Anda di halaman 1dari 11

Dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Terdapat sebuah tuntutan terutama dari masyarakat untuk dilakukan transparansi dan akuntabilitas publik oleh lembagalembaga sektor publik. World Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Penerapan Good Governance sesungguhnya
hal yang tidak bias ditawar lagi dan harus kita laksanakan dalam era refromasi ini. Inti dan ujung dari Good Governance adalah perbaikan kualitas pelayanan publik dan peningkatan keadilan serta kesejahteraan rakyat. Tidak akan ada pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi apabila sistem manajemen pemerintahan tidak ditata sesuai dengan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik.

Karakteristik Sektor Publik Menurut Mardiasmo (2009), perbedaan sifat dan karakteristiksektor publik dengan sektor swasta dapat dilihat dengan membandingkan beberapa hal, yaitu: tujuan organisasi, sumber pembiayaan, pola pertanggungjawaban, struktur

organisasi, karakteristik anggaran, stakeholder yang dipengaruhi, dan sistem akuntansi yang digunakan. Tujuan Organisasi Dilihat dari tujuannya, organisasi sektor publik berbeda dengan sektor swasta. Perbedaan menonjol terletak pada tujuan memperoleh laba. Pada sektor swasta terdapat tujuan untuk memaksimumkan laba (profit motive), sedangkan pada sektor publik adalah pemberian pelayanan publik, dan penyediaan pelayanan publik. Tetapi meskipun tujuan utama sektor publik adalah pemberian pelayanan publik, tidak berarti organisasi sektor publik sama sekali tidak memiliki tujuan yang bersifat finansial. Organisasi sektor publik juga memiliki tujuan finansial, akan tetapi hal tersebut berbeda baik secara filosofis, konseptual, dan operasionalnya dengan tujuan profitabilitas sektor swasta. Sumber Pembiayaan Perbedaan sektor publik dengan sektor swasta dapat dilihat dari sumber pendanaan organisasi atau dalam istilah manajemen keuangan disebut struktur modal atau sumber pembiayaan. Sumber pembiayaan sektor publik berbeda dengan

sektor swasta dalam hal bentuk, jenis dan tingkat risiko. Pada sektor publik sumber pendanaan berasal dari pajak dan retribusi, charging for service, laba perusahaan milik negara, pinjaman pemerintah berupa utang luar negeri dan obligasi pemerintah, dan pendapatan lain-lain yang sah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang ditetapkan. Sedangkan untuk sektor swasta sumber pembiayaan dipisahkan menjadi dua yaitu internal dan eksternal. Sumber pembiayaan internal terdiri atas bagian laba yang diinvestasikan kembali ke perusahaan (retained earnings) dan modal pemilik. Sumber pembiayaan eksternal misalnya utang bank, penerbitan obligasi, dan penerbitan saham baru untuk mendapatkan dana dari publik. Pola Pertanggungjawaban Manajemen pada sektor swasta bertanggungjawab kepada pemilik

perusahaan (pemegang saham) dan kreditor atas dana yang diberikan. Pada sektor publik manajemen bertanggung jawab kepada masyarakat karena sumber dana yang digunakan organisasi sektor publik dalam rangka pemberian pelayanan publik berasal dari masyarakat (public funds). Pola pertanggungjawaban di sektor publik bersifat vertikal dan horisontal. Pertanggungjawaban vertikal (vertical accountability) adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada pemerintah pusat. Pertanggungjawaban horisontal (horisontal accountability) adalah

pertanggungjawaban kepada masyarakat luas. Struktur Organisasi Secara kelembagaan, organisasi sektor publik juga berbeda dengan sektor swasta. Struktur organisasi pada sektor publik bersifat birokratis, kaku, dan hirarkis, sedangkan struktur organisasi pada sektor swasta lebih fleksibel. Salah satu faktor utama yang membedakan sektor publik dengan sektor swasta adalah adanya pengaruh politik yang sangat tinggi pada organisasi sektor publik. Tipologi pemimpin, termasuk pilihan dan orientasi kebijakan politik, akan sangat berpengaruh terhadap pilihan struktur birokrasi pada sektor publik. Sektor publik memiliki fungsi yang lebih kompleks dibandingkan dengan sektor swasta. Kompleksitas organisasi akan berpengaruh terhadap struktur organisasi. Karakteristik Anggaran Jika dilihat dari karakteristik anggaran, pada sektor publik rencana anggaran dipublkasikan kepada masyarakat secara terbuka untuk dikritisi dan didiskusikan.

