Anda di halaman 1dari 7

LOGBOOK DIABETES MELLITUS TIPE 1

A. DEFINISI
Diabetes mellitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi
insulin, kerja insulin, atau keduanya. Diabetes juga dikaitkan dengan peningkatan insidensi
penyakit makrovaskular, seperti penyakit arteri koroner (infark miokard), penyakit
serebrovaskular (stroke), dan penyakit vaskular perifer. (Smeltzer, 2013).
Menurut American Diabetes Association (ADA) diabetes melitus adalah suatu
kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi nilai normal
(hiperglikemia) dengan diagnosa kadar gula darah sewaktu >> 200 mg/dl atau kadar gula
darah puasa >> 120 mg/dl, yang terjadi oleh karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau keduanya. Pada penderita diabetes kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin
dapat menurunkan atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Oleh
karena itu terjadi gangguan jumlah insulin sehingga pengaturan kadar glukosa darah menjadi
tidak stabil.

B. KLASIFIKASI
1.) Diabetes Melitus Tipe 1 (Dulu Disebut dengan Diabetes Melitus Tergantung Insulin)
 Sekitar 5% sampai 10% pasien mengalami diabetes tipe 1. Injeksi insulin diperlukan
untuk mengontrol kadar glukosa darah.
 Awitan diabetes tipe 1 terjadi secara mendadak, biasanya sebelum usia 30 tahun.
 Kebanyakan diabetes tipe-1 adalah anak-anak dan remaja yang pada umumnya tidak
gemuk. Setelah penyakitnya diketahui mereka harus langsung memakai insulin.
Pankreas sangat sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin
(Soegondo, 2004).
 Diabetes melitus tipe-1 dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada
Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Sampai saat
ini, diabetes tipe-1 tidak dapat dicegah. (Mirza, 2008)
 Diet dan olahraga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe-1.
Kebanyakan penderita diabetes tipe-1 memiliki kesehatan dan berat badan yang
baik saat penyakit ini mulai diderita. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh
terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada
tahap awal. (Mirza, 2008)
2.) Diabetes Melitus Tipe 2 (Dulu Disebut dengan Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin)
 Sekitar 90% sampai 95% pasien penyandang diabetes menderita diabetes tipe 2.
Tipe ini disebabkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistansi insulin)
atau akibat penurunan jumlah insulin yang diproduksi.
 Pertama-tama, diabetes tipe 2 ditangani dengan diet dan olahraga, dan juga dengan
agens hipoglikemik oral sesuai kebutuhan.
 Diabetes tipe 2 paling sering dialami oleh pasien diatas usia 30 tahun dan pasien
yang obesitas.
3.) Diabetes Melitus Gestasional
 Diabetes gestasional ditandai dengan setiap derajat intoleransi glukosa yang muncul
selama kehamilan (trimester kedua atau ketiga)
 Risiko diabetes gestasional mencakup obesitas, riwayat personal pernah mengalami
diabetes gestasional, glikosuria, atau riwayat kuat keluarga pernah mengalami
diabetes. Kelompok etnis yang berisiko tinggi mencakup penduduk Amerika Hispanik,
Amerika Asli, Amerika Asia, Amerika Afrika, dan Kepulauan Pasifik. Diabetes
gestasional meningkatkan risiko mereka untuk mengalami gangguan hipertensif
selama kehamilan. (Smeltzer, 2013)

C. ETIOLOGI
Etiologi diabetes melitus berdasarkan jenisnya, yaitu:
1.) Diabetes Melitus Tipe 1
Tipe ini ditandai dengan destruksi sel-sel beta pankreas akibat faktor genetis,
imunologis, dan mungkin juga lingkungan (mis, virus) (Smeltzer, 2013). Penyebab
terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe-1 adalah kesalahan reaksi
autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut
dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Saat ini diabetes tipe 1 hanya dapat diobati
dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa
darah melalui alat monitor pengujian darah (Mirza, 2008).
2.) Diabetes Melitus Tipe 2
Tipe ini disebabkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistansi insulin)
atau akibat penurunan jumlah insulin yang diproduksi. (Smeltzer, 2013). Diabetes
melitus tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi insulin dan
resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang
melibatkan reseptor insulin di membran sel.
Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitivitas
terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Pada
tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi dengan berbagai cara dan obat anti diabetes yang
dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi gula dari
hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan
terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. (Mirza, 2008)
3.) Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus gestasional melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi
dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, yang meniru DM Tipe-2. Jenis
diabetes ini terjadi selama kehamilan dan bisa juga meningkat atau lenyap. Hal ini
disebabkan oleh karena adanya gangguan toleransi insulin. Pada waktu kehamilan tubuh
banyak memproduksi hormon estrogen, progesteron, gonadotropin, dan kortikosteroid,
dimana hormon tersebut memiliki fungsi yang antagonis dengan insulin. Untuk itu tubuh
memerlukan jumlah insulin yang lebih banyak (Waspadji, 1997)

