Anda di halaman 1dari 12

TEORI DAN PRAKTIK PENDEKATAN

KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN

H. Dadang Supardan1
1. Guru Besar & Ketua Program Studi Pend. Sejarah SPs UPI

Abstrak
Kontruktivisme menjadi pendekatan yang populer dan berkembang dalam praktik
pembelajaran saat ini. Hal tersebut tidak lepas dari teori-teori mendasarinya. Teori utama
pendekatan ini digagas oleh psikolog-psikolog yang dianggap besar. Artikel ini mengulas
sejarah, ilmuan-ilmuan serta teori-teorinya yang melandasi berkembangnya konstruktivisme.
Selain itu prinsip-prinsip dan penerapan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran
akan dibahas melalui kajian kepustakaan yang sangat mendalam pada artikel ini ini. Tidak
hanya banyak memiliki keunggulan ketika menerapkan pendekatan konstruktivisme dalam
proses pembelajaran di kelas, akan tetapi terdapat dilema-dilema dalam pendekatan
mempraktikan pendekatan ini.

Kata kunci : kontruktivisme, pembelajaran

PENDAHULUAN sesuatu untuk mengorganisir pengalaman


Seperti cendawan di musim hujan, dunia itu, dan bukan untuk menemukan
kini terminologi “konstruktivisme” telah suatu tujuan kenyataan (von Glasersfeld,
muncul dan merebak dalam dunia 1995). Dengan demikian‘konstruktivisme‘
pendidikan. Merebaknya istilah merupakan istilah luas yang digunakan oleh
“konstruktivisme‘ itu sejalan dengan para filsuf, ahli kurikulum, psikologi,
kebingungan kita khususnya dalam maupun pendidik, yang menurut
menerapkan pada tataran praktis Glasersfeld (1987: 204) konstruktivisme
pembelajaran. Menurut Brooks & Brooks sebagai "teori pengetahuan dengan akar
(1993) semula konstruktivisme adalah lebih dalam ―filosofi, psikologi, dan
merupakan suatu filosofi dan bukan suatu cybernetics" menekankan; (1) pembelajar
strategi, pendekatan, maupun model aktif dalam mengkonstruksikan
pembelajaran. “Constructivism is not an pengetahuannya sendiri; (2) interaksi sosial
instructional strategy to be deployed under itu penting bagi pengkonstruksian
appropriate conditions. Rather, pengetahuan. Perspektif konstruktivis
constructivism is an underlying philosophy berpijak pada, antara lain; penelitian John
or way of seeing the world”. Bahkan Dewey (1859-1952), Bartlett (1886-1969),
menurut Von Glasersfeld (1987: 204) Piaget (1896-1980), Vygotsky (1896-1934),
konstruktivisme sebagai "teori pengetahuan Ausubel (1918–2008), Jerome Bruner
dengan akar dalam ―filosofi, psikologi dan (1915-1980).
cybernetics". Von Glasersfeld Tidak ada teori konstruktivisme
mendefinisikan konstruktivisme apapun tunggal, tetapi sebagian besar
namanya secara aktif dan kreatif akan konstruktivisme memiliki dua ide utama
selalu membentuk konsepsi pengetahuan. yang sama, yakni; ―pembelajar aktif dalam
Ia melihat pengetahuan sebagai sesuatu hal mengkonstruksikan pengetahuannya
yang dengan aktif menerima apapun sendiri, dan bahwa interaksi sosial penting
melalui pikiran sehat atau melalui bagi pengkonstruksian pengetahuan
komunikasi dan interaksinya. Hal itu secara (Bruning, Schraw, Norby & Ronning,
aktif dan kreatif terutama dengan 2004: 195). Dalam konstruktivisme
membangun pengetahuan itu. Kognisi memandang belajar lebih dari sekedar
adalah adaptif dan membiarkan menerima dan memproses informasi yang

1 Edunomic | Volume 4 No. 1 Tahun 2016


disampaikan oleh guru maupun teks.Alih- gerakan besar yang memiliki posisi filosofis
alih, pembelajaran adalah konstruksi dalam pendekatan dan strategi
pengetahuan yang bersifat aktif dan pembelajaran.Karena itu konstruktivisme
personal (de Kock, Sleegers, dan Voeten, sangat berpengaruh dalam bidang
2004).Jadi banyak teori di bidang ilmu pendidikan, yang memunculkan
kognitif yang memasukkan jenis beragamnya metode/strategi pembelajaran
konstruktivisme tertentu karena teori-teori baru. Dalam bab ini kita akan menyimak
tersebut berasumsi bahwa individu-individu filsafat konstruktivisme, prinsip-prinsip,,
mengkonstruksikan struktur kognitifnya bagaimana hubungannya dengan
sendiri pada saat mereka pembelajaran, ragamnya, penerapannya
menginterpretasikan pengalamannya dalam dalam pembelajaran, serta evaluasi
situasi tertentu (Palinscar, 1998).Ada pembelajaran konstruktivisme.
beberapa pendekatan konstruktivis di Terminologi “konstruktivisme”
bidang pendidikan sains dan matematika, di dapat dimetaforakan sebagai samudera
bidang psikologi dan antropologi, dan di luas, sejauh kita memandang tidak nampak
bidang pendidikan berbasis computer. batas teritorialnya.Wajar jika istilah ini
Meskipun banyak psikolog dan pendidik banyak digunakan oleh para filsuf,
menggunakan instilah konstruktivisme, perancang kurikulum, psikolog, pendidik
seringkali mereka dimaksudkannya untuk dan lain-lain.Glaseerfeld (1997: 204)
hal-hal yang sangat berbeda (Driscoll, sebagai salah seorang pionir gerakan
2000; McCaslin & Hickey, 2001; Philips, konstruktivis, menyebutnya ―bidang yang
1997). sangat luas ini tidak jelas batas-batasnya
Salah satu cara untuk dalam psikologi, epistemologi, dan
mengorganisasikan pandangan-pandangan pendidikan. Sebenarnya, perspektif
konstruktivis adalah berbicara tentang tiga konstruktivis yang sekarang makin marak
bentuk konstruktivisme, konstruktivisme tersebut embrionya berpijak dari penelitian;
psikologis/individual/personal, social, dan John Dewey, Jean Piaget, Lev Vygotky,
dialektikal (Palincsar, 1998; Philips, 1997). Jerome Bruner, dan termasuk para ahli
Kita bisa saja sedikit terlalu psikologi Gestalt (Max Wertheimer, Kurt
menyederhanakan dengan mengatakan Kofka, dan Wolfgang Kohler).
bahwa konstruktivis psikologis Prinsip dasar yang melandasi
memfokuskan pada bagaimana individu- filsafat konstruktivisme adalah bahwa
individu menggunakan informasi, sumber semua pengetahuan dikonstruksikan
daya, dan bantuan dari orang lain untuk (dibangun) dan bukan dipersepsi secara
membangun dan meningkatkan model langsung oleh indera (penciuman,
mental dan strategi problem solving-nya. perabaan, pendengaran, perabaan, dan
Sebaliknya, konstruktivisme sosial melihat seterusnya) sebagaimana asumsi kaum
belajar sebagai peningkatan kemampuan realis pada umumnya. Selain itu tidak ada
untuk berpartisipasi bersama orang lain teori konstruktivisme tunggal, tetapi
dalam kegiatan-kegiatan yang bermakna sebagian besar para konstruktivis memiliki
dalam budaya dan masyarakat (Windschitl, setiadaknya dua ide utama yang sama; (1)
2002). Atau juga dialektikal yang pembelajar aktif dalam mengkonstruksikan
merupakan perpaduan antara pengetahuannya sendiri, dan; (2) interaksi
psikologia/individual dengan sosial. sosial merupakan aspek penting bagi
pengkonstruksian pengetahuan (Bruning,
TEORI UTAMA Scraw, Norby, & Ronning, 2004: 195).
Sebuah filsafat pembelajaran yang kini Konstruktivisme memandang belajar lebih
makin popular selama beberapa dekade ini dari sekedar menerima dan memproses
adalah konstruktivisme (constructivism). informasi yang disampaikan oleh guru atau
Konstruktivisme juga merupakan sebuah teks.Alih-alih pembelajaran adalah

