Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna
manis atau madu. Penyakit diabetes melitus bisa diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi.
Diabetes melitus ialah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidak adaan absolute insulin/penurunan relative insensitivitas sel pada
insulin (Corwin, 2009).

Diabetes Melitus (DM) merupakan kondisi hiperglikemia kronik


disertai beraneka kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan beraneka komplikasi kronik yang terjadi pada mata, ginjal,
saraf, & pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan menggunakan sebuah mikroskop
elektron( Kowalak,J.P 2011 ).

Gambar 2.1.Normal Pankreas & Diabetes Miletus Tipe 2

Diabetes Mellitus (DM) yaitu kelainan defisiensi dari insulin &


kehilangan toleransi pada glukosa ( Rab, 2010)DM ialah sekelompok
kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam

1
darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat
kerja insulin yang tidak adekuat (Restyana Noor Fatimah, 2015).

2. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2013), faktor- fakor resiko diabetes melitus
antara lain :
a. Genetik : Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes itu sendiri,
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
kearah terjadinya diabetes. Kecenderungan genetik ini ditemukan
pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainya. Sembilan
puluh lima persen pasien berkulit putih (caucasian) dengan diabetes
memperlihatkan tipe HLA yang spesifik (DR3 atau DR4). Resiko
terjadi diabetes meningkat tiga hingga lima kali lipat pada individu
yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA ini. Resiko tersebut
meningkat sampai 10 hingga 20 kali lipat pada individu yang
memiliki tipe HLA DR3 maupun DR4 (jika dibandingkan dengan
populasi umum).
b. Imunologi : Pada penderita diabetes melitus terdapat bukti adanya
suatu respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal
dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing. Autoantibody terhadap sel-sel pulau
langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat
diagnosis dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-
tanda klinis.
c. Orang dengan Riwayat Diabetes Dalam Keluarga. Sekitar 50%
pasien Diabetes Melittus tipe 2 mempunyai orang tua yang juga
mengidap diabetes dan lebih dari sepertiga pasien diabetes
mempunyai saudara yang mengidap diabetes. Bila saudara identical

2
twins memungkinkan terkena diabetes tipe 2 90% (Hans
Tandra,2008).
d. Usia : Orang berusia 45 tahun keatas. Peningkatan diabetes risiko
diabetes seiring dengan umur, khususnya pada usia lebih dari 40
tahun, disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi
peningkatan intoleransi glukosa. Adanya proses penuaan
menyebabkan berkurangnya kemampuan sel B pankreas dalam
memproduksi insulin. Selain itu pada individu yang berusia lebih tua
terdapat penurunan aktifitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%.
Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot sebesar
30% dan memicu terjadinya resistensi insulin.
e. Orang yang berat badanya berlebih. Diabetes Melitus tipe 2 sangat
erat kaitanya dengan obesitas. Bila BMI (Body Mass Index)
seseorang yang mengalami obesitas mencapai 30, dia akan 30 kali
lebih muda terkena diabetes tipe 2 dari pada orang dengan berat
badan normal atau BMI (Body Mass Index) sebesar 22. Bila BMI
(Body Mass Index) sama dengan 35, kemungkinan terkena diabetes
menjadi 90 kali lipat.
f. Orang yang tidak berolahraga secara teratur. Olahraga bisa benar-
benar membantu mengendalikan kadar glukosa darah. Olahraga
menekan produksi insulin dan juga mendorong sel-sel otot skelet
untuk mengambil lebih banyak glukosa dari aliran darah. Deangan
lebih banyak glukosa dalam sel-sel otot,kita bisa menghasilkan lebih
banyak energi sehingga tetap bisa bekerja.
g. Kelompok ras dan suku tertentu (Afrika-Amerika, Hispanik-
Amerika, Asia-Amerika, penghuni pulau pasifik, dan Indian-
Amerika). Orang Asia, termasuk didalamnya orang cina, India,
Jepang, Vietnam, Pakistan, dan Indonesia adalah ras yang mudah
terkena diabetes.

