Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN

PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI

A. Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi
2. Mahasiswa dapat menghitung energi aktivasi (Ea) dari hasil pengamatan dengan
menggunakan persamaan Arrhenius

B. Dasar Teori
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia
agar dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E menotasikan
energi dan a yang ditulis subscribe menotasikan aktivasi. Kata aktivasi memiliki makna
bahwa suatu reaksi kimia membutuhkan tambahan energi untuk dapat berlangsung.
Dalam reaksi endoterm, energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan dan
sebagainya disuplai dari luar sistem. Pada reaksi eksoterm, yang membebaskan
energi, ternyata juga membutuhkan suplai energi dari luarbuntuk mengaktifkan reaksi
tersebut (Castellan GW. 1982).
Istilah energi aktifasi (Ea) pertama kali diperkenalkan oleh Svante Arrhenius dan
dinyatakan dalam satuan kilojule per mol. Terkadang suatu reaksi kimia membutuhkan
energi aktivasi yang teramat sangat besar, maka dari itu dibutuhkan suatu katalis agar
reaksi dapat berlangsung dengan pasokan energi yang lebih rendah. Jika terdapat
suatu reaksi reaktan menjadi produk, maka jika reaksi diatas berlangsung secara
eksoterm. Persamaan Arrhenius mendefisinkan secara kuantitatif hubungan antara
energi aktivasi dengan konstanta laju reaksi, dimana A adalah faktor frekuensi dari
reaksi, R adalah konstanta universal gas, T adalah temperatur dalam Kelvin dan k
adalah konstanta laju reaksi. Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa Ea
dipengaruhi oleh temperatur (Atkins PW. 1999).
Dalam kinetika, suatu reaksi berlangsung melalui beberapa tahap. Diawali
dengan tumbukan antar partikel reaktan. Setelah reaktan bertumbukan, maka akan
terjadi penyusunan ulang ikatan dalam senyawa reaktan menjadi susunan ikatan yang
berbeda ( membentuk senyawa produk ) (Castellan GW. 1982).
Dalam penyusunan ini, akan ada pemutusan ikatan dan pembentukan ikatan
yang baru, yang membutuhkan sejumlah energi. Ketika beberapa ikatan reaktan putus
dan beberapa ikatan baru terbentuk, tercapailah suatu keadaan dimana dalam sistem
terdapat sejumlah reaktan dan produk. Keadaan ini kita sebut sebagai transisi
kompleks. Dalam keadaan transisi kompleks, memiliki campuran antara produk dan
reaktan yang cenderung kurang stabil, karena produk yang terbentuk dapat
membentuk reaktan kembali. Keadaan ini memiliki energi yang cukup tinggi, karena
sistem tidak stabil (Vogel. 1994)
Proses untuk mencapai keadaan transisi kompleks membutuhkan energi yang
disuplai dari luar sistem. Energi inilah yang disebut dengan energi aktivasi. Pada reaksi
endoterm ataupun eksoterm, keduanya memiliki energi aktivasi yang positif, karena
keadaan transisi kompleks memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dari reaktan.
Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empirik yang
menggambarkan pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi. Persamaan yang
diusulkan adalah :
Ea
K= A e RT
K = konstanta laju reaksi
A = faktor freakuensi
Ea = energi aktivasi
Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis :
Ea
ln K =ln A−( )
RT
−Ea 1
ln K = x + ln A
RT T
Persamaan tersebut analog dengan persamaaan garis lurus, yang sering
disimbolkan dengan y = mx +c, maka hubungan antara energi aktivasi suhu dan laju
reaksi dapat dianalisis dalam bentuk grafik ln k vs 1/T dengan gradien –(Ea/RT) dan
intersep ln A. Jika suatu reaksi memiliki reaktan dengan konsentrasi awal adalah a,
dan pada konsentrasi pada waktu t adalah a-x, maka dapat ditulis dalam persamaan :
a
kt =ln ( )
a−x
Setelah reaksi berlangsung 1/n bagian dari sempurna, x=a/n dan
1 1
k= ln ( )
t 1/n 1−1/n
Beberapa faktor yang mempengaruhi energi aktivasi adalah sebagai berikut :
1. Suhu
Fraksi molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan peningkatan
suhu sebesar 10oC . hal ini menyebabkan laju reaksi berlipat ganda.
2. Faktor frekuensi
Dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu yang kecil. Perlu
dilihat bagaimana perubahan energi dari fraksi molekul sama atau lebih dari energi
aktivasi
3. Katalis
Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi yang
lebih rendah.
(Atkins PW. 1999)

C. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Rak tabung reaksi 1 buah
b. Tabung reaksi 4 buah
c. Gelas piala 600 ml 1 buah
d. Pipet ukur 10 ml
e. Stopwatch
2. Bahan
a. Na2S2O8 atau H2O2 0,04 M
b. KI 0,1 M
c. Na2S2O3 0,001 M
d. Larutan amilum 1%
e. Es batu