D. FAKTOR RESIKO
a. Genetik
Diabetes melitus dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap penyakit
diabetes melitus, yang disebabkan oleh karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuh
tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik. Individu yang mempunyai riwayat
keluarga penderita diabetes melitus memiliki resiko empat kali lebih besar jika
dibandingkan dengan keluarga yang sehat.
Jika kedua orang tuanya menderita diabetes melitus, insiden pada anak-anaknya
akan meningkat, tergantung pada umur berapa orang tuanya mendapat diabetes
melitus. Resiko terbesar bagi anak-anak untuk mengalami diabetes melitus terjadi jika
salah satu atau kedua orang tua mengalami penyakit ini sebelum 40 tahun. Walaupun
demikian, tidak lebih dari 25 % dari anak-anak mereka akan menderita penyakit diabetes
melitus dan gambaran ini lebih rendah pada anak-anak dari orang tua dengan diabetes
melitus yang timbulnya lebih lanjut (Waspadji, 1997).
b. Umur
Bertambahnya usia mengakibatkan mundurnya fungsi alat tubuh sehingga
menyebabkan gangguan fungsi pankreas dan kerja dari insulin. Pada usia lanjut
cenderung diabetes melitus tipe 2 (Noer, 1996).
c. Obesitas
Kelebihan berat badan atu obesitas merupakan faktor resiko dari beberapa penyakit
degeneratif dan metabolik termasuk diabetes melitus. Pada individu yang obesitas
banyak diketahui terjadinya retensi insulin. Akibat dari retensi insulin adalah
diproduksinya insulin secara berlebihan eleh sel beta pankreas, sehingga insulin didalam
darah menjadi berlebihan (hiperinsulinemia). Hal ini akan meningkatkan tekanan darah
dengan cara menahan pengeluaran natrium oleh ginjal dan meningkatkan kadar plasma
neropineprin.
Insulin diperlukan untuk mengelola lemak agar dapat disimpan ke dalam sel-sel
tubuh. Apabila insulin tidak mampu lagi mengubah lemak menjadi sumber energi bagi
sel-sel tubuh, maka lemak akan tertimbun dalam darah dan akan menaikkan kadar gula
dalam darah (Noer,1996).
d. Kurangnya aktivitas fisik
Aktivitas fisik seperti pergerakan badan atau olah raga yang dilakukan secara teratur
adalah usaha yang dapat dilakukan untuk menghindari kegemukan dan obesitas. Pada
saat tubuh melakukan aktivitas atau gerakan maka sejumlah gula akan dibakar untuk
dijadikan tenaga, sehingga jumlah gula dalam tubuh akan berkurang sehingga
kebutuhan hormon insulin juga berkurang. Dengan demikian, untuk menghindari
timbulnya penyakit diabetes melitus karena kadar gula darah yang meningkat akibat
konsumsi makanan yang berlebihan dapat diimbangi dengan aktifitas fisik yang
seimbang, misalnya dengan melakukan senam, jalan jogging, berenang dan bersepeda.
Kegiatan tersebut apabila dilakukan secara teratur dapat menurunkan resiko terkena
penyakit diabetes melitus, sehingga kadar gula darah dapat normal kembali dan cara
kerja insulin tidak terganggu (Soegondo, 2004).
e. Kehamilan
Diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan disebut Diabetes Melitus Gestasi
(DMG). Jika seorang wanita memiliki riwayat keluarga penderita diabetes melitus, maka
ia akan mengalami kemungkinan lebih besar untuk menderita Diabetes Melitus
Gestasional (Waspadji, 1997)

E. EPIDEMIOLOGI
DM Tipe-2 biasanya terjadi pada usia > 40 tahun. Penderita DM Tipe-2 lebih sering
dijumpai dari pada DM Tipe-1, proporsinya mencapai 90% dari seluruh kasus diabetes.
Pasien-pasien yang termasuk dalam kelompok DM Tipe-2 biasanya memiliki berat badan
yang berlebih dan memiliki riwayat adanya anggota keluarga yang menderita DM, 25% dari
pasien DM Tipe-2 mempunyai riwayat adanya anggota keluarga yang menderita DM.
Kembar identik dengan DM Tipe-2, pasangan kembarnya akan menderita penyakit yang
sama (Noer, 1996)

F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer (2013) :
 Poliuria, polidipsia, dan polifagia
 Keletihan dan kelemahan, perubahan pandangan secara mendadak, sensasi kesemutan atau
kebas di tangan atau kaki, kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuh, atau infeksi
berulang.
 Awitan diabetes tipe 1 dapat disertai dengan penurunan berat badan mendadak atau mual,
muntah, atau nyeri lambung.
 Diabetes tipe 2 disebabkan oleh intoleransi glukosa yang progresif dan berlangsung perlahan
(bertahun-tahun) dan mengakibatkan komplikasi jangka oanjang apabila diabetes tidak
terdeteksi selama bertahun-tahun (mis, penyakit mata, neuropati perifer, penyakit vaskular
perifer). Komplikasi dapat muncul sebelum diagnosis yang sebenarnya ditegakkan.

