Demodikosis merupakan salah satu jenis penyakit kulit pada anjing yang disebabkan oleh
parasit tungau Demodex sp. Menurut Sardjana (2012) demodekosis juga dikenal sebagai Red
Mange, Follicular Mange, Acarus Mange dimana kondisi anjing kasus akan mengalami kelainan
pada kulit yang bentuknya mirip dengan penyakit kulit lainnya. Dalam kondisi normal, Demodex
tidak memberikan kerugian bagi anjing, namun bila kondisi kekebalan anjing menurun maka
Demodex akan berkembang menjadi lebih banyak dan menimbulkan penyakit kulit. Jenis
Demodex yang ditemukan pada anjing adalah Demodex canis, D.injai dan D. cornei, namun
yang lebih sering pada anjing adalah Demodex canis. D. canis dan D. injai ditemukan pada
folikel rambut kelenjar sebaceous dan saluran sebaceus, sedangkan D. cornei ditemukan pada
lapisan superfisial stratum corneum di hampir seluruh lapisan kulit (Sivajothi et al., 2013).
Demodex injai memiliki panjang tubuh yang lebih panjang sekitar 361 mikron seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1 B dan lebih sering ditemukan pada hewan dengan kulit dan bulu
yang lebih berminyak (Ordeix dan Bargadiet al. 2009) sementara di sisi lain, D. canis seperti
yang ditunjukkan pada gambar 1 A dan D. cornei seperti yang ditunjukkan pada gambar 1 C
memiliki tubuh lebih pendek. Demodex injai adalah dua kali panjang D. canis dan ini adalah
spesies yang merupakan bagian dari flora kulit normal pada anjing dan biasanya disimpan dalam
jumlah rendah oleh sistem kekebalan anjing dan spesies demodex sp. Tungau hidup terbatas pada
folikel rambut. Di sisi lain, D. injai cenderung berada di dalam kelenjar sebaceous. Demodex
cornei adalah spesies demodex bertubuh pendek dan ditemukan bahwa spesies khusus ini tidak
seperti yang lain, lebih suka tinggal di lapisan epidermis yang paling dangkal dan sekitar 50%
lebih pendek daripada bentuk dewasa D. canis (Tater dan Patterson 2008) .
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Janczaket al. (2017), tungau dewasa
demodex sp. dibagi menjadi tiga segmen. Bagian depan, terdapat mulut disebut gnatosoma,
bagian tengah terdapat kaki disebut podosoma dan ekor berbentuk cacing yang sering memiliki
bagian permukaan lurik disebut opistosoma. Demodex sp. berukuran sangat kecil yaitu sekitar
0,2 - 0,4 mm sehingga hanya dapat dilihat di bawah mikroskop menggunakan metode skin
scraping. Demodex sp. hidup pada folikel rambut dan kelenjar sebasea hewan dengan memakan
Peningkatan jumlah tungau juga selalu berkaitan dengan adanya endoparasit, malnutrisi,
terapi obat imunosupresi, dan stress sementara (estrus, kebuntingan, tindakan pembedahan, dan
Siklus Hidup
Seluruh siklus hidup Demodex sp berlangsung pada tubuh inangnya selama 20-35 hari,
yang terdiri dari telur, larva, nimfa dan dewasa di dalam folikel rambut atau kelenjar keringat.
Tungau jantan terdistribusi pada permukaan kulit, sedangkan tungau betina meletakkan 40-90
telur yang berbentuk simpul (spindel shape) di dalam folikel rambut. Siklus perkembangan
Demodex canis dimulai dengan penetasan larva dari telur fusiform. Telur akan menetas menjadi
larva berkaki enam dalam waktu 1-5 hari, lalu berkembang menjadi nimfa yang berkaki delapan,
kemudian menjadi dewasa. Tungau membutuhkan waktu sekitar tiga minggu untuk
menyelesaikan siklus ini dan semua tahap perkembangan dapat ditemukan di folikel rambut
anjing, sistem limfatik, aliran darah dan organ lainnya. Demodex sp. dapat hidup selama
beberapa minggu dan perkembangan dari larva berkaki enam hingga dewasa membutuhkan
waktu sekitar 7 hari (Milleret al.2013). Di bawah ini adalah diagram yang menggambarkan
Demodicosis dibagi menjadi dua jenis yaitu demodicosis lokal dan demodikosis umum.
