Anda di halaman 1dari 4

Tripple Bottom Line sebagai Kinerja Perusahaan yang Berkelanjutan :

Proposisi untuk Masa Depan

1. Kinerja Keuangan Perusahaan (Corporate Financial Performance/CFP)


Berdasarkan review kinerja perusahaan, konsep dari Tripple Bottom Line (TBL) sebagai
Sustainable Corporate Performance (SCP) harus terdiri dari 3 elemen pengukuran, yaitu
keuangan, sosial, dan lingkungan. Kinerja sebuah perusahaan adalah kemampuan organisasi
untuk mencapai tujuannya dengan menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien. Kinerja
keuangan perusahaan merupakan tanggung jawab manajemen untuk meningkatkan kinerja
keuangan perusahaan karena para pemangku kepentingan (meliputi investor, kreditor, dan tenaga
kerja) peduli dengan kinerja keuangan perusahaan, karena kinerja keuangan yang tinggi dapat
meningkatkan kesejahteraan bagi para pemangku kepentingan.
Simons mendefinisikan kinerja perusahaan menggunakan pendekatan mekanisme pasar
dimana perusahaan secara aktif berinteraksi dengan pasar produk keuangan, faktor, dan
pelanggan. Di pasar keuangan, kinerja perusahaan diupayakan untuk memuaskan pemegang
saham dan kreditor dalam bentuk indicator keuangan. Dalam pasar faktor, seperti pemasok dan
pemilik produksi lainnya, kemampuan perusahaan untuk membayar tepat waktu dan dalam
jumlah yang disepakati penting dalam mengevaluasi kinerja perusahaan. Terakhir, dari perspektif
pasar produk pelanggan, kinerja perusahaan akan dievaluasi oleh pihak-pihak di pasar
berdasarkan kemampuan perusahaan untuk memberikan nilai kepada pelanggan dengan harga
yang terjangkau yang pada gilirannya efek bersihnya akan ditunjukkan dalam pendapatan
perusahaan.
Secara keseluruhan, pandangan Simons tentang kinerja perusahaan sejajar dengan pandangan
input-output dari sebuah perusahaan, menunjukkan bahwa keberadaan perusahaan adalah karena
kontribusi dari pemegang saham / investor, pemasok, karyawan, pelanggan, dengan harapan
pengembalian masing-masing pihak melalui mekanisme pasar.
Aspek yang berbeda dari kinerja perusahaan menjadi penting dalam manajemen strategis dan
penelitian akuntansi. Penelitian telah memeriksa konstruksi kinerja (baik dalam perspektif
perusahaan dan manajerial) dan berkaitan dengan konstruksi lain seperti strategi, lingkungan
bisnis, sistem kontrol, dan struktur organisasi.
2. Corporate Financial Permormance (CFP) atau kinerja keuangan perusahaan dapat diukur
dengan menggunakan 3 alternatif pendekatan:
1. Ukuran berbasis pasar, pendekatan ini mencerminkan anggapan bahwa pemangku
kepentingan utama perusahaan adalah pemegang saham.
2. Ukuran berbasis akuntansi, bersumber dari efektivitas kompetitif suatu perusahaan dan
efisiensi internal yang kompetitif serta pemanfaatan aset secara optimal.
3. Ukuran berbasis persepsi, dalam pendekatan ini, beberapa penilaian subjektif untuk CFP akan
diberikan oleh responden menggunakanbeberapa perspektif seperti ROA (laba atas aset),
ROE (laba atas ekuitas), dan posisi keuangan yang berhubungan dengan perusahaan lain.
Kinerja perusahaan biasanya dibagi menjadi kinerja operasional dan kinerja keuangan.
Kinerja operasional meliputi:
1. Pangsa pasar
2. Kualitas produk
3. Efektifitas masyarakat
Sedangkan kinerja keuangan meliputi dua sub kategori:
1. Kinerja berbasis pasar (misalnya harga saham, pembayaran deviden, dan laba per saham)
2. Kinerja berbasis akuntansi (misalnya laba atas aset dan laba atas ekuitas)
3. Kinerja Sosial Perusahaan (Corporate Social Permormance / CSP)
Konsep Corporate Social Performance (CSP) memasukkan aspek lingkungan yang identik
dengan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan perilaku bertanggung jawab secara sosial
untuk meninngkatkan kesejahteraan sosial yang berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan
hubungan dengan pemangku kepentingan (stakeholder)
Konsep dari ukuran kinerja sosial berfokus pada :
- Keuntungan (financial)
- Pribadi / orang (sosial)
- Lingkungan

CSR memberikan dampak positif terhadap evaluasi merek tertentu suatu perusahaan,
rekomendasi produk / merek, kepuasan dan kesetiaan konsumen, mengidentifikasi pelanggan
pengguna produk perusahaan, dan atribusi pelanggan disaat keadaan krisis.
Terdapat 5 pendekatan pengukuran utama CSP dalam literatur:
1. Pengukuran berdasarkan analisis isi laporan tahunan, tetapi pengukuran ini subjektif yang
dapat dengan mudah dimanipulasi
2. Indeks polusi lingkungan, pengukuran objektif tetapi tidak berlaku untuk semua perusahaan
3. Pengukuran persepsi yang berasal dari survey berbasis kuesioner, pengukuran perceptual
yang dapat dimanipulasi tergantung bagaimana hal itu dilakukan
4. Reputasi perusahaan, pendekatan pengukuran CSP dengan menggunakan indikator reputasi
yang dipersepsikan oleh pihak eksternal perusahaan.
5. Data yang dihasilkan oleh organisasi pengukuran, dilakukan oleh lembaga eksternal dengan
menggunakan ukuran multi-dimensi

Untuk mengatasi komplikasi klasifikasi pendekatan pengukuran CSP, empat jenis strategi
pengukuran yang diusulkan oleh Orliztky dapat digunakan:
1. Pengungkapan
2. Peringkat reputasi
3. Audit sosial, proses CSP dan hasil yang dapat diamati, ini adalah cara sistematis oleh pihak
ketiga untuk menilai perilaku CSP perusahaan, biasanya menggunakan ukuran multidimensi
untuk memiliki indeks peringkat CSP.
4. Prinsip dan nilai CSP manajerial, mencakup 4 dimensi yaitu ekonomi, hukum, etika, dan
kebijaksanaan
 Pendekatan disclosure dilakukan dengan menggunakan metode analisis isi dan bahan-bahan
yang terdokumentasi seperti laporan tahunan, untuk menemukan atribut yang terkandung
dalam dalam dokumen yang dianggap mencerminkan perilaku tanggung jawab sosial
perusahaan
 Rasio reputasi adalah pendekatan untuk mengukur CSP berdasarkan persepsi stakeholder
menggunakan ukuran CSP tunggal atau multidimensi yang dipersepsikan mewakili cerminan
atau reputasi perusahaan

Mahoney dan Roberts melakukan studi tentang kinerja sosial, lingkungan dan hubungannya
dengan kepemilikan keuangan dan institusional menggunakan ukuran kinerja sosial yang awalnya
dikembangkan oleh Michael Jantzi Research Associate, yang mencakup variabel sebagai berikut:
1. Masalah masyarakat
2. Keragaman di tempat kerja
3. Hubungan karyawan
4. Kinerja lingkungan
5. Masalah internasional
6. Produk dan praktik bisnis
7. Dan variabel lain tentang kompensasi, kerahasiaan, dan kepemilikan pada perusahaan lain.

4. Triple Bottom Line sebagai Kinerja Perusahaan Berkelanjutan


Pihak-pihak yang berkepentingan dengan kinerja perusahaan tidak hanya yang dibahas dalam
tampilan input-output, tetapi juga pihak atau kelompok lain dalam masyarakat yang
berkepentingan dari sudut pandang stakeholder.
Frederick, Post, dan Davis mengklasifikan pihak atau kelompok menjadi dua kategori :
1. Pemangku kepentingan primer, adalah mereka yan g secara langsung mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh keputusan yang dibuat perusahaan. Meliputi pemasok, pelanggan,
karyawan, dan investor.
2. Pemangku kepentingan sekunder, adalah mereka yang berada dalam masyarakat yang
terpengaruh secara langsung dan tidak langsung oleh keputusan perusahaan. Meliputi
komunitas local, publik, kelompok bisnis, media, kelompok aktivis sosial, pemerintah
asing, dan pemerintah pusat dan daerah.
Pada akhirnya, keputusan yang dibuat oleh perusahaan harus memuaskan kedua kelompok
pemangku kepentingan secara positif. Ada banyak komponen yang merupakan pemangku
kepentingan suatu perusahaan yang memiliki kepentingan dan kekuatan sendiri untuk
mempengaruhi perusahaan. Dalam beberapa kasus, mereka membentuk koalisi untuk memaksa
perusahaan memenuhi kepentingan tertentu.
Berdasarkan pandangan stakeholder dan menurut Atkinson, Waterhouse, and Wells dan
Nickols pendekatan yang harus digunakan perusahaan untuk mengukur kinerja perusahaan adalah
dengan menggunakan pendekatan stakeholder atau pendekatan berbasis stakeholder terhadap
pengukuran kinerja.
Istilah kinerja perusahaan diperluas tidak hanya mencakup aspek keuangan, tetapi juga sosial
dan lingkungan. Oleh karena itu, kinerja perusahaan diperluas dan sering disebut “kinerja
perusahaan yang berkelanjutan” yang mencakup komponen pengukuran kinerja keuangan, sosial,
dan lingkungan. Evaluasi kinerja perusahaan dapat dipahami dengan fakta bahwa tanggung jawab
perusahaan tidak hanya untuk menghasilkan kesejahteraan ekonomi atau keuntunngan (Profit)
saja, tetapi juga untuk peduli kepada masyarakat (Person) dan lingkungan (Place).
Ketiga aspek ini sering disebut 3P yang termasuk dalam konsep TBL (Tripple Bottom Line).
Jika mengacu pada pandangan stakeholder, gagasan yang mendasari konsep TBL juga menjadi
dasar bagi kinerja perusahaan yang berkelanjutan, yaitu mengakomodir kepentingan berbagai
kelompok stakeholder di masyarakat, tidak hanya salah satu pemegang saham.
Sebagai tolak ukur kinerja, konsep TBL dalam akuntansi pada dasarnya terdiri dari 2 aspek
yaitu kinerja keuangan dan kinerja sosial dimana lingkungan menjadi bagian dari aspek sosial.
Pentingnya hubungan kedua aspek dalam TBL sebagai SCP adalah tanggung jawab sosial
merupakan tugas perusahaan yang penting dalam pengambilan keputusan perusahaan.

5. Proposisi untuk masa depan


Berdasarkan penelaahan sebelumnya atas kinerja perusahaan, konsep TBL (Triple Bottom
Line) sebagai kinerja perusahaan yang berkelanjutan (CSP) harus terdiri dari 3 elemen
pengukuran yaitu keuangan, sosial, dan lingkungan. Jika salah satu dari mereka diabaikan atau
tidak mencukupi, TBL sebagai SCP akan mengandung kelemahan yang melekat dan
menyusahkan dan juga membutuhkan kompleksitas dan variabilitas antara elemen pengukuran
financial, sosial, dan lingkungan agar tersinkronisasi dengan baik dan nyaman.
Kontribusi TBL sebagai SCP adalah pada prinsipnya menekankan hubungan antara orientasi
bisnis dan sosial saat ini di satu sisi, oorientasi lingkungan yang akan dating disisi lain, yang
merupakan spektrum yang sebelumnya tidak dibahas serius dari perspektif bisnis baik dalam
praktik maupun literatur.

Anda mungkin juga menyukai