Anda di halaman 1dari 2

Nama : Rahma karima

NIM : 1934031079

Kelas : Reguler 204

Tugas halaman 176

Soal Hal. 176

1. Diskusikan prospek dan permasalahan dalam pengaplikasian konsep Balanced Scorecard pada
organisasi sektor publik, khususnya pada pemerintah daerah !
2. Analisislah key success factor pada organisasi pemerintah daerah, setelah itu tentukanlah key
performance indicator-nya !
3. Diskusikan bagaimanakah menciptakan sistem manajemen kompensasi yang dapat mendorong
kinerja unit pemerintahan !

jawab :

1. Teknik pengukuran kinerja yang komprehensif yang banyak dikembangkan untuk berbagai
organisasi dewasa ini adalah Balance Scorecard. Yang melibatkann empat aspek yaitu :
a) Perspektif financial
b) Perspektif kepuasan pelanggan
c) Perspektif efisiensi proses internal
d) Perspektir pembelanjaan dan pertumbuhan.

Keempat perspektif tersebut menjadikan satu kesatuan yang tidak dapt dipisahkan dan
merupakan indikator pengukuran kinerja yang saling melengkapi indikator kepuasan masyarakat
secara lebih transparan. Objektif dan terukur serta mampu mengidentifikasi proses kerja dan
kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam mencapai misi dan strategi.

2. Instansi pemerintah adalah organisasi yang pure non profit oriented. Kinerja instansi
pemerintah harusdi ukur dari askpek-aspek yang komprehensif baik financial maupun
nonfinansial. Berbagai aspek yang harusdiukur adalah : a) kelompok keluaran (output); b)
kelompok proses (process); c) kelompok keluaran (output); d)kelompok hasil (out come); e)
kelompok manfaaat (benefit); f) kelompok dampak (impact). Selain itu ruanglingkup pengukuran
kinerja sangat luas. Pengukuran kinerja harus mencakup kebijakan (policy), perencanaandan
penganggaran (planning and budgeting), kualitas (quality), kehematan (economy), keadilan
(equity), danjuga pertanggungjawaban (accountability).
Sebagai contoh kasus yang terjadi pada Kantor Pemadam Kebakaran. Kebakaran yang menimpa
19 rumah penduduk Desa Jetiskapuan Kecamatan Jati Kabupaten Kudus, merupakan bukti
betapa loyo dan amburadulnya pelayanan mobil pemadam kebakaran (MPK). Sekaligus juga
diungkapkan persiapan aparat pemerintah kabupaten (Pemkab) mengantisipasi musim
kemarau. Hal itu diungkapkan oleh penduduk setempat maupun tokoh masyarakat di Kudus
menanggapi kebakaran di desa tersebut. Selain 19 rumah ludes terbakar dan rata dengan tanah,
tiga rumah penduduk dirobohkan untuk mencegah rumah lain ikut terbakar. Menurut salah satu
warga setelah mengetahui adanya kebakaran, ia bergegas meminjam telepon ke rumah dealer
sepeda motor yang terletak sekitar 700 meter dari lokasi kebakaran. Lalu menelepon ke
pemadam kebakaran Pemkab Kudus, namun baru satu jam kemudian muncul dua unit MPK
(Harian Kompas 12 Oktober).
Ilustrasi kasus ini menunjukan belum adanya kejelasan tentang indicator kinerja atau kelebihan
suatu Dinas Pemadam Kebakaran. Sistem pengukuran kinerja formal nampaknya belum
diterapkan sehingga tidak ada kriteria yang jelas bagaimana sebenarnya Dinas Pemadam
Kebakaran ini dinilai berprestasi atau gagal. Keluhan masyarakat seperti yang terjadi di Kudus
tersebut membuktikan tingkat pelayanan yang tidak memuaskan. Suatu pelayanan dinilai
memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Kasus
diatas memberikan pelajaran yang sangat berharga bahwa formulasi pengukuran kinerja harus
memperhatikan keiinginan dan harapan publik. Sungguh ironis jika suatu instansi dalam laporan
pertanggungjawabannya dinilai cukup berhasil tetapi masyarakat yang menikmati langsung
jasanya justru banyak yang mengeluh atas pelayanan yang diberikan.
Permasalahan di atas memerlukan solusi berupa perumusan sistem pengukuran kinerja yang
mengintegarsikan kepentingan manajemen isntansi dengan harapan stakeholders eksternal
terutama direct users. Dengan formulasi sistem pengukuran kinerja yang harmonis dan
responsive terhadap banyaknya keinginan stakeholders ini, diharapokan bias mengurangi gap
(kesenjangan) antara apa yang dharapkan masyarakat dengan apa yang di lakukan publik
servants sebagai abdi masyarakat.

3. Pada dasarnya sistem kompensasi suatu organisasi harus direncanakan dan di buat, hal ini
diperlukan sebagai daya dukung para pegawai dalam pencapaian tujuan organisasi. Hal yang
dapat dijadikan kebijakan dalam penetapan sistem kompensasi ada empat faktor, yaitu :
 Dari faktor organisasi (the organization), penetapan kompensasi harus di lihat dari sisi
kebijakan manajemen, keadaan politik yang mempengaruhi organisasi dan kemampuan
organisasi dalam melakukan pembayaran.
 Dari faktor pegawai (the employee) , penetapan kompensasi ini harus menyentuh hal-
hal yang berkaitan dengan kinerja pegawai itu, pembayaran berdasarkan merit, variable
gaji, pembayaran yang didasarkan pada keterampilan pegawai, pembayaran
berdasarkan pada kompetensi, Senioritas pegawai, pengalaman kerja, hubungan
keanggotaan dalam organisasi, potensinya, pengaruh politik dan yang terakhir adalah
keberuntungan.
 Dari faktor pasaran tenaga kerja (the labor market), penetapan kompensasi juga harus
melihat kompensasi yang berlaku secara umum di pasar tenaga keja, untuk itu
organisasi dalam menetapkan system kompensasi ini haruslah melakukan survey pada
organisasi lain, kelayakan, biaya hidup, organisasi buruh, tingkat social dan perundang-
undangan ekonomi yang berlaku.
 Sedangkan dari faktor pekerjaan (the job), maka penetapan system kompensasi harus di
dasari dengan, analisa jabatan (job analysis), uraian tugas pekerjaan (job description),
evaluasi jabatan (job evaluation) dan terakhir penawaran secara kolektip (collective
bargaining).

Anda mungkin juga menyukai