Prognosis demodikosis terlokalisasi jauh lebih baik dibandingkan dengan demodikosis umum.
Ketika daerah yang terinfeksi oleh demodex sp. kurang dari lima daerah, itu dianggap sebagai
demodicosis lokal. Bentuk penyakit ini biasanya tidak memerlukan obat apa pun dan sembuh
secara spontan. Namun dianggap sebagai demodicosis umum ketika ada 5 atau lebih area yang
membutuhkan perawatan yang panjang dan hati-hati dan bersifat kronis (Milleret al., 2011).
Gambar 2. Siklus Hidup Demodex sp. pada anjing
Patogenesis
Berdasarkan buku oleh Miller et al. (2013), Dalam beberapa hari pertama setelah
kelahiran pada anjing, demodex sp. dapat ditularkan dari induk ke neonatus hanya dalam 16 jam
setelah kelahiran. Sistem kekebalan tubuh hospes bertanggung jawab untuk mengendalikan
populasi tungau dalam tubuh. Sistem kekebalan hospe dapat mendeteksi dan mentolerir
keberadaan tungau dan juga memiliki efek penghambatan pada proliferasi tungau dan menjaga
kelainan imunologis utama pada anjing dengan demodicosis. Banyak investigasi yang dilakukan
selama bertahun-tahun dan sulit untuk menyimpulkan apa saja defek imunologis utama pada
anjing dengan demodikosis umum spontan. Sebagian besar penelitian dilakukan pada kelompok
kecil anjing dari jenis dan usia tertentu atau berbeda dengan manifestasi klinis yang berbeda
sehingga sulit untuk membedakan antara kelainan imunologis yang dapat dianggap sebagai
pemicu demodex sp. pertumbuhan berlebih yang mengarah ke demodikosis (Ferreret al. 2014).
Namun ada beberapa investigasi yang mengindikasikan bahwa anjing dengan demodicosis
umum menderita disfungsi kekebalan yang disebut kelelahan sel-T. Proses ini didefinisikan
sebagai disfungsi sel T efektor antigen spesifik yang ditandai dengan hilangnya fungsi sel T
secara bertahap. Kelelahan sel T didokumentasikan dalam infeksi parasit meskipun sebelumnya
Dalam banyak penelitian telah menyatakan bahwa sistem kekebalan memainkan peran kunci
dalam patogenesis demodikosis anjing tetapi mekanisme yang mengendalikan populasi tungau
pada anjing yang sehat dan berpenyakit masih jauh dari yang dipahami. Banyak penulis setuju
bahwa respon imun terhadap demodex sp. tungau itu kompleks dan melibatkan kedua cabang
respons imun inang: respons bawaan dan adaptif. Berdasarkan sebuah jurnal oleh Ravera et al.
(2015), disimpulkan bahwa respon imun bawaan adalah garis pertahanan pertama dan beberapa
penelitian menunjukkan bahwa organisme pembawa kitin dapat memodulasi respon imun
bawaan dengan meningkatkan ekspresi reseptor seperti Toll seperti yang ditunjukkan pada
gambar di bawah ini (Gambar 1). Dalam jurnal ini oleh penulis yang sama, ditemukan bahwa ada
antibodi IgG yang ditujukan terhadap antigen D.canis dalam serum darah anjing sehat.
Berdasarkan gambar 3, ketika ada pertumbuhan berlebih dari demodex sp., Terjadi
kelelahan sel-T. Untuk mengendalikan populasi tungau ini, sel-sel keratinosit dan Langerhans
merespons sebagai respon imun yang didapat sedangkan untuk respon imun bawaan bereaksi
Gejala Klinis
Anjing yang mengalami demodikosis secara umum terlihat adanya lesi seperti
alopecia, eritrema, scale, dan pustula (Izdebska, 2010). Lesi yang terjadi bermula lokal,
kemudian berkembang dengan cepat pada sebagian besar tubuh hewan penderita. Tempat
yang disukai adalah di daerah muka, sekitar mata, daerah ekstremitas dan daerah dada.
