1. Kurva bonjean berfungsi untuk membantu perhitungan volume badan kapal yang tercelup
air pada setiap langkah peluncuran beserta dengan LCB yang dibutuhkan untuk
perhitungan peluncuran. Cara perhitungan volume kapal dengan menggunakan bonjean
yaitu dibuat garis miring yang merepresentasikan garis air yang bergantung dari
kemiringan landasan, lalu perpotongan antara garis step dan garis station diperpanjang
hingga memotong kurva luasan bonjean pada setiap station. Panjang garis ini dikalikan
dengan skala luasan sehingga didapatkan luas station tersebut. Luas tiap station
diintegralkan dengan pendekatan simpson I sehingga didapatkan volume kapal pada
langkah peluncuran tertentu.
2. Kurva peluncuran kapal berfungsi untuk mengetahui kondisi kapal saat proses peluncuran.
3. Sudut peluncuran kapal ditentukan berdasarkan koefisien gaya gesek statis dimana nilai
sudut peluncuran kapal harus lebih besar dibandingkan dengan koefisien gaya gesek statis.
Hal ini untuk memastikan kapal dapat meluncur dengan gaya beratnya sendiri.
4. Periode I merupakan tahapan proses peluncuran dari kapal mulai bergerak hingga badan
kapal menyentuh air. Periode II merupakan tahapan proses peluncuran dari badan kapal
menyentuh air hingga buritan kapal dan sepatu luncur terangkat (sternlift). Periode III
merupakan tahapan proses peluncuran dari sternlift hingga freefloating.
5. Sternlift merupakan proses terangkatnya buritan kapal dan sepatu luncur akibat resultan
momen gaya angkat terhadap ujung depan sepatu luncur sama dengan momen gaya berat
terhadap ujung depan sepatu luncur.
6. Setelah sternlift, volume displacement actual pada masing-masing langkah dicari dengan
menggunakan Ta aktual dan Tf aktual. Setelah sternlift, kapal berputar dengan sumbu
putar yaitu ujung depan sepatu luncur. Dalam tugas ini, diasumsikan air yang berputar
terhadap ujung depan sepatu luncur. Ta dan Tf aktual didapatkan dengan cara
menginterpolasikan 2 titik Ta dan Tf. Interpolasi linier dilakukan dengan tujuan untuk
mencari ∆M = 0. Titik Ta0 dan Tf0 didapatkan dari Ta dan Tf pada langkah tersebut seperti
tahap 2. Ta1 merupakan 2/3 dari Ta0. Tf1 dicari dengan menggunakan rumus berikut.
TD1 L pp tan 1 TB1
Z
TB0 W0
TB1
W1 φ1
α1
γ1
AP d1 L1 X
sepatu luncur r
L0
Z
TB0 W0
TB1
W1 φ1
α1
γ1
d1
AP
X
sepatu luncur
r
L1
L0
Setelah itu, interpolasi linier dilakukan untuk mendapatkan nilai Ta aktual dan Tf aktual
yang menghasilkan ∆M = 0. Rumus interpolasi linier yang digunakan yaitu Newton
Raphson yaitu sebagai berikut.
0 M 0
TB 2 TB 0 (TB1 TB 0 )
M 1 M 0
Setelah didapatkan Ta dan Tf aktual, volume displacement dari langkah tersebut dapat
dicari dengan menggunakan kurva bonjean.
7. Freefloating merupakan kondisi kapal terapung bebas akibat gaya angkat kapal sama
dengan gaya berat kapal dan sepatu luncur. Kondisi ini dicirikan dengan gaya angkat kapal
bernilai sama dengan gaya berat kapal dan sepatu luncur.
8. Momen anti-tipping merupakan momen yang diperlukan oleh kapal untuk menghindari
tipping. Momen anti-tipping merupakan resultan antara momen gaya berat terhadap ujung
landasan dengan momen gaya angkat terhadap ujung landasan.
9. Tipping merupakan kondisi terjungkitnya kapal akibat momen gaya berat terhadap ujung
landasan lebih besar dari momen gaya angkat terhadap ujung landasan. Cara
menanggulangi tipping yaitu sebagai berikut.
Mengatur konfigurasi berat peluncuran agar titik berat peluncurannya berada di
sekitar Midship (2% Lpp). Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi berat
peluncuran di bagian buritan kapal atau menambah berat di bagian haluan
Menunggu pasang air tertinggi
Menambah gaya apung pada bagian buritan dengan cara mengikatkan balon karet di
bagian buritan
10. Dropping merupakan kondisi terbenturnya haluan kapal ke landasan karena gaya angkat
kapal lebih kecil dibandingkan gaya berat peluncuran ketika sepatu luncur telah
meninggalkan landasan. Cara menghindari dropping yaitu sebagai berikut.
Mengurangi berat peluncuran
Menunggu pasang air tertinggi
Menambah panjang landasan
11. Ta dan Tf aktual didapatkan dengan cara menginterpolasikan 2 titik Ta dan Tf. Interpolasi
linier dilakukan dengan tujuan untuk mencari ∆M = 0. Titik Ta0 dan Tf0 didapatkan dari
Ta dan Tf pada langkah tersebut seperti tahap 2. Ta1 merupakan 2/3 dari Ta0. Tf1 dicari
dengan menggunakan rumus berikut.
