UNIVERSITAS TADULAKO
PERCOBAAN IV
“ANTIPIRETIK”
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK : IV (EMPAT)
KELAS :B
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Menurut Widi (2018), penggunaan hewan uji dalam suatu penelitian memang
telah menjadi suatu keniscayaan terutama dalam bidang biologi dan kesehatan.
Bagaimanapun penggunaan hewan uji ini memang masih dalam selalu menuai
pro dan kontra. Oleh karena itu penggunaan hewan percobaan dalam penelitian
secara etis hanya dapat dipertanggungjawabkan jika:
1. Penelitian dinilai cukup bermanfaat.
2. Desain penelitian dapat menjamin bahwa penelitian akan mencapai tujuannya.
3.Tujuan penelitian tidak dapat dicapai dengan menggunakan subjek atau
prosedur alternatif .
4. Manfaat yang akan diperoleh jauh lebih berarti.
Bahan uji (obat) yang digunakan pada manusia untuk perlu di lakukan penelitian
dengan menyertakan subjek manusia sebagai final test tube, relawan manusia
secara etis boleh diikut sertakan jika bahan yang diuji telah lolos pengujian di
laboratorium secara tuntas, dilanjutkan dengan penggunaan hewan percobaan
untuk kelayakan dan keamanannya. Penelitian yang menggunakan hewan coba,
harus menggunakan hewan percobaan yang sehat dan berkualitas sesuai dengan
materi penelitian. Hewan tersebut dikembangbiakkan dan dipelihara secara
khusus dan lingkungan yang diawasi dan dikontrol dengan ketat (Nugroho,
2018).
Aplikasi dalam bidang Farmasi yaitu seorang farmasis dapat membuat rancangan
percobaan menggunakan hewan uji dengan pengamatan efek antipiretik,
mengenai obat antipiretik, dan kerjanya serta dapat mempelajari cara pengolahan
data hasil percobaan. Hal inilah yang melatarbelakangi percobaan ini dilakukan.
I. 2 Tujuan
1. Membuat rancangan percobaan menggunakan hewan uji dengan pengamatan
efek antipiretik
2. mengenal obat antipiretika dan cara kerjanya
3. Mempelajari cara pengolahan data hasil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Suhu tubuh dapat diukur pada sublingual (bawah lidah), rektal (dubur) dan
aksial (ketiak). Pengukuran ketiga tempat ini memberikan informasi yang
berbeda. Temperatur rektal 0,3-0,5 °C lebih tinggi daripada temperatur axilla
sedangkan temperatur permukaan kulit kepala bervariasi sesuai dengan tempat
pengukuran. Kulit kepala mempunyai temperature yang lebih tinggi
dibandingkan dengan di daerah lainnya seperti badan, tangan, dan kaki. Suhu
rektal dapat mencerminkan suhu inti tubuh (core temperature) (Sandi, 2017).
Ibuprofen merupakan turunan as fenil asetat dan telah digunakan secara luas
sebagai antipiretik aktivitas antipiretik nya bekerja di hipotalamus dengan
meningkatkan vasodilatasi atau pelebaran pembuluh darah dan menghambat
pengikatan pirogen dengan reseptor Di dalam nukleus preoptik hipotalamus
anterior sehingga tidak terjadi peningkatan prostaglandin melalui siklus enzim
yang berakibat pada penghambatan kerja pirogen di hipotalamus (Juwita,
2016).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III. 1. 2 Bahan
1. Masker
2. Handscoon
3. Etanol
4. Aquadest
5. Na-CMC
-diambil
Tikus
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1 Hasil Pengamatan
No Suhu Pengukuran Suhu Menit Ke-
Perlakuan Tikus Awal 0’ 5 10 20 25 30
Nacl fisiologis I 37,7 38,2 38 38 38 38,3 38,6
II 37,4 38,1 38,1 38,1 37,9 37,9 37,4
0,9% secara
III 37,6 38,5 36,9 37 36,8 36,5 36,4
IP
Rata-rata 37,1 37,5 37,3 37,5 37,4 37,4 37,4
Suspensi Na- I 38,2 39,2 38,5 39,3 38,4 38,4 38,9
II 37,1 38,3 38,3 38,2 384 38,9 38,9
CMC secara
III 37,4 38,4 38,8 38,6 38,6 38,6 38,6
oral
Rata-rata 37,5 38,6 37,3 38,6 37,4 38,6 38,8
Suspensi Na- I 37,4 38,6 38,8 38,1 38,3 37,9 38,0
II 36,5 38,7 38,1 38,9 38,3 38,8 37,4
cmx +
III 37,0 38,1 39,1 38,0 38,2 37,9 37,9
Paracetamol
secara oral
Rata-rata 36,9 38,1 38,6 38,3 38,2 38,2 37,7
Suspensi Na- I 37 38,8 38,6 38 38,6 38,2 37,9
CMC + II 39 38,1 38,7 38,8 38,8 38,5 37,9
Ibuprofen
III 37,8 35,5 38,9 38,5 38,3 38,8 38,6
secara oral
Rata-rata 37,9 37,8 38,7 38,4 38,3 38,7 37,8
Suspensi Na- I 37 39,4 38,8 38,7 38,5 38,3 38,4
I 38 38,8 38,7 38,5 38,3 38,3 37,5
CMC +Aspirin
III 38,4 38,4 38 38 37,8 37,8 37,5
secara oral
Rata-rata 37,8 38,8 38,5 38,4 38,2 38,0 37,8
IV.2 Kurva
1. Grafik Suhu Rektal Pemberian NaCl Fisiologis 0,9% Secara Intraperitoneal.
37.8
37.6
37.4
37.2
37
Normal 0 5 10 15 20 25 30
Waktu (menit)
38
37.5
37
36.5
36
Normal 0 5 10 15 20 25 30
Waktu (menit)
38.4
38.2
38
37.8
37.6
37.4
37.2
Normal 0 5 10 15 20 25 30
Waktu (menit)
IV. 3 Pembahasan
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh Diatas Normal sebagaimana
akibat peningkatan pusat pengaturan suhu di hipotalamus sebagian besar
demam pada anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas atau
termoregulasi di hipotalamus (wardiyah, dkk, 2016).