3
Sedangkan menurut Nurarif & Kusuma (2013), ada beberapa
faktor yang dapat dimodifikasi dari Diabetes Melitus, yakni:
a. Pola Makan : Mengetahui jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi merupakan hal yang penting. Memakan-makanan porsi
sedang 3 kali sehari lebih baik dari pada memakan makanan dengan
porsi besar sebanyak 1 atau 2 kali per hari. Selama menerapkan pola
makan yang baik, resiko terkena diabetes dapat dihindari.
b. Obesitas : Hampir 80% orang terkena diabetes melitus mengalami
obesitas dan jika mengalami kegemukan, produksi insulin dari
pankreas menjadi kurang efektif atau disebut resistensi insulin.
c. Aktifitas fisik : Aktifitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa
akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas
fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula
dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga,
zat makanan yang masuk kedalam tubuh tidak dibakar tetapi
ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak
mencukupi untuk mengubah gukosa mejadi energi maka akan timbul
DM (Kemenkes RI,2010).
d. Gaya Hidup : Menjaga pola makan dengan menu seimbang dalam
kebutuhan sehari-hari baik menurut jumlahnya (kuantitas) maupun
jenisnya (kualitas). Berolahraga teratur, mencangkup kualitas
(gerakan) dan kuantitas dalam arti frekuensi dan waktu yang
digunakan untuk olahraga, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi
kopi, alkohol.
e. Stress : Mengendalikan stress karna berdampak pada penderita
Diabetes Melitus dapat meningkatkan kadar gula dalam darah tetapi
hal itu juga meningkatkan resistensi insulin.

Tabel 1 Beberapa Gambaran Yang Membedakan Diabetes Melitus


tipe 1 dari tipe2

4
Tipe I Tipe II
Usia Awitan Biasanya < 30 Biasanya > 40 Tahun
Ketosis Sering Jarang
Berat Badan Tidak Obesitas Obesitas (80%)
Prevalensi 0,4 % 8%
Genetika
1. Ketertarikan Human Ya Tidak
Leukocyte antigen Angka concordance 30%-50% Angka Conordance 60%-80%
2. Penelitian Kembar
Monozigot
Ketertarikan dengan
Kadang–Kadang Tidak
Fenomena autoimun lain
Terapi d engan Insulin Selalu Diperlukan Biasanya Tidak diperlukan
Penyulit Sering Sering
Bervariasi defisiensi sedang
Sekresi Insulin Defisiensi Berat
sampai hyperinsulinemia
Kadang – Kadang pada control
Resistensi Insulin buruk atau kelebihan antibody Lazim
insulin

3. Klasifikasi
Dokumen konsesus th 1997 oleh American Diabetes Association’s
Expert Committee on the Diagnosis & Classification of Diabetes Melitus,
menjabarkan 4 type utama diabetes, yakni : (Corwin, 2009)
a. Type I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau sebuah
Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) 5% hingga 10%
penderita diabetik umumnya type I. Sel-sel beta dari pankreas yang
normalnya ialah menghasilkan insulin namun dihancurkan oleh
proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol
kadar gula darah. Awitannya mendadak umumnya terjadi sebelum
umur 30 th.
b. Type II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau
disebut Diabetes Mellitus yang tidak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh % hingga 95% penderita diabetik yaitu type II.
Keadaan ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas pada insulin

5
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama ialah dengan diit & olah raga, apabila kenaikan
kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan sebuah preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, bila preparat oral tidak
dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi amat sering pada mereka
yang berumur lebih dari 30 th & pada mereka yang obesitas.
c. DM type lain Dikarenakan adanya kelainan genetik, obat, infeksi,
penyakit pankreas (trauma pankreatik), antibodi, penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin. & sindroma penyakit lain.
d. Diabetes Kehamilan : Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada perempuan hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes.

4. Patofisiologi
Pada individu yang secara genetik rentan terhadap diabetes tipe 1,
kejadian pemicu, yakni kemungkinan infeksi virus, akan menimbulkan
produksi autoantibody terhadap sel-sel beta pancreas. Destruksi sel beta
yang diakibatkan menyebabkan penurunan sekresi insulin dan akhirnya
kekurangan hormon insulin. Defisiensi insulin mengakibatkan keadaan
hiperglikemia, penigkatan liolisis (penguraian lemak) dan katabolisme
protein. Karakteristik ini terjadi ketika sel-sel beta yang mengalami
deskruksi melebihi 90%.
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan satu
atau lebih faktor berikut ini : Sekresi insulin, produksi glukosa yang tidak
tepat didalam hati, atau penurunan sensitivitas reseptor insulin perifer.
Faktor genetik merupakan hal yang signifikan, dan awitan diabetes
diperepat oleh obesitas serta gaya hidup (sering duduk). Sekali lagi,
stress tambahan dapat menjadi faktor penting. Manifestasi DM adalah
polidipsia, poliuria, polifagia, kelemahan, penurunan berat badan, kulit
yang kering dan ketoasidosis. Diabetes tipe 2 secara khas berjalan lambat
dengan awitan yang insidius dan biasanya tidak disertai gejala (Kowalak,

6
2011). Dampak dari Diabetes Melitus jika tidak ditangani yaitu
Gangguan fungsi ginjal, Gangguan jantung, dan gangguan penglihatan
[ CITATION Wij13 \l 1033 ].