Volume 4 No. 1 Tahun 2016 | H. Dadang Supardan 2


konstruksi pengetahuan yang bersifat aktif sekali lagi kebenaran itu sangat relatif,
dan personal (de Kock, Sleegers, dan dengan demikian, tidak aneh keberagaman
Voeten, 2004). Pernyataan tersebut sejalan itu dan banyak teori di bidang ilmu kognitif
dengan pendapat Von Glaserfeld (1987), yang memasukkan jenis konstruktivisme
pendiri gerakan konstruktivis, tertentu, karena teori-teori tersebut
konstruktivisme berakar pada asumsi berasumsi bahwa individu-individu
bahwa pengetahuan, tidak peduli mengkonstruksikan struktur kognitifnya
bagaimana pengetahuan itu didefinisikan, sendiri pada saat mereka
terbentuk di dalam otak manusia, dan menginterpretasikan pengalamannya dalam
subjek yang berpikir tidak memiliki situasi tertentu (Palincsar, 1998). Ada
alternatif selain mengkonstruksikan apa berbagai pendekatan konstruktivisme di
yang diketahuinya berdasarkan bidang pendidikan sains, dan matematika,
pengalamannya sendiri. Semua pikiran kita psikologi, sejarah, antropologi, sosiologi,
didasarkan pada pengalaman kita sendiri, sastera, dan bidang pendidikan berbasis
dan oleh karenanya bersifat subyektif. komputer. Meskipun banyak ahli psikologi
Sebaliknya kita tidak dapat pendidikan serta praktisi pendidikan
mengobservasi segala sesuatu secara menggunakan istilah konstruktruktivisme,
objektif, karena kita menjadi bagian dari sering kali mereka dimaksudkan hanya
yang kita observasi.Realitas bukan ―ada di untuk hal-hal yang sangat berbeda (Driscol,
luar sana‖ untuk kita observasi secara 2005; MacCaslin & Hickey, 2001; Philips,
objektif dan tanpa nafsu, tetapi paling tidak 1997),
sebagian dikonstruksikan oleh kita dan oleh Salah satu cara untuk
observasi kita. Tidak ada realitas mengorganisasikan pandangan-pandangan
objektifyang sudah ada sebelumnya yang konstruktivis adalah berbicara tentang tiga
dapat diobservasi. Masing-masing orang bentuk konstruktivisme; konstruktivisme
menciptakan "aturan-aturan" dan "model- psikologis/individual/ endogenous,
model mentalnya" sendiri yang digunakan konstruktivisme sosial/eksogenous, serta
untuk memaknai pengalamannya. Proses konstruktivisme dialektikal (Palincsar,
mengobservasi realitas mengubah dan 1998; Philips, 1997). Kita bisa saja sedikit
mentransformasikannya, dan oleh terlalu menyederhanakan dengan
karenanya subjektivisbersifat relativistik. mengatakan bahwa konstruktivisme
Semua kebenaran hanya dapat bersifat psikologis memfokuskan pada bagaimana
relatif tidak pernah defmitif. individu-individu menggunakan informasi,
Pandangan ini berlawanaan dengan sumber daya, dan bantuan dari orang lain
pandangan "realis" yang mengatakan untuk membangun dan meningkatkan
bahwa "kebenaran itu ada diluar sana" dan model mental dan strategi problem solving-
oleh karena itu kita dapat mengobservasi nya. Sebaliknya konstruktivisme
realitas secara objektif, selama kita sosial/eksogenous melihat belajar sebagai
menggunakan metode-metode yang "tepat" peningkatan kemampuan untuk
(akurat dan reliable). Positivisme adalah berpartisipasi bersama orang lain dalam
bentuk pandangan yang paling ekstrem kegiatan-kegiatan yang bermakna dalam
daerhadap dunia ini pandangan terhadap budaya (Woolfolk, 2009; Windschit, 2002).
dunia ini (Muijs & Renolds, 2009: 96). Untuk itu mari kita lihat lebih dekat.
Menurut positivisme dunia bekerja Sedangkan konstruktivisme dialektikal,
menurut hukum-hukum sebab-akibat yang merupakan perpaduan antara
pasti, Pemikiran ilmiah digunakan untuk psikologis/individual/endogenous dengan
menguji teori-teori tentang hukum ini, dan sosial/eksogenous.
kemudian menolak atau menerimanya
secara provisional kea rah bentuk tunggal.
Dalam pandangan konstruktivistik,

