalla tahun 2004 sebagai prakarsa upaya damai konflik Aceh yang berakhir dengan
perjanjian resmi.

Sejak dari akhir Januari hingga Juli 2005, Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan
Jusuf Kalla sangat serius melakukan Perjanjian damai dan mulai melakukan beberapa babak
pembicaraan informal dengan pihak GAM untuk melakukan perundingan sebagai cara
damai guna menyelesaikan konflik di Aceh. Pembicaaan informal ini difasilitasi oleh CMI
yang dipimpin oleh Martti Ahtisaari (mantan pesiden Finlandia). Dimana pembicaraan /
perjanjian damai tersebut dikemudian hari dikenal dengan nama perjanjian Helsinki.

Sekian penjelasan artikel mengenai Sejarah Lengkap Konflik dan Pemberontakan di Aceh


(Gerakan Aceh Merdeka), semoga artikel diatas dapat bermanfaat bagi sobat maupun
untuk sekedar menambah wawasan dan pengetahuan sobat mengenai Latar belakang
Konflik dan Pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Jalannya Konfil /
Pemberontakan GAM, Kemungkinan Penyebab Pemberontakan GAM menurut Beberapa
Pihak, Kesepakatan damai dan pilkada pertama di Aceh dan Beberapa kemungkinan faktor
resolusi damai di Aceh, Akhir Kata Terimakasih atas kunjungannya.

Anda mungkin juga menyukai