Anda di halaman 1dari 27

LABORATORIUM FARMAKOLOGI BIOFARMASETIKA

PRAKTIKUM METODE FARMAKOLOGI

UNIVERSITAS TADULAKO

PERCOBAAN IV

“ANTIPIRETIK”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK : IV (EMPAT)

KELAS :B

ASISTEN : NOVIANTI BATTI

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2020
BAB I
PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang
Menurut Widi (2018), penggunaan hewan uji dalam suatu penelitian memang
telah menjadi suatu keniscayaan terutama dalam bidang biologi dan kesehatan.
Bagaimanapun penggunaan hewan uji ini memang masih dalam selalu menuai
pro dan kontra. Oleh karena itu penggunaan hewan percobaan dalam penelitian
secara etis hanya dapat dipertanggungjawabkan jika:
1. Penelitian dinilai cukup bermanfaat.
2. Desain penelitian dapat menjamin bahwa penelitian akan mencapai tujuannya.
3.Tujuan penelitian tidak dapat dicapai dengan menggunakan subjek atau
prosedur alternatif .
4. Manfaat yang akan diperoleh jauh lebih berarti.

Bahan uji (obat) yang digunakan pada manusia untuk perlu di lakukan penelitian
dengan menyertakan subjek manusia sebagai final test tube, relawan manusia
secara etis boleh diikut sertakan jika bahan yang diuji telah lolos pengujian di
laboratorium secara tuntas, dilanjutkan dengan penggunaan hewan percobaan
untuk kelayakan dan keamanannya. Penelitian yang menggunakan hewan coba,
harus menggunakan hewan percobaan yang sehat dan berkualitas sesuai dengan
materi penelitian. Hewan tersebut dikembangbiakkan dan dipelihara secara
khusus dan lingkungan yang diawasi dan dikontrol dengan ketat (Nugroho,
2018).

Aplikasi dalam bidang Farmasi yaitu seorang farmasis dapat membuat rancangan
percobaan menggunakan hewan uji dengan pengamatan efek antipiretik,
mengenai obat antipiretik, dan kerjanya serta dapat mempelajari cara pengolahan
data hasil percobaan. Hal inilah yang melatarbelakangi percobaan ini dilakukan.
I. 2 Tujuan
1. Membuat rancangan percobaan menggunakan hewan uji dengan pengamatan
efek antipiretik
2. mengenal obat antipiretika dan cara kerjanya
3. Mempelajari cara pengolahan data hasil

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Dasar Teori


Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas Normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam
pada anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di
hipotalamus. Penyakit-penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat
menyerang sistem tubuh. Selain itu demam mungkin berperan dalam
meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan nonspesifik dalam
membantu pemilihan atau pertahanan terhadap infeksi. Demam pada anak
dibutuhkan perlakuan dan penanganan tersendiri yang berbeda bila
dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini dikarenakan, apabila tindakan
dalam mengatasi demam tidak tepat dan lambat maka akan mengakibatkan
pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu. Demam dapat membahayakan
keselamatan anak jika ditangani dengan cepat dan tepat akan menimbulkan
komplikasi lain seperti, hipertermi, kejang dan penurunan kesadaran
(Wardiyah, dkk, 2016).

Suhu tubuh dapat diukur pada sublingual (bawah lidah), rektal (dubur) dan
aksial (ketiak). Pengukuran ketiga tempat ini memberikan informasi yang
berbeda. Temperatur rektal 0,3-0,5 °C lebih tinggi daripada temperatur axilla
sedangkan temperatur permukaan kulit kepala bervariasi sesuai dengan tempat
pengukuran. Kulit kepala mempunyai temperature yang lebih tinggi
dibandingkan dengan di daerah lainnya seperti badan, tangan, dan kaki. Suhu
rektal dapat mencerminkan suhu inti tubuh (core temperature) (Sandi, 2017).

