Anda di halaman 1dari 10

NAMA : MUNAWARA

NIM : A1C017108

AKUNTANSI KELAS B

CHAPTER 9

EXTENDED SYSTEM OF ACCOUNTING : THE INCORPORATION OF SOCIAL AND


ENVIRONMENTAL FACTORS WITHIN EXTERNAL REPORTING

Istilah pelaporan berkelanjutan (sustainability reporting) dan pelaporan sosial lingkungan


(social environmental reporting) secara bergantian akan digunakan untuk mengacu pada arti dari
peraturan/ ketentuan menuju rentang stakeholders, informasi mengenai kinerja entitas dalam hal
interaksi secara fisik dan lingkungan sosial termasuk informasi mengenai dukungan entitas tehadap
karyawan, komunitas lokal dan asing, catatan keamanan dan pemanfaatan sumber-sumber daya
alam.

Tahap-tahap Pelaporan Berkelanjutan (Sustainability Reporting)

Ada beberapa variasi langkah-langkah/ tahap dalam laporan yang terkait atau
berkelanjutan dengan produksi suatu lingkungan sosial. Langkah yang diambil seharusnya
dilakukan secara berurutan sebagaimana sebuah keputusan yang diambil pada masing-masing
tahap (selanjutnya) tergantung pada keputusan yang diambil pada tahap sebelumnya.
Dalam pelaporan berkelanjutan tahap pertama adalah pada saat sebuah perusahaan
memutuskan tujuan organisasi secara garis umum untuk melakukan pelaporan sosial dan
lingkungan, dengan kata lain adalah alasan mengapa perusahaan diharapkan untuk menghasilkan
sebuah laporan yang berkelanjutan. Hal ini kelihatan seperti alasan secara umum untuk
pembangunan kebijakan dan praktek tanggungjawab sosial dan lingkungan, dimana kebijakan dan
prakteknya biasa disebut tanggungjawab sosial perusahaaan (Corporate Social Responsibility/
CSR).
Ketika sebuah organisasi telah menentukan apa tujuan utamanya dalam mempublikasikan
laporan sosial dan lingkungan (CSR) tahap berikutnya yang akan dilakukan dalam proses
pelaporan adalah mengidentifikasikan siapa (stakeholders) yang membutuhkan informasi atas
laporan tersebut, dengan kata lain siapa saja pihak yang secara langsung berkepentingan dengan
pelaporan lingkungan sosial tersebut.
Setelah melakukan identifikasi tentang siapa saja stakeholders yang memiliki kepentingan
dan kebutuhan atas informasi yang akan dihasilkannya, tahap ketiga yang harus dilakukan
perusahaan dalam pelaporan yang berkelanjutan adalah memastikan apa saja informasi yang
dibutuhkan oleh para stakeholders, dengan kata lain masalah (isu-isu) apa yang dituju dalam
pelaporan sosial dan lingkungan perusahaan.
Ketika suatu perusahaan telah menentukan tujuan dari proses pelaporan (mengapa
melaporkan), stakeholders yang dituju dengan adanya proses pelaporan ini ( untuk siapa laporan
tersebut dimaksudkan), dan informasi apa saja yang diminta oleh stakeholders ( apa masalah yang
dipertanggungjawabkan oleh para stakeholders entitas, atau apa masalah yang seharusnya
dicover), maka tahap terakhir dalam proses pelaporan sosial dan lingkungan adalah menghasilkan
sebuah laporan (mungkin dalam bentuk lebih dari satu macam) mengenai suatu isu/ masalah
(informasi yang dibutuhkan para stakeholders). Hal ini merupakan langkah umum yang
melibatkan lebih banyak hal-hal yang lebih detail mengenai bagaimana laporan tersebut akan
disusun.
Sejarah Perkembangan Praktek Pelaporan Sosial dan Lingkungan

Praktek pelaporan dampak sosial dan lingkungan operasi perusahaan mulai diungkapkan
pada masyarakat umum secara sukarela oleh perusahaan sejak awal tahun 1990an, pada saat itu
banyak perusahaan membuat kemajuan dalam pertimbangan aspek pelaporan dampak lingkungan
perusahaan. Sekitar pertengahan tahun 1990an pelaporan mengenai aspek dampak sosial dari
operasi perushaaan menjadi praktek yang sangat populer. Perkembangan praktek ini pada awal
hingga pertengahan tahun 1990an cenderung mengambil bentuk pengungkapan dalam laporan
tahunan tentang kebijakan lingkungan (dan kemudian sosial), praktek dan/ atau dampak dari
laporan perusahaan.
Saat ini praktek pelaporan ini semakin meluas, dan pengungkapan sosial dan lingkungan
yang dibuat oleh beberapa perusahaan menjadi semakin luas pula, beberapa perusahaaan terkenal
mulai memisahkan pengungkapan sosial dan lingkungan yang lebih detail dari laporan tahunan
mereka. Sejak akhir tahun 1990an banyak perusahaaan yang mulai menggunakan internet untuk
menyebarluaskan informasi mengenai aspek kebijakan dan kinerja sosial dan lingkungan mereka.
Tujuan Proses Pelaporan Sosial dan Lingkungan- Tahap Why