TD1 L pp tan 1 TB1
Z
TB0 W0
TB1
W1 φ1
α1
γ1
AP d1 L1 X
sepatu luncur r
L0
Z
TB0 W0
TB1
W1 φ1
α1
γ1
d1
AP
X
sepatu luncur
r
L1
L0
Setelah itu, interpolasi linier dilakukan untuk mendapatkan nilai Ta aktual dan Tf aktual
yang menghasilkan ∆M = 0. Rumus interpolasi linier yang digunakan yaitu Newton
Raphson yaitu sebagai berikut.
0 M 0
TB 2 TB 0 (TB1 TB 0 )
M 1 M 0
12. Sudut trim pada kapal ditentukan dengan menggunakan rumus berikut.
𝑇𝑎 − 𝑇𝑓
𝛼 = 𝑎𝑟𝑐 tan( )
𝐿𝑝𝑝
13. Jenis pembebanan pada sepatu luncur saat proses peluncuran yaitu sebagai berikut.
Trapesium, kondisi pembebanan ketika titik pusat gaya reaksi landasan berada di
antara ½ S’ dan 1/3 S’ atau di antara ½ S’ dan 2/3 S’
Segitiga 1, kondisi pembebanan ketika titik pusat gaya reaksi landasan berada kurang
dari sama dengan 1/3 S’
Persegi, kondisi pembebanan ketika titik pusat gaya reaksi landasan berada di ½ S’
Segitiga 2, kondisi pembebanan ketika titik pusat gaya reaksi landasan berada lebih
dari sama dengan 2/3 S’
Beban terpusat, kondisi pembebanan ketika kapal mengalami sternlift dimana
pembebanan terjadi pada ujung depan sepatu luncur.
14. Berat peluncuran diatur konfigurasinya agar LCG kapal tdak melebihi 2% Lpp terhadap
Midship. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya tipping pada proses peluncuran.
Selain itu, berat peluncuran juga harus dikonfigurasi agar tidak terlalu berat. Hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya dropping pada proses peluncuran.
15. Beberapa metode peluncuran diantaranya adalah :
End Launching
Side Lauching
Metode Airbag
Produksi Kapal
26. Tujuan dari pembuatan Perencanaan Produksi Kapal (PPK) yaitu untuk merencanakan
proses pembangunan kapal agar pembangunan kapal efisien dan efektif dan tidak
terlambat.
Lingkup:
Mampu menghitung dan membuat kurva Bonjean dengan benar
Menghitung peluncuran dari Periode I, II, dan III
Mampu membagi blok, dan menbghitung berat blok dengan memperhatikan batasan
teknis
Mampu membuat gambar kerja teknis (3D) dari proses fabrikasi sampai assembly
pada suatu blok kapal
Menentukan kebutuhan material pelat dan profil
Menghitung kebutuhan jam orang
Dapat menentukan kebutuhan peralatan utama
27. 4 faktor untuk menentukan pembagian blok sebuah kapal:
Panjang pelat: Pembagian blok kapal harus disesuaikan dengan panjang pelat yang
digunakan untuk menghindari waste material
Luas assembly area: Blok kapal harus disesuaikan agar dapat di assembly di assembly
area
Kapasitas crane: Blok kapal harus dapat diangkat dengan crane agar dapat
dipindahkan. Oleh karena itu, berat blok kapal tidak boleh melebihi kapasitas crane
yang tersedia
Letak sekat atau konstruksi: Posisi sekat atau konstruksi juga perlu dipertimbangkan
dimana pembagian blok baiknya berada di 0,25 a (jarak gading). Hal ini dikarenakan
momen pada posisi 0,25 a dari sekat atau konstruksi melintang bernilai 0 sehingga
kemungkinan deformasinya rendah.
28. Cara menentukan berat dan titik berat blok kapal yaitu sebagai berikut.
Berat blok kapal didapatkan dari volume tiap pelat dan profil yang terdapat pada blok
tersebut dikali dengan massa jenis baja yaitu 7,85 ton/m3.
Titik berat blok kapal didapatkan dari pembagian sigma momen gaya berat tiap pelat
dan profil terhadap titik acuan (AP atau Midship) dengan sigma gaya berat pada blok
kapal
29. Erection sequence dalam tugas saya dimulai dari blok kamar mesin terlebih dahulu. Hal
ini dikarenakan blok tersebut merupakan blok paling rigid sehingga kemungkinan
deformasi ketika proses erection rendah. Proses erection dilanjutkan dengan
menyelesaikan erection di bagian buritan kapal terlebih dahulu agar proses pemasangan
sistem-sistem permesinan, perpipaan, shaft, dan propeller nya dapat diselesaikan.
Selanjutnya proses erection dilanjutkan pada bagian cargo hold hingga ke haluan kapal
dan dilanjutkan dengan bangunan atas.