Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah kondisi yang terjadi ketika pembuluh
darah utama yang menyuplai darah ke jantung (pembuluh darah koroner) mengalami
kerusakan. Penyakit ini merupakan permasalahan kesehatan yang dihadapi di berbagai
negara di dunia. Banyaknya faktor yang mempengaruhi, menyebabkan diagnosis dan
terapi penyakit tersebut terus berkembang. Di Indonesia kemajuan perekonomian
menjadi salah satu faktor dalam meningkatnya prevalensi penyakit jantung koroner.
Kemajuan perekonomian yang terus berkembang maka pola hidup masyarakatpun
berubah dan menyebabkan perubahan pola kesehatan masyarakat.
Penyakit jantung koroner masih menduduki peringkat teratas sebagai pembunuh
nomor satu di dunia. Berdasarkan laporan World Health Statistic 2010, tercatat 17,1 juta
orang meninggal di dunia akibat penyakit jantung koroner dan diperkirakan angka ini
akan meningkat terus hingga 2030 menjadi 23,4 juta kematian di dunia.
Penyakit Jantung Koroner dapat dideteksi dengan pemeriksaan diagnostik non-
invasif ataupun pemeriksaan invasif. Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan berbagai
alat. Mulai dengan alat sederhana seperti EKG dan treadmill sampai alat yang canggih
yaitu MS-CT. Pemeriksaan secara invasif yang dilakukan adalah kateterisasi jantung.
Kateterisasi jantung adalah suatu pemeriksaan penunjang dengan memasukkan kateter
ke dalam sistem kardiovaskular untuk memeriksa keadaan anatomi dan fungsi jantung.
Prosedur kateterisasi jantung yang bertujuan untuk mengevaluasi anatomi pembuluh
darah koroner disebut tindakan angiografi koroner. Kateterisasi jantung merupakan
teknik yang diakui dunia internasional sebagai teknik terbaik dan terakurat untuk
mendeteksi adanya sumbatan di pembuluh darah koroner.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang angiografi koroner
2. Untuk mengetahui konsep keperawatan pada pasien yang dilakukan angiografi
koroner
BAB II
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Angiografi koroner adalah salah satu pemeriksaan invasif untuk menggambarkan
keadaan arteri koroner jantung dengan cara memasukkan kateter pembuluh darah ke
dalam tubuh dan menginjeksikan cairan kontras untuk memberikan gambaran pembuluh
darah koroner pada pencitraan sinar –X segera setelah kontras diinjeksikan[ CITATION
Jom13 \l 1033 ].
Angiografi koroner adalah suatu cara dengan menggunakan sinar X dan kontras
yang disuntikkan kedalam arteri koroner untuk melihat apakah ada penyempitan pada
arteri koroner, pemeriksaan ini dilakukan pada kamar spesial yang disebut laboratorium
kateterisasi (Kabo, 2010).
Angiografi koroner merupakan pemeriksaan yang paling akurat sesuai standar
untuk mengidentifikasi penyempitan pembuluh darah yang berhubungan dengan proses
aterosklerosis di arteri koroner jantung. Selain itu, angiografi koroner dapat memberikan
informasi mengenai anatomi koroner pada pasien penyakit jantung koroner pasca
pengobatan medik maupun revaskularisasi, seperti Percutaneous Coronary Intervention
(PCI) dan Coronary Artery Bypass Graft (CABG)[ CITATION Jom13 \l 1033 ].
B. Indikasi
Kateterisasi jantung bertujuan untuk mendapat gambaran dan data objektif secara
pasti tentang perubahan anatomis dan fisiologis akibat berbagai kelainan pada jantung
dan pembuluh darah. Dengan kateterisasi jantung dapat diketahui ada tidaknya kelainan
jantung, jenis kelainan jantung, derajat kelainan tersebut, cara pengobatan yang tepat,
dan menilai hasil pengobatan. Selain itu, kateterisasi jantung juga dapat digunakan untuk
mengetahui tekanan pada ruang-ruang di jantung, melihat bagaimana darah melewati
jantung, mengambil sampel darah, menginjeksikan zat kontras untuk melihat adanya
hambatan pada pembuluh darah, atau abnormalitas dari ruang jantung, serta melakukan
koreksi pada kelainan jantung tersebut.
Berdasarkan data-data di atas, indikasi untuk tindakan kateterisasi jantung dapat
dikelompokkan menjadi dua golongan besar, yaitu:
1. Untuk menegakkan diagnosis, yaitu dengan menganalisis semua data hasil kateterisasi
sehingga diperoleh gambaran anatomi dan fisiologi secara pasti
2. Untuk melakukan terapi, yaitu kateterisasi intervensi sebagai tindak lanjut dari
diagnosis yang diperoleh

Indikasi dilakukan tindakan angiografi koroner adalah:


1. Memiliki gejala penyakit arteri koroner meskipun telah mendapat terapi medis yang
adekuat
2. Penentuan prognosis pada pasien dengan penyakit arteri koroner
3. Angina pektoris pasca infark miokard
4. Nyeri dada stabil dengan perubahan iskemik bermakna pada tes latihan
5. Pasien dengan nyeri dada tanpa etiologi yang jelas
6. Sindrom koroner tidak stabil (terutama dengan peningkatan Troponin T atau I).
7. Pasca infark miokard nongelombang Q
8. Pasca infark miokard gelombang Q pada pasien risiko tinggi (ditentukan dengan tes
latihan atau pemindaian perfusi miokard).
9. Pasien dengan aritmia berlanjut atau berulang
10. Gejala berulang pasca coronary artery bypass Graft (CABG) atau evaluasi CABG
dan percutaneus coronary intervention (PCI)
11. Pasien yang menjalani pembedahan katup jantung, khususnya pada pasien yang
berumur > 40 tahun karena sudah memiliki kemungkinan adanya penyempitan arteri
koroner.
12. Pasien gagal jantung dengan etiologi yang tidak jelas
13. Menentukan penyebab nyeri dada pada kardiomiopati hipertropi