Cara kerja dari percobaan kali ini yaitu pertama di siapkan alat dan bahan,
diambil tikus percobaan dari kandang setelah itu di ukur suhu awal tikus secara
rektal yang kemudian diberikan ragi secara subkutan. Setelah pemberian di
tunggu hingga 5 menit. Setelah itu diukur kembali suhu tikus melalui rektal.
Sesudah itu dilakukan pemberian pada hewan uji yang mana untuk NaCl
fisiologis 0,9% diberikan secara IP dan untuk sampel PCT dan Ibuprofen dan
aspirin dilakukan pemberian secara oral. Masing-masing kelompok setelah
pemberian di ukur suhu setiap 5 menit mulai menit ke 5 sampai 30 menit dan
setelah itu catat dan amati suhu tubuh dari tikus percobaan tersebut.
Hasil yang diperoleh rata-rata suhu pada kelompok hewan uji untuk perlakuan
nacl fisiologis 0,9% yaitu rata-rata suhu normal T1,T5, T10, T15, T20,T25,
T30. secara berturut-turut yaitu 37,6C 37,67C, 37,7C, 37,56C, 37,46C, 39,46C,
29,63C, 38,8C. pada hewan uji nacmc + PCT yaitu pada mencit T0=38,26C,
T5=38,67C, T10=38,3C, T15=38,45C, T20=38,23C, T30= 38,5C. pada uji
nacmc + ibuprofen pada T0,T5,T10,15,T20, dan T30 yaitu 37,8C, 38,73C,
38,53C, 38,45C, 38,56C, 18,46C dan 37,83C.
Efek antipiretik asam salisilat (aspirin) mungkin di rantai baik oleh inhibisi
COX di susunan saraf pusat maupun oleh inhibisi interleuking-1 yang
dilepaskan dari makrofag (selama episode inflamasi). Pada pemberian oral
sebagian salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi
sebagian besar di usus halus di bagian ata.s kadar tertinggi dicapai kira-kira 2
jam setelah pemberian. Kecepatan absorpsi nya tergantung dari kecepatan
disintegrasi dan disolusi tablet PH permukaan mukosa dan waktu pengosongan
lambung (Rinidar, 2014).
Menurut Sugiarto (2018) pengukuran suhu rektal tetap menjadi standar emas
klinik untuk mendiagnosa demam pada bayi dan anak dibandingkan dengan
metode pengukuran lain. Namun sebuah penelitian menemukan bahwa
temporal oriented temperatur memiliki korelasi yang lebih baik dengan
temperatur rektal mengukur suhu lewat ketiak atau dahi hanya mengukur suhu
dari perifer atau pengukuran suhu yang jauh dari bagian dalam tubuh hanya di
permukaan nya saja tidak masuk ke dalam tubuh suhu. Dapat dipengaruhi oleh
lingkungan sekitar menjadikannya tidak akurat karena tidak hanya suhu tubuh
yang diukur.
V. 1 Kesimpulan
Setelah dilakukan percobaan ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh Diatas Normal sebagaimana
akibat peningkatan pusat pengaturan suhu di hipotalamus sebagian besar
demam pada anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas atau
termoregulasi di hipotalamus
2. Hasil yang diperoleh rata-rata suhu pada kelompok hewan uji untuk
perlakuan nacl fisiologis 0,9% yaitu rata-rata suhu normal T1,T5, T10, T15,
T20,T25, T30. secara berturut-turut yaitu 37,6C 37,67C, 37,7C, 37,56C,
37,46C, 39,46C, 29,63C, 38,8C. pada hewan uji nacmc + PCT yaitu pada
mencit T0=38,26C, T5=38,67C, T10=38,3C, T15=38,45C, T20=38,23C,
T30= 38,5C. pada uji nacmc + ibuprofen pada T0,T5,T10,15,T20, dan T30
yaitu 37,8C, 38,73C, 38,53C, 38,45C, 38,56C, 18,46C dan 37,83C.
3. Obat yang paling baik memberikan efek antipiretik adalah Parasetamol,
Aspirin, dan Ibuprofen.
DAFTAR PUSTAKA
Jansen. (2015). Uji Efek Antipiretik Ekstrak Meniran (Phyllanthus niruri L.) Pada
Tikus Wistar (Rattus norvegicus L.) Jantan Yang Diinduksi Vaksin DPT-HB.
Jurnal E-Biomedik Volume 3, Nomor 1.
Lubis, L, dkk. (2011). Penanganan Demam Pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 12, No. 6.
MIMS. (2020). Diakses Pada Tanggal 10 April 2020 Pad Pukul 14.13 WITA.
Rinidar. (2014). Potensi Ekstrak Air Daun Sernai (Wedelia biflora) Sebagai
Antipiretik pada Mencit (Mus musculus) Dibandingkan Para Amino Fenol dan
Asam Salisilat, Jurnal Medika Veterinaria Vol. 8, No. 2.
Yuliani, dkk. (2016). Uji Efek Antipiretik Ekstrak Etanol Kulit Batang Faloak
(Sterculia Sp.) Pada Mencit Putih Jantan (Mus Musculus) Yang Diinduksi
Vaksin DPT-HB. Jurnal Lafo Kesehatan, Vol. 14, Nomor 2.