5. Pathway

Gambar 2.2 Pathway Diabetes Melitus Tipe 2 (DMTII)

7
6. Manifestasi Klinis
Menurut Kowalak (2011), beberapa tanda dan gejala yang perlu
mendapat perhatian adalah :
a. Poliuria dan polidipsia yang disebabkan oleh osmolalitas serum
yang tinggi akibat kadar gula serum yang tinggi,
b. Anoreksia (Sering terjadi) atau polifagia (kadang-kadang terjadi)
c. Penurunan berat badan (biasanya sebesar 10% hingga 30%;
penyandang diabetes tipe 1 secara khas tidak memiliki lemak
pada tubuhnya saat diagnosis ditegakkan) karena tidak terdapat
metabolisme karbohidrat,lemak, dan protein yang normal sebagai
akibat fungsi insulin yang rusak atau tidak ada,
d. Sakit kepala, rasa cepat lelah, mengantuk, tenaga yang berkurang,
dan gangguan pada kinerja sekolah serta pekerjaan. Semua ini
disebabkan oleh kadar glukosa intra sel yang rendah,
e. Kram otot, iritabilitasi, dan emosi yang labil akibat ketidak
seimbangan elektrolit,
f. Gangguan penglihatan, seperti penglihatan kabur, akibat
pembengkakan yang disebabkan glukosa,
g. Patirasa (blaal) dan kesemutan akibat kerusakan jaringan syaraf,
h. Gangguan rasa nyaman nyeri dan nyeri pada abdomen akibat
neuropati otonom yang menimbulkan gastroparesis dan
konstipasi,
i. Mual, diare, atau konstipasi akibat dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit atau pun neuropati otonom,
j. Infeksi kandida yang rekuren pada vagina atau anus.

7. Data Penunjang
a. Glukosa darah : gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa >
200 mg/dl, 2 jam sesudah pemberian glukosa.
b. Asam lemak bebas : kadar lipid & kolesterol meningkat
c. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.

8
d. Osmolalitas serum : meningkat namun umumnya < 330 MOsm/I
e. Elektrolit : Na bisa saja normal, meningkat/menurun, K normal atau
terjadi peningkatan semu seterusnya akan menurun, fosfor sering
menurun.
f. Trombosit darah : Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis &
hemokonsentrasi yaitu respon pada stress atau infeksi.
g. Gas darah arteri : menunjukkan Ph rendah & penurunan HCO3
h. Ureum/kreatinin : kemungkinan meningkat atau normal
i. Insulin darah : mungkin saja menurun/ tak ada (Type I) atau normal
sampai tinggi (Type II)
j. Urine : gula & aseton positif
k. Kultur & sensitivitas : mungkin saja adanya ISK, infeksi pernafasan &
infeksi luka.

8. Komplikasi
Menuru McPhee (2010), ada 3 komplikasi akut pada diabetes yang
penting dan berpengaruh dengan gangguan keseimbangan glukosa darah.
Ketiga komplikasi tersebut adalah:
a. Hipoglikemia: Hipoglikemia terjadi kadar glukosa darah turun
dibawah 60 hingga 50 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebih , konsumsi
makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang
berat.
b. Ketoasidosis Diabetik : Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh
tidak adanya atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata.
Akibat defisiensi insulin adalah pemecahan lemak (lipolisis)
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas
akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis
diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai
akibat dari kekurangan insulin. Badan keton bersifat asam, dan

9
bila menumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.
c. HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik) : Sindrom
hiperglikemik hiperosmolar nonketotik merupakan keadaan yang
didominasioleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai
perubahan tingkat kesadarn (sense of awareness). Pada saat yang
sama tidak ada atau terjadi ketoasidosis ringan. Keadaan
hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga
terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan
keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari ruang intrasel
kedalam ekstrasel. Dengan adanya glukosaria dan dehidrasi, akan
dijumpai keadaan hipernatremiadan peningkatan osmolaritas.
d. Komplikasi Jangka Panjang. Komplikasi jangka panjang diabetes
dapat menyerang semua sistem organ dalam tubuh. Kategori
komplikasi kronis yang lazim digunakan adalah :
1) Komplikasi Makrovaskuler : Berbagai tipe komplikasi
makrovaskuler dapat terjadi, tergantung pada lokasi lesi
ateroklerotik
2) Penyakit Arteri Koroner : Perubahan aterosklerotik dalam
pembuluh arteri koroner menyabakan peningkatan insiden
infark miokard pada penderita diabetes. Salah satu ciri
unik pada penyakit arteri koroner yang di derita pleh
pasien diabetes adalah tidak terdapatnya gejala iskemik
yang khas. Pasien mungkin tidak memperlihatkan tanda-
tanda awal penurunan aliran darah koroner dan dapat
mengalami infark miokard asistomatik ini hanya dijumpai
melalui pemeriksaan elektrokardiogram. Kurangnya gejala
iskemik ini disebabkanoleh neuropati otonom.
3) Penyakit Serebrovaskuler : Perubahan aterosklerotik
dalam pembuluh darah sereblar atau pembentukan
embolus di tempat lain dalam sistem pembuluh darah