Menurut Mirza (2008) :


Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing
manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan
kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita
kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau
dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini
meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
 Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
 Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
 Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
 Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
 Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
 Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
 Cepat lelah dan lemah setiap waktu
 Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
 Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
 Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak
sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang
dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang
anak yang menderita penyakit Diabetes Mellitus Tipe-1. Lain halnya pada penderita Diabetes
Mellitus Tipe-2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka
mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.

G. PATOFISIOLOGI
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Kadar glukosa darah tinggi; kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl atau lebih, atau kadar
glukosa plasma sewaktu atau 2 jam pasca makan lebih dari 200 mg/dl
 Evaluasi adanya komplikasi. (Smeltzer, 2013)

I. PENATALAKSANAAN
1.) PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama terapi adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
guna mengurangi munculnya komplikasi vaskular dan neuropatik. Tujuan terapeutik pada
setiap tipe diabetes adalah untuk mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa
disertai hipoglikemia dan tanpa mengganggu aktivitas pasien sehar-hari. Ada lima komponen
penatalaksanaan diabetes : nutrisi, olahraga, pemantauan terapi farmakologis, dan edukasi.
 Terapi primer untuk diabetes tipe 1 adalah insulin
 Terapi primer untuk diabetes tipe 2 adalah penurunan berat badan
 Olahraga penting untuk meningkatkan keefektifan insulin
 Penggunaan agens hipoglikemik oral apabila diet dan olahraga tidak berhasil
mengontrol kadar gula darah. Injeksi insulin dapat digunakan pada kondisi akut.
 Mengingat terapi bervariasi selama perjalanan penyakit karena adanya perubahan gaya
hidup dan status fisik serta emosional dan juga kemajuan terapi, terus kaji dan
modifikasi rencana terapi serta lakukan penyesuaian terapi setiap hari. Edukasi
diperlukan untuk pasien dan keluarga. (Smeltzer, 2013)
2.) PENATALAKSANAAN NUTRISI
 Tujuannya adalah untuk mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah dan
tekanan darah dalam kisaran normal (atau seaman mungkin mendekati normal) dan
profil lipid dan lipoprotein yang menurunkan risiko penyakit vaskular; mencegah, atau
setidaknya memperlambat, munculnya komplikasi kronik; memenuhi kebutuhan nutrisi
individu; dan menjaga kepuasan untuk makan hanya pilihan makanan yang terbatas
ketika bukti ilmiah yang ada mengindikasikan demikian.
 Rencana makan harus mempertimbangkan pilihan makanan pasien, gaya hidup, waktu
biasanya pasien makan, dan latar belakang etnis serta budaya pasien.
 Bagi pasien yang membutuhkan insulin untuk membantu mengontrol kadar gula darah,
diperlukan konsistensi dalam mempertahankan jumlah kalori dan karbohidrat yang
dikonsumsi pada setiap sesi makan
 Edukasi awal membahas pentingnya kebiasaan makan yang konsisten, keterkaitan
antara makanan dan insulin, dan penetapan rencana makan individual. Selanjutnya,
edukasi lanjutan berfokus pada keterampilan manajemen, seperti makan di restoran;
membaca label makanan; dan menyesuaikan / mengatur rencana makan untuk
olahraga, kondisi sakit, dan acara-acara khusus (Smeltzer, 2013)
3.) INTERVENSI FARMAKOLOGIS
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah normal belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan fisik. Dalam pengelolaan diabetes
melitus yang memakai obat hipoglikemia ini ada dua macam obat yang diberikan yaitu
pemberian secara oral dan secara injeksi. Obat yang diberikan secara oral/hipoglikemia
yang umum dipakai adalah Sulfonilurea dan Binguanid. Sedangkan yang diberikan secara
injeksi adalah insulin (Waspadji, 1997).