Anggaran bukan sebagai rahasia negara. Sementara itu, anggaran pada sektor swasta bersifat tertutup bagi publik karena anggaran merupakan rahasia perusahaan. Dari sisi stakeholder, pada sektor publik stakeholder dibagi menjadi dua yaitu internal dan eksternal, pada stakeholder internal antara lain adalah lembaga negara (kabinet, MPR, DPR, dan sebagainya), Kelompok politik (partai politik), manajer publik (gubernur BUMN, BUMD), pegawai pemerintah. Stakeholder eksternal pada sektor publik seperti masyarakat pengguna jasa publik, masyarakat pembayar pajak, perusahaan dan organisasi sosial ekonomi yang menggunakan pelayanan publik sebagai input atas aktivitas organisasi, Bank sebagai kreditor pemerintah, Badan-badan internasional (IMF, ADB, PBB, dan sebagainya), investor asing, dan generasi yang akan datang. Pada sektor swasta, stakeholder internal terdiri dari manajemen, karyawan, dan pemegang saham. Sedangkan stakeholder eksternal terdiri dari bank, serikat buruh, pemerintah, pemasok, distributor, pelanggan, masyarakat, serikat dagang dan pasar modal. Sistem akuntansi yang digunakan Perbedaan yang lain adalah sistem akuntansi yang digunakan. Pada sektor swasta sistem akuntansi yang biasa digunakan adalah akuntansi yang berbasis akrual (accrual accounting). Sedangkan pada sektor publik lebih banyak menggunakan sistem akuntansi berbasis kas (cash basis accounting). Meskipun sektor publik memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda dengan sektor swasta, akan tetapi dalam beberapa hal terdapat persamaan, yaitu: 1. Kedua sektor tersebut, yaitu sektor publik dan sektor swasta merupakan bagian integral dari sistem ekonomi di suatu negara dan keduanya menggunakan sumber daya yang sama untuk mencapai tujuan organisasi. 2. Keduanya menghadapi masalah yang sama, yaitu masalah kelangkaan sumber daya (scarcity of resources), sehingga baik sektor publik maupun sektor swasta dituntut untuk menggunakan sumber daya organisasi secara ekonomis, efektif dan efisien. 3. Proses pengendalian manajemen, termasuk manajemen keuangan, pada dasarnya sama di kedua sektor. Kedua sektor sama-sama membutuhkan informasi yang handal dan relevan untuk melaksanakan fungsi manajemen, yaitu: Perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian.

4. Pada beberapa hal, kedua sektor menghasilkan produk yang sama, misalnya: baik pemerintah maupun swasta sama-sama bergerak di bidang transportasi massa, pendidikan, kesehatan, penyediaan energi, dan sebagainya. 5. Kedua sektor terikat pada peraturan perundangan dan ketentuan hukum lain yang disyaratkan. Audit Sektor Publik Karakteristik organisasi pemerintahan berbeda dengan organisasi bisnis. Hal ini berimplikasi pula terhadap praktik akuntansi yang berlaku di kedua organisasi tersebut termasuk proses auditnya. Namun, hanya sekedar perbedaan relatif dimana dalam keduanya masih terdapat kesamaan dan hanya hal-hal tertentu saja yang berbeda. Dalam level teknis audit sektor publik sama dengan jenis audit lainnya. Pada dasarnya, struktur audit baik audit keuangan, audit kepatuhan, audit manajemen, audit program, dan audit jenis lainnya secara umum adalah sama (Mardiasmo, 2009). Secara umum, struktur audit terdiri atas : (1) tahap-tahap audit, (2) elemen masing-masing tahap audit, (3) tujuan umum masing-masing elemen, dan (4) tugas-tugas tertentu yang diperlukan untuk mencapai setiap tujuan. Perbedaan paling mencolok terkait dengan kebijakan dan pertimbangan politik serta ketentuan peraturan perundang-undangan. Auditor sektor publik dalam

melaksanakan kebijakannya banyak terikat dengan peraturan perundang-undangan dan kegiatan yang berlaku mengingat hampir semua kegiatan sektor publik diatur dengan undang-undang dan ketentuan. Entitas, program, kegiatan dan fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan keuangan dan tanggung jawab keuangan negara, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, audit sektor publik sangat menekankan aspek ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Juga, laporan audit sektor publik menyediakan informasi lebih banyak daripada laporan audit pada sektor swasta. Hal ini pada gilirannya akan menyebabkan lebih luasnya tanggung jawab auditor sektor publik dibandingkan dengan rekan mereka pada sektor swasta. Pengukuran Kinerja Sektor Publik Pengukuran kinerja merupakan suatu proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian sasaran, tujuan, misi dan visi melalui hasil-hasil yang ditampilkan beberapa produk, jasa ataupun proses pelaksanaan suatu kegiatan. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntanbilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang

lebih baik (Mardiasmo, 2009). Pengukuran kinerja yang handal (reliable) merupakan salah satu faktor kunci suksesnya organisasi. Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama, pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam pemberian pelayanan sektor publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan. Mengingat pentingnya pengukuran kinerja sektor publik maka kualitas audit sangat penting sebagai wujud pertanggungjawaban kepada publik. Kualitas audit sektor publik pemerintah ditentukan oleh kapabilitas teknikal auditor dan independensi auditor (Wilopo, 2001). Kapabilitas teknikal auditor telah diatur dalam standar umum pertama, yaitu bahwa staf yang ditugasi untuk melaksanakan audit harus secara kolektif memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk tugas yang disyaratkan, serta pada standar umum yang ketiga, yaitu bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Disamping standar umum, seluruh standar pekerjaan lapangan juga menggambarkan perlunya kapabilitas teknikal seorang auditor. Pemahaman seorang auditor yang memadai terkait ukuran-ukuran kinerja yang berlau di sektor publik sangat diperlukan dalam penulisan laporan audit kinerja. Laporan audit kinerja yang efektif akan mampu menyelesaikan masalahmasalah terkait kinerja. Menurut mardiasmo (2009), beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan laporan audit kinerja adalah : 1. Laporan audit kinerja harus ditulis secara obyektif. 2. Auditor tidak boleh terlalu ooverstate. 3. Informasi yang disajikan harus disertai bukti yang kompenten. 4. Auditor hendaknya menulis laporan secara konstruktif, memberikan

pengakuan terhadap kinerja yang baik maupun kinerja yang buruk. 5. Auditor hendaknya mengakomodasi usaha-usaha yang dilakukan oleh manajemen untuk memperbaiki kinerjanya. Dengan menghasilkan laporan auditor yang efektif maka akan menghasilkan pertanggungjawabkan (akuntabilitas) audit sektor publik pemerintah yang

berkualitas. Tanpa kualitas audit yang baik, maka akan timbul permasalahan, seperti munculnya kecurangan, korupsi, kolusi dan berbagai ketidakberesan di

pemerintahan. Kualitas audit sektor publik dipengaruhi oleh kapabilitas teknikal auditor serta independensi auditor baik secara pribadi maupun kelembagaan. Untuk meningkatkan sikap independensi auditor sektor publik, maka kedudukan auditor sektor publik harus terbebas dari pengaruh dan campur tangan serta terpisah dari pemerintah, baik secara pribadi maupun kelembagaan. Permasalahan selanjutnya adalah terletak pada implementasi pada