Demodikosis cenderung terjadi pada hewan muda yang berumur dibawah satu tahun. Lesi
yang terjadi menimbulkan rasa sakit, dapat terjadi limfadenopati dan pada kasus yang
merupakan rontoknya rambut yang tidak normal yang mungkin terjadi pada sebagian atau
seluruhnya, terbatas atau berdifusi, dan simetris atau asimetris. Alopesia terjadi akibat kerusakan
serat rambut, disfungsi folikel rambut dan kekurangan nutrisi (Jasmin, 2011). Berdasarkan
penelitian Gartner et al., (2014) mengenai gambaran klinis demodikosis pada anjing
ditemukan adanya lesi alopesia sebesar 76,47%. Hiperpigmentasi umumnya terdapat pada
bagian kulit yang mengalami alopesia. Hiperpigmentasi merupakan perubahan warna kulit
menjadi lebih gelap yang diakibatkan oleh peningkatan aktivitas melanosit. Terdapat juga
lesi papula yang termasuk kedalam lesi primer kulit, papula merupakan hasil dari adanya
infeksi pada kulit, bentuk papula dapat bermacam-macam dengan besar yang bervariasi,
dari sebesar butir beras hingga sebesar kacang tanah. Pustula pada kulit juga ditemukan
walaupun dalam jumlah yang tidak banyak, pustula merupakan lesi kulit yang berukuran
relatif lebih besar dari papula dan biasanya terdapat eksudat nanah didalamnya.
Pada tahap yang lebih lanjut, dapat terjadi demodekosis general disertai dengan
peradangan dan infeksi sekunder oleh bakteri. Lapisan kulit yang terinfeksi terasa lebih
berminyak saat disentuh. Tungau sangat menyukai bagian tubuh yang kurang lebat bulunya,
seperti moncong hidung dan mulut, sekitar mata, telinga, bagian bawah badan, pangkal ekor,
leher sepanjang punggung dan kaki. Rasa gatal yang ditandai dengan hewan selalu mengaruk dan
menggosokkan badannya pada benda lain atau menggigit bagian tubuh yang gatal, sehingga
terjadi iritasi pada bagian yang gatal berupa luka/lecet, kemudian terjadi infeksi sekunder
sehingga timbul abses, sering luka mengeluarkan cairan (eksudat) yang kemudian mengering dan
menggumpal dan membentuk kerak pada permukaan kulit. Ada 2 (dua) bentuk infeksi pada kulit
akibat iritasi yaitu bentuk squamous (bersisik) dan bentuk pustular (benjolan). Bentuk squamous
biasanya terdapat pada anjing, sedangkan bentuk pustular sering ditemukan pada sapi. Ukuran
benjolan/nodule sangat bervariasi, mulai dari berukuran kecil sampai sekitar 2 cm, bahkan lebih
besar. Lesi berawal pada daerah kepala, menjalar ke daerah leher dan kemudian dapat menutupi
seluruh tubuh.
Gambar 4. Adanya alopesia, lichenifikasi, eritema, scale, papula, pustula dan hiperpigmentasi
pada tubuh anjing kasus (Wirawan et al., 2019)
Tungau Demodex sp. hidup di dalam folikel rambut dan kelenjar sebaseus, dapat hidup
dalam beberapa hari pada inang. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa tungau dapat hidupa
selama 21 hari dalam potongan rambut/bulu pada kondisi basah dan dingin. Sedangkan pada
kondisi normal tungau betina dapat hidup sekitar 40 hari, namun tungau pada umumnya amat
peka terhadap kondisi yang kering. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan
hospes. Anak anjing dapat tertular saat menyusu dari induk yang memiliki parasit.
Diagnosa
adanya tungau Demodex sp. Langkah diagnosis yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
deep skin scraping atau pengerokan kulit hingga berdarah. Scrapping dilakukan dengan
memegang dan menggosok daerah terinfeksi untuk mengeluarkan tungau dari folikel dengan
menggunakan scalpel. Scraping dilakukan pada beberapa tempat. Spesimen berupa kerokan pada
kulit yang terinfeksi tungau dimasukkan dalam cawan petri tanpa ditambah larutan apapun, atau
ditambah larutan Glycerol 5-10% untuk melihat tungau yang masih hidup dan melihat
pergerakannya dibawah mikroskop. Identifikasi tungau dapat dilakukan dengan menambahkan
Pengobatan
Pengobatan pada demodecosis bergantung pada tingkat keparahan kasus yang terjadi.