3 Edunomic | Volume 4 No. 1 Tahun 2016


Konstruktivisme Psikologis/ 1996).
Individual/Endogenous Namun, sebaliknya, perspektif
Konstruktivisme psikologis terfokus konstruktivis psikologis (kognitif) Piaget
pada bagaimana individu membangun kurang memperhatikan represntasi-
elemen-elemen tertentu dari aparatus representasi yang "benar" dan lebih
kognitif atau emosionalnya (Philips, 1997; tertarik dengan makna sebagaimana yang
153). Para konstruktivis ini tertarik dengan dikonstruksikan oleh individu.
pengetahuan, keyakinan, konsep-konsep Sebagaimana kita ketahui, Piaget
diri, atau identitas individual, sehinnga mengusulkan suatu sekuensi tahap-tahap
mereka kadang-kadang disebut kognitif yang dilalui semua orang. Pekiran
konstruktivis individual, atau konstruktivis di setiap tahap berdasarkan diri dan
psikologi-kognitif, atau konstruktivis memasukkan tahap-tahap sebelumnya pada
endogenous; mereka semuanya saat pemikiran itu menjadi lebih terorganisir
memfokuskan pada kehidupan psikologis dan adaptif serta kurang terkait dengan
dalam diri orang. kejadian-kejadian konkret. Perhatian
Ketika Chelsea berbicara kepada khusus Piaget adalah pada logic dan
dinding di bagian sebelumnya, ia sedang pengonstruksian pengetahuan universal
membuat makna dengan menggunakan yang tidak dapat dipelajari secara langsung
pengetahuan dan keyakinan sendiri tentang dari lingkungan—pengetahuan seperti
bagaimana cara merespons ketika seseorang konservasi atau reversibilitas (Miller,
atau sesuatu, berbicara kepadanya. Ia 2002). Pengetahuan itu berasal dari
menggunakan apa yang sudah diketahuinya merefleksikan dan mengkoordinasikan
untuk menentukan struktur intelektual kognisi atau pikiran kita sendiri, bukan dari
tentang dunianya (Piaget, 1971; Windschitl, memetakan realitas eksternal. Piaget
2002). melihat lingkungan sosial sebagai salah
Menggunakan standar-standar ini, satu faktor perkembangan yang penting,
kebanyakan teori pemrosesan informasi tetapi tidak percaya bahwa interaksi sosial
mutakhir bersifat konstruktivis (Mayer, merupakan mekanisme utama untuk
1993). Pendekatan pemrosesan informasi mengubah pemikiran (Moshman, 1997).
tentang pembelajaran menganggap pikiran Sebagian ahli psikologi pendidikan dan
manusia sebagai sebuah sistem pemroses perkembangan menyebutnya jenis
simbol. Sistem ini mengkonversi inpus konstruktivisme Piaget itu
sensorik menjadi struktur simbol "Konstruktivisme Gelombang Pertama"
(proposisi, gambaran, atau skema), dan atau "Konstruktivisme Solo", dengan
kemudian memproses (me-rehearse, atau penekanannya pada pembuatan-makna
mengelaborasi) struktur simbol itu sehingga idividual (De Corte, Greer, dan
pengetahuan dapat disimpan dalam ingatan Verschaffel, 1996; Paris, Byrness & Paris,
dan di-retrive (Woolfolk, 2009: 146). 2001).
Dunia luar dianggap sebagai sumber input, Pada kontinum ujung
tetapi begitu sensasi dipersepsi dan konstruktivisme Psikologis/ individual /
memasuki working memory, tugas endoganous terdapat gagasan
pentingnya diasumsikan terjadi "dalam Konstruktivisme Radikal. Perspektif ini
kepala" individu (Schunck, 2000; Vera, & mengatakan bahwa tidak ada realitas atau
Simson, 1993). Akan tetapi sebagian kebenaran di dunia ini secara objektif, yang
psikolog percaya bahwa pemrosesan ada hanya persepsi dan keyakinan individu
informasi adalah konstruktivisme "triviaF yang relatif. Masing-masing orang
atau lemah, karena satu-satunya kontribusi mengkonstruksikan makna dari pengalaman
konstruktif individu adalah membangun kita, tetapi sama sekali tidak ada cara untuk
represntasi yang akurat tentang dunia luar memahami atau mengetahui realitas orang
(Deny, 1992; Garrison, 1995; Marshall, lain (Woods & Murphy, 2002). Salah satu