Pemberian obat antipiretik memang akan menurunkan ketidaknyamanan anak


dan menurunkan resiko kehilangan cairan namun resiko dari menurunkan
demam dengan pemberian antipiretik adalah keterlambatan pemberian terapi
awal yang benar dan juga kemungkinan terjadinya toksisitas obat ini belum ada
bukti dengan demam atau berbeda dengan hipertermia mengalami peningkatan
resiko injury misalnya kerusakan otak ini terjadi karena demam merupakan
respon umum dan fisiologis normal tubuh sebagai dampak peningkatan set
point dihipotalamus yang biasanya diakibatkan oleh pirogen dari dalam maupun
luar tubuh. Sedangkan hipertermia merupakan respon yang jarang dan bersifat
tidak menguntungkan karena adanya kegagalan keseimbangan pengukuran
tubuh tubuh (tidak adanya perubahan set point di hipotalamus) sehingga
berdampak pada produksi berlebihan dan melebihi kemampuan tubuh untuk
menghilangkan panas (Kapti, 2017).

Prinsip mekanisme NSAID sebagai antiradang analgesik dan antipiretik adalah


blokade sintesis prostaglandin melalui hambatan enzim siklooksigenase-2 (cox-
2) efek antipiretik terjadi karena NSAID dapat mencegah pelepasan
internleucine-1 (IL-1) senyawa yang bertanggung jawab terhadap peningkatan
set polat hipotalamus kontrol suhu sehingga terjadi demam kebanyakan NSAID
selain menghambat COx-2 juga dapat menghambat COX-1. COX 1 adalah
enzim yang berperan pada homeostatis jaringan dapat merangsang produksi
prostaglandin yang terlibat pada gastric cyto protection di mukosa lambung
(Siswandono, 2016).

Ibuprofen merupakan turunan as fenil asetat dan telah digunakan secara luas
sebagai antipiretik aktivitas antipiretik nya bekerja di hipotalamus dengan
meningkatkan vasodilatasi atau pelebaran pembuluh darah dan menghambat
pengikatan pirogen dengan reseptor Di dalam nukleus preoptik hipotalamus
anterior sehingga tidak terjadi peningkatan prostaglandin melalui siklus enzim
yang berakibat pada penghambatan kerja pirogen di hipotalamus (Juwita,
2016).

II. 2 Spesifikasi Hewan Uji


1. Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) (Pembudi, 2018).
Kingdom : Animalia Berat badan : 200 gram
Filum : Chordata Jenis kelamin : Jantan/Betina
Kelas : Mamalia Umur : 3-4 Bulan
Ordo : Murinae
Famili : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus L.

II. 3 Uraian Bahan


1. Etanol (FI Edisi III, 1979 : 65)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol / alkohol
Rm / Bm : C2H5OH / 46,06
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap,


dan mudah bergerak bau khas rasa panas,
mudah terbakar dengan memberikan nyala biru
tidak berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dalam
kloroform p dan pada eter p
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai pembasah
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan Kadar : Mengandung tidak kurang dari 94,7% dan tidak
lebih dari 92,5% v/v dan tidak lebih dari 92,7%
v/v C2H50H

2. Aquadest (FI Edisi III, 1979 : 96)


Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
RM /BM : H2O/18,02
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak


berbau, tidakmempunyai rasa
Kelarutan : -
khasiat : Zat tambahan
kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan Kadar : -

3. Na-CMC (FI Edisi III, 1979, 401)


Nama resmi : NATRIICARBOXYMETHYLCELULOSUM
Nama lain : Natrium karboksil metil selulosa
RM/BM : Nacmc/-
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk atau butiran putih kunning gadinng,


tidak berbau
kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk
suspensi
Khasiat : Zat tambahan
kegunaan : Zat pembawa
Penyimpanan : Dalam wadah retutup rapat
Persyaratan kadar : -

4. NaCl (FI Edisi III 19779,403)


Nama resmi : NATRII CLORIDUM
Nama lain : Natriuum kloriidda
RM/BM : NaCl/58,44
Rumus struktur : Na-Cl
Pemerian : Hablur heksahedral, tidak berwarna atau serbu
hablur putih, tidak berbau rasa asin
kelarutan : Larut dalamm 2,8 bbagian air, dalam 2,2 bagian
air mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian
gliserin p, sukar larut dalam etanol 95% p.
Khasiat : Sumber ion klorida
Kegunaan : Sebagai sumber ion klorida dan ion natrium
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Pesyaratan kadar : Mengandung tidak kurang dari Nacl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan

5. Ragi (FI Edisi III, 1979 : 471)


Nama resmi : YEAST EKSTRACT
Nama lain : Sari ragi
RM/BM : -
Pemerian : Serbuk kuning, kemerahan, sampel
cokelat, bau khas, tidak busuk
Kelarutan : Larut dalam air, membentuk larutan
kuning sampai cokelat bereaksi dengan
asam lemah
Khasiat : -
Kegunaan : Sebagai penginduksi
penyimpanan : Dalam wadah terutup baik

II.4 Uraian obat


1. Paracetamol (MIMS, 2020)
Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang dan demam.
dosis : Dewasa : 500-1000 mg / hari diberikan tiap
4-6 jam / hari, maksimum 4 gram / hari.
Mekanisme kerja : Bekerja pada pusat pengatur suhu
dihipotalamus untuk menunjukan suhu
tubuh (antipiretik).
farmakokkinetika : Dilakukan dengan baik setelah
diadministrasi lisin dan rektal. waktu
meningkatkan konsentrasi plasma.
didisrtibusikan kedalam sebagian besar
dimetabolisme dihati melalui glory.
Efek sampiing : Reaksi alergi, ruam kulit, kelainan darahh
hipertensi, kerusakan hati.
Golongan obat : Obat keras.
Farmakodinamik : Efek analgesic paracetamol yaittu
menghilangkan atau mengurangi nyeri
ringan sampai sedang, paracetamol
menurunkan suhhu tubuh dengan
mekanisme yang diduga berdasarkan efek
sentral.

2. Ibuprofen (MIMS, 2020)

Indikasi : Meringankan gejala rematik tulang sendi,,


meningkatkan nyeri dismonera, nyeri dada
penyakit gigi, nyeri setelah operasi, Sakit
kepala
Dosis : Dewasa : sehari 3-4 x 200-400 mg
Kontra indikasi : Penderita dengan ulkus peptikum hipersensif
terhadap ibuprofen dan anti infllamasi non
steroid
Efek samping : Mual, muntah, diare, perut kembung, sembelit,
dyspepsia, mulas, sakkit perut
Mekanisme kerja : Ibuprofen. NSAID memiliki sifat analgesic,
antiiflamasi dan antipiretik ini menghambat
sikosegenase 1&2 dengan demikian juga
menghambat prostaglandin
Farmakokinetik : Absorbsi : diserapp dari saluran pencernaan,
sebagian kedalam kulit dann hampir
sepenuhnya diserap setelah pemberian dubur
Distribusi: memahami ASI, peningkatan
protein plasma 90-99%
Metabolisme: dimetabolisme oleh hati melalui
oksidasi
Eksresi : terutama melalui urine 46—80 %
sebagian metabolit kira-kira 1 % sebagai oat
tidak berubah kotoran
Golongan obat : Anti inflamassi NSAID
Kelas terapi : Analgesik

3. Asetosal (MIMA, 2020)

Indikasi : Nyeri ringan, sampai sedang


Dosis : Dewasa 74-325 mg/hari, rasa sakit dari
peradangan yang berhubungan dengan otot
muskulorkeletin, dan penyakit gabungan
24,3-3,0 g/ hari
Mekanisme kerja : Aspirin dan analgesic antiperadngan dan
antipiretik, menghambat siklosegenase yang
bertanggung jawab
Farmakokinetik : Absorbsi : diserap dengan cepat dari saluran
mulut, anus melalui kulit (topikal)
Distribusi : ddidistribusikan secara luas
Metabolisme: dimetabolime dihati,
dikontraversikan dimetabolisme
Efek samping : Gangguan saluran cerna, gangguan
peradangan, vertigo, hipersensitivitas
Golongan obat : Obat anti inflamasi non steroid
Kelas terapi : Analgesik
farmakodinamik : Aspirin menghambat sintesis trombokson,
(7Xa2) didalam trombosit dan prostaglandin
(PEI 2) dipembuluh darah dengan
menghambat secara irreversible enzim
siklooksigenase terjadi karena aspirin dosis
kecil hanya dapat menekan pembentukan
TxA2, sebagai akibatnya terjadi pengurangan
agregy trombosit.

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

III. 1 Alat dan Bahan


III. 1.1 Alat
1. Timbangan analitik
2. Labu Ukur
3. Gelas beker
4. Erlenmeyer
5. Batang pengaduk
6. Thermometer
7. sonde
8. Lumpang dan alu
9. Spoid dan Jarumnya

III. 1. 2 Bahan
1. Masker
2. Handscoon
3. Etanol
4. Aquadest
5. Na-CMC

III. 1. 3 Bahan Obat Uji


1. Parasetamol
2. Asetosal
3. Ibu Profen

III. 1. 4 Hewan Uji


1. Tikus Putuh (Rattus norvegicus L.)

III. 3 Cara Kerja


1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Diambil tikus, diukur suhu awal melalui rektal.
3. Diberikan ragi secara subkutan, ditunggu hingga 5 menit.
4. Diukur suhu melalui rektal.
5. Diberikan Na-CMC, Parasetamol, Ibu profen, dan Aspirin pada masing-
masing tikus yang dibagikan pada setiap kelompok dengan rute pemberian
oral menggunakan sonde.
6. Diberikan NaCl fisiologis 0,9% pada tikus dengan rute pemberian
intraperitoneal.
7. Diukur suhu pada menit 5, 10, 15, 20, 25 dan 30.
8. Diamati suhu tubuh.
III. 4 Skema Kerja

Alat dan bahan

-diambil

Tikus

- diukur suhu awal melalui rektal


- diberikan ragi secara subkutan
- ditunggu 5 menit
- diukur suhu melalui rektal

Rute pemberian IP Rute pemberian oral

NaCl Fisiologis 0,9% Na-CMC PCT Ibu profen Aspirin


- diukur suhu pada menit 5, 10,
15, 20, 25, dan 30 setelah
perlakuan

Amati suhu tubuh

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1 Hasil Pengamatan
No Suhu Pengukuran Suhu Menit Ke-
Perlakuan Tikus Awal 0’ 5 10 20 25 30
Nacl fisiologis I 37,7 38,2 38 38 38 38,3 38,6
II 37,4 38,1 38,1 38,1 37,9 37,9 37,4
0,9% secara
III 37,6 38,5 36,9 37 36,8 36,5 36,4
IP
Rata-rata 37,1 37,5 37,3 37,5 37,4 37,4 37,4
Suspensi Na- I 38,2 39,2 38,5 39,3 38,4 38,4 38,9
II 37,1 38,3 38,3 38,2 384 38,9 38,9
CMC secara
III 37,4 38,4 38,8 38,6 38,6 38,6 38,6
oral
Rata-rata 37,5 38,6 37,3 38,6 37,4 38,6 38,8
Suspensi Na- I 37,4 38,6 38,8 38,1 38,3 37,9 38,0
II 36,5 38,7 38,1 38,9 38,3 38,8 37,4
cmx +
III 37,0 38,1 39,1 38,0 38,2 37,9 37,9
Paracetamol
secara oral
Rata-rata 36,9 38,1 38,6 38,3 38,2 38,2 37,7
Suspensi Na- I 37 38,8 38,6 38 38,6 38,2 37,9
CMC + II 39 38,1 38,7 38,8 38,8 38,5 37,9
Ibuprofen
III 37,8 35,5 38,9 38,5 38,3 38,8 38,6
secara oral
Rata-rata 37,9 37,8 38,7 38,4 38,3 38,7 37,8
Suspensi Na- I 37 39,4 38,8 38,7 38,5 38,3 38,4
I 38 38,8 38,7 38,5 38,3 38,3 37,5
CMC +Aspirin
III 38,4 38,4 38 38 37,8 37,8 37,5
secara oral
Rata-rata 37,8 38,8 38,5 38,4 38,2 38,0 37,8

IV.2 Kurva
1. Grafik Suhu Rektal Pemberian NaCl Fisiologis 0,9% Secara Intraperitoneal.

Grafik Suhu Rektal Pemberian NaCl Fisiologis 0,9%


secara Intraperitoneal
38.2
38
Suhu Rektal (0C)

37.8
37.6
37.4
37.2
37
Normal 0 5 10 15 20 25 30
Waktu (menit)

2. Grafik Suhu Rektal Pemberian Na-CMC Secara Oral.


Grafik Suhu Rektal Pemberian Na-CMC secara Oral
39
38.8
38.6

Suhu Rektal (0C)


38.4
38.2
38
37.8
37.6
37.4
37.2
37
Normal 0 5 10 15 20 25 30
Waktu (menit)

3. Grafik Suhu Rektal Pemberian Na-CMC + Parasetamol Secara Oral

Grafik Suhu Rektal Pemerian Na-CMC + Paracetamol


secara Oral
39
38.5
Suhu Rektal (0C)

38
37.5
37
36.5
36
Normal 0 5 10 15 20 25 30
Waktu (menit)

4. Grafik Grafik Rektal Pemberian Na-CMC Ibuprofen Secara Oral


Grafik Suhu Rektal Pemberian Na-CMC + Ibuprofen
secara Oral
38.8
38.6

Suhu Rektal (0C)


38.4
38.2
38
37.8
37.6
37.4
37.2
Normal 0 5 10 15 20 25 30
Waktu (menit)

5. Grafik Suhu Rektal Pemberian Na-CMC + Aspirin Secara Oral

Grafik Suhu Rektal Pemberian Na-CMC + Aspirin


secara Oral
39
38.8
38.6
Suhu Rektal (0C)

38.4
38.2
38
37.8
37.6
37.4
37.2
Normal 0 5 10 15 20 25 30
Waktu (menit)
IV. 3 Pembahasan
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh Diatas Normal sebagaimana
akibat peningkatan pusat pengaturan suhu di hipotalamus sebagian besar
demam pada anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas atau
termoregulasi di hipotalamus (wardiyah, dkk, 2016).

Tujuan dari praktikum kali ini yaitu mengetahui pembuatan rancangan


percobaan menggunakan hewan uji dengan pengamatan efek antipiretik
mengenai mengenal obat-obatan antipiretik dan cara kerjanya serta mempelajari
cara pengolahan data hasil.

Cara kerja dari percobaan kali ini yaitu pertama di siapkan alat dan bahan,
diambil tikus percobaan dari kandang setelah itu di ukur suhu awal tikus secara
rektal yang kemudian diberikan ragi secara subkutan. Setelah pemberian di
tunggu hingga 5 menit. Setelah itu diukur kembali suhu tikus melalui rektal.
Sesudah itu dilakukan pemberian pada hewan uji yang mana untuk NaCl
fisiologis 0,9% diberikan secara IP dan untuk sampel PCT dan Ibuprofen dan
aspirin dilakukan pemberian secara oral. Masing-masing kelompok setelah
pemberian di ukur suhu setiap 5 menit mulai menit ke 5 sampai 30 menit dan
setelah itu catat dan amati suhu tubuh dari tikus percobaan tersebut.

Percobaan ini menggunakan metode induksi dengan Pepton, yang ditunjukkan


untuk melihat respon tikus terhadap larutan ragi yang diinduksikan kepada
hewan uji. Tujuan dari pemberian ragi ini ialah untuk meningkatkan suhu tubuh
pada tikus, sehingga dapat menyebabkan tikus menjadi demam yang di mana
ragi memiliki molekul yang membesar sehingga saat diinjeksikan secara
subkutan. Molekul ragi yang besar ini dapat memilih tes pertahanan tubuh
terhadap molekul asing secara umum tubuh ragi sebagai yang kemudian
memicu demam.
Pemberian NaCl fisiologis 0,9% secara IP, dimana NaCl fisiologis hanya
digunakan sebagai kontrol negatif yang tidak memberikan efek sebagai
pembanding dengan kontrol positif. NaCl fisiologis 0,9% secara intraperitoneal
karena tikus mempunyai cairan tubuh isotonis dengan 0,9% sehingga ketika
diisi dengan cairan NaCl fisiologis 0,9% tidak mengakibatkan terjadinya
kerusakan membran elektrolit pada tikus kondisi cairan Normal atau isotonis
pada larutan fisiologis 0,9 dan akan mengalami kerusakan membran eritrosit
akibat adanya perubahan (Harmita 2016).