J. KOMPLIKASI
Tiga komplikasi akut utama diabetes terkait ketidakseimbangan kadar glukosa yang
berlangsung dalam jangka waktu pendek ialah hipoglikemia, ketoasidosis diabetik (DKA) dan
sindrom nonketotik hiperosmolar hiperglikemik. Hiperglikemia jangka panjang dapat
berperan menyebabkan komplikasi mikrovaskular kronik (penyakit ginjal dan mata) dan
komplikasi neuropatik. (Smeltzer, 2013).
Komplikasi yang berkaitan dengan diabetes diklasifikasikan sebagai komplikasi akut
dan kronik. Komplikasi akut terjadi akibat intoleransi glukosa yang berlangsung dalam jangka
waktu pendek dan mencakup berikut:
 Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu keadaan di mana konsentrasi atau kadar gula di
dalam darah terlalu rendah (<60mg/dl), yang dapat terjadi pada pasien yang
menerima suntikan insulin dan obat anti diabetes. Hipoglikemia ini terjadi jika
pemberian dosis insulin atau obat anti diabetes tidak tepat, latihan fisik atau olah
raga berlebihan, menunda jadwal makan setelah minum obat, serta kebiasaan
konsumsi alkohol (Kronerberg, 2008).
Olah raga membakar glukosa dalam tubuh, tetapi perlu diperhatikan
kesesuaian antara olah raga dengan dosis obat dan pola diet penderita. Latihan fisik
dan olahraga berlebihan dapat menyebabkan hipoglikemia pada malam hari atau
keesokan harinya disebut dengan delayed onset low blood sugar. Pengaruh alkohol
bekerja dengan menghambat kemampuan hati untuk melepaskan glukosa alkohol
juga menghambat kerja hormon yang menaikkan glukosa darah serta meningkatkan
efek insulin, dan dapat menyebabkan hipoglikemia berat (Tandra, 2007).
Tanda dari gejala hipoglikemia dapat bervariasi tergantung penurunan kadar
glukosa darah. Keluhan pada dasarnya dapat berupa keluhan pada otak, ini
dikarenakan otak tidak mendapat kalori yang cukup sehingga mempengaruhi fungsi
intelektual, antara lain sakit kepala, kurang konsentrasi, mata kabur, lelah, kejang
hingga koma. Keluhan lain seperti lapar, nadi cepat, kejang atau koma. Keluhan
akibat efek samping hormon lain yang berusaha menaikkan kadar glukosa darah,
misalnya pucat, berkeringat, nadi cepat, berdebar, cemas serta rasa lapar (Tandra,
2007).

 DKA (Diabetes Ketoasidosis)


Pada diabetes melitus yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang
tinggi dan kadar hormon yang rendah, tubuh tidak dapat menggunakan glukosa
sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak untuk sumber
energi pemecahan lemak tersebut kemudian menghasilkan badan-badan keton di
dalam darah (ketosis). Ketosis ini menyebabkan derajat keasaman (PH) dalam darah
menurun (asidosis). Pada pasien dengan ketoasidosis diabetik umumnya memilki
riwayat asupan kalori (makanan) yang berlebihan atau penghentian obat diabetes
atau insulin (Nabil, 2009).
Gejala yang timbul dapat berupa kadar gula darah tinggi (>240 mg/dl).
Terdapat keton dalam urin, buang air kecil banyak hingga dehidrasi, napas berbau
aseton, lemas hingga koma (Nabil, 2009).

 HHNS (Hyperglicemic hyperosmolar non-ketotic Syndrome)


Pada keadaan tertentu gula darah dapat sedemikian tingginya sehingga
darah menjadi kental. Dalam keadaan seperti ini dinamakan Hiperosmolar Non-
Ketotik (HNOK), atau Diabetic Hiperosmolar Syndrome (DHS). Kadar glukosa darah
dapat mencapai nilai 600mg/dl. Glukosa dapat menarik air keluar sel dan
selanjutnya keluar bersama urin, dan tubuh mengalami dehidrasi. Penderita
diabetes dalam keadaan ini menunjukkan gejala nafas cepat dan dalam, banyak
kencing, sangat haus, lemah, kaki dan tulang kram, bingung, nadi cepat, kejang dan
koma (Tandra, 2007). Hiperglikemia dapat terjadi jika masukan kalori yang
berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului stress akut
(Suryono, 2004).

Komplikasi kronik biasanya terjadi 10 – 15 tahun setelah awitan diabetes melitus.


Komplikasinya mencakup berikut:

 Penyakit makrovaskular (pembuluh darah besar) : memengaruhi sirkulasi koroner,


pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah otak.
 Penyakit mikrovaskuler, (pembuluh darah kecil) : memengaruhi mata (retinopati)
dan ginjal (nefropati); kontrol kadar gula darah untuk menunda atau mencegah
awitan komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
 Penyakit neuropatik : memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom seta berperan
memunculkan sejumlah masalah, seperti impotensi dan ulkus kaki.

Anda mungkin juga menyukai