Volume 4 No. 1 Tahun 2016 | H. Dadang Supardan 4


kesulitan pendapat ini adalah bila didesak pembelajaran, kebanyakan ahli psikologi
ke titik ekstrem relativisme, seluruh mengklasifikasikan Vygotsy sebagai
pengetahun dan seluruh keyakinan adalah seorang konstruktivisme sosial (Palincsar,
sama karena semuanya adalah persepsi 1998; Prawat, 1996). Akan tetapi sebagian
individual yang valid. Bagi para pendidik, lagi teoretisi mengkategorikannya sebagai
ada masalah dengan pemikiran semacam konstruktivis psikologis, karena ia terutama
ini. Pertama, para guru memiliki tanggung tertarik dengan perkembangan dalam diri
jawab profesional untuk menekankan individu (Moshman, 1997; Philips, 1997).
beberapa nilai, seperti kejujuran atau Dalam pengertian tertentu, Vygotsky adalah
keadilan, di atas nilai-nilai seprti keduanya. Salah satu keunggulan teori
kefanatikan atau kecurangan. Tidak semua pembelajaran adalah karena ia memberikan
persepsi atau keyakinan sama. Sebagai cara untuk mempertimbangkan yang
guru, kita meminta siswa berusaha keras bersifat psikologis maupun sosial; Ia
untuk belajar. Bila pembelajaran tidak dapat menjembatani keduanya. Sebagai contoh,
memajukan pemahaman karena semua konsep Vygotsky tentang Zone of Proximal
pemahaman sama baiknya, maka Development (Zona Perkembangan
sebagaimana dikemukakan oleh Moshman Proksimal)—wilayah tempat seorang anak
(1992: 230), "kita mungkin akan dapat menyelesaikan masalah dengan
membiarkan siswa terus mempercayai apa bantuan (scaffolding) orang dewasa atau
yang mereka percaya". Selain itu yang sebayanya yang lebih mampu—disebut
kedua, sebagian pengetahuan, seperti sebagai tempat budaya dan kognisi saling
menghitung atau korespondensi satu-satu, menciptakan (Cole, 1985). Budaya
tampaknya tidak dikonstruksikan, tetapi menciptakan kognisi ketika orang dewasa
bersifat universal. Mengetahui menggunakan alat-alat dan praktik-praktik
korespondensi satu-satu merupakan bagian dari budayanya (membaca, menulis,
dari menjadi manusia (Woolfolk, 2009; menenun, menari). Kognisi menciptakan
Geary, 1995; Shunck, 2000). budaya ketika orang dewasa dan anak-anak
bersama melahirkan praktik dan solusi
Konstruktivisme Sosial Vygotsky masalah baru untuk ditambahkan ke dalam
Vygotsky percaya bahwa interaksi repertoar kelompok budayanya (Serpel,
sosial, perangkat kultural dan aktivitas 1993). Salah cara untuk mengintegrasikan
menentukan perkembangan dan konstruktivisme individual dan soaial
pembelajaran individual, persis seperti adalah memikirkan pengetahuan yang
interaksi Si Ben dengan ayahnya di pantai dikonstruksikan secara indovidual dan
yang menjelaskan pembelajaran makhluk- dimediasi secara sosial (Windschitl, 2002).
makhluk laut yang terancam polusi laut. Istilah konstruktivisme kadang-kadang
Dengan berpartisipasi di rentang aktivitas digunakan untuk berbicara tentang
yang luas bersama orang lain, pembelajar bagaimana pengetahuan publik diciptakan.
appropriate (mengapropriasikan, Meskipun ini bukan concern utama kita di
menginternalisasikan atau mengambil untuk bidang psikologi pendidikan, ada gunanya
dirinya sendiri) produk-produk yang untuk melihatnya secara sekilas.
dihasilkan dengan bekerja bersama-sama;
hasil-hasil ini dapat mencakup strategi dan Konstruktivisme Dialektika (Campuran)
pengetahuan baru, Meletakkan belajar Pengetahuan dikonstruksikan berdasarkan
dalam konteks sosial dan kultural disebut pengalaman individual dengan interaksi
"Konstruktivisme Gelombang Kedua" sosial, di mana pengetahuan merefleksikan
(Paris, Byrnes, & Paris, 2001). dunia luar yang disaring melalui dan
Oleh karena teori ini banyak dipengaruhi oleh budaya, bahasa,
menyandarkan diri pada interaksi sosial dan keyakinan, interaksi dengan orang lain,
konteks kultural untuk menjelaskan pelajaran langsung, dan modeling. Dalam

5 Edunomic | Volume 4 No. 1 Tahun 2016


hal ini relevan kiranya untuk membahas langsung, maka pembelajaran kehilangan
tipe ketiga ini adalah teori kognitif- sebagian efektivitasnya. Hal ini karena
strukturalis Bruner yang memiliki asumsi anak-anak diminta untuk memahami
serupa dengan pernyataan di atas. Ia kejadian-kejadian yang sudah terlepas dari
berbeda pendapat dengan Piaget maupun konteks yang melingkupi kejadian itu.
Vygotsky, bahwa dalam teorinya itu Bruner
berasumsi pertumbuhan kognitif PRINSIP-PRINSIP
‘beralngsung dari luar ke dalam dan juga Di dalam pembelajaran
dari dalam ke luar (Bruner, 1966: 57; konstruktivisme, konstruktor pengetahuan
Salkind, 2009: 358). Asumsi ini aktif memiliki prinsip-prinsip sebagai
memunculkan dampak yang mendalam berikut:
pada cara kita memahami pertumbuhan 1. Belajar selalu merupakan sebuah proses
keahlian intelektual anak-anak dan juga aktif. Pembelajar secara aktif
bagaimana caranya mereka diajar dan mengkonstruksikan belajarnya dari
belajar dalam keadaan informal maupun berbagai macam input yang diterimanya.
formal. Hal ini mengisyaratkan bahwa
Jika kita simpulkan sebagian asumsi pembelajar perlu bersikap aktif agar
Bruner tersebut memiliki kemiripan dengan dapat belajar secara efektif. Belajar
asumsi pendekatan etologi, di mana adalah tentang membantu untuk
manusia mewarisi kecenderungan mengkonstruksikan makna mereka
berperilaku dengan cara tertentu yang sendiri, bukan tentang "mendapatkan
berasal dari generasi-generasi terdahulu jawaban yang benar" karena dengan
berdasarkan pada latar evolusi dan biologi cara seperti ini siswa dilatih untuk
manusia (Salkind, 2009: 104). Menurut mendapatkan jawaban yang benar tanpa
Bruner, perkembangan pada diri manusia benar-benar memahami konsepnya
itu bersifat unik— yankni berbeda dari (Muijs, & Reynolds, 2009)..
hewan-hewan lainnya—karena adanya 2. Anak-anak belajar dengan paling baik
konteks kultural tempat perkembangan dengan menyelesaikan berbagai konflik
manusia terjadi. Lebih jauh lagi dalam kognitif (konflik dengan berbagai ide
kultur-kultur yang canggih (seperti di dunia dan konsepsi lain) melalui pengalaman,
Barat) batas-batas pertumbuhan bergantung refleksi, dan metakognisi (Beyer,
pada seberapa baik kultur mendukung 1985).
proses perkembangan. Sebagai contoh, 3. Bagi konstruktivis, belajar adalah
seberapa baik proses pembelajaran pencarian makna, Pembelajar secara
menyodorkan tantangan dan misteri ke aktif berusaha mengkonstruksikan
hadapan anak? Dengan cara atau metode makna. Dengan demikian guru
apa pengajaran menyajikan materi-materi mestinya berusaha mengkonstruksikan
seperti itu? Dan, apa yang diharapkan dari berbagai kegiatan belajar seputar ide-
perubahan kemampuan dan pertumbuhan ide besar dan eksplorasi yang
intelektual itu? Bertolak dari asumsi Bruner memungkinkan pembelajar untuk
bahwa perkembangan intelektual mengkonstruksikan makna.
disuburkan dan dibatasi oleh kultur dan 4. Konstruksi pengetahuan bukan sesuatu
terantul pada kultur, maka tidak heran bila yang bersifat individual semata-mata.
Bruner juga berpendapat bahkan pada titik Belajar juga dikonstruksikan secara
ini kita belum mulai membuka keran sosial, melalui interaksi dengan teman
potensi kita. Hal lain yang sangat penting sebaya, guru, orang tua dan sebagainya.
dalam pandangan Bruner bahwa ketika Dengan demikian yang terbaik adalah
pembelajaran berlangsung dalam konteks adalah mengkonstruksi u topik k
formal, seperti di sekolah-sekolah, bukan 5. Elemen lain yang berakar pada fakta
melalui sarana informal yang bersifat tidak bahwa pembelajar secara individual dan

Volume 4 No. 1 Tahun 2016 | H. Dadang Supardan 6


kolektif mengkonstruksilan seharusnya mendorong siswa untuk
pengetahuan adalah bahwa agar efektif memberikan jawaban-jawaban terbuka dan
guru harus memiliki pengetahuan yang mendiskusikan tentang subjek yang
baik tentang perkembangan anak dan dikajinya. Berdasarkan jenis dan bentuknya
teori belajar, sehingga mereka dapat penyajian model pembelajaran
menilai secara lebih akurat belajar konstruktivisme, terdapat tiga model
seperti apa yang dapat terjadi. kecenderungan, yakni; Model
6. Di samping itu belajar selalu Konstruktivisme "Siklus Belajar", yang
dikonseptualisasikan. Kita tidak tahapan-tahapannya; (a) diskaveri, di mana
mempelajari fakta-fakta secara murni para siswa didorong untuk membuat
abstrak, tetapi selalu dalam pertanyaan-pertanyaan terbuka maupun
hubungannya dengan apa yang telah hipotesis-hipotesis; (b) Pengenalan
kita ketahui. Kita juga belajar dalam Konsep; dalam hal ini guru
kaitannya dengan prakonsepsi kita. Ini mempertanyakan konsep-konsep yang
berarti bahwa kita dapat belajar dengan berhubungan dengan topik itu; (c) Aplikasi
paling baik bila pembelajaran baru itu Konsep; dengan menerapkan konsep-
berhubungan secara eksplisit dengan konsep yang dikemukakan tahap 1 & 2
apa yang telah kita ketahui. serta boleh mengulangi tahapannya lagi;
7. Belajar secara betul-betul mendalam Model Konstruktivisme Gagnon &
berarti mengkonstruksikan pengetahuan Collay; yang terdiri atas enam tahapan,
secara menyeluruh, dengan yakni; (a) Situasi: gambarkan situasi
mengeksplorasi dan menengok kembali tertentu yang berhubungan dengan
mated yang kita pelajari dan bukan tema/topik pembhs; (b) Pengelompokan:
dengan cepat pindah dari satu topik buat kelompok bisa berdasarkan no urut
seperti pada pendekatan pengajaran maupun campuran tingkat kecerdasannya;
langsung. Murid hanya dapat (c) Jembatan; memberikan suatu masalah
mengkonstruksikan makna bila mereka sederhana/permainan/ teka-teki untuk
dapat melihat keseluruhannya. 8. dipecahkan; (d) Pertanyaan; buat pertanyan
Mengajar adalah sebagai pemberdayaan pembuka maupun kegiatan inti agar siswa
pembelajar, dan memungkinkan tetap termotivasi untuk belajar lebih jauh;
pembelajar untuk menemukan dan (e) Mendemonstrasikan: memajangkan/
melakukan refleksi terhadap memamerkan/menyajikan hasil kerja siswa
pengalaman-pengalaman realistis. Ini di kelas; (f) Refleksi: merenungkan,
akan menghasilkan pembelajaran menindak-lanjuti laporan kelompok yang
otentik dan pemahaman yang lebih dipresentasikan.
dalam bila dibandingkan dengan Model Konstruktivisme McClintock
memorisasi permukaan yang sering dan Black; yang terdiri atas tujuh tahapan,
menjadi ciri pendekatan-pendekatan yakni; (a) Observasi: siswa melakukan
mengajar lainnya (Von Glassersfeld, observasi terutama atas sumber-sumber,
1989). Ini juga membuat kaum materi-materi, foto, gambar, rekaman
konstruktivis percaya bahwa lebih baik video, & permainan ttg kebudayaan daerah;
menggunakan bahan-bahan hands-on (b) Konstruksi Interpretasi: siswa
dari riil daripada texbook. menginterpretasikan pengmt dan
memberikan penjelasan; (c)
PENERAPAN PEMBELAJARAN Kontekstualisasi/siswa membangun
Suatu hal yang perlu diingat, tidak konteks untuk penjelasan mereka; (d)
mungkin untuk menciptakan sebuah Belajar keahlian kognitif. guru membantu
pembelajaran konstruktivis yang bersifat pengamatan, penguasaan siswa,
"generik", berlaku untuk semua situasi. interpretasi, dan kontekstualisasi; (e)
Menurut sifatnya, konstruktivisme Kolaborasi:Para siswa bekerja sama dalam

7 Edunomic | Volume 4 No. 1 Tahun 2016


observasi, menafsirkan, dan Ketiga, fase aplikasi konsep;
kontekstualisasi; (f) Interpretasi jamak: dengan menerapkan konsep-konsep yang
Para siswa memperoleh fleksibilitas dikemukakan tahap 1 & 2 serta boleh
kognitif dengan memiliki kemampuan mengulangi tahapannya lagi jika hal itu
mengunjukkan berbagai penafsiran dari dianggap perlu.Pada tahap ini siswa
berbagai perspektif; (g) Manifestasi mampu menghubungkan organisasi-
jamak.siswa memperoleh transferabilitas organisasi Pergerakan Nasional tempo dulu
dengan melihat berbagai penjelmaan dengan organisasi-organisasi profesi
penafsiran yang beragam (Supardan, 2015: sekarang, dan siswa mampu memberikan
175-177; 2004:5). usulan-usulan baru dalam memecahkan
masalah-masalah politik, ekonomi, social,
Dalam contoh penerapan pembelajaran di budaya dalam kehidupan sekarang ini.
bawah ini, penulis mengambil bentuk Contoh; Siswa dapat menjelaskan
Model Pembelajaran Konstruktivisme hubungan organisasi-organisasi politik
"Siklus Belajar". dahulu dengan partai-partai politik yang
Pertama, fase discovery (diskaveri); berkembang sekarang ini; perbandingan
pada tahap ini di mana para siswa didorong bentuk-bentuk organisasi Pergerakan
untuk membuat pertanyaan-pertanyaan Nasional dengan organisasi profesi yang
terbuka maupun hipotesis-hipotesis. Sebut sekarang berkembang, seperti IDI (Ikatan
saja tentang kajian Pergerakan Nasional Dokter Indonesia), PGRI (Persatuan Guru
sebagai perlawanan terhadap Imperialisme Republik Indonesia), dan sebagainya.
& Kolonialisme Barat, maka pada kegiatan Siswa juga mampu menganalisis serta
awal tersebut guru harus mampu mendiskusikan apa yang teleh mereka
mendorong siswa untuk belajar tentang kerjakan dalam diskusi kelompok kecil,
Pergerakan Nasional tersebut.Misalkan, agar bangsa Indonesia tidak dijajah secara
mengapa periode 1908-1942 sering disebut ekonomi, budaya, dan politik sekarang ini
sebagai Pergerakan Nasional? Apa yang oleh negara-negara Barat khususnya, dan
menjadi ciri yng khas dalam periode negara-negara maju umumnya. Pentingnya
Pergerakan Nasional itu? Bagaimana beretos kerja yang kreatif dan produktif
menurut Anda pentingnya merupakan modal dasar yang harus
Pergerakan/perjuangan dalam kehidupan dimiliki sebagai bangsa yang berupaya
kita sekarang ini? membebaskan belenggu dari kemiskinan,
Kedua, fase Pengenalan Konsep; serta pengembangan jiwa wira-usaha yang
dalam hal ini siswa sibuk membahas gigih merupakan keniscayayaan dalam
beberapa konsep baru tentang Pergerakan meniti ekonomi mandiri. Dalam hal ini
Nasional melalui bimbingan guru dengan guru dapat memberikan scaffolding yang
mendiskusikan dan mempertanyakan bermanfaat siswa sangat—sebuah teknik
konsep-konsep yang berhubungan dengan mengubah level dukungan, saat
topik tersebut. Misalkan konsep; kemampuan siswa meningkat, maka
Kebangkian Nasional; Organisasi Budi semakin sedikit bimbingan yang diberikan
Utomo, Muhammadiyah, Sarekat Islam, (Santrock, 2009: 43).
Indische Partij, PNI, Partindo, Parindra,
GAPI, Volksraad, Petisi Sutardjo, dan EVALUASI TEORI
sebagainya. Atau para siswa dapat mencari Hadirnya pendekatan
konsep-konsep bagiannya yang menyertai kontruktivisme dalam pembelajaran dalam
pembahasan tersebut, seperti: Pendiri, perkembangannya, memang banyak
Pejuang Perintis, Penjara Sukamiskin, digunakan dalam pendidikan ataupun
diekstradisi /diasingkan ke Digul, Negeri pendekatan-pendekatan pembelajaran.
Belanda, Golongan Konservatif, Konstruktivisme pada dasarnya adalah
kooperatif, nonkooperatif, dan sebagainya suatu pandangan yang didasarkan pada

Volume 4 No. 1 Tahun 2016 | H. Dadang Supardan 8


aktivitas siswa untuk menciptakan, jenis wacana baru dan kerja kolaboratif di
menginterpretasikan, dan kelas.
mereorganisasikan pengetahuan dengan III.Dilema kultural: Menjadi paham akan
jalan individual (Windschitl, dalam budaya kelas Anda; mempertanyakan
Abbeduto, 2004). Sejalan dengan pendapat asumsi-asumsi tentang apa jenis-jenis
kegiatan yang seharusnya dihargai;
tersebut menurut Schwandt (1994) bahwa
memanfaatkan pengalaman, pola-pola
konstruktivisme adalah seperti interpretivis wacana, dan pengetahuan lokal siswa dengan
dan konstruktivis. Hal ini sejalan pula beragam latar belakang budaya.
dengan pendapat von Glaserfeld (1987) IV.Dilema politis: Menghadapi isu-isu
bahwa pengetahuan bukanlah suatu akuntabilitas dengan berbagai stakeholder
komunikasi dan komoditas yang dapat dalam komunitas sekolah, bernegosiasi dengan
dipindahkan dan tidak satu pengantar-pun orang kunci tentang wewenag dan dukungan
itu ada. untuk mengajar demi pemahaman.
Namun ternyata teori dan praktik
pembelajaran konstruktivisme bukannya Sumber: M.Windschitl (2002) “Framing
tanpa kritik. Bertahun-tahun silam, Larry constructivism in practice as the negotiation of
Cremin (1961) mengamati bahwa pedagogi dilemmas: An analysis of the conceptual,
yang progresif dan inovatif membutuhkan pedagogical, cultural, and political challenges
guru-guru yang sangat terampil. Sekarang, facing teachers”. Review of Educational
hal yang sama dapat dikatakan tentang Research, 72, Copyright, oleh American
pembelajaran konstruktivisme. Kita sudah Educational Research Association, hlm. 13
melihat bahwa ada banyak ragam
konstruktivisme dan banyak praktik yang Dilema yang pertama bersifat konseptual:
mengalir dari konsepsi-konsepsi yang Bagaimana saya memahami konsepsi
berbeda ini. Kita juga tahu bahwa semua kognitif/individual, sosial, maupun
pembelajaran orang dewasa ini terjadi dialektikal tentang konstruktivisme dan
dalam konteks high-stakes testing dan merekonsialiasi perspektif-perspektif yang
akuntabilitas. Dalam situasi seperti ini, para berbeda ini dengan praktik saya
guru konstruktivis menghadapi banyak membelajarkan siswa? Dilema yang kedua
tantangan. Mark Windschitl (2002) bersifat pedagogis; Bagaimana saya
mengidentifikasi empat dilema praktik membelajarkan dengan cara-cara yang
konstruktivisme yang dihadapi guru, yang benar-benar konstruktivis, yang juga
dirangkum dalam tabel 5.1. sebagai berikut: menghormati usaha siswa saya untuk
berpikir bagi dirinya sendiri, tetapi tetap
Tabel 5.1 memastikan bahwa mereka mempelajari
Dilema-dilema Praktik Konstruktivisme materi akademiknya? Yang ketiga, adalah
yang Dihadapi Guru dilema-dilema kultural: Kegiatan,
pengetahuan kultural, dan cara bicara
Kategori Dilema Guru seperti apa yang akan membangun sebuah
I. Dilema konseptual: Menangkap tiang fondasi komunitas dalam kelas yang beagam?
konstruktivisme kognitif, sosial, dan Dilema keempat, dilema politik:
dialektikal; merekonsiliasikan keyakinan saat Bagaimana saya dapat mengajar untuk
ini tentang pedagogi dengan keyakinan yang pemahaman yang mendalam dan berpikir
dibutuhkan untuk mendukung lingkungan kritis, tetapi tetap dapat memuaskan
belajar yang konstruktivis. tuntutan akuntabilitas dari para orang tua
II.Dilema pedagogis: Menghormati usaha
dan keharusan no child left behiand
siswa untuk berpikir bagi dirinya sendiri
sambil tetap meyakini ide-ide disipliner yang
diterima; mengembangkan pengetahuan
yang lebih mendalam tentang subjek;
menguasai seni fasilitasi; mengelola jenis-

9 Edunomic | Volume 4 No. 1 Tahun 2016


Pertanyaan-pertanyaan Representatif IV. Dilema politis
yang Terkait  Bagaimana saya bisa mendapatkan dukungan
I. Dilema konseptual dari administrator dan para orang tua untuk
 Manakah versi konstruktivisme yang sesuai mengajar dengan cara berbeda secara radikal
sebagai dasar pembelajaran saya? dan tidak familier itu?
 Apakah kelas saya seharusnya merupakan  Haruskah saya memanfaatkan kurikulum-
sekumpulan individu yang bekerja kearah kurikulum yang telah disetujui tetapi tidak
perubahan konseptual atau sesuatu masyarakat cukup sensitif terhadap
pembelajar yang perkembangannya diukur  kebutuhan siswa-siswa saya, atau haruskah
berdasarkan partisipasi dalam praktik-praktik saya membuat kurikulum sendiri?
disipliner autentik?  Bagaimana pengalaman-pengalaman berbasis
 Jika ide-ide khusus ini dipertimbangkan benar masalah yang sangat beragam dapat membantu
oleh para ahli, haruskah para siswa siswa untuk memenuhi standar-standar
menginternalisasikan ide-ide ini daripada spesifik negara bagian dan lokal?
mengkonstruksikan milik mereka?  Akankah pendekatan konstruktivis
mempersiapkan secara adekuat siswa-siswa
saya untuk menghadapi high-stakes untuk
II. Dilema pedagogis seleksi masuk perguruan tinggi.
 Apakah saya mendasarkan pengajaran saya
pada ide-ide yang sudah dimiliki siswa dan
bukan pada tujuan belajar?
 Keterampilan dan strategi apa saja yang saya DAFTAR PUSTAKA
butuhkan untuk menjadi fasilitator? Abbeduto, Leonard, (2004) Taking
 Bagaimana saya mengelola kelas yang siswa- Sides: Clashing Views on
siswanya saling berbicara satu sama lain dan Controversial Issues in Educational
bukan berbicara dengan saya? Psychology, Third Edition, McGraw-
 Haruskah saya meletakkan batas-batas pada Hill/Dushkin.
konstruksi ide-ide siswa sendiri?
 Tipe-tipe asesmen apa yang akan menangkap Beyer BK (1985).Critical Thinking:What is
pembelajaran yang ingin saya bantu it? Social Education, 49:270-276.
pengembangannya?
Brookfield, Stephen. (1986) Understanding
and facilitating adult learning. San
III. Dilema kultural Francisco: Jossey-Bass.
 Bagaimana kita dapat mengontradiksikan Brooks, Jacqueline Grennon and Brooks,
rutinitas-rutinitas kelas yang tradisional dan Martin G. (1993). The case for
efisien dan melahirkan kesepakatan dengan constructivist classrooms. Alexandria,
siswa tentang apa yang dihargai dan diberi
VA: ASCD.
reward?
 Bagaiumana gambaran-gambaran masa lalu Bruner, J. (1966). Toward a Theory of
saya sendiri tentang apa yang baik dan Instruction. Cambridge, MA: Harvard
mungkin dikelas membuat saya tidak dapat University Press.
melihat potensi jenis lingkungan belajar yang
berbeda? Bruning, R., Schraw, G., Norby, M., &
 Bagaimana saya dapat mengakomodasikan Ronning, R. (2004).Cognitive
pandangan tentang dunia siswa saya yang psychology and instruction. Upper
berasal dari latar belakang yang beragam dan Saddle River, NJ: Prentice Hall.
sekaligus mentransformasikan budaya kelas
Cole, M. (1985). The Zone of Proximal
saya sendiri?
 Dapatkah saya mempercayai siswa untuk
Development: Where Culture and
memikul tanggung jawab atas Cognition Create Each Other. In J.V.
pembelajarannya sendiri? Wertsch (ed.), Culture,
Communication and Cognition, p.
146-161. Cambridge: Cambridge

Volume 4 No. 1 Tahun 2016 | H. Dadang Supardan 10


Cremin, L. A. (1961).The transformation of Mayer, R. E. (1993). Illustrations that
the school: Progressivism in instruct.In R. Glaser (Ed.), Advances
American education, 1876-1957. in instructional psychology (Vol. 4,
New York: Vintage. pp. 253-284). Hillsdale, NJ: Erlbaum.
De Corte, E., Verschaffel, L., & Depaepe, McCaslin, M. and Hickey, D. (2001) Self-
F. (2008). Unraveling the relationship regulated learning and academic
between students‟ mathematics- achievement: A Vygotskian View in
related beliefs and the classroom Zimmerman, J. and Schunk, D. (Eds)
culture. European Psychologist, Self regulated learning and academic
13(1), 24-36 (citations : 0) (IF achievement: Theoretical
publication year : 1.48) (IF most perspectives (pp.227-252). Mahwah:
recent : 1.31). Lawrence Erlbaum Associates.
De Kock, A., Sleegers, P., and Voeten, Miller, J.B. (2000). The quest for the
M.J.M. (2005).New learning and constructivist statistics classroom:
choices of secondary school teachers Viewing practicen through
when arranging learning constructivist theory. Unpublished
environments. Teaching and Teacher doctoral dissertation, The Ohio State
Education, 21, 799-816. University, Columbus
Derry, S.J. (1992). Beyond symbolic Moshman, D. (1998). Cognitive
processing: Expanding horizons for development beyond childhood. In
educational psychology. Journal of W. Damon (Series Ed.), D. Kuhn &
Educational Psychology, 84, 413- R. Siegler (VoL Eds.), Handbook of
418. child psychology: vol 2. Cognition.
perception. and lan~ualie (5th ed., pp.
Driscoll, M.P. (2005). Psychology of
947-978). New York: Wiley.
Learning for Instruction (pp. 384-
407; Ch. 11 – Constructivism). Moshman, D. (1999). Adolescent
Toronto, ON: Pearson. psychological development:
Rationality. morality. and identity.
Driscoll, M.P. (2000). Psychology of
Mahwah, NJ: Erlbaum.
learning for instruction.Second
edition. Boston: Allyn & Bacon. Muijs, Daniel, & Renold, F.(2009)
Effectiveness and disadvantage in
Garrison, James. 1995. "Deweyan
education. Can a focus on
Pragmatism and the Epistemology of
effectiveness aid equity in education?
Contemporary Social
In, Raffo, Carlo, Dyson, Alan,
Constructivism." American
Gunter, Helen, Hall, Dave, Jones,
Educational Research Journal, Vol.
Lisa and Kalambouka, Afroditi (eds.)
32, No. 4: 716-740.
Education and Poverty in Affluent
Geary, D. C. (1995). Reflections of evolution Countries. Abingdon, GB, Routledge.
and culture in children‘s cognition:
Palincsar, A. S. (1998). Keeping the
implications for mathematical
metaphor of S\scaffolding fresh – A
development and instruction. American
response to C. Addison Stone‘s ―The
Psychologist, 50, 24 – 37.
metaphor of scaffolding: Its utility for
Marshall, H. (Ed.). (1996). Recent and the field of learning disabilities.
emerging theoretical frameworks for Journal of Learning Disabilities, 31,
research on classroom teaching: 370-373.
Contributions and limitations [Special
Paris, S. G., Byrnes, J. P., & Paris, A. H.
issue]. Educational Psychologist,
(2001).Constructing theories,
31(3/4).
11 Edunomic | Volume 4 No. 1 Tahun 2016
identities, and actions of self- Fakultas Tarbiyah UIN Syarif
regulated learners.In B. Zimmerman Hidayatullah Jakarta.
& D. Schunk (Eds.), Self-regulated Supardan, Dadang, (2015) Manusia,
learning and academic achievement Kekerasan, Multikultural, dan
(pp. 253–287). New York: Springer- Transformasi Pendidikan Bandung
Verlag. Penerbit Rizqi.
Phillips, D.C. (ed.) (2000) Constructivism Schwandt, T. A. (1994). Constructivist,
in Education: Opinions and Second interpretivist approaches to human
Opinions on controversial issues: 99th inquiry. In N. K. Denzin & Y. S.
Yearbook of the National Society for Lincoln (Eds.), Handbook of
the Study of education. Part 1. qualitative research (pp. 118- 137).
Chicago, Illinois. The University of Thousand Oaks, CA: Sage.
Chicago Press.
Vera, A & Simpson N. (2003) How
Phillips, D. C. (1997).The good, the bad, teaching for understanding changes
and the ugly: the many faces of the rules in the classroom.
constructivism. Educational Educational Leadership, February,
Researcher, 24 (7), 5-12. 1994, 19-21.
Piaget, J. (1971). Genetic Epistemology. Von Glasersfeld, E. (1987). The
New York: W.W. Norton. construction of knowledge:
Prawat, R. S. (1996). Constructivisms, Contributions to conceptual
modern and postmodern. Educational semantics.Seaside, CA: Intersystems
Psychologist, 31 (3/4), 215-225. Publications.
Salkind, N.J. (2009) Teori-teori Von Glasersfeld, E. (1995). Radical
Perkembangan Manusia: Sejarah constructivism: A way of knowing
Kemunculan, Konsep Dasar, Analisis and learning. London &Washington:
Komparatif, dan Aplikasi, The Falmer Press.
Penerjemah M. Khozim, Bandung: Von Glassersfeld, (1989). Cognition,
Nusa Media. Construction of Knowledge and
Santrock, J. W. (2010) Teaching. Synthese, 80 (1), 121-140.
PsikologiPendidikan, Edisi Kedua, Windshitl, Mark (2004) ―The Challenges
Dialihbahasakan Oleh Tri Wibowo, of Sustaining a Constructivist
B.S. Jakarta: Prenada Media Group. Classroom Culture, dalam Leonard
Schunk, D. H. (2000). "Motivation for Abbeduto, Taking Sides: Clashing
achievement: Past, present, and Views on Controversial Issues in
future". Issues in Education: Educational Psychology, McGraw-
Contributions from Educational Hill/Dushkin.
Psychology, 6, 161-165. Woods, B. S., & Murphy, P. K.
Serpel, R.(1997), Think while you spell: A (2002).Thickening the discussion:
cognitive motivational approach to Inspecting constructivist theories of
spelling instruction. Teaching knowledge through a Jamesian
Exceptional Children. 29, 70-71. lens.Educational Theory, 52(1), 43-
59.
Supardan, Dadang (2004) Pendekatan
Konstruktivisme dalam Pembelajaran Woolfolk, A. (2009). Educational
Multikulturalisme, Makalah Seminar Psychology (8th ed.).New York:
Nasional di UIN Jakarta Tanggal 20 Allyn and acon.
Mei 2004 di Gedung Auditorium

Volume 4 No. 1 Tahun 2016 | H. Dadang Supardan 12

Anda mungkin juga menyukai