Beberapa teori yang dapat diaplikasikan untuk menjelaskan mengapa perusahaan secara
sukarela memilih untuk menyedialan informasi mengenai strategi perusahaan, termasuk kinerja
sosial dan lingkungan mereka diantaranya adalah :

 Legitimacy Theory dan ditemukannya gagasan kontrak sosial

Menurut perspektif ini berpendapat bahwa sebuah entitas (organisasi) akan melakukan aktivitas
sosial tertentu (dan menyediakannya) jika pihak manajemen merasa bahwa komunitas dimana
mereka beroperasi mengharapkan perusahaan untuk melakukan suatu aktivitas tertentu.
 Stakeholders Theory

Menurut teori ini pihak manajemen perusahaan akan lebih suka untuk fokus pada harapan dari
stakeholders yang memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk mengendalikan sumber daya langka
dan penting untuk mencapai tujuan perusahaan (dalam hal ini manager).
 Accountability Model (Gray, Owen and Adam, 1996)

Menurut perspektif model ini perusahaan mempunyai banyak tanggungjawab, dan dalam setiap
tanggungjawab perusahaan ini ditetapkan hak para stakeholders termasuk hak atas informasi dari
perusahaaan yang menunjukkan pertanggungjawabannya dalam hubungan dengan harapan para
stakeholdersnya.
 Institutional Theory

Perspektif menurut teori ini mengasumsikan bahwa manajer perusahaaan akan mengembangkan
atau mengadopsi praktek baru (seperti pelaporan tangggungjawab sosial perusahaan - CSR dan/
atau tanggungjawab lingkungan) dikarenakan adanya sebuah tekanan institusional.
 Reputation Risk Management

Menurut perspektif ini diasumsikan bahwa motivasi utama pihak manajemen dalam pelaporan
secara sukarela adalah memaksimalkan laba. Dengan manajemen resiko reputasi ini terdapat
asumsi bahwa reputasi sebuah perusahaan memiliki nilai ekonomi, dan manajer akan
menggunakan pelaporan sukarela (seperti pelaporan berkelanjutan) untuk melindungi dan
meningkatkan nilai dan potensi pendapatan secara umum.
 Positive Accounting Theory

Menurut teori ini diprediksi bahwa semua orang dipicu oleh kepentingan pribadi (self interest),
sehingga diprediksi juga bahwa aktivitas lingkungan sosial tertentu dan hubungan
pengungkapan mereka hanya akan terjadi jika memiliki implikasi kemakmuran positif pada
keterlibatan manajemen.
 Perpektif selanjutnya yang mendorong manajer untuk melakukan CSR dan pelaporan
berkelanjutan diberikan oleh Unerman dan O’Dwyer (2004)
Perspektif ini menggambarkan teori sosial (social theory) dari Anthony Giddens (1990, 1991,
1994) dan Ulrich Beck (1992, 1994, 1999, 2000) yang menyatakan bahwa di dunia dimana
perpsepsi dari hasil negatif masa depan dari suatu kegiatan industri dan konsumsi produk yang
lazim, maka manajer akan menggunakan pelaporan sosial dan lingkungan sebagai bagian dari
strategi untuk mencoba meyakinkan secara ekonomi para stakeholders terkuat mereka bahwa
produk dan aktivitas mereka membawa resiko yang rendah pada masyarakat ataupun pada
individu di dalam masyarakat.

Tanggungjawab Bisnis
Bagaimana sebuah entitas individual menentukan tanggungjawabnya sangat tergantung
pada penilaian pribadi pihak manajemen yang terlibat di dalamnya. Hal ini relevan dengan tujuan
dari praktek pelaporan sosial dan lingkungan yang dipilih oleh entitas itu sendiri karena
tanggungjawab bisnis dan akuntabilitasnya dirasakan berjalan beriringan. Berdasarkan definisi
yang diberikan oleh Gray, Owen dan Adam (1996, hal 38) tanggungjawab dapat didefinisikan
sebagai :
“Tugas untuk menyediakan sebuah akun (tidak berarti selalu akun finansial) atau perhitungan dari
tindakan-tindakan untuk pihak yang bertanggungjawab”
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ada dua tugas atau tanggungjawab yang
termasuk di dalam akuntabilitas :
1. Tanggungjawab untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu (atau menahan diri dari melakukan
tindakan tertentu)
2. Tanggungjawan untuk menyediakan sebuah akun bagi tindakan-tindakan tersebut
Dukungan Terhadap Pandangan Sempit Tanggungjawab Bisnis
‘Keuntungan” memberikan sebuah pengukuran atas pendapatan (dividen) masa depan
yang mungkin diperoleh bagi satu kelompok stakeholders yaitu pemegang saham. Dalam
mengomentari perusahaan untuk keuntungan yang tinggi mungkin kita meletakkan kepentingan
investor (pemilik) dibawah kepentingan stakeholders lain. Sangat tidak biasa untuk melihat
sebuah laporan dalam tekanan finansial bahwa perusahaan tertentu menghasilkan sebuah
keuntungan dengan peningkatan biaya gaji/ upah. Dalam konteks ini terdapat implikasi bahwa
pendapatan satu stakeholder (pegawai) entah bagaimana buruk tetapi keuntungan stakeholder
lainnya (pemilik modal) adalah bagus.
Dukungan Terhadap Pandangan Luas Tanggungjawab Bisnis
Bagaimanapun masyarakat memiliki harapan yang besar (seperti produk atau pelayanan
yang bagus dan aman, tidak mengekploitasi karyawan ataupun lingkungan alam, dll) terhadap
perusahaan, sehingga sangat disangsikan apakah perusahaan yang asyik dengan keuntungannya
sendiri dapat terus eksis dan bertahan. Dukungan terhadap penalaran tersebut dilaporkan
berdasarkan beberapa survei dan wawancara yang dilakukan pada para pimpinan beberapa
perusahaan besar dunia.

Bisnis Berkelanjutan dan Prinsip ‘Triple Bottom Line’

Banyak perusahaaan yang membayangkan berkelanjutan terdiri atas tiga rangkaian :


ekonomi, sosial dan lingkungan. Model ini sering disebut sebagai pendekatan triple bottom line
an.berkelanjutan, sebuah istilah yang dikembangkan oleh John Elkington (1997). Kinerja
keuangan atau keuntungan dalam bahasa sehari-hari sering disebut sebagai inti utama dari
berbisnis, sehingga fokus semata-mata dalam kinerja ekonomi dapat dianggap sebagai fokus pada
mencari keuntungan finansial (single bottom line).

Tiga aspek berkelanjutan ini cenderung bertemu selama jangka waktu yang lebih lama.
Dalam jangka waktu yang pendek dimungkinkan untuk menghasilkan keuntungan ketika
berdampak negatif pada masyarakat.
Mengidentifikasi Stakeholder – Tahap “ Siapa”

Untuk organisasi dimana manajer memiliki motivasi untuk memaksimalisasi nilai


pemegang saham keuangan maka laporan sosial dan lingkungan akan digunakan untuk
mendapatkan dukungan yang kuat secara ekonomi dari para stakeholder.
Mengidentifikasi stakeholder yang relevan sesuai dengan cabang manajerial teori stakeholder

Kelompok-kelompok yang tepat dari stakeholder yang mampu menggunakan kekuatan


ekonomi yang lebih atas sebuah organisasi akan bervariasi dari satu organisasi ke organisasi, dan
juga dapat bervariasi dalam satu organisasi dari waktu ke waktu.

Untuk jenis perusahaan dimana konsumen cenderung untuk memegang kekuasaan


ekonomi yang cukup besar, mereka dapat dengan mudah beralih membeli produk pesaing jika
perusahaan melakukan sesuatu yang tidak mereka setujui.
Sebuah identifikasi yang lebih luas dari para stakeholder sesuai dengan cabang etika teori
stakeholder
Adanya tanggungjawab perusahaan dan pelaporan berkelanjutan dalam organisasi
dimotivasi oleh pertimbangan etika yang lebih luas untuk mengurangi dampak negatif
(memaksimalkan dampak positif), dimana setiap orang atau entitas yang kemungkinan terkena
dampak dari operasi organisasi merupakan stakeholder. Organisasi bertanggungjawab kepada
siapa operasi mereka bisa berdampak, baik kepada generasi manusia saat ini dan generasi
mendatang (dengan tidak mempedulikan seberapa jauh asal orang-orang tersebut dari organisasi),
juga pada hewan dan unsur alam yang berpotensi terkena dampak operasi organisasi tersebut.
Mengidentifikasi bagian stakeholder prioritas dalam cabang etika teori stakeholder
Beberapa ahli teori, seperti Gray et al (1997) dan Unerman dan Bennett (2004),
berpendapat bahwa pendekatan etika untuk mengidentifikasi dari sejumlah besar stakeholder
kepada siapa organisasi bertanggungjawab dan membutuhkan pertimbangan yang akuntabel dari
pandangan para stakeholder kepada siapa operasi organisasi memiliki dampak yang lebih. Dalam
hal ini tidak akan selalu ada orang/ stakeholder yang paling dekat dengan operasi organisasi dalam
ekonomi (atau bahkan secara fsik /geografis ).

Identifikasi Stakeholder dalam praktek

Sebagai contoh bagaimana beberapa organisasi mendefinisikan pemangku kepentingan


mereka dalam praktek, seperti dalam sustaiable reporting 2003 Co-operative Financial Services
(CFS) dalam kelompok UK (yang meliputi Co-operative Bank), organisasi mendefinisikan
stakeholder utamanya lebih luas yaitu sebagai pemegang saham, pelanggan, staff, pemasok,
masyarakat dan gerakan koperasi, dan menjelaskan bagaimana masing-masing dari kelompok
tersebut didefinisikan.
Dalam prakteknya, pendekatan mana untuk memilih prioritas stakeholder yang diambil
oleh organisasi apakah: memprioritaskan stakeholder atas dasar para stakeholder yang paling
mampu memberikan pengaruh pada keuntungan organisasi (atau nilai pemegang saham),
memprioritaskan stakeholder atas dasar mereka yang hidupnya paling dipengaruhi oleh kegiatan
organisasi, atau posisi suatu tempat diantara keduanya.
Tuntutan stakeholder untuk, dan reaksi terhadap informasi sosial dan lingkungan

Deegan dan Rankin (1997) meneliti masalah apakah orang benar-benar menggunakan
atau mengandalkan informasi kinerja lingkungan yang diberikan dalam laporan tahunan, atau
dengan kata lain meskipun jawaban atas pertanyaan untuk apa akuntabel, setidaknya akuntabel
untuk sesuatu. Mereka diminta, dengan cara survei kuesioner, pandangan pemegang saham;
pialang saham dan analis riset; akuntansi akademisi; perwakilan lembaga keuangan; dan sejumlah
organisasi melakukan review umum atau fungsi pengawasan terkait dengan:
 Materialitas isu-isu lingkungan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat yang menggunakan
laporan tahunan untuk mendapatkan informasi;
 Informasi lingkungan apakah yang dicari dari laporan tahunan; dan
 Bagaimana pentingnya informasi lingkungan dalam proses pengambilan keputusan dibandingkan
dengan informasi tanggung jawab sosial lainnya dan informasi tentang kinerja dan posisi keuangan
organisasi.
Negosiasi konsensus di antara persaingan kebutuhan dan harapan stakeholder

Harapan stakeholder (atau masyarakat) cenderung berubah dari waktu ke waktu. Lewis
dan Unerman (1999) telah menjelaskan hal ini dalam hal nilai-nilai sosial (di mana harapan
stakeholder atas perilaku perusahaan yang menjadi basis) berubah dari waktu ke waktu. Nilai-
nilai ini juga dapat berbeda pada satu titik dalam waktu antara kelompok yang berbeda dalam
masyarakat. Oleh karena itu, untuk menyiratkan bahwa terdapat satu set harapan masyarakat pada
suatu titik tertentu tampaknya tidak realistis.
Dalam prakteknya, banyak organisasi dihadapkan dengan berbagai nilai-nilai dan harapan
stakeholder yang berbeda dan sering nilai-nilai dan harapan tidak cocok satu sama lain sehingga
organisasi tidak akan dapat memenuhi semua harapan. Sebaliknya, organisasi harus menemukan
cara untuk memilih nilai-nilai tertentu dan harapan yang menunjukkan tanggung jawab sosial
perusahaan dan pelaporan sosial dan lingkungan.

Beberapa kemungkinan keterbatasan akuntansi keuangan tradisional dalam menangkap dan


melaporkan kinerja sosial dan lingkungan
Akuntansi keuangan sering dikritik atas dasar bahwa ia mengabaikan banyak eksternalitas
sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh entitas pelapor. Beberapa alasan mengapa akuntansi
keuangan tradisional mungkin tidak dapat efektif dalam mencerminkan dampak sosial dan
lingkungan organisasi meliputi:
a. Akuntansi keuangan berfokus pada kebutuhan informasi dari pihak-pihak terlibat dalam membuat
keputusan alokasi sumber daya.
b. Salah satu pilar akuntansi keuangan adalah gagasan tentang 'materialitas' yang cenderung
menghalangi informasi pelaporan sosial dan lingkungan mengingat kesulitan yang terkait dengan
mengukur biaya sosial dan lingkungan
c. masalah lain yang muncul dalam akuntansi keuangan adalah bahwa entitas pelaporan sering
mengurangi kewajiban, terutama yang tidak akan dilunasi selama bertahun-tahun ke nilai
sekarang. Hal ini cenderung membuat pengeluaran masa depan kurang signifikan pada periode
ini.
d. akuntansi keuangan mengadopsi 'entitas asumsi', yang mengharuskan organisasi untuk
diperlakukan sebagai entitas yang terpisah dari pemiliknya, organisasi-organisasi lain, dan
stakeholder lainnya
e. Sebuah wilayah yang terkait di mana sistem akuntansi keuangan tradisional kita menghasilkan
hasil agak aneh yaitu perlakuan izin polusi yang bisa diperdagangkan
f. Dalam akuntansi keuangan dan pelaporan, biaya didefinisikan sedemikian rupa untuk
mengecualikan pengakuan setiap dampak pada sumber daya yang tidak dikendalikan oleh entitas
(seperti lingkungan), kecuali denda atau arus kas lainnya yang timbul.
g. Terdapat isu “pengukuran”. Untuk item yang akan direkam untuk tujuan akuntansi keuangan itu
harus diukur dengan akurasi yang memadai.
Pelaporan Triple Bottom Line

Tiga pelaporan bottom line didasarkan pada pendekatan triple bottom line bisnis
berkelanjutan dimana dicari keseimbangan antara ekonomi, sosial dan lingkungan berkelanjutan.
Pendukung dari laporan triple bottom line berpendapat bahwa, jika diterapkan dengan benar,
seharusnya memberikan informasi kepada orang lain yang memungkinkan untuk menilai seberapa
berkelanjutan organisasi atau masyarakat dimana operasi berada. Perspektif yang diambil adalah
bahwa untuk suatu organisasi (atau masyarakat) menjadi berkelanjutan (perspektif jangka
panjang) itu harus aman secara finansial (yang dibuktikan dengan langkah- langkah seperti
profitabilitas); harus meminimalkan (atau idealnya menghilangkan) dampak negatif lingkungan;
dan harus bertindak sesuai dengan harapan masyarakat. Oleh karena itu pelaporan triple bottom
line menyediakan jawaban yang sangat luas atas pertanyaan bagaimana sebuah organisasi harus
melaporkan pada konteks sosial, lingkungan dan ekonomi dampak (atau kinerja).

Audit Sosial (atau Jaminan)


Terkait erat dengan akuntansi sosial dan lingkungan adalah praktek audit sosial dan lingkungan,
atau pengesahan independen (atau verifikasi) informasi pelaporan sosial dan lingkungan. Menurut
Elkington (1997) tujuan audit sosial dan lingkungan bagi suatu organisasi untuk menilai kinerja
dalam kaitannya dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Hasil dari audit sosial atau
pernyataan jaminan, sering menjadi dasar bagi entitas untuk mempublikasikan perhitungan sosial
dan hasil dari audit sosial dapat dianggap sebagai bagian penting dari dialog yang sedang
berlangsung dengan berbagai kelompok stakeholder.
Dalam website The Institute of Social and Ethical Accountability (ISEA, 2005)
menggariskan tiga prinsip utama yang mendasari audit sosial yang ideal harus mencakup:
 Materialitas : apakah laporan berkelanjutan menyediakan perhitungan yang mencakup semua
bidang dari kinerja, bahwa stakeholder perlu menilai kinerja berkelanjutan organisasi?
 Kelengkapan : apakah informasi lengkap dan cukup akurat untuk menilai dan memahami kinerja
organisasi dalam semua bidang?
 Responsiveness : apakah organisasi telah merespon secara koheren dan konsisten untuk perhatian
dan kepentingan stakeholder?

Anda mungkin juga menyukai