C. Kontraindikasi
Kontraindikasi dari kateterisasi jantung ini sangat bervariasi. Hal ini bergantung
pada kemajuan teknik, peralatan serta ketrampilan operator. Seiring berkembangnya
pengetahuan mengenai kateterisasi jantung, hampir dikatakan tidak ada lagi
kontraindikasi absolut, yang ada hanya kontraindikasi relatif.
Hal-hal yang termasuk dalam kontraindikasi relatif adalah:
1. Ventrikel iritabel yang tidak dapat dikontrol
2. Hipokalemia/intoksikasi digitalis yang tidak dapat dikoreksi
3. Hipertensi yang tidak dapat dikoreksi
4. Penyakit demam berulang tanpa sebab pasti
5. Gagal jantung dengan edema paru akut
6. Gangguan pembekuan: waktu protrombin > 18 detik
7. Gagal ginjal hebat/anuria
8. Alergi bahan kontras
9. Riwayat perdarahan yang tidak berhenti/pendarahan aktif berat
10. Anemia dengan hemoglobin <8 gr/dl
11. Kehamilan
Sedangkan satu-satunya yang dianggap sebagai kontraindikasi absolut adalah
apabila pasien dan keluarganya menolak untuk dilakukan kateterisasi.

D. Komplikasi
1. Kematian
2. Infark miokardum
3. Stroke
4. Aritmia
5. Pendarahan pada akses masuk kateter
6. Perubahan hemodinamik
7. Reaksi alergi kontras
8. Perforasi ruang jantung
E. Penatalaksanaan
1. Persiapan pasien
a. Prosedur persiapan pre tindakan kateterisasi
1) Persiapan fisik
 Penjelasan tentang prosedur tindakan oleh dokter
 Rekaman EKG 12 lead
 Puasa 4-6 jam sebelum tindakan perlu diperhatikan adalah puasa makan
saja, pasien boleh minum dan obat-obatan tetap diberikan sesuai resep
dokter
 Sehari sebelumnya meminum obat yang diinstruksikan dokter seperti
aspilet 2 tablet pada malam hari dan 1 tablet pada pagi hari, clopidogrel
4 tablet pada malam hari dan 2 tablet pada pagi hari.
 Cukur area penusukan (daerah inguinalis kanan  dan kiri bila arteri
femoralis atau daerah radialis kanan bila dari arteri radialis)
 Memasang condom cetheter atau dower cetheter untuk pasien yang akan
dilakukan tindakan PTCA, Ablasi, dan sejenisnya kecuali koroner
angiografi
 Memasang infus pada pasien, untuk tindakan koroner angiografi pada
umumnya tidak dipasang infus kecuali pada pasien dengan hasil
kreatinin lebih dari 1,5 diberikan cairan NaCl 0,9% . Pada pasien yang
akan dilakukan PTCA, Ablasi dan sejenisnya yang memerlukan waktu
yang lama diberikan cairan RL dan cairan NaCl 0,9% untuk pasien
dengan creatinin lebih dari 1,5
 Mengukur tanda – tanda vital pasien (tekanan darah, heart rate ,
respirasi, dan suhu )
 Mengukur berat badan dan tinggi badan
 Hasil pemeriksaan laboratorium seperti :
- Pemeriksaan Hb, Hb yang tinggi akan mempengaruhi tindakan
kateterisasi dimana lebih mudah terjadi pembekuan darah pada
kateter, begitu juga Hb yang rendah karena kemungkinan terjadi
pendarahan selama tindakan
- Leukosit, untuk mengetahui apkah pasien dalam keadaan dalam
infeksi atau tidak
- Ureum dan kreatinin, mengtahui fungsi ginjal pasien berhubungan
dengan penggunaan zat kontras saat tindakan, bila hasilnya tinggi
dilakukan hidrasi terlebih dahulu dengan obat oral flumucyl 2 tablet
dan loading cairan NaCl 0,9% sesuai instruksi dokter (biasa
diberikan 100 cc) . zat kontras yang osmolaritasnya lebih redah,
( misalnya omnipaque) dan dosis yang lebih sedikit
- CT, BT, PT, APTT untuk mengetahui apakah memanjang waktu
pendarahan dan pembekuan karena berhubungan dengan saat
pencabutan sheath
- HbsAg untuk mencegah terjadinya penularan baik terhadap petugas
maupun kepasien lain
 Mencatat obat yang diminum, ditunda atau dihentikan pemberiannya.
Obat hipertensi dan obat diureik tetap diberikan, sedangkan obat DM,
anti koagulan, ditunda pemberiannya sesuai dengan instruksi dokter
 Menanyakan riwayat alergi pasien terhadap obat-obatan
 Mengkaji keluhan pasien apakah ada nyeri dada, sesak nafas, pusing 
atau keluhan yang lain
 Mengganti pakaian pasien dengan pakaian rumah sakit, termasuk
pakaian dalam dilepas
 Memberitahu kepada pasien bahwa alat bantu seperti kaca mata, alat
bantu dengar (hearing aid), gigi palsu boleh tetap dipakai selama
tindakan untuk lebih memudahkan berkomunikasi dengan pasien tetapi
tetap diinformasikan pada saat serah terima pasien dengan petugas
diruang tindakan
 Melakukan allent test bila tindakan dilakukan melalui arteri radialis,
untuk melihat sirkulasi darah ditangan pasien
Teknik menilai allen test:
- Anjurkan pasien untuk mengepal tangannya dengan kuat selama 3-
15 menit
- Periksa pulsasi arteri radialis kemudian tekan arteri radialis dengan
tiga jari tangaan kiri/ibu jari dan tekan arteri uinaris dengan tiga
jari tangan kanan/ibu jari secara bersamaan
- Buka kepalan tangan pasien , telapak tangan akan terlihat pucat
- Lepas tekanan arteri ulnaris, arteri radialis tetap ditekan
- Lihat jika refeskuler 1-3 detik berarti arteri ulnaris baik dan
tindakan dapat dilakukan melalui arteri radialis
2) Persiapan mental
 Mengkaji pengetahuan pasien mengenai tindakan kateterisasi jantung
 Bila pasien belum mendapat penjelasan, fasilitasi agar dokter/asisten
dokter untuk menjelaskannya
 Memberi penjelasan hal-hal yang mungkin diperlukan saat dilakukan
tindakan seperti cara nafas dalam dan batuk efektif dan juga
memberitahukan keluhan yang mungkin timbul saat tindakan kepada
petugas atau perawat
 Melakukan pendekatan spiritual dengan mengajak berdoa
3) Persiapan pasien dari ruang rawat inap
Persiapan sama seperti pasien datang dari rumah , hanya saja
persiapannya dilakukan oleh perawat ruangan. Jadi perawat di ruang pre
keteterisasi hanya dilakukan serah terima pasien dengan petugas ruangan
dan memeriksa kembali kelengkapan persiapan administrasi fisik dan
mental pasien serta membuat form laporan kateterisasi jantung untuk pasien
yang akan dilakukan tindakan koroner angiografi dan form laporan
angioplasti koroner untuk pasien yang akan dilakukan tindakan PTCA,
ablasi dan sejenisnya
2. Pemilihan arteri
Pemilihan arteri yang akan digunakan sebagai akses masuknya kateter merupakan
hal yang penting sebelum tindakan. Pemilihan bergantung pada beberapa faktor,
seperti keahlian operator, kondisi fisik pasien, status antikoagulasi, dan kondisi
pembuluh darah perifer. Beberapa arteri yang dapat dipilih antara lain arteri femoralis,
arteri brakialis dan arteri radialis.
3. Obat yang digunakan
Obat-obatan seperti antikoagulan heparin 2000-5000 unit diencerkan pada 500 cc
Nacl diberikan melalui intravena untuk mencegah terjadinya pembekuan darah, selain
itu kortikosteroid dipersiapkan karena pada beberapa pasien dapat terjadi alergi
terhadap cairan kontras yang mengandung yodium.
4. Persiapan alat
a. Pesawat Rontgen
Pesawat rontgen yang digunakan dengan sistem TV Monitor yang mempunyai
Image Intensifying beresolusi tinggi yang dilengkapi dengan Cineangiografi
( Film Cine atau CD ) atau bisa juga dengan menggunakan Film Changer.
Misalnya C-Arm atau U-Arm
b. Mesin Injektor
Berfungsi untuk memasukkan cairan kontras dalam jumlah yang banyak dan
mempunyai tekanan atau kecepatan yang dapat diatur.
c. Peralatan Emergency :
 Defibrilator
 Trolly emergency dan obat-obatan emergency
 Oksigen (O2 )
d. Peralatan Steril
e. Introducer, Sheath, Dilator, Quide Wire
f. Kateter
g. Judkins Right atau Judkins Left