10
yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit
dalam pembuluh darah sereblar dapat menimbulkan
serangan iskemia sepintas (TIA= Transient Ischemik
Attack) dan stroke.
4) Penyakit Vaskuler Perifer : Perubahan aterosklerotik
dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah
merupakan penyebab meningkatnya insiden (dua atau tiga
kali lebih tinggi dibandingkan pada pasien-pasien non
diabetes) penyakit oklusif arteri perifer pada pasien
diabetes melitus. Tanda dan gejala penyakit vaskuler
perifer dapat berupa berkurangnya denyut nadi dan
claudicatio intermitten (nyeri pada pantat ektremitas
bawah ini merupakan penyebab utama meningkatnya
insien gangren.
e. Komplikasi Mikroaskuler
1) Retinopati Diabetik : Kelainan patologis mata yang disebut
retinopati diabetik disebabkan oleh perubahan dalam
pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata. Retina
merupakan bagian mata yang menerima bayangan dan
mengirimkan informasi tentang bayangan tersebut ke otak.
Retina menagndung banyak sekali pembuluh darah dari
berbagai jenis pembuluh darah arteri seta vena yang kecil,
arteriol, venula, dan kapiler.
2) Komplikasi Oftalmologi yang lain : a) Katarak yaitu
opasitas lensa mata, katarak terjadi di usia yang lebih muda
pada pasien-pasien diabetes. b) Perubahan lensa yaitu lensa
mata dapat membengkak ketika kadar glukosa darah naik.
Pengendalian kadar glukosa darah memerlukan waktu
sampai 2 bulan sampai pembengkakan hiperglikemia
mereda dan penglihatan menjadi stabil kembali, c)
Kelumpuhan otot ekstraokuler kelumpuhan ini dapat terjadi

11
akibat neuropati diabetik. Kelainan yang mengenai
berbagai nervus kranialis untul gerakan bola mata dapat
menimbulkan diplopia. Biasanya keadaan ini sembuh
spontan, d) Glaukoma dapat terjadi dengan frekuensi yang
lebih tibggi pada populasi diabetik.
3) Nefropati : Bukti menunjukan bahwa setelah terjadi
diabetes, khususnya kadar glukosa darah meninggi, maka
mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami sress yang
menyebabkan kebocoran protein darah kedalam urine.
Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal
meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan
berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati.
4) Neuropati Diabetes : Neuropati dalam diabetes mengacu
kepada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe
saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom, dan
spinal. Penebalan membran basalis kapiler dan penutupan
kapiler dapat dijumpai dengan hiperglikemia. Hantaran
saraf akan terganggu apabila terdapat kelainan pada
selubung mielin.

9. Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 sampai 800 mg/dl.
Sebagian pasien barangkali memperlihatkan kadar guka darah yang lebih
rendah & sebagian lainnya bisa saja memeliki kadar sampai sebesar 1000
mg/dl atau bisa  lebih (umumnya tergantung pada derajat dehidrasi)
Mesti disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak senantiasa
berhubungan dengan kadar glukosa darah.Sebagian pasien akan
mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 –
200 mg/dl, sementara sebagia lainnya kemungkinan tak memperlihatkan
ketoasidosis diabetikum meskipun kadar glukosa darahnya mencapai
400-500 mg/dl.

12
Fakta adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum
yang rendah ( 0- 15 MEq/L) & PH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat PCO2
yang rendah ( 10- 30 MmHg) mencerminkan adanya kompensasi
respiratorik (pernapasan kussmaul) pada asidosisi metabolik. Akumulasi
badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh adanya hasil 
dari pengukuran keton dalam darah & urin.