D. Cara Kerja
a. Menyiapkan sistem sesuai yang tertera di bawah ini :
- Tabung 1 berisi 5 ml H2O2 dan 5 ml air
- Tabung 2 berisi 10 ml KI, 1 ml Na2S2O3 dan 1 ml amilum
b. Kedua tabung reaksi diletakkan dalam gelas piala 600 ml yang berisi air
sesuai dengan suhu pengamatan, sampai masing-masing tabung 1 dan
tabung 2 suhunya sama sesuai dengan suhu pengamatan, untuk suhu
pengamatan 0o-20oC dilakukan dengan bantuan es.
E. Hasil percobaan
No. Rerata 1/T K Ln K
suhu (K)
1. 312 0.00320 0.01250 -4.382
2. 308 0.00324 0.01005 -4.6
3. 303 0.00325 6.74 x 10-3 -5
4. 298 0.00335 4.516 x 10-3 -5.4
5. 293 0.00341 3.027 x 10-3 -5.8
6. 288 0.00347 2.478 x 10-3 -6

F. Pembahasan
Praktikum Persamaan Arrhenius dan Energi aktivasi ini memiliki tujuan yaitu
agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana kebergantungan laju reaksi terhadap
suhu, dan mahasiswa dapat menghitung energy aktivasi dari hasil pengamatan yang
telah dilakukan dengan menggunakan persamaan Arrheenius. Dalam percobaan yang
kami lakukan kali ini yaitu mengamati terjadinya suatu reaksi dengan pengaruh suhu
yang divariasikan. Suhu yang kami variasikan yaitu antara (15oC - 40oC). larutan yang
digunakan adalah larutan H2O2, larutan H2O, larutan KI, larutan Na2SO4, dan larutan
Kanji atau amilum.
Campuran yang akan direaksikan adalah tabung 1 yang berisi larutan 1
( campuran larutan H2O2 dengan aquades (larutan H2O) ) dan tabung 2 yang berisi
larutan KI, larutan Na2SO4 dan aquades dengan penambahan secara berurutan.
Larutan Kanji yang dipakai sudah dipanaskan sebelumnya, untuk memaksimalkan
fungsi amilum dalam praktikum ini.
Kedua campuran antara tabung 1 dan tabung 2 akan menghasilkan warna biru
seperti pada gambar dibwah ini

Gambar 1. Gambar pengamatan


Reaksi yang diukur adalah reaksi hidrogen peroksida dengan ion iodida. Dalam
hal ini, hidrogen peroksida dicampurkan bersamaan dengan iodide, ion tiosulfat dan
amilum. Penyebab terbentuknya warna biru adalah dimana penambahan H2O2 disini
bertugas untuk mengoksidasi I- menjadi I2, lalu I2 ini akan diikat oleh S2O32-, pada
pengikatan ini warna larutan masih belum biru, namun stelah S 2O32- ini habis bereaksi,
maka I2 akan lepas dan akan berikatan dengan I- yang akan membentuk I3-. Warna biru
mulai terbentuk saat I3- berikatan dengan amilum. Amilum yang digunakan haruslah
amilum yang baru dibuat, karena amilum yang telah lama dibuat memiliki kemungkinan
perubahan struktur karena pengaruh luar.
Perubahan warna yang terjadi akan semakin cepat apabila reaksi berlangsung
pada temperatur yang lebih tinggi. Pada temperatur yang lebih tinggi, ion-ion pereaksi
akan memiliki energi kinetik yang lebih besar. Berdasarkan teori tumbukan, energi
kinetik yang lebih besar akan membuat tumbukan antar partikel akan menjadi lebih
sering, sehingga reaksi akan lebih cepat berlangsung.
Terlihat dari hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh energy kinetic partikel
yang mengalami penambahan karena variasi kenaikan temperature reaksi ,inilah
energi yang diberikan dari luar sistem untuk mencapai kondisi transisi seperti yang
dijelaskan teori. Energi tersebut akan diukur besarnya ( energi aktivasi ).

grafik persamaan Arhenius


0
-1 0 0 0 0 0 0 0 0

-2
-3
ln K

Linear ()
-4
-5 f(x) = − 5868.87 x + 14.4
R² = 1
-6
-7
1/T

Gambar 1. Grafik In K vs 1/T


Dari hasil pengamatan, dapat diketahui pada suhu tinggi warna biru lebih cepat
terlihat daripada suhu rendah. Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi suhunya maka
reaksi akan berjalan semakin cepat. Sehingga grafik yang terbentuk adalah garis
linear. Selain untuk menunjukkan kebergantungan laju reaksi terhadap suhu,
percobaan ini juga dilakukan untuk menentukan energy aktivasi (Ea) yang dibutuhkan
untuk reaksi dengan persamaan Arrhenius serta semakin tinggi suhu maka waktu yang
diperlukan untuk bereksi semakin cepat. Sebenarnya pada grafik terjadi penyimpangan
pada suhu lebih dari 40oC. Hal ini dimungkinkan karena jika suhunya lebih dari 40oC
maka amilum yang ada pada larutan akan rusak atau rusak sebagian, sehingga ion
iodide yang terbentuk dari perubahan yodium tidak dapat terdeteksi dengan baik. Pada
percobaan yabg dilakukan, didapatkan nila Ea sebesar 48.786552 kJ/mol dan nilai ln
A yaitu 14,39.
Reaksi yang terjadi:
2H2O2 +2I- 2H2O + O2 + I2 + 2e
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-
I2 + I- I3-
I3- + amilum warna biru
dapat ditentukan dengan mengolah data dari grafik hubungan 1/T dan ln k
berdasar persamaan Arrhenius yang didapat dar dasar teori. Maka praktikan dapat
melakukan percobaan berulang dengan mengukur ln k reaksi dari temperatur yang
bervariasi untuk memperoleh data yang akan diolah dalam persamaan tersebut.