5. Teknik atau prosedur pelaksanaan


a. Kateterisasi Jantung melalui Arteri Radialis
1) Persiapan Alat
 Alat Tenun Steril
- Baju operasi
- 2  duk lubang ukuran 67 x 67 cm
- 2 duk kecil ukuran 67 x 67 cm
- 1 stik laken
- 1 duk besar ukuran 180 cm x 234 cm
 Set Instrumen Steril
- 1 kom besar untuk tempat cairan ( 500 cc)
- 1 kom sedang untuk tempat kontras (250 cc)
- 1 kom kecil untuk tempat bethadine sol 10% (100 cc)
- 6 depper kecil
- 5 kassa steril
- 2 duk klem
- 1 arteri klem
- 1 scappel
- 1 klem kocher / desinfektan tool
- 1 bengkok
 Bisturi nomor 11
 Bethadine solution 10% dan alkohol 70% untuk desinfektan
 Cairan NaCl 0,9% : 1:5 (heparin 2500 unit dalam 500 NaCls)
 Syringe 20 cc 2 buah, syringe 5 cc 1 buah, syringe 2,5 cc 1 buah, syringe 1
cc 1 buah
 Extension tube panjang dan pendek masing – massing 1 buah
 Rotating adaptor (threeway pressure)
 Introduser sheath radialis 5 fr / 6 fr
 Kateter diagnostic optitorque 5 fr / sesuai kebutuhan
 Guide wire terumo tip 0,35 / 180 cm
 Glove steril
 Jarum pungsi
 Zat kontras sesuai kebutuhan
 Lidocaine 2% 1 ampul
 Heparin 5000 unit dalam syringe 5 cc (diencerkan dengan NaCl 0,9%
menjadi 4 cc)
 NTG 300 meq dalam syringe 1 cc (diencerkan menjadi 9 strip)
2) Prosedur tindakan
 Pasien masuk ruang tindakan, rekam EKG 12 lead
 Alat – alat dipersiapkan diatas meja
 Scrub nurse atau asisten dan dokter operator memakai apron lalu
melakukan surgical hand washing (cuci tangan steril), mengenakan jas
operasi dan memakai glove steril
 Melakukan desinfeksi di daerah radialis kanan dan kiri dengan bethadine
solution 10% dilanjutkan dengan alkohol 70%
 Tutup  bagian yang di desinfeksi dengan duk lubang, lalu tutup bagian
badan pasien dan seluruh tubuh pasien dengan alat dengan tenun steril
(beritahu pasien agar selama tindakan, tangan pasien tidak menyentuh area
steril)
 Flash / basahi semua alat kemudian di dekatkan ke pasien, lakukan zero
point, sambungkan extention tube dengan tansduser kemudian dibalance
mesin monitor
 Dokter melakukan anestesi lokal dengan Lidocaine 2% di daerah arteri
radialis kanan (RAR = Radialis Arteri Right)
 Pungsi RAR sampai darah arteri memancar masukkan wire pendek
kemudian jarum puncture dilepas, lakukan insisi ¼ inchi dangkal (untuk
memudahkan masuknya sheath), massukkan sheath 6 fr (jangan lupa wire
dibersihkan dahulu dengan kassa basah untuk mencegah darah bekuan /
fibrin terkumpul)
 Wire pendek dicabut, sheath di aspirasi lalu di flash, masukkan heparin
2500 iu dan NTG 200 – 300 meq, kemudian di flash / bilas
 Masukkan catheter dengan quide wire didalamnya ke dalam sheath sampai
ke ventrikel kiri, petugas monitor mengambil tekanan LV – Ao dengan
catheter ditarik dari LV ke aorta lalu diukur gradient
 Catheter mengkanulasi ostium arteri koroner kanan (RCA),
 Catheter kanulasi ke ostium arteri koroner kiri (LCA),
 Aspirasi catheter lalu flush kemudian perawat siecor merekam pressure
terakhir dan EKG 6 lead
 Catheter dicabut dengan quide wire ada di dalam dan di dalam dan di
daerah sekitar penusukan dibersihkan
 Sheath di tarik setengah bagian masih di dalam arteri, kemudian letakkan
nichiband di daerah bekas penusukan sampai menekan arteri radialis
kemudian difikasi menggunakan plester yang tersedia, sheath ditarik
seluruhnya sambil dianjurkan pasien tarik nafas dalam
 Alat-alat dibersihkan, dirapihkan dan dipisahkan alat dari benda tajam,
infeksius dan non infeksius
 Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan
 Prosedur selesai
 Petugas monitor mencatat jumlah cairan infus dan kontras
3) Prosedur Pencabutan Nichiband Pada Arteri Radialis
 Lihat jam pada saat pelepasan nichiband
 Beritahu pasien prosedur yang akan dilakukan
 Cuci tangan
 Pasang glove
 Letakkan tangan kiri diatas nichiband dan beri sedikit penekanan secara
perlahan
 Buka plester nichiband dengan tangan kanan kemudian lepas tekanan pada
nichiband secara perlahan sambil diperhatikan apakah ada darah yang keluar
dari luka insisi
- Apabila terjadi perdarahan pasang kembali nichiband dan tambahkan
plester untuk mencegah nichiband terlepas
- Bila tidak terjadi perdarahan lanjutkan membuka nichiband
 Letakkan kassa diatas luka insisi menggunakan tangan kiri dan tekan
secara perlahan
 Pasang plester elastikon dengan menggunakan tangan kanan, posisi
tangan kiri tetap menekan kassa diatas luka insisi, (jangan terlalu
kencang)
 Rapikan alat – alat
 Berikan penkes pada pasien :
- Anjurkan untuk tidak mengangkat beban lebih dari 5 kg selama 1
minggu untuk menghindari “stertching” / peregangan pada arteri
radialis
- Beritahu perawat / dokter bila terjadi keluhan berhubungan dengan
gangguan sirkukasi
- Buka elastikon dan ganti dengan tensoplast setelah 12 jam
pemasangan elastikon
- Bila ada haematoma dan pendarahan segera hubungi perawat atau
dokter atau kembali lagi ke rumah sakit.
b. Kateterisasi Jantung melalui Arteri Femoralis
1) Persiapan alat
 Alat Tenun Steril
- 3  baju operasi
- 2  duk lubang ukuran 67 x 67 cm
- 2 duk kecil ukuran 67 x 67 cm
- 1 stik laken
- 1 duk besar ukuran 180 cm x 234 cm
 Set Instrumen Steril
- 1 kom besar untuk tempat cairan ( 500 cc)