10. Penatalaksanaan
a. Farmakologis
Menurut Wijaya (2013), obat dalam terapi Diabetes
Mellitus sebagai berikut:
1) Obat Hiperglikemik Oral atau OHO : Berdasarkan cara
kerjanya dibagi menjadi empat golongan, yaitu pemicu
sekresi insulin, atau insulin secretagogue= sulfonylurea
danglinid, penambahan sensiivitas terhadap insulin =
metformin, tiazolidindin, absorbsi glukosa = penghambat
glukosidae alfa.
2) Insulin : pemberian insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemi berat
yang disertai ketosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar
non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis lakta, gagal
dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal, stress
berat seperti infeksi sistemik, operasi besar, IMA atau
Infark Miokard Akut, stroke, kehamilan dengan Diabetes
Mellitus gestasional yang telah terkendali dengan
perencanaan makan, gangguan fungsi ginjal atau hati yang
berat, kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat


hipoglikemia oral : dimulai dengan dosis rendah, lalu dinaikan
secara bertahap, harus diketahui bentuk, bagaimana cara kerja,

13
lama kerja dan efek samping obat tertentu, bila memberikanya
bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat,
pada kegagal sekunder terhadap obat hipoglikemia oral golongan
lain, bila gagal, baru beralih pada insulin, uasahakan agar harga
obat terjangkau.
b. Non Farmokologis
Menurut Wijaya (2013), terapi non farmakologi yang dapat
diberikan yaitu :
1) Memantau Kadar Glukosa Darah
Tindakan ini perlu karena untuk mengetahui glukosa
darah sudah berubah dari hari ke hari, membantu
menyesuaikan pengobatan, rencana makan, dan olahraga
rutin yang kita lakukan.
2) Berolahraga Secara Teratur
Olahraga bisa benar-benar membantu
mengendalikan kadar glukosa darah. Olahraga menekan
produksi insulin dan juga mendorong sel-sel otot skelet
untuk mengambil lebih banyak glukosa dari aliran darah.
Dengan lebih banyak glukosa dalam sel otot, bisa
menghasilkan lebih banyak energi sehingga otot akan bisa
tetap bekerja.
Selain membantu mengendalikan kadar gula darah,
olahraga memperbaiki sistem kardiovaskuler (sehingga
menurunkan resiko penyakit jantung), dan juga
mendorong penurunan berat badan, yang bisa bermanfaat
besar bagi pengidap diabetes.
3) Mematuhi Rencana Makan Pribadi
Patuhi rencana yang akan membantu kadar glukosa
normal, membantu melindungi dari penyakit jantung dan
kenaikan berat badan, serta tidak membuat merasa kurang
gizi. Penurunan berat badan pada penderita Diabetes

14
Melitus juga memiliki manfaat untuk menurunkan
produksi glukosa endogen, meningkatkan penyerapan
glukosa perifer yang diperantarai insulin, meningkatkan
pelepasan insulin, dan membaiknya sensitivitas insulin.
4) Perencanaan Diet.
Regimen diet biasanya dihitung perindividu,
bergantung kebutuhan pertumbuhan berat badan yang
diinginkan biasanya untuk Diabetes Meitus tipe 2, dan
tingkat aktivitas, pembagian kalori biasanya 50 sampai
60% dari karbohidrat kompeks, 20% dari protein, dan
30% dari lemak. Diet juga mencakup serabut vitamin, dan
mineral. Peencanaan diet terutama panting untuk anak-
anak pengidap Diabetes Melitus tipe 1 untuk mamasok
kalori dan mineral yang adekuat untuk menjamin
perubahan yang optimal [ CITATION Cor09 \l 1033 ].
5) Gaya Hidup.
Menjaga pola makan dengan menu seimbang dalam
kebutuhan sehari-hari baik menurut jumlahnya (kuantitas)
maupun jenisnya (kualitas). Berolahraga teratur,
mencagkup kualitas gerakan dan kuantitas dalam arti
frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga, tidak
merokok dan tidak mengkonsumsi kopi ataupun alkohol.

15
DAFTAR PUSTAKA

Cowin , E.J.(2009). Buku Saku Patofisiologi Ea. 3. Jakarta :EGC.


Fatimah, R.N.(2015). J Majority vol.4 no. 5. Lampung :EGC.

Irianto, K. (2015). Memahami Berbagai Penyakit. Bandung: Alfabeta.

Kowalak, J. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

McPhee, S. J. (2010). Patofisiologi Penyakit : Pengantar Menuju Kedokteran


Klinis. Jakarta: EGC.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action.

Wijaya, A. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Yogyakarta: Nuha


Medika.

http://askep33.com/wp-content/uploads/2016/05/Laporan-Pendahuluan-Diabetes-
Melitus-Lengkap-1.jpg

16

Anda mungkin juga menyukai