pengukuran kinerja itu sendiri. Kelemahan-kelemahan yang sering terjadi dan kita jumpai pada sebagian besar instansi pemerintah adalah mendasarkan penilaian kinerja hanya berdasarkan penyerapan anggaran pada akhir tahun anggaran berjalan. Keberhasilan kinerja instansi pemerintah hanya diukur dari prosentase anggaran yang telah digunakan, semakin besar anggaran yang telah diserap maka semakin besar pula prosentase penyerapan anggaran yang juga berarti semakin besar pula prosentanse kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan. Dengan demikian semakin banyak anggaran yang telah dihabiskan maka semakin baik pula penilaian kinerjanya. Dengan indikator penghabisan anggaran dapat membuka peluang terjadinya penyalahgunaan keuangan negara. Menurut Satrianto (2009)

masalah yang menjadikan salahnya implementasi pengukuran kinerja disebabkan beberapa hal, diantaranya adalah : Keterukuran indikator tidak jelas. Dalam Renstra dan Renja memang telah dicantumkan indikator input, output, outcome, bahkan hingga benefit dan impact. Namun formulasi indikator tersebut tidak jelas, tidak terukur bahkan kadang-kadang terkesan sekedar ada. Tidak ada kriteria baku seperti apa indikator yang baik. Dalam beberapa hal, indikator yang dicantumkan memang telah dapat dikuantifikasikan agar dapat diukur. Namun demi mengejar kuantifikasi tersebut pendekatan kualitas menjadi diabaikan. Seharusnya kualitas kegiatan juga dapat dikuantifikasikan dalam angka agar dapat lebih mudah diukur. Pengukuran keberhasilan masih sebatas indikator output. Data kinerja dikumpulkan pada akhir tahun dan sepanjang kegiatan dilaksanakan maka indikator output dianggap telah mencapai 100 %. Disadari bahwa pengukuran outcome, benefit dan impact lebih rumit dan seringkali memerlukan data time-

series untuk dapat menghasilkan analisa yang memadai. Dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, pengukuran outcome, benefit dan impact sering kali dikosongkan. Hal ini mungkin disebabkan pada pelaporan akhir tahun data yang diperlukan belum tersedia. Namun sayangnya laporan tahunan hanya menyajikan kegiatan tahun berjalan saja. Dengan demikian pada tahun-tahun berikutnya tidak ada mekanisme untuk melaporkan pengukuran outcome, benefit dan impact kegiatan tahun berikutnya, yang sebenarnya belum dilaporkan pada tahun pelaksanaan. Implementasi Audit Sektor Publik terkait Penyalahgunaan Keuangan Negara Secara umum audit sektor publik memiliki fungsi yang luas terutama dalam kaitannya dengan tugas dan kewajiban untuk melaporkan adanya indikasi penyalahgunaan keuangan negara. Penyalahgunaan keuangan di jaman reformasi ini sering terkait dengan korupsi. Secara ekonomi dan politik, korupsi dinilai memiliki dampak yang luar biasa karena menghambat pertumbuhan ekonomi dan demokrasi. Untuk pemebrantasan korupsi Indonesia memiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai sebuah lembaga independen anti-korupsi. Dengan adanya KPK diharapkan dapat memberantas penyalahgunaan keuangan negara di Indonesia secara efektif. Agar pemberantasan dapat berjalan secara efektif, diperlukan adanya akuntabilitas dalam pengelolaan berbagai program yang dijalankan, termasuk pengelolaan keuangannya. Pilar utama yang mendukung tercapainya akuntabilitas yang baik adalah terselenggaranya sistem pengendalian intern pada lembaga pemerintahan tersebut. Sistem ini dikembangkan dan diselenggarakan melekat pada siklus perencanaan dan penganggaran instansi pemerintah, yang mencakup perencanaan jangka menengah yang bersifat strategis dan perencanaan

operasional yang dilakukan secara tahunan. Semuanya itu diatur dalam dua sistem utama yaitu sistem keuangan negara dan sistem perencanaan pembangunan nasional. Sistem pengendalian intern juga dikembangkan dalam prosedur-prosedur yang dijalankan ketika melaksanakan anggaran dalam suatu tahun anggaran, seperti prosedur pengadaan barang, prosedur pencairan surat perintah membayar, dan sebagainya. Sistem pengendalian intern juga terkait erat dengan proses pelaporan keuangan instansi pemerintahan. Peranan terbesar dalam

pemberantasan penyalahgunaak keuangan adalah

auditor sektor publik. Auditor

perlu mengetahui beberapa pengendalian intern kunci untuk mencegah korupsi, aspek-aspek yang rawan terhadap korupsi, dan indikasi-indikasi terjadinya KKN.

Dari pengendalian intern kunci tersebut maka dapat lebih difokuskan pada kedua hal yang rawan terhadap korupsi. Beberapa kegiatan yang dapat menjadi rawan terhadap praktik-praktik korupsi yang meluas adalah: 1. Pentenderan, pemberian dan penyelesaian kontrak, menyewa konsultan atau staf sementara dari unit lain. 2. Penjualan dengan tekanan, seperti pemberian hadiah atau liburan bila membeli suatu barang. 3. Jamuan. 4. Pemberian ijin/lisensi. 5. Pembelian barang-barang yang langsung dikirimkan ke lokasi gedung bukannya ke gudang. 6. Konflik kepentingan yang timbul ketika politisi atau pejabat (atau teman dan kerabat mereka) memiliki kepentingan-kepentingan finansial atas pekerjaan yang diberikan oleh instansi publik. 7. Penggunaan peralatan khusus, seperti laptop dan mobil, untuk pekerjaan pribadi. 8. Penghapusan atau penjualan barang-barang inventaris bekas. Daftar berikut berisi hal-hal yang patut dicurigai yang menunjukkan indikasi terjadinya KKN bagi auditor: 1. Kesulitan bertemu pegawai tertentu yang penting bagi audit. 2. Kesulitan menemukan dokumen-dokumen. 3. Dokumen-dokumen yang telah diubah, terutama bila telah difotokopi atau ditipp-ex, kecuali ada paraf yang menunjukkan tanggung jawab perubahan dan hal yang berubah masih terbaca. 4. Pos-pos yang belum diselesaikan untuk jangka waktu yang lama atau saldosaldo yang tidak dapat dijelaskan dalam pembukuan. 5. Keengganan pegawai/pejabat untuk mengambil cuti. 6. Gaya hidup yang mewah. 7. Kunjungan-kunjungan kepada kontraktor yang sering dan tidak biasa. 8. Keengganan untuk ditemani/disaksikan orang lain selama atau ketika menangani hal-hal yang terkait dengan kas. 9. Upaya-upaya menawarkan informasi-informasi tertentu, seperti transaksitransaksi tertentu, kepada auditor.

10. Penawaran jamuan yang berlebihan, terutama bila jamuan ini kemudian dapat dipandang sebagai penyuapan. 11. Komputer yang selalu bermasalah ketika auditor mencoba menggunakannya. 12. Upaya-upaya memojokkan pegawai lain (baik benar ataupun tidak benar) yang dapat dipandang sebagai cara-cara untuk mengalihkan perhatian auditor kepada pihak ketiga yang tidak bersalah. Berdasarkan aspek-aspek yang rawan terhadap korupsi, dan indikasi-indikasi terjadinya korupsi, auditor dapat merancang sistem audit yang terkait dengan hal tersebut dan mengimplementasikan sesuai dengan rancangan yang telah dibuat sehingga pemberantasan penyalahgunaan keuangan negara di Indonesia dapat berjalan secara efektif. Efektivitas adalah ukuran herhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar atau bahkan tiga kali lebih besar daripada yang telah dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Implementasi Audit Sektor Publik terkait Kinerja Organisasi Pemerintah Sebuah peningkatan kualitas kinerja di lembaga pemerintahan di Indonesia sangatlah penting untuk mencapai hasil yang efektif dan efisien. Suatu kondisi kualitas kinerja yang efektif dan efisien dapat diketahui dengan melakukan penilaian kinerja. Penilaian kinerja merupakan bagian dari sistem pengendalian (Mardiasmo, 2009). Penilaian kinerja dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam tahap penilaian kinerja, akuntansi manajemen berperan dalam pembuatan indikator kinerja kunci dan satuan alat ukur masing-masing aktivitas yang dilakukan. Pada dasarnya pengendalian adalah salah satu komponen dari audit (Mardiasmo, 2009). Maka, audit sektor publik dapat meningkatkan keefektifan kinerja organisasi pemerintahan dengan melalukkan komponen pengendalian. Komponen pengendalian intern terutama pengendalian administrative yang terdiri dari rencana, metode, dan prosedur organisasi yang berfokus pada efisiensi operasional, efektivitas organisasi, dan kepatuhan terhadap kebijakan manajemen serta ketentuan yang berlaku. Dengan adanya pengendalian yang efektif dan efisien

akan terhindarkan dari kecurangan, sehingga pemerintah akan bisa memberikan reward dan punishment dengan tepat. Reward dan punishment dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk peningkatan kualitas kinerja organisasi pemerintahan. Sistem pemberian penghargaan (rewards) dan hukuman (punishment) digunakan sebagai pendorong bagi pencapaian strategi (Mardiasmo, 2009). Dengan

pencapaian strategi akan menunjukkan suatu organisasi dapat mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan yang dapat berarti kinerja dapat berjalan secara efektif. Sistem mekanisme reward dan punishment harus didukung dengan dengan

manajemen kompensasi yang memadai. Manajemen kompensasi merupakan mekanisme penting untuk mendorong dan memotivasi manajer untuk mencapai tujuan organisasi. Insentif positif bagi pencapaian tujuan disebut reward, sedangkan insentif negatif jika tujuan tidak tercapai disebut punishment. Peran penting adanya rewards dalam sebuah organisasi adalah untuk mendorong tercapainya tujuan

organisasi dan untuk menciptakan kepuasan bagi setiap individu. Punishment di Indonesia sudah berjalan sudah berjalan misalnya dengan tidak memberikan uang mamin (makan dan minum) jika pegawai tidak masuk pada hari tersebut atau datang terlambat. Bentuk punishment terberatnya adalah

dikeluarkan dari organisasi jika menyalahi aturan yang telah ditetapkan dan dikesepakati bersama. Dalam pembrian imbalan (reward) dapat berupa finasial dan nonfinansial. Imbalan yang sifatnya finansial misalnya berupa kenaikan gaji, bonus dan tunjangan. Imbalan yang bersifat psikologis dan sosial misalnya berupa promosi jabatan, penambahan tanggung jawab dan kepercayaan, otonomi yang lebih besar, penempatan kerja di lokasi yang lebih baik, dan pengakuan. Sampai saat ini pemerintah Indonesia belum memiliki peraturan resmi tentang sistem pengendalian intern baku yang berlaku secara nasional (Satrianto, 2009). Peraturan setingkat Peraturan Pemerintah sedang disusun. Untuk memahami konsep pengendalian intern, perlu mengacu pada kerangka yang dikembangkan oleh Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). Dalam kerangka ini, tujuan pengendalian intern adalah efektivitas dan efisiensi kegiatan organisasi, keandalam pelaporan keuangan, dan ketaatan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengendalian intern juga memiliki tujuan tambahan berkenaan dengan pengelolaan aset. Unsur-unsur pengendalian intern terdiri dari: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas-aktivitas

pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan.

Wilopo. 2001. Faktor-faktor yang

Menentukan Kualitas Audit pada Sektor

Publik/Pemerintah. Ventura. STIE Perbanas Surabaya. Vol. 4 No. 1. Juni. pp. 27 32. Satrianto. 2009. Kelemahan Pengukuran kinerja berdasarkan anggaran.

http://satriaafz.blogspot.com/2009/01/kelemahan-pengukuran-kinerja.html

Anda mungkin juga menyukai