G. Simpulan dan Saran


- Simpulan
1. Untuk range suhu yang dipelajari, maka reaksi yang terjadi berbanding lurus
dengan temperature ( mengalami persamaan Arrhenius).
2. Energi aktivasi dari percobaan ini adalah 48.786552 kJ/mol, dengan intercept
14,39.
- Saran
Sebaiknya praktikan benar-benar mendalami materi praktikum sehingga dapat
melaksanakan praktikum dengan baik dan dapat memahami proses dan hasil yang
diperoleh.

H. Daftar Pustaka
Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. “Ed ke-2 Kartahadiprodjo Irma I,
penerjemah;Indarto Purnomo Wahyu, editor. Jakarta : Erlangga. Terjemahan
dari : Physichal Chemistry.
Castellan GW. 1982. Physichal Chemistry. Third Edition. New York : General
Graphic Services.
Tim Dosen Kimia Fisik. 2011. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Semarang :
Jurusan Kimia FMIPA UNNES
Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran (EGC).
Semarang,24 Oktober 2012
Mengetahui,
Dosen Pengampu Praktikan,

Ir. Sri Wahyuni, M.Si Siti Nursiami


NIM. 4301410002
I. Analisis data
No Suhu Awal (K) Suhu Akhir Rata-Rata Waktu
Tabung Tabung Campuran Campuran (K) suhu (K) reaksi
1 2 (s)
1 313 313 313 311 312 8
2 308 308 308 308 308 9.9
3 303 303 303 304 303.5 15.4
4 298 298 298 301 299.5 22.1
5 293 293 293 298 295.5 32.3
6 288 288 288 293.5 290.75 40.3

1. Perhitungan
mgrek H2O2 = M . V . val
= 0,04 x 5 x 2 = 0,4 mgrek

mgrek KI = M . V . val
= 0,1 x 10 x 1 = 1 mgrek

mgrek Na2S2O3 = M . V . val


= 0,001 x 1 x 2 = 0,002 mgrek (pereaksi pembatas)

Mgrek H2O2 yang bereaksi = mgrek Na2S2O3


M x ml 0,04 x 5
[ H 2 O2 ] awal= V total = 22
=0,0091

0,04
[ H 2 O2 ] bereaksi= 2 x 22 =9,09 x 10−4 M

2. Menghitung nilai k
[ H 2 O2 ] bereaksi
k=
[ H 2 O2 ] awal x t

a. t = 8 dt
9,09 x 10−4
k= =0.01250
0,0091 x 8

b. t = 9.9 dt
9,09 x 10−4
k= =0,01005
0,0091 x 9.9
c. t = 15.4 dt
9,09 x 10−4 −3
k= =6.47 x 10
0,0091 x 15.4

d. t=22.1 dt
9,09 x 10−4 −3
k= =4.516 x 10
0,0091 x 22.1

e. t = 32.3dt
9,09 x 10−4 −3
k= =3.072 x 10
0,0091 x 32.3

f. t = 40.3 dt
9,09 x 10−4 −3
k= =2.478 x 10
0,0091 x 40.3

3. Menghitung nilai 1/T


a. T = 39oC
1 1
= =0,00321
T 39+273
b. T = 35oC
1 1
= =0,00324
T 35+273
c. T = 30.5oC
1 1
= =0,00329
T 30.5+273
d. T = 26.5oC
1 1
= =0,00334
T 26.5+273
e. T = 22.5oC
1 1
= =0,00338
T 22.5+273
f. T=17.75oC
1 1
= =0,00345
T 17.75+273

4. Perhitungan Ea
Dari kurva diperoleh persamaan y = -5868 x + 14.39( y = mx + b )
m = -5868
−Ea 1
ln K = x + ln A
RT T
Maka m = - Ea/R
Ea = - ( m x R ) = - (-5868 x 8,314) = 48786.552 J/mol =48.786552 kJ/mol
B = intercept = ln A = 14.39

J. Jawaban Pertanyaan
Alasan yang mungkin menyebabkan terjadinya penyimpangan apabila suhu diatas
40oC adalah dikhawatirkan pengamatan yang dilakukan kurang tepat karena
semakin tinggi suhu maka perubahan warnanya juga akan semakin cepat sehingga
susah untuk diamati, hal ini dimungkinkan karena jika suhunya lebih dari 40oC
maka amilum yang ada pada larutan akan mengalami perubahan struktur yang
dapat menyebabkan kerusakan, sehingga ion iodide yang terbentuk dari
perubahan yodium tidak dapat terdeteksi dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai