Anda di halaman 1dari 6

Hidroponik (Bag.

II)
Karena aku adalah sebuah sistem, aku juga sama denganmu: rumah menjadi bagian penting
untuk menopang keberlangsungan kerjaku sebagai sebuah sistem tanam, agar tanaman-
tanaman yang mendapatkan penerapan hidroponik bisa tumbuh dan berkembang maksimal.

Sekilas suasana rumah kaca Sayurankita ketika dalam proses konstruksi.


Aku biasanya dikembangkan dalam sebuah rumah yang lebih dikenal umum sebagai rumah
kaca atau greenhouse. Kamu bingung, ‘kan, mengapa ‘rumah kaca’ bisa disamakan
dengan greenhouse? Biar kujelaskan secuplik sejarah tentang rumah kaca a.k.a greenhouse ini.
‘Rumah kaca’ yang aku maksud merupakan salah satu bangunan tanam yang dikonstruksi
untuk mempertahankan lingkungan tumbuh tanaman dari kondisi lingkungan yang sangat
ekstrem. Bisa jadi, pada saat tertentu, suhu lingkungan sangat rendah atau sangat tinggi, atau
sedang mengalami hujan badai dengan angin puting beliung, atau intensitas menerima cahaya
matahari yang sangat tinggi. Kondisi-kondisi ini tidak disukai oleh beberapa tanaman.
Karenanya, dibutuhkan sebuah rumah tempat mereka berlindung dan supaya dapat tumbuh di
luar musimnya (out-of-season). Seperti yang kita tahu, faktor utama yang membuat tanaman
tumbuh dengan baik adalah cahaya. Maka, rumah tersebut harus tembus cahaya sehingga
tanaman tetap menerima asupan energi matahari. Kaca adalah salah satu bahan yang cocok.
Itulah mengapa kemudian orang-orang menyebutnya ‘rumah kaca’. Akan tetapi, kaca bukanlah
satu-satunya bahan yang bisa tembus cahaya. Sudah ada banyak penemuan bahan-bahan yang
bisa ditembus cahaya. (Sabar, akan kujelaskan nanti…!)
Catatan Pliny the Elder,[1] yang berjudul “Vegetables of a Cartilaginous Nature—
Cucumbers”, menyebut bahwa wadah tanam yang mirip rumah kaca ini sudah ada sejak era
Kekaisaran Romawi, tepatnya pada masa kepemimpinan Raja Tiberius (14-37 M). Sang Raja
sangat menyukai mentimun. Dia melakukan apa saja demi menikmati mentimun setiap hari.
Raja kemudian memiliki ide untuk menanam mentimun di sebuah gerobak kecil yang dilapisi
oleh selenite (salah satu mineral sejenis silika) yang dapat ditembus cahaya matahari dan suhu
yang hangat di malam hari, bahkan mentimun-mentimunnya pun dapat tumbuh pada saat
musim dingin (Secundus, 1857, hal. 156).
Botanical Garden, Padua.
Perlu juga kamu ketahui bahwa bangunan atau ruang yang diistilahkan sebagai  botanical
gardens—tempat untuk merawat dan menumbuhkembangkan tanaman untuk tujuan tertentu—
disebut-sebut sudah ada jauh sebelumnya, contohnya yang dibuat di Italia oleh Anthony
Castor[2] dengan kesadaran tentang pentingnya penelitian mengenai tanaman (The Literary
Chronicle and Weekly Review, 1821). Konon, kebun si Castor itu kira-kira baru ada empat
ratus tahun setelah Lyceum[3] yang terkenal itu (Sarton, 1952). Sementara, Sunil D.
Purohit (2013, hal. 272) menyatakan bahwa bangunan-bangunan yang dikenal dengan
nama Giardini botanici (bahasa Italia untuk botanical gardens), yang dibangun pada abad ke-
13 M untuk melestarikan tanaman eksotis dari daerah tropis, cukup identik dengan model
rumah kaca modern zaman sekarang. Kemudian, Botanical Gardens (Orto Botanico) di Padua,
Italia, dibangun tahun 1545, yang pada masa-masa selanjutnya melakukan penelitian tanaman
dengan menerapkan teknologi rumah kaca a.k.a greenhouse (Botanical Garden (Orto
Botanico), Padua, n.d.).
Tapi, penemuan rumah kaca ternyata telah berlangsung di Korea pada masa 1450-an, loh…!
Adalah Sangayorok, sebuah manuskrip asal pertengahan abad ke-15, yang memberitahukan itu
semua. Menurut Sang Jun Yoon dan Jan Woudstra (Yoon & Woudstra, 2007), dalam naskah
tua yang ditulis oleh Soon ui Jeon ini, tercatat keterangan bahwa pada masa itu, Korea—yang
pada masa kepemimpinan Dinasti Joseon (1392-1910) gencar mengembangkan teknologi dan
pengetahuan hortikultural yang sangat baik, sebagaimana diungkapkan dalam buku
berjudul Annals of the Joseon Dynasty (1893)—telah memiliki sistem rumah kaca yang maju.
Jeon bahkan mencantumkan di dalam naskahnya tersebut petunjuk-petunjuk yang dapat
membantu menjelaskan referensi mengenai “tanaman di luar musim” dalam naskah-naskah
kontemporer lainnya. Yoon dan Woudstra menegaskan bahwa rumah kaca ala Jeon ini lebih
tua keberadaannya dibandingkan rumah-rumah kaca yang dibangun di Florence[4] dan
Fontainebleau[5] (yang selama ini dianggap sebagai rumah-rumah kaca pertama di dunia).
Namun, Purohit (2013, hal. 273) menyebutkan bahwa rumah kaca modern pertama justru
dikembangkan oleh ahli botani Prancis, Charles Lucien Bonaparte, di Leiden, Belanda, untuk
menumbuhkembangkan tanaman obat tropis dalam suatu sistem yang dapat mengatur kadar
panas dan dingin di lingkup area tanam. Menurut Purohit, perkembangan itu terjadi karena
adanya persebaran pengetahuan tentang alam dari Italia. Seiring kemajuan ilmu botani dan
ditemukannya bahan kaca berkualitas tinggi, maka di abad ke-17 infrastruktur rumah kaca
modern pun menjadi populer di Eropa.
Dari sejarahnya, rumah kaca ternyata banyak ditemukan di negara-negara empat musim, yakni
lokasi-lokasi dengan kondisi iklim yang dapat menghalangi kegiatan menanam karena
memiliki suhu yang dingin ketika salju turun. Pada musim ini, tanaman-tanaman akan
mengalami pembekuan sehingga sulit tumbuh dengan baik. Penemuan rumah kaca
memecahkan masalah itu. Di dalam rumah kaca, tanaman nggak akan kena salju dan suhu
dalam rumah kaca pun dapat diatur menjadi lebih hangat dibandingkan dengan di luar rumah.
Sifat rumah kaca yang dapat ditembus cahaya matahari memungkinkannya memerangkap
kehangatan cahaya tersebut di interior bangunannya. Jadi, di saat semuanya menjadi serba
putih pada musim salju, rumah kaca tidak demikian, karena ada tumbuhan hijau yang
bergembira di dalamnya. Itulah alasannya, mengapa rumah kaca sering juga dikenal dengan
sebutan “rumah hijau” atau “green house”.
Jadi, begini…! Ternyata, rumah kaca memiliki banyak kelebihan selain dapat memerangkap
hangatnya cahaya matahari di musim dingin. Menurut informasi dari Agricultural Western
Australia tahun 2000, rumah kaca juga memiliki dua keunggulan. Pertama, tanaman dapat
ditanam dan berproduksi sepanjang tahun karena rumah kaca dapat memberikan lingkungan
yang optimum untuk tanaman. Kedua, risiko tanaman terserang hama dan penyakit menjadi
lebih kecil karena lingkungannya terisolasi dari lingkungan luar yang gampang terserang
penyakit.
Karena aku adalah sebuah sistem yang menjunjung tinggi penggunaan air dan hara yang
efisien, rumah kaca adalah tempat yang paling tepat agar aku bisa berlindung dari hujan, selain
menghangatkan tanaman di musim dingin dan berlindung dari serangan hama dan penyakit.
Soalnya, sistemku ini harus waspada terhadap air hujan karena zatnya dapat berpengaruh pada
larutan hara yang diserap tanaman. Misalnya, jika menggunakan sistem hidroponik, demi
tumbuh maksimal, tanaman hanya membutuhkan satu sendok makan hara yang telah dilarutkan
dalam secangkir air. Maka, apa jadinya jika air hujan yang banyak itu menimpa tanaman-
tanaman yang sedang tumbuh? Bercampurnya air hujan menyebabkan volume secangkir air
menjadi bertambah sehingga satu sendok makan hara akan menjadi lebih encer. Dengan kata
lain, tanaman tersebut akan mengalami kekurangan unsur hara. Konstruksi rumah kaca dapat
mencegah sistemku mengalami insiden menyedihkan semacam itu.
Kalau musim dingin adalah alasan ditemukannya rumah kaca, apakah daerah tropis seperti
Indonesia tetap memerlukan rumah kaca…? ‘Kan butuh biaya yang lebih besar…!?
Betul sekali!
Membangun rumah kaca memang tidak murah. Memang perlu biaya extra di awal
pengerjaannya. Akan tetapi, dalam konteks ekonomi, langkah itu bisa dibilang sebagai sebuah
investasi demi keuntungan yang tidak kalah besar. Indonesia memang negara tropis. Tapi
ingat! Hujan di Indonesia juga bisa datang kapan saja dan dalam waktu yang lama,  plus dengan
angin  yang kencang. Karenanya, rumah kaca dapat menjadi jalan keluarnya.
Biaya mahal…? Hm…! Itu tergantung desain dan cara instalasinya. Nyatanya, model rumah
kaca tidak hanya satu jenis. Ada banyak, dan bisa disesuaikan dengan konteks ruang
daerahnya.
Jenis-jenis rumah kaca tergantung dari bahan pembentuknya. Ada yang namanya  rumah
plastik (plastic house), berbahan atap yang terbuat dari plastik UV. Ada rumah kasa (screen
house), yang mengarah pada konsep protektif dari serangan hama dan penyakit. Ada rumah
naungan (shade house), yang lebih dominan digunakan untuk pembibitan atau untuk tanaman
yang tidak terlalu memerlukan cahaya matahari secara langsung (untuk nurseri-tanaman hias).
Ada juga rumah bilah (lath house), yang fungsinya sama dengan rumah naungan, hanya saja
bahan naungannya dari bilah-bilah kayu.