- 1 kom sedang untuk tempat kontras (250 cc)
- 1 kom kecil untuk tempat bethadine sol 10% (100 cc)
- 6 depper kecil
- 5 kassa steril
- 2 duk klem
- 1 arteri klem
- 1 scappel
- 1 klem kocher / desinfektan tool
- 1 bengkok
 Bisturi nomor 11
 Bethadine solution 10% dan alkohol 70% untuk desinfektan
 Cairan NaCl 0,9% heparin /  1:5 (heparin 2500 unit dalam 500 NaCl)
 Syringe 20 cc 2 buah, syringe 10 cc 1 buah
 Lidocaine 2% 5 ampul
 Jarum puncture
 Extension tube
 Rotating adaptor (threeway pressure)
 Introduser sheath no. 6 fr
 Kateter diagnostic  Judkins Right (JR) dan Judkins Left (JL) 4/6 fr  atau
sesuai kebutuhan
 Guide wire  J  tip 0,38 mm/ 150 cm
 Glove steril
 Zat kontras sesuai kebutuhan
2) Prosedur tindakan
 Pasien masuk ruang tindakan, rekam EKG 12 lead
 Alat – alat dipersiapkan diatas meja
 Scrub nurse dan dokter operator memakai apron lalu melakukan surgical
hand washing (cuci tangan steril), mengenakan jas operasi dan memakai
glove steril
 Melakukan desinfeksi di daerah inguinalis kanan dan kiri dengan
bethadine solution 10% dilanjutkan dengan alkohol 70%
 Tutup  bagian yang di desinfektan dengan duk lubang, lalu tutup bagian
atas badan pasien dengan duk sedang dan bagian bawah dengan duk besar
 Flush semua alat kemudian di dekatkan ke pasien
 Lakukan balance di mesin monitor (zero point), sambungkan extention
tube dengan tanduser, kemudian lakukan flushing
 Lakukan anestesi lokal dengan Lidocaine 2% di inguinalis kanan
 Lakukan insisi kulit dengan bisturi no. 11
 Lakukan pungsi Arteri Femoralis Kanan (PEAR) dengan jarum pungsi,
bila darah arteri memancar masukan quide wire pendek 3 mm ± 10-15 cm
 Cabut puncture menggunakan tangan kanan dan tangan kiri
mempertahankan quide wire agar tatap berada pada arteri femoralis
 Menyusuri wire masuk introducer sheath dan pertahankan quide wire tetap
terlihat pada ujung introducer sheath 5 cm
 Masukkan sheath 6 Fr
 Cabut wire pendek dan dilator sheath diaspirasii lalu di flush
 Masukkan kateter JR dengan quide wire didalamnya kedalam sheath
melalui arteri femoralis, aorta decendens, arcus aorta, aorta assendens
sampai ke ventrikel kiri (bila diperlukan pencatatan tekanan akhir
diastolik LV / LVEDP)
 Lakukan pencatatan tekanan aorta
 Kateter diarahkan ke ostium arteri koroner kanan (RCA)
 Ganti kateter dengan JL, arahkan ke ostium kiri
 Tarik kateter keluar dari ostium koroner, aspirasi kateter lalu di flush.
Peerawat monitoring merekam tekanan aorta terakhir
 Kateter JL di cabut dan daerah sekitar penusukkan dibersihkan, rekam
EKG 12 lead
 Sheath tetap dipertahankan, aff sheath dilakukan di ruang recovery room /
pemulihan
 Bersihkan alat – alat, pisahkan benda – benda tajam, infeksius dan non
infeksius
 Petugas monitor mencatat cairan infus dan kontras
 Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan
3) Prosedur pencabutan sheath pada arteri femoralis
 Beritahu pasien prosedur yang akan dilakukan, cuci tangan dan pasang
glove
 Atur posisi pasien, pasien didekatkan ke pinggir tempat tidur di mana
petugas berada, agar petugas mudah melakukan penekanan
 Observasi apakah ada haematoma di sekitar daerah penusukan
 Raba arteri femoralis dengan tangan kiri, posisikan tangan / jari kiri di atas
luka pungsi tempat dimana pulsasi teraba
 Cabut sheat dengan tangan kanan dan anjurkan pasien untuk tarik nafas
dalam, cabut dengan segera dan hati- hati. Biarkan darah mengalir sedikit
untuk mengeluarkan bekuan darah dalam pembuluh darah
 Setelah darah keluar lakukan penekanan selama 10 – 15 menit
 Lepaskan tangan kiri secara perrlahan dan observasi apakah massih ada
perdarahan. Bila masih ada perdarahan maka lakukan penekanan kembali
 Perhatikan disekitar luka insisi apakah ada haematoma
 Bila tidak ada berikan bethadine pada luka tusukan, kemudian tekuk lutut
pasien ke samping hingga membentuk sudut 60 – 80 derajat
 Tutup luka dengan kassa steril dan rekatkan dengan elastikon / tensoplast
 Luruskan kembali kaki pasien, berikan penjelasan kepada pasien untuk
tidak melipat atau menekuk kaki selama 6 – 8 jam
 Jelaskan pada pasien bahwa tindakan telah selesai
 Rapikan kembali pasien dan alat – alat
6. Tindakan pada masa pemulihan atau post kateterisasi
a. Berikan pasien minum banyak sekitar 2000 cc /6 jam, bila tidak ada kontra
indikasi
b. Harus diperhatikan catatan kejadian selama prosedur serta hasil kateterisasi
c. Observasi vital sign: setiap 15 menit pada jam pertama, setiap 30 menit pada
jam ke 2 dan selanjutnya tiap jam hingga hemodinamik tetap stabil
d. Observasi efek samping pemakaian zat kontras seperti : gatal-gatal, menggigil,
mual muntah atau urtikaria
e. Observasi hematom dan pendarahan di sekitar area penusukan
1) Lakukan haemostasis yang benar
2) Immobilisasi daerah penusukan selama 6-8 jam untuk penusukan pada
femonalis dan 4 jam pada penusukan radialis berikan bantal pasir diatas
area penusukan khusus untuk penusukan femoralis
3) Libatkan pasien dan keluarga untuk mengawasi adanya tanda-tanda
perdarahan dan haematoma pada daerah penusukan
f. Observasi keluhan pasien; pening, pusing atau nyeri dada dan sebagainya
g. Observasi tanda-tanda adanya gangguan sirkulasi di daerah perifer, pulsasi arteri
dibagian distal dari penusukan, kemudian dibandingkan dengan kanan dan kiri,
observasi kehangatan akral dibandingkan dengan kanan dan kiri. Bila terjadi
gangguan (nadi lemah/tidak terabah) beritahu dokter, biasanya diberi obat anti
koagulan bolus atau drips.
h. Observasi adanya tanda-tanda infeksi
Hal-hal umum yang perlu diperhatikan pada ruang post-kateterisasi
a. Keluhan pasien
b. Diagnosa medis, tindakan yang dilakukan, penyulit yang muncul saat
tindakan dan hasil tindakan
c. Tanda-tanda vital post kateterisasi
d. Obat-obat yang dilanjutkan
e. Intake dan output
f. Kelengkapan status
g. Pulsasi daerah distal dari area penusukan dan kehangatan akral
h. Pemeriksaan yang harus dilakukan di ruang perawatan setelah post
kateterisasi/ intervensi
i. Alat-alat perawatan yang masih terpasang pada pasien
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata Klien
Identitas klien yaitu nama ( initial ), umur, suku, agama, pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, lamanya menikah, alamat, diagnosa medis, tanggal masuk RS
dan tanggal pengkajian
2. Data Biologis
a. Keluhan utama : nyeri pada daerah dada
b. Riwayat keluhan utama : Dipaparkan tentang awal terjadinya nyeri,
dilengkapi dengan keluhan lain dan pengaruh keluhan terhadap aktifitas/ fungsi
tubuh serta usaha klien untuk mengatasi keluhan.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Yang dikaji adalah riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat opname
dengan trauma, operasi, transfusi darah, alergi dan kebiasaan spesifik klein
lainnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Yang dikaji adalah tiga generasi denngan mencantumkan genogram, apakah ada
riwayat penyakit keturunan dengan melihat apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang dapat diturunkan, termasuk angina pektoris
3. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas/Istirahat
Kelemehan, keletihan, napas pendek, gaya hidup monoton, frekuensi jantung
meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit
serebrovaskular, tekanan darah, nadi, distensi vena jugularis popliteal, tibialis
posterior, pedalis tidak teraba atau lemah. Frekuensi/irama : takikardia berbagai
disritmia.
Bunyi jantung : terdengar S2 pada dasar ; S3 (CHF dini); S4 (pergeseran
ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri). Murmur stenosis valvular.
Ekstremitas : perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi perifer);
pengisian kapiler mungkin melambat /tertunda (vasokonstriksi).
3. Integritas Ego
Riwayat perubahan status kecemasan/ ansietas ditandai dengan gelisah,
penyempitan kontinu perhatian, gerak tangan empati, otot muka tegang (khusus
sekitar mata), gerakan fisik cepat, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara.
4. Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti, infeksi/obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal dimasa lalu)
5. Makanan/Cairan
Berat badan normal atau obesitas. Adanya edema (mungkin umum atau tertentu);
kongesti vena
6. Neurosensori
Keluhan pening/pusing, berdenyut. Sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun
dan menghilang secara spontan stelah beberapa jam ).  Episode kebas/kelemahan
pada satu sisi tubuh. Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur).
7. Nyeri/Ketidaknyamanan
Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung), onset, pencetus,kualitas,
daerah nyeri serta menjalar atau tidak, skala nyeri dan lama waktu nyeri timbul.
Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudasi (indikasi arteriosklerosis pada arteri
ekstremitas bawah).
8. Pernapasan
Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja. Takipnea, ortopnea, dispnea
nokturnal paroksismal. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum. Riwayat
merokok, distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernapasan. Bunyi napas
tambahan (krekles/mengi). Sianosis. 
9. Keamanan
Gangguan koordinasi/cara berjalan
4. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium.
- Pemeriksaan Hemoglobin (12-16 gr/dl), Hb yang tinggi akan mempengaruhi
tindakan kateterisasi dimana lebih mudah terjadi pembekuan darah pada
kateter, begitu juga Hb yang rendah karena kemungkinan terjadi pendarahan
selama tindakan
- Leukosit (4 – 6 106/uL) untuk mengetahui apkah pasien dalam keadaan dalam
infeksi atau tidak
- Ureum (10-50 mg/dl) dan kreatinin (<1.3 mg/dl) untuk mengtahui fungsi ginjal
pasien berhubungan dengan penggunaan zat kontras saat tindakan.
- CT, BT, PT, APTT untuk mengetahui apakah memanjang waktu pendarahan
dan pembekuan karena berhubungan dengan saat pencabutan sheath
- HbsAg untuk mencegah terjadinya penularan baik terhadap petugas maupun
kepasien lain
b. Pemeriksaan diagnostik
 Elektrokardiografi : Gambaran ekg menunjukkan ST
depresi, T inverted atau ST Elevasi dengan T normal/inverted, Q
normal/patologis
 Echocardiogram : menunjukkan penurunan ejeksi fraksi
normal atau kurang dari 60%
 Treadmill : hasil treadmill menunjukkan hasil yang
positif

B. Diagnosa keperawatan
1. Sebelum tindakan kateterisasi
a. Kecemasan berhubungan dengan ancaman pada status terkini dan stresor (prosedur
pelaksanaan tindakan)
b. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia
2. Saat tindakan kateterisasi
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan perubahan irama jantung
b. Risiko pendarahan
c. Risiko syok
3. Setelah tindakan kateterisasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur tindakan
b. Kecemasan berhubungan dengan ancaman pada status terkini dan stresor (prosedur
pelaksanaan tindakan)
c. Risiko penurunan curah jantung
d. Risiko pendarahan
C. Intervensi keperawatan
1. Sebelum tindakan kateterisasi
a. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini dan stresor (prosedur
pelaksanaan tindakan)
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian diri terhadap perasaan cemas
yang dimiliki yang dibuktikan dengan mencari informasi untuk menurunkan
perasaan cemas, menggunakan tehnik relaksasi, mengendalikan respon ketakutan.
1) Kaji respon kecemasan pasien secara subjektif dan objektif
2) Nilai pemahaman pasien terhadap proses penyakitnya
3) Jelaskan semua pemeriksaan dan pengobatan kepada pasien dan keluarga
4) Bantu pasien membedakan antara ketakutan rasional dan tidak rasional
5) Ajarkan tehnik relaksasi kepada pasien seperti nafas dalam
6) Dorong diskusi antara pasien dengan dokter tentang kecemasan pasien
7) Tetap bersama pasien selama menghadapi situasi baru atau ketika pasien
merasa sangat cemas
8) Sering berikan penguatan verbal dan nonverbal yang dapat membantu
menurunkan ketakutan pasien
b. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia
Tujuan : Menunjukkan pengurangan atau tidak ada nyeri dengan melaporkan
nyeri berkurang, pasien dapat menggunakan teknik non-farmakologis serta pasien
tidak nampak meringis, gelisah dan mengeluh,
1) Lakukan pengkajian secara komprehensip terhadap nyeri
2) Observasi reaksi ketidaknyaman secara nonverbal
3) Berikan informasi tentang nyeri termasuk penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan hilang, antisipasi terhadap ketidaknyamanan dari prosedur
4) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi respon ketidaknyamanan Klien
5) Berikan posisi yang nyaman pada Klien
6) Edukasi cara penggunaan terapi non farmakologi
7) Kolaborasi pemberian terapi nyeri
2. Saat tindakan kateterisasi
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan perubahan irama
jantung
Tujuan : diharapkan penurunan curah jantung teratasi, dengan kriteria klien akan,
menunjukkan tanda vital dalam batas normal, disritmia terkontrol atau hilang dan
bebas gejala gagal jantung, warna kulit normal , melaporkan penurunan episode
dispnea, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
1) Monitor tanda-tanda vital
2) Monitor hasil pemeriksaan EKG
3) Lakukan penilaian pada sirkulasi perifer
4) Monitor status pernapasan terkait dengan adanya gejala gagal jantung
5) Monitor keseimbangan cairan
6) Monitor nilai laboratorium yang sesuai
7) Monitor adanya edema perifer, bunyi jantung dan bunyi pernapasan
b. Risiko pendarahan
Tujuan : pasien tidak mengalami pendarahan ditandai dengan kehilangan darah
yang terlihat tidak ada ,tanda-tanda vital dalam batas normal, kulit dan membran
mukosa tidak pucat.
1) Monitor terjadinya tanda dan gejala pendarahan pada pasien baik yang terlihat
jelas maupun yang tersembunyi
2) Monitor tanda-tanda vital
3) Pertahankan posisi pasien untuk menghindari pendarahan aktif
4) Berikan tindakan yang sesuai yang berfokus pada pencegahan dan
pengurangan pendarahan
c. Risiko syok
Tujuan : pasien tidak mengalami syok yang ditandai dengan tidak terjadi
penurunan tekanan nadi perifer, penurunan tekanan arteri rata-rata, penurunan
tekanan darah sistolik dan diastolik, aritmia, peningkatan laju nafas, penurunan
kadar oksigen.
1) Monitor terhadap awal kompensasi syok
2) Monitor terhadap adanya tanda-tanda respon sindroma inflamasi sistemik
3) Monitor terhadap adanya penurunan fungsi jantung dan status sirkulasi
4) Monitor terhadap adanya tanda ketidakadekuatan perfusi oksigen ke jaringan
5) Monitor tekanan oksimetri
6) Monitor EKG dan status respirasi
7) Pertahankan kepatenan jalan napas dan berikan oksigen
8) Berikan cairan IV sesuai kebutuhan dan pantau status hemodinamik
9) Berikan anti-aritmia, diuretic, dan atau vasopresor sesuai kebutuhan
3. Setelah tindakan kateterisasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur tindakan
Tujuan : Menunjukkan pengurangan atau tidak ada nyeri dengan melaporkan
nyeri berkurang, pasien dapat menggunakan teknik non-farmakologis serta pasien
tidak nampak meringis, gelisah dan mengeluh,
1) Lakukan pengkajian secara komprehensip terhadap nyeri
2) Observasi reaksi ketidaknyaman secara nonverbal
3) Berikan informasi tentang nyeri termasuk penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan hilang, antisipasi terhadap ketidaknyamanan dari prosedur
4) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi respon ketidaknyamanan Klien
5) Berikan posisi yang nyaman pada Klien
6) Edukasi cara penggunaan terapi non farmakologi
7) Kolaborasi pemberian terapi nyeri
b. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini dan stresor (prosedur
pelaksanaan tindakan)
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian diri terhadap perasaan cemas
yang dimiliki yang dibuktikan dengan mencari informasi untuk menurunkan
perasaan cemas, menggunakan tehnik relaksasi, mengendalikan respon ketakutan.
1) Kaji respon kecemasan pasien secara subjektif dan objektif
2) Nilai pemahaman pasien terhadap proses penyakitnya
3) Jelaskan semua pemeriksaan dan pengobatan kepada pasien dan keluarga
4) Bantu pasien membedakan antara ketakutan rasional dan tidak rasional
5) Ajarkan tehnik relaksasi kepada pasien seperti nafas dalam
6) Dorong diskusi antara pasien dengan dokter tentang kecemasan pasien
7) Tetap bersama pasien selama menghadapi situasi baru atau ketika pasien
merasa sangat cemas
8) Sering berikan penguatan verbal dan nonverbal yang dapat membantu
menurunkan ketakutan pasien
c. Risiko penurunan curah jantung
Tujuan : diharapkan penurunan curah jantung teratasi, dengan kriteria klien akan,
menunjukkan tanda vital dalam batas normal, disritmia terkontrol atau hilang dan
bebas gejala gagal jantung, warna kulit normal , melaporkan penurunan episode
dispnea, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
8) Monitor tanda-tanda vital
9) Monitor hasil pemeriksaan EKG
10) Lakukan penilaian pada sirkulasi perifer
11) Monitor status pernapasan terkait dengan adanya gejala gagal jantung
12) Monitor keseimbangan cairan
13) Monitor nilai laboratorium yang sesuai
14) Monitor adanya edema perifer, bunyi jantung dan bunyi pernapasan
d. Risiko pendarahan
Tujuan : pasien tidak mengalami pendarahan ditandai dengan kehilangan darah
yang terlihat tidak ada ,tanda-tanda vital dalam batas normal, kulit dan membran
mukosa tidak pucat.
5) Monitor terjadinya tanda dan gejala pendarahan pada pasien baik yang terlihat
jelas maupun yang tersembunyi
6) Monitor tanda-tanda vital
7) Pertahankan posisi pasien untuk menghindari pendarahan aktif
8) Instruksikan pasien dan keluarga untuk memonitor tanda-tanda pendarahan
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemeriksaan angiografi koroner adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk
melihat adanya penyempitan di pembuluh darah koroner. Terlihatnya penyempitan di
pembuluh darah koroner merupakan tanda pasti untuk diagnostik penyakit jantung
koroner.
Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan pencitraan dengan sinar-x (sinar
Rontgen) yang dilakukan di dalam suatu ruangan khusus yang disebut sebagai ‘cath lab’
(laboratorium tindakan kateterisasi).
Pada pemeriksaan sinar Rontgen biasa, pembuluh darah tidak akan tampak di
dalam foto. Untuk menangkap gambaran pembuluh darah, dokter perlu menginjeksikan
suatu zat kontras di lokasi target pembuluh darah. Zat kontras membuat citra Rontgen
pembuluh darah jadi tampak jelas.
Tindakan angiografi koroner pada saat ini bukanlah sesuatu yang sulit untuk
dilakukan, pada pasien-pasien dengan penyakit jantung koroner tindakan diagnostik ini
merupakan standar emas dalam menegakkan diagnosa dan intervensi selanjutnya yang
harus dilakukan. Penjelasan/edukasi kepada pasien dapat membantu pasien memahami
tindakan serta keuntungan yang didapatkan jika menjalani prosedur tersebut.
Pada saat tindakan angiografi koroner selesai dilakukan, dapat diketahui bagian
mana saja dari pembuluh darah koroner yang mengalami penyumbatan dan dapat
ditentukan tindakan selanjutnya sesuai dengan kemampuan pasien.

B. Saran
1. Peran perawat pada saat tindakan angiografi koroner sebaiknya dapat maksimal untuk
memenuhi kebutuhan psikologis pasien
2. Perawat harus cermat dan teliti pada saat melakukan pengkajian keperawatan
3. Perawat harus memperhatikan tindakan perawatan pasca pelaksanaan kateterisasi
untuk mencegah timbulnya komplikasi
DAFTAR PUSTAKA

Arthur Selzer, M.D., William L. Anderson, M.D., Harold W. March, M.D.,Indications For
Coronary Arteriography Risks Vs. Benefits. California Medicine. The Western Journal
Of Medicine. 2001

David Zieve, Michael A, Cardiac catheterization. Division of Cardiology, Harborview


Medical Center, University of Washington Medical School, Seattle, Washington..
National Institutes of Health (U.S. Department of Health and Human Services)
available at www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003419.htm.

Doenges E. Marilynn, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, cetakan I. EGC: Jakarta.

Guyton, Arthur C & John E.Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 11. EGC:
Jakarta.
Hanafi,Idrus Alwi, Muin Rahman,S Harun. Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Penyadapan
jantung (Cardiac Catheterization) Jakarta: FKUI 2006, hal 1491-496.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan :
Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Jomansyah, M. U. (2013). Angiografi Koroner. Cermin Dunia Kedokteran , 40, 626-626

Kabo, Peter. 2010. Bagaimana menggunakan obat-obat kardiovaskular secara rasional.


Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Panggabean, Henri Apul. 2011. Perbedaan pengaruh ambulasi dini 2 jam dengan ambulasi 8
jam terhadap kejadian perdarahan pada pasien pasca angiografi koroner diagnostik di
RSUP Haji Adam Malik Medan. Jakarta: Tesis Program Magister Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Wilkinson, J.M., Ahern, N.R, 2011. Buku saku diagnosis keperawatan NANDA NIC NOC,
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta

Praktek Profesi Peminatan CVCU


Minggu IV : Ruang Cathlab PJT RSWS

Laporan Pendahuluan
“Coronary Angiography”

Oleh:

ELVI HERAWATI
C121 12 103

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

( ) ( )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

Anda mungkin juga menyukai