Pengobatan yang diberikan memerlukan waktu yang lama dan harus dipantau secara berkala
selama 4-6 minggu, untuk memastikan populasi Demodex kembali normal. Pemeriksaan skin
scraping perlu dilakukan dengan interval 2 minggu, jika hasil pemeriksaan menunjukkan tidak
ditemukannya Demodex pada 2 kali pemeriksaan, maka hewan tersebut dapat dikatakan sudah
sembuh, dan pengobatan dapat dihentikan. Demodicosis dapat menyerang kembali hewan yang
demodicosis. Pengobatan pada demodecosis lokal dapat dilakukan dengan memberikan salep
yang mengandung 1 % rotenone (goodwinol ointment) maupun gel benzoyl peroxide 5 % yang
diaplikasikan sekali sehari setiap hari selama 1-3 minggu. Selain itu, pengobatan harus disertai
dengan memandikan hewan dan melakukan pemberian shampoo yang mengandung antiseboroik
(benzoyl peroxide) secara berkala minimal seminggu sekali. Selanjutnya dapat memberikan
amitraz yang diencerkan dengan konsentrasi 0,1 % pada area alopecia sehari sekali selama dua
minggu. Pemberian amitraz dilakukan bila demodecosis sudah menyeluruh dan tanpa disertai
komplikasi. Untuk mengurangi efek samping dari amitraz dapat menggunakan yohimbin dengan
bersisik, pengerasan kulit luar, dan hipofungsi kelenjar tiroid). Maka pengobatan awal ditujukan
untuk mengobati pyoderma sebelum mengobati demodicosis dengan akarisida. Pada kasus
demodecosis yang disertai dengan komplikasi (disertai pyoderma, kulit bersisik, pengerasan kulit
luar, dan hipofungsi kelenjar tiroid), maka pengobatan awal ditujukan untuk mengobati
generalized demodecosis (CGD), tidak hanya untuk membunuh tungau saja, tetapi juga untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder. Pengobatan dapat dilakukan dengan memandikan hewan
dengan amitraz dengan konsentrasi 0,025 % dua kali seminggu. Sebaiknya sebelum
menggunakan amitraz, hewan terlebih dahulu dimandikan dengan shampoo yang mengandung
benzoyl peroxide untuk mengurangi minyak dan runtuhan sel epidermis. Pada anjing yang
memiliki bulu panjang dan lebat, harus dilakukan pencukuran rambut terlebih dahulu agar obat
lebih mudah meresap. Obat sistemik yang dapat diberikan adalah ivermectin (300-600 ug/kg
bb/hari), Milbemycin (1.0-2.0 mg/kg bb/hari), Moxidectine (0.5 mg/kg bb 2 minggu 1x secara
topikal), dan vitamin E sebagai penguat efek terapi akarisida (400-800 IU 3-5x/hari). Pemakaian
ivermectin perlu diwaspadai karena obat ini memiliki kontraindikasi untuk anjing jenis Collie,
Shelties, Australian Shepherds, dan Old English sheepdogs. Efek samping yang dapat
ditimbulkan dari pemberian ivermectin adalah hipersalivasi dan inkoordinasi. Obat akarisida
tetap dilanjutkan sebanyak 2-3x setelah pemeriksaan kerokan kulit menunjukkan hasil yang
negatif. Hal-hal yang menjadi faktor penting untuk mencegah demodicosis adalah dengan
memperbaiki nutrisi, mengatasi gangguan parasit, dan gangguan lainnya. Pengobatan secara
individual, beberapa obat dapat dipakai, antara lain Benzoas Bensilikus 10 % dioleskan pada
bagian kulit yang luka, BHC 0,05%, Coumaphos 0,05-0,1 % dengan cara disemprotkan atau
merendam pada seluruh badan, Coumaphos salep 1-2 %. Sedangkan akarisida misalnya
ivermectin dengan dosis 200 g/kg bb diberikan secara subcutan atau amitraz sebagai obat luar.
pengobatan demodikosis pada anjing (Janczaket al.2017). Amitraz digunakan sebagai dips untuk
mengobati demodicosis dan juga berbagai parasit eksternal lainnya dalam spesies lain seperti
sapi, kelinci, kambing dan kucing. Dosis amitraz untuk anjing adalah 250 mg / kg dan tanda
toksisitas yang paling umum adalah sedasi, bradikardia, dan ataksia (Richardson 2013). Menurut
Tilley dan Smith (2007), obat ini harus digunakan setiap minggu sampai tidak terjadi tanda-tanda
klinis dan pengikisan kulit. Dalam kasus toksisitas, Yohimbine dan Atipamezole dapat