Rumah kaca atap plastik

 
Rumah kaca beratap kasa Shade greenhouse
Ada pula pembagian jenis rumah kaca berdasarkan jumlah atapnya, seperti rumah kaca atap
tunggal (lean-to greenhouse) yang beratap satu sisi, atau rumah kaca dua atap (even-span
greenhouse). Kalau berdasarkan bentuk atapnya, ada yang berbentuk melengkung (quonset)
dan lurus (gable). Yang terakhir, rumah kaca juga dapat dibedakan berdasarkan cara
penyusunannya. Ada rumah kaca unit tunggal (detached hosue) dan rumah kaca aneka
unit (ridge and furrow greenhouse) atau rumah kaca unit tunggal gabungan.
Rumah kaca atap tunggal

Rumah kaca beratap lengkung

Indonesia atau negara-negara dengan iklim tropis, lebih cocok menggunakan tipe  rumah kaca
unit tunggal beratap lurus karena konstruksinya dapat menyediakan ventilasi dan
pencahayaan yang baik.  Ya, rumah kaca di Indonesia memang harus membutuhkan sistem
ventilasi yang baik agar suhu di dalam rumah kaca tidak terlalu panas. Sedangkan untuk daerah
subtropis, rumah kaca aneka unit beratap lengkung lebih disarankan karena lebih efisien
dalam pemanfaatan energi matahari
Baiklah kalau begitu! Lalu, bagaimana membangun rumah kaca untuk keberlangsungan
sistemku, hidroponik?
Hal pertama yang perlu kamu lakukan adalah memilih lokasi yang tepat! Coba ingat lagi,
selain cahaya matahari, tanaman membutuhkan apa lagi…?
Ya…! Air!
Penampakan instalasi hidroponik di kebun
Sebelum membangun rumah kaca untukku, pastikan terlebih dahulu apakah lokasi untuk rumah
kaca itu dapat menyediakan pasokan air yang baik, yakni dengan ukuran pH 5-6.5, dan dalam
jumlah yang cukup banyak. Selanjutnya, tinjau ketersediaan instalasi listrik—jika kamu
memerlukannya. Sistemku ini bisa menggunakan listrik, bisa juga tidak. Itu tergantung skala
usaha yang akan kamu lakukan, hanya untuk hobi, kah, atau bisnis…? Terakhir, camkan ini
baik-baik, jangan pernah membangun rumah kaca di tempat yang ternaungi oleh pohon karena
akan mengurangi cahaya yang masuk ke rumah kaca. Selain itu, jangan membangun rumah
kaca di area yang dekat dengan tempat penimbunan sampah, ya! Soalnya, itu bisa jadi sarang
hama dan penyakit bagi tanaman.
Jika ketersediaan lokasi dan air sudah oke, silahkan membangun rumah untukku! Hehehe…!
Oh, iya…! Ada satu hal lagi yang perlu kamu ketahui: energy exchange…! Keseimbangan
aliran energi antara rumah kaca dan lingkungan di luarnya. Kondisi aliran energi ini perlu
diperhitungkan demi mempertahankan agar lingkungan tumbuh menjadi optimal bagi tanaman.
Di daerah tropis, suhu hangat di rumah kaca harus dikeluarkan, sedangkan di daerah subtropis
suhu hangat perlu dipertahankan. Nah, cara untuk mengeluarkan dan mempertahankan suhu
tersebut, salah satunya, dengan memperhatikan ventilasi. Disadari atau tidak, ventilasi
merupakan cara yang paling ekonomis, loh…! Atau, kamu juga bisa menggunakan  evaporative
cooling system. Prinsip dari sistem ini ialah menurunkan suhu udara dalam ruangan
menggunakan sejumlah uap air. Bisa dengan kipas angin yang ada es nya, atau
menggunakan air conditioner, atau hanya sekedar meletakkan baskom-baskom yang berisi air,
atau menyiramkan air ke rumah kaca pada jam-jam tertentu.
Fungsi rumah itu, semuanya sama: memberikan kenyamanan untuk tumbuh dan berkembang
bagi setiap anggota rumahnya. Begitu juga dengan rumah untukku. Iya, rumah yang dibangun
agar sistemku—hidroponik—bekerja dengan baik dan menghasilkan tanaman yang baik pula.
Hm, begitulah kira-kira.

Anda mungkin juga menyukai