Hasil yang diperoleh rata-rata suhu pada kelompok hewan uji untuk perlakuan
nacl fisiologis 0,9% yaitu rata-rata suhu normal T1,T5, T10, T15, T20,T25,
T30. secara berturut-turut yaitu 37,6C 37,67C, 37,7C, 37,56C, 37,46C, 39,46C,
29,63C, 38,8C. pada hewan uji nacmc + PCT yaitu pada mencit T0=38,26C,
T5=38,67C, T10=38,3C, T15=38,45C, T20=38,23C, T30= 38,5C. pada uji
nacmc + ibuprofen pada T0,T5,T10,15,T20, dan T30 yaitu 37,8C, 38,73C,
38,53C, 38,45C, 38,56C, 18,46C dan 37,83C.

Menurut Jensen (2015) kelompok perlakuan kontrol positif yang diberi


Paracetamol merupakan kelompok yang paling besar Mengalami penurunan
suhu pada hewan uji yakni sebesar 1,1 °C. Penurunan suhu yang besar terjadi
karena parasetamol memiliki efek antipiretik diduga melalui penghambatan
siklooksigenase di otak sehingga Paracetamol lebih efektif dalam menurunkan
demam.

Dilakukan pengukuran suhu awal rektum mencit untuk membandingkan


perubahan suhu mencit terhadap suhu normalnya. semua hewan uji yang
mengalami peningkatan suhu sebesar atau lebih dari 0,6 °C dapat dikategorikan
telah mengalami demam (Yuliani, dkk, 2016).

Penurunan suhu setelah pemberian perlakuan pada masing-masing tikus tidak


sama meskipun dengan satu kelompok perlakuan. Penurunan yang bervariasi
ini disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhi seperti hormon
lingkungan, kondisi lambung ,dan dapat pula disebabkan oleh faktor psikologis,
seperti stres yang dialami akibat pengukuran berulang pada rektum (Yuliani,
dkk, 2016)

Efek antipiretik asam salisilat (aspirin) mungkin di rantai baik oleh inhibisi
COX di susunan saraf pusat maupun oleh inhibisi interleuking-1 yang
dilepaskan dari makrofag (selama episode inflamasi). Pada pemberian oral
sebagian salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi
sebagian besar di usus halus di bagian ata.s kadar tertinggi dicapai kira-kira 2
jam setelah pemberian. Kecepatan absorpsi nya tergantung dari kecepatan
disintegrasi dan disolusi tablet PH permukaan mukosa dan waktu pengosongan
lambung (Rinidar, 2014).
Menurut Sugiarto (2018) pengukuran suhu rektal tetap menjadi standar emas
klinik untuk mendiagnosa demam pada bayi dan anak dibandingkan dengan
metode pengukuran lain. Namun sebuah penelitian menemukan bahwa
temporal oriented temperatur memiliki korelasi yang lebih baik dengan
temperatur rektal mengukur suhu lewat ketiak atau dahi hanya mengukur suhu
dari perifer atau pengukuran suhu yang jauh dari bagian dalam tubuh hanya di
permukaan nya saja tidak masuk ke dalam tubuh suhu. Dapat dipengaruhi oleh
lingkungan sekitar menjadikannya tidak akurat karena tidak hanya suhu tubuh
yang diukur.

Alasan mengapa di tunggu 5 menit lagi dari penginduksian ragi pengukuran


suhu ke-,2 yaitu agar ragi bekerja sehingga terjadi perubahan suhu pada tikus
menjadi demam, sehingga pada saat pengukuran suhu ke-2 terlihat
perubahannya. Alasan penginduksian ragi dilakukan secara subkutan agar dapat
diabsorpsi oleh tubuh dengan perlahan-lahan.

Aplikasi dalam bidang Farmasi, yaitu seorang farmasis dapat membuat


rancangan percobaan menggunakan hewan uji dengan pengamatan efek
antipiretik mengenal obat antipiretik dan cara kerjanya dan mempelajari cara
pengolahan data hasil percobaan.
BAB V
PENUTUP

V. 1 Kesimpulan
Setelah dilakukan percobaan ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh Diatas Normal sebagaimana
akibat peningkatan pusat pengaturan suhu di hipotalamus sebagian besar
demam pada anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas atau
termoregulasi di hipotalamus
2. Hasil yang diperoleh rata-rata suhu pada kelompok hewan uji untuk
perlakuan nacl fisiologis 0,9% yaitu rata-rata suhu normal T1,T5, T10, T15,
T20,T25, T30. secara berturut-turut yaitu 37,6C 37,67C, 37,7C, 37,56C,
37,46C, 39,46C, 29,63C, 38,8C. pada hewan uji nacmc + PCT yaitu pada
mencit T0=38,26C, T5=38,67C, T10=38,3C, T15=38,45C, T20=38,23C,
T30= 38,5C. pada uji nacmc + ibuprofen pada T0,T5,T10,15,T20, dan T30
yaitu 37,8C, 38,73C, 38,53C, 38,45C, 38,56C, 18,46C dan 37,83C.
3. Obat yang paling baik memberikan efek antipiretik adalah Parasetamol,
Aspirin, dan Ibuprofen.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). FI Edisis III. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kapti. (2017). Perawatan Anak Sakit Di Rumah. Malang: UB Press.

Jansen. (2015). Uji Efek Antipiretik Ekstrak Meniran (Phyllanthus niruri L.) Pada
Tikus Wistar (Rattus norvegicus L.) Jantan Yang Diinduksi Vaksin DPT-HB.
Jurnal E-Biomedik Volume 3, Nomor 1.

Lubis, L, dkk. (2011). Penanganan Demam Pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 12, No. 6.

MIMS. (2020). Diakses Pada Tanggal 10 April 2020 Pad Pukul 14.13 WITA.

Nugroho. (2020). Pengantar Bioteknologi. Yogyakarta: Deepublish.


Pembudi. (2018). Perbedaan Panjang Serta BeratTubuh Fetus Tikus Putih Galur
Sparagene-Dawley Terhadap Pemberian Asam Folat pPada Periode Kehamilan
yang berbeda. Bandar Lambpung: Universitas Lampung.

Rinidar. (2014). Potensi Ekstrak Air Daun Sernai (Wedelia biflora) Sebagai
Antipiretik pada Mencit (Mus musculus) Dibandingkan Para Amino Fenol dan
Asam Salisilat, Jurnal Medika Veterinaria Vol. 8, No. 2.

Sandi. (2017). Pengaruh Kelembaban Relatif Terhadap Perubahan Suhu Tubuh


Latihan. Volume 5, No. 1.

Sugiartono. (2018). Non-Invasif Termometer:Temporal Artery Thermometer (TAT)


Terintegrasi Dengan Electronic Medical Records sebagai Peringkat Teratas
Metode Pengukuran Suhu Pada Bayi dan Anak: Kajian Literatur. Jurnal
Kesehatan, Volume. 9, Nomor. 1.

Yuliani, dkk. (2016). Uji Efek Antipiretik Ekstrak Etanol Kulit Batang Faloak
(Sterculia Sp.) Pada Mencit Putih Jantan (Mus Musculus) Yang Diinduksi
Vaksin DPT-HB. Jurnal Lafo Kesehatan, Vol. 14, Nomor 2.

Wardiyati, dkk. (2016). Perbandingan Efektivitas Pemberian Kompres Hangat dan


Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Yang Mengalami
Demam Diruang Alamanda RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Tahun 2015. Jurnal Kesehatan Hoistik, Vol. 10, No 1.

Widi. (2018). Menggelorakan Penelitian. Yogyakarta: Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai